Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN LIMFADENOPATI COLLI

A. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR LIMFE


1. ANATOMI

Gambar 1.1 Anatomi Sistem Limfatik

Gambar 1.2 Sistem Peredaran Limfe Gambar 1.3 Sistem Limfatik Manusia

2. FISIOLOGI
a. Definisi
Limfe adalah cairan jaringan yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Pembuluh limfe berbentuk seperti tasbih karena mempunyai banyak katub
sepanjang perjalanannya. Pembuluh limfe dimulai dari: kapiler limfe →
pembuluh limfe kecil → pembuluh limfe besar → masuk ke aliran darah.
Limfe sebelum masuk aliran darah, melalui satu atau banyak kelenjar limfe.
Pembuluh limfe aferen adalah pembuluh limfe yang membawa limfe masuk
kelenjar limfe. Pembuluh limfe eferen adalah pembuluh limfe yang membawa
limfe keluar kelenjar limfe. Limfe masuk aliran darah pada pangkal leher
melalui: Ductus Limphaticus dexter dan Ductus thoracicus (Ductus
Limphaticus sinister). (Snell. 2011.)
Sistem saluran limfe berhubungan erat dengan sistem sirkulasi darah.
Darah meninggalkan jantung melalui arteri dan dikembalikan melalui vena.
Sebagian cairan darah yang meninggalkan sirkulasi dikembalikan masuk
pembuluh darah melalui saluran limfe, yang merembes dalam ruang-ruang
jaringan. Hampir seluruh jaringan tubuh mempunyai saluran limfatik yang
mengalirkan kelebihan cairan secara langsung dari ruang interstisial. Beberapa
pengecualian antara lain bagian permukaan kulit, sistem saraf pusat, bagian
dalam dari saraf perifer, endomisium otot, dan tulang.
Limfe mirip dengan plasma tetapi dengan kadar protein yang lebih
kecil. Kelenjar limfe menambahkan limfosit pada limfe sehingga jumlah sel
itu sangat besar di dalam saluran limfe. Limfe dalam pembuluh limfe
digerakkan oleh kontraksi otot di sekitarnya dan dibantu oleh katup yang
terdapat di sepanjang pembuluh limfe.
b. Fungsi Sistem Limfatik
1) Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi
darah.
2) Mengangkut limfosit dari kelenjar limfe ke sirkulasi darah.
3) Membawa lemak yang sudah dibuat emulsi dari usus ke sirkulasi
darah. Saluran limfe yang melaksanakan fungsi ini ialah saluran lakteal (di
mukosa usus halus)
4) Kelenjar limfe menyaring dan menghancurkan mikroorganisme untuk
menghindarkan penyebaran organisme itu ke dalam jaringan, dan bagian
lain tubuh.
5) Apabila ada infeksi, kelenjar limfe menghasilkan zat imun (antibodi)
untuk melindungi tubuh terhadap mikroorganisme
c. Bagian-Bagian Kelenjar Limfe
1) Saluran Limfe
Terdapat dua saluran limfe utama, ductus thoracicus dan ductus limfaticus
dextra.Ductus thoracicus atau ductus limfaticus sinister, mengumpulkan
cairan limfe dari tubuh bagian tungkai bawah (kanan kiri), abdomen
(kanan kiri), dada kiri, kepala kiri, lengan kiri, kemudian masuk ke
sirkulasi darah lewat vena subclavia sinistra. Ductus Limphaticus Dexter
ialah saluran yang jauh lebih kecil dan mengumpulkan limfe dari kepala
kanan, leher kanan, lengan kanan dan dada sebelah kanan, dan
menuangkan isinya ke dalam vena subklavia dextra yang berada di sebelah
bawah kanan leher. Jika terjadi infeksi, kelenjar limfe dapat meradang
(kelenjar limfe bengkak, merah dan sakit), proses ini biasa disebut nglanjer
(limfadenitis). Limfadenitis menunjukan adanya infeksi pada pembuluh
limfe (jaringan) diatasnya
2) Pembuluh Limfe
Struktur pembuluh limfe serupa dengan vena kecil, tetapi memiliki
lebih banyak katup sehingga pembuluh limfe tampaknya seperti rangkaian
petasan atau tasbih. Pembuluh limfe yang terkecil atau kapiler limfe lebih
besar dari kapiler darah dan terdiri hanya atas selapis endotelium.
Pembuluh limfe bermula sebagai jalinan halus kapiler yang sangat kecil
atau sebagai rongga-rongga limfe di dalam jaringan berbagai organ.
Pembuluh limfe khusus di vili usus halus yang berfungsi sebagai absorpsi
lemak (kilomikron), disebut lacteal villi.
3) Kelenjar Limfe / Limfonodi
Limfonodi berbentuk kecil lonjong atau seperti kacang dan terdapat di
sepanjang pembuluh limfe. Kerjanya sebagai penyaring limfe dan
dijumpai di tempat-tempat terbentuknya limfosit. Kelompok-kelompok
utama terdapat di dalam leher, axial, thorax, abdomen, dan lipatan paha.
4) Tonsil
Tonsil merupakan kelenjar limfe yang terdapat cavum oris dan faring
(tonsila faringialis, tonsila palatina, tonsila lingualis). Tonsil merupakan
garis depan pertahanan infeksi yang terjadi di mulut, hidung dan
tenggorokan. Tonsil yang gagal menahan infeksi akan meradang yang
disebut: tonsilitis
5) Limpa / Lien
Lien adalah kelenjar yang terletak di regio hipogastrium sinistra,
didalamnya berisi banyak jaringan limfe dan sel darah

Fungsi lien:
a) Membentuk eritrosit (terutama saat janin)
b) Memisahkan eritrosit mati dari sirkulasi darah
c) Menghasilkan limfosit, antibodi
d) Menghancurkan leukosit dan trombosit
4) Res (Retikulo Endotelial Sitema)
Sistem didalam jaringan dan organ yang berfungsi memakan (fagosit)
benda asing dan bakteri yang masuk tubuh
Yang termasuk RES adalah:
a) Kelenjar limfe
b) Limpa
c) Hati
d) Sumsum tulang
B. DEFINISI
Limfadenopati adalah istilah medis untuk menggambarkan adanya
pembengkakan pada kelenjar limfe. Kelenjar limfe sendiri adalah organ tubuh yang
berbentuk kacang polong yang tersebar di bawah ketiak, lipatan paha, leher, dada, dan
perut. Kelenjar limfe berfungsi sebagai penyaring cairan limfe yang beredar di seluruh
tubuh. Saat membengkak, diameter kelenjar limfe bisa lebih dari 1 cm.
Walaupun beredar seperti layaknya darah, cairan limfemempunyai pembuluh
atau salurannya sendiri. Cairan limfe juga tidak berwarna merah, tapi berwarna
bening. Cairan limfe berfungsi sebagai pengangkut lemak dan termasuk lini pertama
pertahanan tubuh terhadap serangan mikroorganisme seperti bakteri, virus, atau
parasit. Pada akhirnya, pembuluh limfe akan bermuara di pembuluh darah yaitu
pembuluh darah besar yang ada di rongga dada
Limfadenopati merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran
lebih besar dari 1 cm.2 Kepustakaan lain mendefinisikan limfadenopati sebagai
abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening. Terabanya kelenjar getah
bening supraklavikula, iliak, atau poplitea dengan ukuran berapa pun dan terabanya
kelenjar epitroklear dengan ukuran lebih besar dari 5 mm merupakan keadaan
abnormal. (Bazemore dan Smucker dalam Oehadian, 2012)
C. KLASIFIKASI
Berdasarkan luas limfadenopati yaitu diklasifikasikan menjadi :
1. Generalisata : limfadenopati pada 2 atau lebih regio anatomi yang berbeda
2. Lokalisata : limfadenopati pada 1 regio.
a. PENYEBAB
Penyebab limfadenopati colli yaitu :
1. Infeksi virus
Infeksi yang disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas seperti
Rinovirus, Parainfluenza Virus, influenza Virus, Respiratory Syncytial Virus
(RSV), Coronavirus, Adenovirus ataupun Retrovirus. Virus lainnya Ebstein Barr
Virus (EBV), Cytomegalo Virus (CMV), Rubela, Rubeola, Varicella-Zooster
Virus, Herpes Simpleks Virus, Coxsackievirus, dan Human Immunodeficiency
Virus (HIV).
2. Infeksi bakteri
Disebabkan oleh Streptokokus beta hemolitikus Grup A atau stafilokokus
aureus.
3. Keganasan
Keganasan seperti leukemia, neuroblastoma, rhabdomyo-sarkoma dan
limfoma juga dapat menyebabkan limfadenopati. Diagnosis defenitif suatu
limfoma membutuhkan tindakan biopsi eksisi, oleh karena itu diagnosis subtipe
limfoma dengan menggunakan biopsi aspirasi jarum halus masih merupakan
kontroversi.
4. Obat-obatan
Obat-obatan dapat menyebabkan limfadenopati generalisata. Limfadenopati
dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin dan isoniazid. Obat-
obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril, carbamazepine,
cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine, quinidine, sulfonamida,
sulindac).
5. Imunisasi
Imunisasi dilaporkan juga dapat menyebabkan limfadenopati di daerah leher,
seperti setelah imunisasi DPT, polio atau tifoid.
6. Penyakit sistemik lainnya
Penyakit lainnya yang salah satu gejalanya adalah limfadenopati adalah
penyakit Kawasaki, penyakit Kimura, penyakit Kikuchi, penyakit Kolagen,
penyakit Cat scratch, penyakit Castleman, Sarcoidosis, Rhematoid arthritis dan
Sisestemic lupus erithematosus (SLE).
D. GEJALA
Gejala yang biasanya muncul pada limfadenopati yaitu :
1. Kelenjar limfe teraba sebagai sebuah benjolan yang dapat digerakkan.
2. Benjolan tersebut bisa ditemukan di daerah leher, belakang kepala, bawah
ketiak, di pangkal paha
3. Jika limfadenopati karena adanya luka yang terinfeksi di daerah kaki, maka
yang membengkak adalah kelenjar limfe yang terletak di pangkal paha. Jika di
tangan, yang membengkak kelenjar limfe di bawah ketiak.
4. Kelenjar limfe juga dapat terasa nyeri terutama saat disentuh.
5. Kulit di atas kelenjar limfe tampak merah dan hangat.
6. Pada penyakit kanker, pembesaran kelenjar limfe tidak disertai nyeri dan
teraba lebih keras.
7. Gejala lain yang mungkin timbul bersamaan dengan limfadenopati adalah
demam, sakit kepala, atau badan pegal-pegal.

E. PATOFISIOLOGI
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem
vaskular darah. Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran
limfe jaringan, dan limfe yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya
bergabung kembali kedarah vena. Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi
kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa
dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil
agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian
memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh limfe.
Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang
bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan
cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang
meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang
dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan
primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang
menular dapat menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan
oleh kelenjar limfe regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju
kedalam tubuh, tetapi agen atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih
dapat melewati kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. (Price, 2011).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya
hitung darah lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati
sistemik tetap terjadi tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe
dianjurkan. Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil melalui
operasi dengan anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim
kelaborat untuk diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis
setelah operasi. Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk
kejaringan otak dengan tekanan setempat yang tinngi. Pada awal pembiusan ukuran
pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur,
sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa.
F. PATHWAY

Penembusan lambat cairan interstitial


kedalam saluran limfe jaringan

Radang limfe

Terjadi kenaikan aliran limfe menuju sentral dalam badan


pada daerah peradangan

bergabung kembali ke vena perubahan dalam


kemampuan pembekuan
darah
pembuluh vena yang terkecil agak meregang

bila terjadi trauma


banyak cairan interstitial kandungan protein bertambah
masuk ke pembuluh limfe

MK: Risiko
kekurangan
volume cairan
menekan organ terjadi bengkak
pernapasan

dilakukan tindakan invasif

MK: Nyeri akut


MK : Pola
nafas tidak
MK : Risiko
efektif
infeksi
G. PENATALAKSAAN MEDIS
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan tidak
membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. Kegagalan untuk mengecil setelah
4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan biopsi KGB. Biopsi dilakukan
terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan. KGB
yang menetap atau bertambah besar walau dengan pengobatan yang adekuat
mengindikasikan diagnosis yang belum tepat.
Antibiotik perlu diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa
disebabkan oleh Staphyilococcus. aureus dan Streptococcus pyogenes (group A).
Pemberian antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon
positif dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali
diagnosis dan penanganannya.
Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai adanya abses dan evaluasi dengan
menggunakan USG diperlukan untuk menangani pasien ini.
H. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN
Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah:
1. Memonitor keadaan umum pasien, memonitor suhu tubuh pasien
2. Menjaga kebersihan saat akan memegang pasien, agar tidak menjadi infeksi
3. Dorong pemasukan cairan,diit tinggi protein
4. Mengevaluasi nyeri secara regular
5. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan pernafasan
dan jenis pembedahan
6. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mendiagnosis
limfadenopati servikalis. Penggunaan USG untuk mengetahui ukuran, bentuk,
echogenicity, gambaran mikronodular, nekrosis intranodal dan ada tidaknya
kalsifikasi. USG dapat dikombinasi dengan biopsi aspirasi jarum halus untuk
mendiagnosis limfadenopati dengan hasil yang lebih memuaskan, dengan nilai
sensitivitas 98% dan spesivisitas 95%.
2. CT Scan
CT scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm
atau lebih. Satu studi yang dilakukan untuk mendeteksi limfadenopati
supraklavikula pada penderita nonsmall cell lung cancer menunjukkan tidak ada
perbedaan sensitivitas yang signifikan dengan pemeriksaan menggunakan USG
atau CT scan.
J. KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Pengkajian Fisik
Secara umum malnutrisi atau pertumbuhan yang terhambat
mengarahkan kepada penyakit kronik seperti tuberkulosis, keganasan atau
gangguan system kekebalan tubuh.
Karakteristik dari KGB dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. KGB harus
diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri tekan,
kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.
a. Ukuran: normal bila diameter 0,5 cm dan lipat paha >1,5 cm dikatakan
abnormal.
b. Nyeri tekan: umumnya diakibatkan peradangan atau proses
perdarahan.
c. Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat
seperti karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada
proses infeksi; fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
d. Penempelan/bergerombol: beberapa KGB yang menempel dan
bergerak bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis
atau keganasan.
e. Pembesaran KGB leher bagian posterior biasanya terdapat pada infeksi
rubella dan mononukleosis. Supraklavikula atau KGB leher bagian belakang
memiliki risiko keganasan lebih besar daripada pembesaran KGB bagian
anterior. Pembesaran KGB leher yang disertai daerah lainnya juga sering
disebabkan oleh infeksi virus. Keganasan, obat-obatan, penyakit kolagen
umumnya dikaitkan degnan pembesaran KGB generalisata.
f. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, umumnya bilateral lunak
dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri
pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat
digerakkan. Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya
mengarahkan infeksi bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya
abses. Bila limfadenopati disebabkan keganasan tanda-tanda peradangan tidak
ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan oleh karena terikat dengan
jaringan di bawahnya.
g. Pada infeksi oleh mikobakterium, pembesaran kelenjar berjalan
berminggu-minggu sampai berbulan-bulan, walaupun dapat mendadak, KGB
menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya menjadi tipis, dan dapat pecah dan
terbentuk jembatan-jembatan kulit di atasnya.
h. Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil,
bintikbintik merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri
streptokokus. Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit
yang sulit dilepas dan bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan
lunak leher (bull neck) mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri.
Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi
Epstein Barr Virus (EBV).
i. Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan
kepada campak. Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang
tidak hilang dengan penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan
pembesaran hati dan limpa mengarahkan kepada leukemia. Demam panjang
yang tidak berespon dengan obat demam, kemerahan pada mata, peradangan
pada tenggorok, strawberry tongue, perubahan pada tangan dan kaki
(bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan kaki) dan limfadenopati satu
sisi (unilateral) mengarahkan kepada penyakit Kawasaki.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien limfadenopati adalah:
a. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
b. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas.
c. Pola nafas tidak efetif berhubungan dengan neouromuscular, ketidak
seimbangan persptual.
d. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan
pembekuan darah

3. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Tujuan: Mencapai penyembuhan tepat waktu,bebas drenase purulen atau
eritema dan tidak demam.
Intervensi:
a. Tingkatkan cuci tangan yang baik pada setaf dan pasien.
Rasional : Menurunkan resiko kontaminasi silang.
b. Gunakan aseptik atau kebersinan yang ketet sesuai indikasi untuk
menguatkan atau menganti balutan dan bila menangani drain.insruksian
pasien tidak untuk menyentuh atau menggaruk insisi.
Rasional : Mencegah kotaminasi dan resiko infeki luka,dimana dapat
memerlukan post prostese.
c. Kaji kulit atau warna insisi. Suhu dan integrits: perhatikan adanya
eritema /inflamasi kehilangan penyatuan luka.
Rasional : Memberikan informasi trenteng status proses penyembuhan
dan mewaspadakan staf terhadap dini infeksi.
d. Awasi suhu adanya menggigil
Rasional : Meskipun umumnya suhu meningkat pada fase dini pasca
operasi dan/atua adanya menggigil biasanya mengindikasikan terjadinya
infeksi memerlukan inetrvensi untuk mencegah komplikasi lebih serius
e. Dorong pemasukan cairan,diit tinggi protein dengan bentuk makanan
kasar.
Rasional : Mempertahankan keseimbangan cairan dan nutrisi untuk
mendukung perfusi jaringan dan memberikan nutrisi yang perlu untuk
regenerasi selular dan penyembuhan jaringan.
f. Kolaborasi berikan antibiotik sesuai indikasi
Rasional : Mungkin berguna secara profilaktik untuk mencegah infeksi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot.
Tujuan: mengatakan bahwa rasa sakit telah terkontrol / hilang.
Intervensi :
a. Evaluasi rasa sakit secara regular (mis, setiap 2 jam x 12 ), catat
karakteristik, lokasi dan intensitas ( skala 0-10 ).
Rasional : Sediakan informasi mengenai kebutuhan / efektifitas
intervensi. Catatan: sakit kepala frontal dan / atau oksipital mungkin
berekembang dalam 24-72 jam yang mengikuti anestesi spinal,
mengharuskan posisi terlentang, peningkatan pemasukan cairan, dan
pemberitahuan ahli anestesi.
b. Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin selain dari prosedur
operasi.
Rasional : Ketidaknyamanan mungkin disebabkan / diperburuk dengan
penekanan pada kateter indwelling yang tidak tetap, selang NG, jalur
parenteral ( sakit kandung kemih, akumulasi cairan dan gas gaster, dan
infiltrasi cairan IV/ medikasi.
c. Berikan informasi mengenai sifat ketidaknyamanan, sesui kebutuhan.
Rasional : Pahami penyebab ketidaknyamanan ( misalnya sakit otot dari
pemberian suksinilkolin dapat bertahan sampai 48 jam pasca operasi, sakit
kepala sinus yang disosialisasikan dengan nitrus oksida dan sakit
tenggorok dan sediakan jaminan emosional. Catatan: peristasia bagian-
bagian tubuh dapat menyebabkan cedera saraf. Gejala – gejala mungkin
bertahan sampai berjam-jam atau bahkan berbulan – bulan dan
membutuhkan wevaluasi tambahan.
d. Lakukan reposisi sesui petunjuk, misalnya semi fowler, miring.
Rasional : Mengurangi rasa sakit dan meningkatkan sirkulasi. Posisi semi
– Fowler dapat mengurangi tegangan otot abdominal dan oto punggung
artritis, sedangkan miring mengurangi tekanan dorsal
e. Dorong penggunaan teknik relaksasi, misalnya latihan napas dalam,
bimbingan imajinasi, visualisasi.
f. Rasional : Lepaskan tegangan emosional dan otot; tingkatkan perasaan
kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemam puan koping
g. Berikan perwatan oral reguler.
Rasional : Mengurangi ketidaknyamanan yang di hubungkan dangan
membaran mukosa yang kering pada zat – zat anestesi, restriksi oral.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan neouromuskular, ketidak
imbangan persptual.
Tujuan: Menetapkan pola nafas normal / efektif dan bebas dari sianosis dan
tanda-tanda hipoksia lain
Intervensi:
a. Pertahankan jalan udara pasien dengan memiringkan kepala,
hiperekstensi rahang, aliran udara feringeal oral.
Rasional : Mencegah obstruksi jalan nafas
b. Obserevasi dan kedalamam pernafasan, pemakaian otot-otot bantu
pernafasan, perluasan rongga dada, retraksi atau pernafasan cuping
hidung, warna kulit dan aliran udara
Rasional : Dilakukan untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga
upaya memperbaikinya dapat segera dilakukan
c. Letakkan pasien pada posisi yang sesuai, tergantung pada kekuatan
pernafasan dan jenis pembedahan.
Rasional : Elevasi kepala dan posisi miring akan mencegah terjadinya
aspirasi dari muntah, posisi yang benar akan mendoromg ventilasi pada
lobus paru bagian bawah dan menurunkan tekanan pada diafragma.
d. Observasi pengembalian fungsi otot terutama otot pernafas
Rasional : Setelah pemberian obat – obat relaksasi otot selama masa intra
operatif pengembalian fungsi otot pertama kali terjadi pada difragma, otot
– otot interkostal, dan laring yang akan diikuti dengan relaksasi dengan
relaksasi kelompok otot – otot utma seperti leher, bahu, dan otot – otot
abdominal, selanjutnya diikuti oleh otot – otot berukuran sedang seperti
lidah, paring, otot – otot ekstensi dan fleksi dan diakhiri oleh mata, mulut,
wajah dan jari – jari tangan. Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena
danya darah atau mukus dalam tenggorok atau trakea.
e. Kaloborasi: berikan tambahan oksigen sesui kebutuhan.
Rasional : Dilakukan untuk meningkatkan atau memaksimalkan
pengambilan oksigen yang akan diikat oleh Hb yang mengantikan tempat
gas anestesi dan mendorng pengeluaran gas tersebut melalui zat – zat
inhalasi.
4. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan
pengeluaran integritas pembuluh darah, perubahan dalam kemampuan
pembekuan darah.
Tujuan: Mendemonstrasikan keseimbangan cairan yang adekuat, sebagaimana
ditunjukkan dengan tanda – tanda vital yang stabil, palpasi denyut
nadi dengan kualitas yang baik, turgor kulit normal, membran mukosa
lembab, dan pengeluaran urine yang sesui.
Intervensi:
a. Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran (termasuk pengeluaran
gastrointestinal).
Rasional : Dokumentasi yang akurat akan membantu dalam
mengidentifikasi pengeluaran cairan/ kebutuhan pemggantian dan pilihan-
pilihan yang mempengaruhi intervensi.
b. Kaji pengeluaran urinarus, terutama untuk tipe prosedur operasi yang
dilakukan.
Rasional : Mungkin akan terjadi penurunan ataupun penghilangan setelah
prosedur pada sistem genitourinarius dan / atau struktur yang berdekatan.
c. Berikan bantuan pengukuran berkemih sesuai kebutuhan. Misalnya
privasi, posisi duduk, air yang mengalir dalam bak, mengalirkan air
hamgat diatas perineum.
Rasional : Meningkatkan relaksasi otot perineal dan memudahkan upaya
pengosongan.
d. Kalaborasi: Berikan cairan pariental, pruduksi darah dean / atau plasma
ekspander sesuai petunjuk. Tingkatkan kecepatan IV jika diperlukan.
Rasional : Gantikan kehilangan cairan yang telah didokumentasikan.
Catat waktu penggantian volume sirkulasi yang potensial bagi penurunan
komplikasi, misalnya ketidak seimbangan.
DAFTAR PUSTAKA

Bazemore AW. Smucker DR. Lymphadenopathy and malignancy. Am Fam Physician.


2012
Herdman, T heather. 2018. Diagnosis Keperawatan NANDA.2018-2020. Jakarta: EGC

Lokananta, Irene, 2013, www.scribd.com/doc/144560115/Limfadenopati-Colli, 23


oktober 2018, 06.45 WIB

Pearce.2009.Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis.Jakarta.PT.Gramedia

Pwyllchrestella, Desi Ayu Kristiani .2013. www.scribd.com/doc/138302210/Chapter-II-


Limfadenopati-pdf. 23 Oktober 2018, 08.30 WIB.

Repository USU diakses pada 23 oktober 2018 06.30 WIB


repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf.

Snell. 2011. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Jakarta.EGC

Anda mungkin juga menyukai