Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN LIMFOMA MALIGNA


DI RUANG ANTORIUM
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

oleh:
Yayang Putra Pratama, S.Kep.
NIM 102311101061

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
LAPORAN PENDAHULUAN
LIMFOMA MALIGNA
oleh: Yayang Putra Pratama, S.Kep
NIM 102311101061

1. Anatomi dan Fisiologi


Sistem limfatik adalah bagian penting dari sistem kekebalan tubuh yang
memainkan peran kunci dalam pertahanan alamiah tubuh melawan infeksi dan
kanker. Cairan limfatik adalah cairan putih mirip susu yang mengandung protein,
lemak dan limfosit (sel darah putih) yang semuanya mengalir ke seluruh tubuh
melalui pembuluh limfatik.Yang membentuk sistem limfatik dan cairan yang
mengisi pembuluh ini disebut limfe.

Gambar 1. Sistem limfatik tubuh manusia

Secara umum, gambaran sistem limfatik adalah sebagai berikut.


a) Limfe adalah cairan jaringan yang masuk kedalam pembuluh limfe
b) Pembuluh limfe berbentuk seperti tasbih karena mempunyai banyak katub
sepanjang perjalanannya
c) Pembuluh limfe dimulai dari: kapiler limfe → pembuluh limfe kecil →
pembuluh limfe besar → masuk ke aliran darah
d) Limfe sebelum masuk aliran darah, melalui satu atau banyak kelenjar
limfe
e) Pembuluh limfe aferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe
masuk kelenjar limfe
f) Pembuluh limfe eferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe
keluar kelenjar limfe
g) Limfe masuk aliran pada pangkal leher melalui: Ductus Limphaticus
dexter dan Ductus thoracicus (Ductus Limphaticus sinister)
h) Sistem saluran limfe berhubungan erat dengan sistem sirkulasi darah.
i) Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui
vena.
j) Sebagian cairan darah yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan masuk
pembuluh darah melalui saluran limfe, yang merembes dalam ruang-ruang
jaringan.
k) Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang
mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari ruang interstisial.
Beberapa pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf
pusat, bagian dalam dari saraf perifer, endomisium otot, dan tulang.
l) Limfe mirip dengan plasma tetapi dengan kadar protein yang lebih kecil.
m) Kelenjar limfe menambahkan limfosit pada limfe sehingga jumlah sel itu
sangat besar di dalam saluran limfe.
n) Limfe dalam pembuluh limfe digerakkan oleh kontraksi otot di sekitarnya
dan dibantu oleh katup yang terdapat di sepanjang pembuluh limfe.
Komponen sistem limfatik adalah sebagai berikut.
1. Saluran Limfe
· Terdapat dua saluran limfe utama, ductus thoracicus dan ductus
limfaticus dextra.
a) Ductus thoracicus atau ductus limfaticus sinister, mengumpulkan
cairan limfe dari tubuh bagian tungkai bawah (kanan kiri), abdomen
(kanan kiri), dada kiri, kepala kiri, lengan kiri, kemudian masuk ke
sirkulasi darah lewat vena subclavia sinistra.
b) Ductus Limphaticus Dexter ialah saluran yang jauh lebih kecil dan
mengumpulkan limfe dari kepala kanan, leher kanan, lengan kanan dan
dada sebelah kanan, dan menuangkan isinya ke dalam vena subklavia
dextra yang berada di sebelah bawah kanan leher.
Jika terjadi infeksi, kelenjar limfe dapat meradang (kelenjar limfe
bengkak, merah dan sakit), proses ini biasa disebut nglanjer (limfadenitis).
Limfadenitis menunjukan adanya infeksi pada pembuluh limfe (jaringan)
diatasnya
2. Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe merupakan jalinan halus kapiler yang sangat kecil
atau sebagai rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ dalam vili
usus terdapat pembuluh limfe khusus yang disebut lakteal yang dijumpai
dalam vili usus. Fisiologi kelenjar limfe hampir sama dengan komposisi
kimia plasma darah dan mengandung sejmlah besar limfosit yang mengalir
sepanjang pembuluh limfe untuk masuk ke dalam pembuluh darah.
Pembuluh limfe yang mengaliri usus disebut lakteal karena bila lemak
diabsorpsi dari usus sebagian besar lemak melewati pembuluh
limfe.Sepanjang pergerakan limfe sebagian mengalami tarikan oleh
tekanan negatif di dalam dada, sebagian lagi didorong oleh kontraksi otot.
Struktur pembuluh limfe serupa dengan vena kecil, tetapi memiliki
lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti rangkaian
petasan atau tasbih.Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih
besar dari kapiler darah dan terdiri hanya atas selapis
endotelium.Pembuluh limfe bermula sebagai jalinan halus kapiler yang
sangat kecil atau sebagai rongga-rongga limfe di dalam jaringan berbagai
organ. Pembuluh limfe khusus di vili usus halus yang berfungsi sebagai
absorpsi lemak (kilomikron), disebut lacteal villi
Fungsi pembuluh limfe mengembalikan cairan dan protein dari
jaringan ke dalam sirkulasi darah, mengangkut limfosit dari kelenjar limfe
ke sirkulasi darah, membawa lemak yang sudah dibuat emulasi dari usus
ke sirkulasi darah.Susunan limfe yang melaksanakan ini ialah saluran
lakteal, menyaring dan menghancurkan mikroorganisme, menghasilkan zat
antibodi untuk melindungi terhadap kelanjutan infeksi.
3. Kelenjar Limfe (Nodus Limfe)
Kelenjar ini berbentuk bulat kecil lonjong atau seperti kacang
dengan ukuran kira-kira 10–25 mm. kelenjar limfe atau limfonodi terdapat
di sepanjang pembuluh limfe.Limfe disebut juga getah bening, merupakan
cairan yang susunan isinya hampir sama dengan plasma darah dan cairan
jaringan. Bedanya ialah dalam cairan limfe banyak mengandung sel darah
limfosit, tidak terdapat karbon dioksida, dan mengandung sedikit
oksigen.Cairan limfe yang berasal dari usus banyak mengandung zat
lemak. Cairan limfe ini dibentuk atau berasal dari cairan jaringan melalui
difusi atau filtrasi ke dalam kapiler-kapiler limfe dan seterusnya akan
masuk ke dalam peredaran darah melalui vena.
Limfe merupakan sebuah cairan bening atau tidak berwarna yang
terdapat pada saluran limfatika, yang terdiri dari kapiler, duktus, trunkus
limfa, serta dalam sinus nodus limfatikus.Nodus limfatikus merupakan
akumulasi dari jaringan limfatik yang dibungkus oleh serabut elastis dan
serabut otot polos yang mengandung kapsula.Terdapat beberapa daerah
khusus, di mana terdapat banyak jaringan limfatik, misalnya pada palatin
(langit mulut) dan tosil faringeal, kelenjar timus, agregat folikel limfatik di
usus halus, apendiks serta limfa.Nodus limfe banyak ditemukan di dalam
leher, axial, thorax, abdomen, dan lipatan paha.Fungsi nodus limfe adalah
menyaring cairan limfe dari benda asing, pembentukan limfosit,
membentuk antibodi, pembuangan bakteri, serta membantu reabsorpsi
lemak.
4. Limpa (Lien)
Limpa merupakan sebuah organ yang terletak di sebelah kiri
abdomen di daerah hipogastrium kiri, di bawah tulang iga ke-9, -10, -
11.Limpa berdekatan pada fundus dan permukaan luarnya menyentuh
diafragma.Jalinan struktur jaringan ikat di antara jalinan itu membentuk isi
limpa (pulpa) yang terdiri dari jaringan limpa dan sejumlah besar sel-sel
darah.Limpa atau lien adalah kelenjar yang terletak di regio hipogastrium
sinistra, yang didalamnya berisi banyak jaringan limfe dan sel darah.
Secara umum, fungsi limpa sebagai gudang darah.Seperti hati,
limpa banyak mengandung kapiler-kapiler darah, dengan demikian banyak
arah yang mengalir dalam limpa.Sebagai pabrik sel darah, limfa dapat
memproduksi leukosit dan eritrosit terutama limfosit, sebagai tempat
pengahancur eritrosit, karena di dalam limpa terdapat jaringan retikulum
endotel maka limpa tersebut dapat mengancurkan eritrosit sehingga
hemoglobin dapat dipisahkan dari zat besinya, menghasilkan zat antibodi.
Jadi, fungsi dari limpa ataulien adalah:
a. membentuk eritrosit (terutama saat janin);
b. memisahkan eritrosit mati dari sirkulasi darah;
c. menghasilkan limfosit, antibodi;
d. menghancurkan leukosit dan trombosit.
Limpa menerima darah dari arteri lienalis dan keluar melalui vena
lienalis pada vena porta.Darah dari limpa tidak langsung menuju jantung,
tetapi terlebih dahulu masuk ke hati.Pembuluh darah masuk dan keluar
melalui hilus yang berbeda di permukaan dalam.Pembuluh darah itu
memperdarahi pulpa dan bercampur dengan unsur limpa.
5. Timus (Thymus)
Kelenjar timus terletak di dalam torax, kira-kira pada ketinggian
bifurkasi trakea.Warnanya kemerah-merahan dan terdiri dari 2 lobus.Pada
bayi baru lahir sangat kecil dan beratnya kira-kira 10 gram atau lebih
sedikit. Ukurannya bertambah pada masa remaja, beratnya sekitar 30–40
gram, dan kemudian mengkerut lagi seiring bertambahnya usia.
Fungsi kelenjar timus diperkirakan ada sangkutnya dengan
produksi antibodi dan sebagai tempat berkembangnya sel darah
putih.Timus merupakan organ limfosit sekunder tempat transformasi sel
antibodi menjadi sel limfosit T. Sel limfosit T ini berperan dalam
membinasakan atau membunuh sel-sel yang bersifat asing atau sebagai
sistem pertahanan maupun sel-sel kekebalan tubuh.
6. Sumsum Tulang (Bone Marrow)
Sumsum tulang(bone marrowataumedulla ossea)
adalahjaringan lunak yang ditemukan pada rongga interior tulang yang
merupakan tempat produksi sebagian besarsel darahbaru.Adadua jenis
sumsum tulang: sumsum merah (dikenal juga sebagaijaringan myeloid)
dansumsum kuning.Sel darah merah, keping darah, dan sebagian besar sel
darah putih dihasilkan dari sumsum merah.Sumsum kuning menghasilkan
sel darah putih dan warnanya ditimbulkan oleh sel-sel lemakyang banyak
dikandungnya.Kedua tipe sumsum tulang tersebut mengandung
banyak pembuluh dan kapiler darah.
Sewaktu lahir, semua sumsum tulang adalah sumsum
merah.Seiring dengan pertumbuhan, semakin banyak yang berubah
menjadi sumsum kuning.Orang dewasa memiliki rata-rata 2.6 kg sumsum
tulang yang sekitar setengahnya adalah sumsum merah. Sumsum merah
ditemukan terutama padatulang pipihsepertitulangpinggul,tulang
dada,tengkorak,tulang rusuk,tulang punggung,tulang belikat, dan pada
bagian lunak di ujungtulang panjangfemurdanhumerus. Sumsum kuning
ditemukan pada rongga interior bagian tengah tulang panjang.Saat tubuh
kehilangan darah yang sangat banyak, sumsum kuning dapat diubah
kembali menjadi sumsum merah untuk meningkatkan produksi sel darah.
Selain organ-organ tersebut, sistem limfatik juga terdiri atas:
1) Vasa aferen: merupakan vasa limfe yang menuju nodus limfatikus.
2) Vasa eferen: merupakan vasa limfe yang meninggalkan nodus limfatikus.
3) Tonsil: merupakan agregasi dari jaringan limfatik dalam mulut (pangkal
lidah, palatum molle, dan regio faringeal). Tonsil itu hanya memiliki vasa
limfa. Tonsil merupakan kelenjar limfe yang terdapat cavum oris dan
faring (tonsila faringialis, tonsila palatina, tonsila lingualis). Tonsil
merupakan garis depan pertahanan infeksi yang terjadi di mulut, hidung
dan tenggorokan. Tonsil yang gagal menahan infeksi akan meradang yang
disebut tonsilitis
4) Nodus limfatikus: merupakan akumulasi dari jaringan limfatik yang
dibungkus oleh serabut elastis dan serabut otot polos yang mengandung
kapsula.
5) Lymphocenter: merupakan satu atau sekelompok nodus limfatikus yang
ada secara konstan dan di region tubuh yang sama, serta menerima vasa
aferen.
6) Nodus hemalis: merupakan organ limfatik yang mempunyai morfologi
khusus yang berbeda dengan nodus limfatikus dalam hal warna. Nodus
hemalis tidak mempunyai vasa aferen dan vasa eferen. Warna pada nodus
hemalis adalah coklat tua dan merah tua karena mengandung sel darah.
7) Kapiler limfatik: merupakan kepiler untuk jalan cairan limfe, berukuran
lebih besar dan lebih teratur dibandingkan dengan kapiler darah.
8) Cisterna chili yaitu sebuah perluasan awal dari ductus thoracicusyang
dindingnya tipis dan terang, terletak dorsal dari aorta, ventral dari corpus
vertebrae, dan di antara tiang-tiang diafragma. Limfe yang mengalir ke
cysterna chili adalah limfe pinggang, limfe dari seluruh intestinum,
ventriculus, hepar dan lien.
9) Ductus thorax adalah truncus limfatikus utama yang mengumpulkan
cairan dari seluruh tubuh, kecuali untuk kuadran kanan atas. Untuk
kuadran atas, duktus ini hanya menerima bagian sinister. Duktus ini
selanjutnya memasuki vena subklavia kiri pada sisi pertemuan vena
tersebut dengan vena jugularis interna.
10) Ductus limfatikus dexter adalah truncus limfatikus yang lebih kecil.
Saluran ini bermuara pada pertemuan vena jugularis interna dan vena
subclavia kanan. Ductus ini menerima aliran limfe dari sisi kanan kepala
dan leher serta lengan kanan.
11) Trunkus bronkomediastenal kanan menampung limfe dari struktur
mediastinal dan paru-paru dan kemudian menyatu dengan duktus limfatik
kanan.
2. Fisiologi Sistem Limfatik
Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi
mengalirkan limfa atau getah bening di dalam tubuh.Limfa (bukan limpa) berasal
dari plasma darah yang keluar dari sistem kardiovaskular ke dalam jaringan
sekitarnya. Cairan ini kemudian dikumpulkan oleh sistem limfa melalui proses
difusi ke dalam kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi.
Fungsi dari sistem limfatik adalah sebagai berikut.
1) Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah.
Pembuluh limfatik mengumpulkan cairan berlebih atau cairan limfe dari
jaringan sehingga memungkinkan aliran cairan segar selalu bersirkulasi
dalam jaringan tubuh. Pembuluh limfatik juga membawa kembali
kelebihan protein di dalam cairan  jaringan ke dalam aliran darah.
2) Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah. Fungsi ini
diperankan oleh nodus lime yang memproduksi limfosit baru untuk
sirkulasi.
3) Membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi darah.
Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal (di
mukosa usus halus). Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu
absorpsi nutrisi yang telah dicerna, terutama lemak.
4) Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk
menghindarkan penyebaran organisme itu ke dalam jaringan, dan bagian
lain tubuh.
5) Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat imun (antibodi)
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme. Nodus limfe
menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan berbahaya.
Dalam menjalankan fungsinya tersebut, sistem limfatik harus melakukan
mekanisme sirkulasi sebagai berikut.Pembuluh limfatik bermuara kedalam vena-
vena besar yang mendekati jantung dan disini terdapat tekanan negatif akibat gaya
isap ketika jantung mengembang dan juga gaya isap torak pada gerakan
inspirasi.Tekanan timbul pada pembuluh limfatik, seperti halnya pada vena, akibat
kontraksi otot-otot, dan tekanan luar ini akan mendorong cairan limfe ke depan
karena adanya katup yang mencegah aliran balik ke belakang. Juga terdapat
tekanan ringan dari cairan jaringan akibat ada rembesan konstan cairan segar dari
kapiler-kapiler darah. Apabila terdapat hambatan pada aliran cairan limfe yang
melalui sistem limfatik, terjadilah edema, yaitu pembengkakan jaringan akibat
adanya kelebihan caiaran yang terkumpul didalamnya.Edema juga bisa terjadi
akibat obstruksi vena, karena vena juga berfungsi mengalirkan sebagian cairan
jaringan.

3. Limfoma Maligna
3.1 Pengertian Limfoma Maligna
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan bentuk
keganasan dari sistem limfatik yaitu sel-sel limforetikular seperti sel B, sel T dan
histiosit sehingga muncul istilah limfoma maligna (maligna = ganas). Ironisnya,
pada orang sehat sistem limfatik tersebut justru merupakan komponen sistem
kekebalan tubuh. Ada dua jenis limfoma maligna yaitu Limfoma Hodgkin (HD)
dan Limfoma non-Hodgkin (LNH). Limfoma maligna adalah kelompok
neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam kelenjar limfe atau jaringan limfoid
ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau akumulasi sel-sel asli jaringan
limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel
limfatik menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena
jaringan limfe terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan
limfoma dapat dimulai dari organ apapun.2

3.2 Klasifikasi
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua
jenis5, yaitu:
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat
subtipe menurut Rye, antara lain:
 Nodular Sclerosis
 Lymphocyte Predominance
 Lymphocyte Depletion
 Mixed Cellularity
b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin
menjadi tiga kelompok utama, antara lain:
 Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil, limfoma
folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel belah
besar dan kecil.
 Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,
limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil,
dan limfoma difus sel besar.
 Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel
besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-


Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-
Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda
(binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan
sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya
anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes),
yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.5
(a) (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg
dan (b) Limfoma Non Hodgkin

3.3 Epidemiologi
Pada tahun 2002, tercatat 62.000 kasus LH di seluruh dunia. Di negara-
negara berkembang ada dua tipe limfoma hodgkin yang paling sering terjadi, yaitu
mixed cellularity dan limphocyte depletion, sedangkan di negara-negara yang
sudah maju lebih banyak limfoma hodgkin tipe nodular sclerosis. Limfoma
hodgkin lebih sering terjadi pada pria daripada wanita, dengan distribusi usia
antara 15-34 tahun dan di atas 55 tahun.1
Berbeda dengan LH, LNH lima kali lipat lebih sering terjadi dan
menempati urutan ke-7 dari seluruh kasus penyakit kanker di seluruh dunia.
Secara keseluruhan, LNH sedikit lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.
Rata-rata untuk semua tipe LNH terjadi pada usia di atas 50 tahun.6
Di Indonesia sendiri, LNH bersama-sama dengan LH dan leukemia
menduduki urutan keenam tersering. Sampai saat ini belum diketahui sepenuhnya
mengapa angka kejadian penyakit ini terus meningkat. Adanya hubungan yang
erat antara penyakit AIDS dan penyakit ini memperkuat dugaan adanya hubungan
antara kejadian limfoma dengan kejadian infeksi sebelumnya.4

3.4 Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum
diketahui secara pasti1,2,6. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab
penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida,
bahan kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik

3.5 Patofisiologi
Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan genetik pada
sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang dapat menginduksi
terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah proto-onkogen, gen supresor
tumor, gen yang mengatur apoptosis, gen yang berperan dalam perbaikan DNA.
Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang mempengaruhi
pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat bermutai menjadi onkogen yang
produknya dapat menyebabkan transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor
tumor adalah gen yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,
kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya keganasan dapat
dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-onkogen menjadi onkogen serta terjadi
inaktivasi gen supresor tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi
tanpa henti.
Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang mengatur
apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika terjadi kerusakan. Gen
yang mengatur apoptosis membuat suatu sel mengalami kematian yang
terprogram, sehingga sel tidak dapat melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi
regenerasi. Jika gen ini mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan
seharusnya sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan fungsi
regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan. Selain itu, gagalnya
gen yang mengatur perbaikan DNA dalam memperbaiki kerusakan DNA akan
menginduksi terjadinya mutasi sel normal menjadi sel kanker.5
Gambar 3. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan

3.6 Gejala Klinis


Baik tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin
dapat dilihat pada tabel berikut ini.1,7

Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma


Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin
 Asimtomatik limfadenopati  Asimtomatik limfadenopati
 Gejala sistemik (demam  Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat malam, intermitten, keringat malam,
BB turun) BB turun)
Anamnesis  Nyeri dada, batuk, napas  Mudah lelah
pendek  Gejala obstruksi GI tract dan
 Pruritus Urinary tract.
 Nyeri tulang atau nyeri
punggung
 Teraba pembesaran limonodi  Melibatkan banyak kelenjar
pada satu kelompok kelenjar perifer
(cervix, axilla, inguinal)  Cincin Waldeyer dan kelenjar
 Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik sering terkena
mesenterik jarang terkena  Hepatomegali &
Pemeriksaan Fisik  Hepatomegali & Splenomegali
Splenomegali  Massa di abdomen dan testis
 Sindrom Vena Cava Superior
 Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga
dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi
Costwell.1,3,6
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh
Costwell
Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
ekstralimfatik (IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
 Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui
penyebabnya
 Demam intermitten > 38° C
 Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,
atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1
/3 dari diameter
transthoracal maximum pada foto polos dada PA
Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor

3.7 Diagnosis
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan
melalui prosedur-prosedur di bawah ini.3
1. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6
bulan.
2. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar
getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit
atau infeksi.
3. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan
hitung trombosit.
4. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,
laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
5. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus
(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan
dinding dada.
6. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
7. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
8. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan
area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.
9. Biopsi dan aspirasi sumsum tulang pada limfoma stadium III dan IV.
10. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.

3.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,
yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma,
seperti limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada
resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih
menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan
untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini
lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah
banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti
radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan
antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen
spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan radioisotope
menggunakan Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor secara
131

selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma


itu sendiri1, yaitu:
 Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
 Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
 Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
 Untuk stadium IV secara total body irradiation
Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi
c. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun
akibat pemberian kemoterapi.7
d. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma
tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien
mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan
transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.
Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai
dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara
kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai
dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara
autologus, donor sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita
yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk
selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat
menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.2

3.9 Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma
maligna, yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi
karena penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu
sendiri dapat berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung,
kelainan pada paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord,
kelainan neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal,
nyeri, dan leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan
komplikasi akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan
muntah, infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah,
toksisitas jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom
lisis tumor.1,6
3. Pathway

2.2 Pengkajian
Managemen Asuhan Keperawatan
4. Managemen Asuhan Keperawatan
4.1 Pengakajian keperawatan
Pada pengkajian data yang dapat ditemukan pada pasien limfoma hodgkin
antara lain:
1. Data subjektif :
a. Mengeluh sesak
b. Cepat merasa lelah
c. Badan Lemah

2. Data Obyektif :
a. Timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan pada leher (bisa terjadi
juga pada ketiak atau pangkal paha)
b. Wajah pucat

3. Kebutuhan dasar
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala:
1. Kelelahan, kelemahan atau malaise umum
2. Kehilangan produktifitas dan penurunan toleransi latihan
3. Kebutuhan tidur dan istirahat lebih banyak
Tanda:
Penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban dan tanda lain yang
menunjukkan kelelahan

b. Sirkulasi
1. Takikardia
2. Ikterus sklera dan ikterik umum sehubungan dengan kerusakan hati dan
obtruksi duktus empedu dan pembesaran nodus limfa(mungkin tanda
lanjut)
3. Keringat malam.
c. Integritas Ego
Kemungkinan muncul gejala:
1. Faktor stress, misalnya sekolah, pekerjaan, keluarga
2. Masalah finansial: biaya rumah sakit, pengobatan mahal, takut
kehilangan pekerjaan sehubungan dengan kehilangan waktu kerja.
3. Status hubungan : takut dan ansietas sehubungan menjadi orang yang
tergantung pada keluarga.
Tanda:
Kemungkinan perilaku, misalnya marah, menarik diri, pasif

d. Eliminasi
Gejala
1. Perubahan karakteristik urine dan urin output
2. Riwayat Obstruksi usus, contoh intususepsi, atau sindrom malabsorbsi
(infiltrasi dari nodus limfa retroperitoneal)
Tanda
Penurunan haluaran urine urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretal/ gagal
ginjal).

e. Makanan/Cairan
Gejala:
Peningkatan berat badan
Tanda:
1. Pembengkakan pada wajah, leher, rahang atau tangan kanan (sekunder
terhadap kompresi venakava superior oleh pembesaran nodus limfa)
2. Asites (obstruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran
nodus limfa intraabdominal).
f. Neurosensori
Gejala:
Nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran
nodus limfa pada brakial, lumbar, dan pada pleksus sakral
Kelemahan otot, parestesia.
Tanda:
1. Status mental : letargi, menarik diri, kurang minatumum terhadap sekitar.
2. Paraplegia (kompresi batang spinaldari tubuh vetrebal, keterlibatan
diskus pada kompresiegenerasi, atau kompresi suplai darah terhadap
batng spinal).

g. Nyeri/Kenyamanan
Gejala:
1. Nyeri pada saat menelan
2. Nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda
Fokus pada diri sendiri, perilaku berhati-hati.

h. Pernapasan
Gejala:
Dispnea pada kerja atau istirahat
Tanda:
1. Dispnea, takikardia
2. Batuk kering non-produktif
3. Tanda distres pernapasan, contoh peningkatan frekwensi pernapasan dan
kedaalaman penggunaan otot bantu, stridor, sianosis.
4. Parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf
laringeal).
i. Keamanan
Gejala:
1. Riwayat sering/adanya infeksi (abnormalitasimunitas seluler pwencetus
untuk infeksi virus herpes sistemik, TB, toksoplasmosis atau infeksi
bakterial)
2. Riwayat monokleus (resiko tinggi penyakit Hodgkin pada pasien yang
titer tinggi virus Epstein-Barr).
3. Riwayat ulkus/perforasi perdarahan gaster.
4. Pola sabit adalah peningkatan suhu malam hari terakhir sampai beberapa
minggu (demam pel Ebstein) diikuti oleh periode demam, keringat
malam tanpa menggigil.
5. Kemerahan/pruritus umum
Tanda:
1. Nodus limfe simetris, tak nyeri, membengkak/membesar (nodus servikal
paling umum terkena, lebih pada sisi kiri daripada kanan, kemudian
nodus aksila dan mediastinal)
2. Nodus dapat terasa kenyal dan keras, diskret dan dapat digerakkan.
Pembesaran tosil
3. Pruritus umum.
4. Sebagian area kehilangan pigmentasi melanin (vitiligo).

j. Seksualitas
Gejala :
Penurunan libido.

4. Pemeriksaan fisik:
TTV:
Tekanan darah meningkat
Respiratory rate meningkat (normal RR = 16-20 x/menit)
Nadi meningkat (normal N = 60-100 x/menit)
Suhu normal (normal T = 35,5 oC -36,5oC)
a. Inspeksi :
 Terdapat pembengkakan kelenjar di leher, ketiak, atau pangkal paha
 Terlihat bahu merosot
 Terdapat sianosis
 Klien tampak lemah
 Terdapat pembengkakan atau cekungan yang spesifik di bagian ulu hati
(splenomegali)
b. Palpasi:
 Edema teraba kenyal seperti karet
 Kekuatan otot menurun
 CRT > 3 detik
c. Perkusi: -
d. Auskultasi: -

5. Pemeriksaan diagnostik:
Pemeriksaan darah dapat bervariasi dari secara lengkap normal sampai
abnormal. Pada tahap I sedikit klien mengalami abnormalitas hasil
pemeriksaan darah.
a. SDP : bervariasi, dapat normal, menurun atau meningkat secara nyata.
b. Deferensial SDP : Neutrofilia, monosit, basofilia, dan eosinofilia mungkin
ditemukan. Limfopenia lengkap (gejala lanjut).
c. SDM dan Hb/Ht : menurun.
d. Pemeriksaan SDM : dapat menunjukkan normositik ringan sampai sedang,
anemia normokromik (hiperplenisme).
e. LED : meningkat selama tahap aktif dan menunjukkan inflamasi atau
penyakit malignansi. Berguna untuk mengawasi klien pada perbaikan dan
untuk mendeteksi bukti dini pada berulangnya penyakit.
f. Kerapuhan eritrosit osmotik : meningkat
g. Trombosit : menurun (mungkin menurun berat, sumsum tulang digantikan
oleh limfoma dan oleh hipersplenisme)
h. Test Coomb : reaksi positif (anemia hemolitik) dapat terjadi namun, hasil
negatif biasanya terjadi pada penyakit lanjut.
i. Besi serum dan TIBC : menurun.
j. Alkalin fosfatase serum : meningkat terlihat pasda eksaserbasi.
k. Kalsium serum : mungkin menigkat bila tulang terkena.
l. Asam urat serum : meningkat sehubungan dengan destruksi nukleoprotein
dan keterlibatan hati dan ginjal.
m. BUN : mungkin meningkat bila ginjal terlibat. Kreatinin serum, bilirubin,
ASL (SGOT), klirens kreatinin dan sebagainya mungkin dilakukan untuk
mendeteksi keterlibatan organ.
n. Hipergamaglobulinemia umum : hipogama globulinemia dapat terjadi pada
penyakit lanjut.
o. Foto dada : dapat menunjukkan adenopati mediastinal atau hilus, infiltrat,
nodulus atau efusi pleural
p. Foto torak, vertebra lumbar, ekstremitas proksimal, pelvis, atau area tulang
nyeri tekan : menentukan area yang terkena dan membantu dalam
pentahapan.
q. Tomografi paru secara keseluruhan atau skan CT dada: dilakukan bila
adenopati hilus terjadi. Menyatakan kemungkinan keterlibatan nodus limfa
mediatinum.
r. CT scan abdominal : mungkin dilakukan untuk mengesampingkan penyakit
nodus pada abdomen dan pelvis dan pada organ yang tak terlihat pada
pemeriksaan fisik.
s. Ultrasound abdominal : mengevaluasi luasnya keterlibatan nodus limfa
retroperitoneal.
t. Scan tulang : dilakukan untuk mendeteksi keterlibatan tulang.
u. Skintigrafi Galliium-67 : berguna untuk membuktikan deteksi berulangnya
penyakit nodul, khususnya diatas diagfragma.
v. Biopsi sumsum tulang : menentukan keterlibatan sumsum tulang. Invasi
sumsum tulang terlihat pada tahap luas.
w. Biopsi nodus limfa : membuat diagnosa penyakit Hodgkin berdasarkan pada
adanya sel Reed-Sternberg.
x. Mediastinoskopi : mungkin dilakukan untuk membuktikan keterlibatan
nodus mediastinal.
y. Laparatomi pentahapan : mungkin dilakukan untuk mengambil spesimen
nodus retroperitoneal, kedua lobus hati dan atau pengangkatan limfa
(Splenektomi adalah kontroversial karena ini dapat meningkatkan resiko
infeksi dan kadang-kadang tidak biasa dilakukan kecuali klien mengalami
manifestasi klinis penyakit tahap IV. Laporoskopi kadang-kadang dilakukan
sebagai pendekatan pilihan untuk mengambil spesimen.

4.2 Diagnosa Keperawatan


Berdasarkan NANDA (2012) dan Carpenito (2007), diagnosa keperawatan
yang muncul sebagai berikut:
a. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan spasme jalan napas
b. Gangguan menelan berhubung dengan spasme esofagus
c. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi
d. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan suplay O2 dengan
kebutuhan
e. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan pembesaran limfe
f. Resiko infeksi berhubungan dengan imunosupresi
4.3 Intervensi Keperawatan
Berdasarkan Doenges (2000) dan Judith (2007), intervensi dan kriteria
hasil sebagai berikut:
Diagnosa Tujuan dan
Intervensi Rasional
Keperawatan Kriteria Hasil
Ketidakefektifan Tujuan: Setelah 1. Jalin BHSP dengan 1. Untuk mengefektifan
bersihan jalan dilakukan asuhan pasien pemberian asuhan
nafas keperawatan 1x24 2. Jelaskan prosedur perawatan
berhubungan jam pasien akan pemeriksaan 2. Memberikan informasi
dengan spasme menunjukkan 3. Kaji TTV pasien pada pasien.
jalan napas adanya jalan 4. Kaji jalan nafas 3. Memantau status vital
nafas yang pasien pasien.
efektif. 5. Ajarkan pada 4. Menentukan tingkat
Dengan kriteria keluarga dan pasien keparahan.
hasil: terkait penanganan 5. Pendidikan untuk
1. Respon verbal pertama bila serangan awal dirumah.
pasien kambuh. 6. Membantu meningkatkan
mnegatakan 6. Bantu dengan difusi gas dan ekspansi
tidak sesak. teknik nafas dalam jalan nafas kecil,
2. RR 16-24 kali/ dan atau pernafasan memberikan klien
menit. bibir/diafragma beberapa kontrol terhadap
3. Tidak ada abdomen bila pernafasan, membantu
sianosis diindikasikan menurunkan ansietas.
4. Pasien tidak 7. Berikan posisi 7. Mencegah lidah jatuh.
tambak supinasi 8. Mengurangi gejala dengan
gelisah. 8. Kolaborasi dengan obat.
5. Suara pasien tim medis terkait 9. Untuk menjaga kepatenan
bisa terdengan pemberian obat jalan nafas.
jelas. 9. Kolaborasi terkait
6. Pasien mampu pemberian
mengidentifik endotrakeal jika
asi gejala dan dibutuhkan.
perilaku
perawatan
dirumah.

Gangguan Tujuan: 1. Kaji dan 1. Intervensi nutrisi/pilihan


menelan Setelah dilakukan dokumentasikan rute makan ditentukan oleh
berhubung tindakan derajat kesulitan faktor-faktor ini
dengan spasme kepeawatan pada mengunyah dan 2. Makanan lunak lebih
esofagus klien selama 1x24 menelan mudah untuk
jam klien dapat 2. Berikan makanan mengendalikannya dalam
menelan makanan lunak dengan mulut danmenurunkan
dengan kriteria perlahan dengan resiko terjadinya aspirasi
hasil: air secukupnya 3. Untuk memudahkan
1. Dapat 3. Posisikan makanan makanan masuk
mempertahank pada sisi efektif 4. Untuk meningkatkan
an makanan di dari mulut pasien masukan makanan
dalam mulut 4. Konsultasi dengan
2. Mampu ahli gizi tentang
menelan makanan yang
3. Pengiriman mudah ditelan
bolus ke
hipofaring
selaras dengan
reflek menelan
4. Mampu untuk
mengosongka
n rongga
mulut
Kelebihan volume Tujuan: 1. Ukur masukan dan 1. Menunjukkan status
cairan Setelah dilakukan haluaran, catat volume sirkulasi,
berhubungan tindakan keseimbangan terjadinya/perbaikan
dengan gangguan kepeawatan pada positif (pemasukan perpindahan cairan, dan
mekanisme klien selama 1x24 melebihi respon terhadap terapi.
regulasi jam menunjukan pengeluaran), Keseimbangan
volume cairan Timbang berat positif/peningkatan berat
klien stabil badan tiap hari, badan sering
dengan kriteria dan catat menunjukkan retensi
hasil: peningkatan lebih cairan lanjut. Catatan:
1. keseimbangan dari 0,5 kg/hari penurunan volume
pemasukan 2. Awasi tekanan sirkulasi (perpindahan
dan darah dan CVP. cairan) dapat
pengeluaran Catat JVD/Distensi mempengaruhi secara
2. berat badan vena langsung fungsi/haluaran
stabil 3. Auskultasi paru, urine, mengakibatkan
3. tanda vital catat sindrom hepatorenal
dalam rentang penurunan/tak 2. Peningkatan tekanan
normal adanya bunyi nafas darah biasanya
4. tidak ada dan terjadinya berhubungan dengan
edema. bunyi tambahan kelebihan volume cairan,
(contoh krekels) mungkin tidak terjadi
4. Awasi disritmia karena perpindahan cairan
jantung. Auskultasi keluar area vaskuler.
bunyi jantung, Distensi juguler eksternal
catat terjadinya dan vena abdominal
irama gallop S3/S4 sehubungan dengan
5. Kaji derajat kongesti vaskuler.
perifer/edema 3. Peningkatan kongesti
dependen pulmonal mengakibatkan
6. Kolaborasi konsolidasi, gangguan
pembatasan pertukaran gas, dan
natrium dan cairan komplikasi, (contoh
sesuai indikasi edema paru)
7. Kolaborasi 4. Mungkin disebabkan oleh
pemberian GJK, penurunan perfusi
Diuretik, contoh: arteri koroner, dan
spironolakton ketidakseimbangan
(Aldakton); elektrolit
furosemid (lasix) 5. Perpindahan cairan pada
jaringan sebagai akibat
retensi natrium dan air,
penurunan albumin, dan
penurunan ADH
6. Natrium mungkin dibatasi
untuk meminimalkan
retensi cairan dalam area
ekstra vaskuler.
Pembatasan cairan perlu
untuk
memperbaiki/mencegah
pengenceran hiponatremia
7. igunakan dengan
perhatian untuk
mengontrol edema dan
asites. Menghambat efek
aldosteron, meningkatkan
ekskresi air sambil
menghemat kalium, bila
terapi konservatif dengan
tirah baring dan
pembatasan natrium tidak
mengatasi
Intoleransi Tujuan: setelah 1. Pantau tingkat 1. Untuk mengetahui
aktifitas dilakukan energi dan aktivitas yang dilakukan
berhubungan tindakan toleransi pasien pasien
dengan ketidak keperawatan terhadap aktivitas 2. Untuk mengetahui
seimbangan selama 1x24 jam 2. Kaji adanya mengenai faktor yang
suplay O2 dengan klien dapat kelemahan otot menyebabkan kelelahan
kebutuhan menoleransi 3. Monitor tanda- yang dialami pasien
aktivitas yang tanda vitalsebelum 3. Untuk mengetahui keadaan
biasa dilakukan, dan sesudah dan perkembangan ttv
dengan kriteria aktivitas pasien
hasil: 4. Ajarkan pengaturan 4. Untuk menghemat energi
1. Menyeimbang aktivitas dan teknik pasien sendiri dan
kan aktivitas manajemen waktu mempercepat
dan istirahat 5. Informasikan pada penyembuhan pasien
2. Menyadari keluarga untuk 5. Untuk membantu
keterbatasan membantu dalam pemenuhan aktivitas
energi usaha mendukung pasien
3. Melaporkan dan mendorong 6. Untuk mempertahankan
tingkat pasien untuk atau meningkatkan tingkat
ketahanan menyelesaikan kebugaran dan kesehatan
yang adekuat aktivitas
untuk aktivitas 6. Fasilitasi aktivitas
fisik secara rutin

Gangguan citra Setelah dilakukan 1. Kaji tampak 1. Membantu menentukan


tubuh asuhan ekspresi dan intervensi selanjutnya
berhubungan keperawatan 1x24 perilaku pasien 2. Menilai koping pasien
dengan jam pasien akan 2. Dorong pasien dalam menghadapi
pembesaran limfe menunjukkan untuk keadaannya
perilaku koping mengungkapkan 3. Memberikan penguatan
positif. perasaannya positif terhadap diri pasien
Dengan kriteria 3. Bantu pasien untuk 4. Memberikan informasi
hasil: menerima pada pasien dan keluarga
1. Pasien tampak keadaannya 5. Membentuk koping
percaya diri 4. Jelaskan terkait perilaku positif pasien
2. Pasien penyakit pasien
menunjukkan 5. Motivasi pasien
perilaku untuk tetap
positif semangat dalam
3. Pasien dapat menjalani aktivitas
mengungkapk sehari-hari
an
perasaannya
dengan baik
4. Pasien dapat
berinteraksi
dengan orang
lain secara
baik

Resiko infeksi Tujuan: 1. Kaji faktor yang 1. Pencegahan faktor


berhubungan Setelah dilakukan dapat meningkatkan kerentanan infeksi dapat
dengan tindakan kerentanan terhadap mencegah terjadinya
imunosupresi kepeawatan pada infeksi infeksi
klien selama 1x24 2. Pantau tanda dan 2. Dapat mengetahui
jam klien faktor gejala infeksi (suhu perkembangan terjadinya
resiko infeksi tubuh, denyut nadi, infeksi
akan hilang, denyut jantung, 3. Untuk menambah daya
dengan kriteria keletihan dan tahan tubuh
hasil: malaise) 4. Untuk melindungi tubuh
1. Terbebas dari 3. Tingkatkan intake
tanda dan nutrisi dari infeksi
gejala infeksi 4. Instruksikan untuk 5. Agar dapat mendeteksi
2. Menunjukkan menjaga higyene secara dini tentang tanda
kemampuan personal dan gejala infeksi
untuk 5. Ajarkan pasien dan 6. Antibiotik untuk
mencegah keluarga tanda dan pengobatan infeksi bila
timbulnya gejala infeksi benar-benar infeksi
infeksi 6. Kolaborasi dengan terjadi (bila diperlukan)
3. Jumlah dokter terapi
leukosit dalam antibiotik bila
batas normal diperlukan
4. Menunjukkan
perilaku hidup
sehat
DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I. M. 2007. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: ECG.


Baradero, Mary, et al. 2008. Klien dengan Gangguan Endokrin: Seri Asuhan
Keperawatan. Jakarta: EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku Suku Patafisiologi. Jakarta: EGC.
Handayani, W dan Haribowo, A. S. 2008.Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada
Klien dengan Gangguan System Hematologi. Jakarta: Salemba Medika.
Hoffbrand, A.V., et al.2002. Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC.

NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Priharjo, Robert. 2007. Pengkajian Fisik Keperawatan. Jakarta: EGC.

Judith M. Wilkison. 2007. Buku Saku Keperawatan Dengan Intervensi NIC dan
Kriteria NOC. Jakarta: EGC.

Johan, Intan, dkk. 1983. Patohematologi. Jakarta: Mediapress.


Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th
Edition.Philadelphia: Elsevier & Saunders.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius.
Mehta, Atul & Hoffbrand, A.Victor. 2006. At A Glance:Hematologi. Jakarta:
Erlangga.
Price, Sylvia A.& Lorraine M. Wilson.2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. Alih bahasa oleh Brahm U.
Pendit.Jakarta: EGC.
Sacher, R. A et all. ____. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan, Laboratorium.
Jakarta: ECG.
Sarwono. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid Pertama, Edisi Ketiga.
Jakarta: EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem, Edisi 2.Alih
bahasa oleh Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC.
Supandiman, I. 1997. Hematologi Klinik. Bandung: PT.ALUMNI.
Tiener, Lawrence M., et al. 2003. Diagnosis & Terapi Kedokteran Penyakit
Dalam, Buku 2.Alih bahasa oleh Abdul Gofir. Jakarta: Salemba Medika.

Tohar,Billy Anthony. 2007. Limfoma Hodgkin.Tohar


http://www.scribd.com/doc/24025699 /Limfoma-Hodgkin [30 Oktober
2013].

Anda mungkin juga menyukai