SKENARIO
B. KATA SULIT
1. Biopsi
2. Regio Colli Dextra
3. Inguinal
C. ANALISA MASALAH
1. Mengapa demam terjadi pada malam hari?
- Karena keganasan tersebut berproliferasi pada malam hari
2. Kenapa bisa terjadi bengkak di Kelenjar Getah Bening?
- Karena pada Kelenjar Getah Bening terdapat nodus limfatikus yang menghasilkan
makrofag dan limfosit untuk melawan keganasan, jadi karena banyak diproduksi
itulah menyebabkan Kelenjar Getah Bening membengkak.
3. Kenapa bengkak tersebut terasa nyeri?
- Karena akibat kelenjar getah bening yang membengkak itu dia menekan saraf
disekitarnya sehingga menyebabkan nyeri.
4. Mengapa pembengkakan Kelenjar Getah Beningnya melebar?
- Karena merupakan keganasan, maka sel keganasan tersebut dibawa oleh cairan
limfa, salah satunya ke inguinal.
5. Mengapa dokter menyarankan biopsy?
- Karena itu merupakan pemeriksaan yang tepat untuk memeriksa jaringan tubuh
pasien, dank arena pembekakan semakin besar dan lama.
6. Mengapa tidak ada tanda inflamasi?
- Karena pembengkakan kelenjar getak bening disebabkan oleh keganasa, bukan
infeksi.
7. Mengapa pembengkakan terjadi di Regio Colli Dextra dan Inguinal?
- Karena pembuluh limf yang paling besar terdapat di Regio Colli Dextra &
Inguinal, dan mudah untuk di deteksi.
8. Kenapa terjadi penurunan Berat Badan?
- Karena pasien mengalami demam selama 1 bulan dan terjadi pembengkakan di
Regio Colli Dextra yang menyebabkan nyeri telan sehingga menurunkan nafsu
makan. Dan karena pembengkakan tersebut disebabkan oleh keganasan, maka sel
keganasan tersebut mengambil nutrisi jaringan sehingga pasien mengalami
penurunan berat badan.
D. HIPOTESIS
Keganasan dapat menyebabkan pembesaran kelenjar getah bening sehingga
kelenjar getah bening menghasilkan banyak makrofag dan limfosit sebagai respon
imun contohnya seperti demam. Pembesaran kelenjar getah bening ini dapat
menyebabkan penurunan berat badan akibat dari nyeri telan dan sel-sel ganas yang
mengambil nutrisi jaringan. Setelah dilakukan biopsy dapat ditegakkan diagnosis
limfadenopati.
E. SASARAN BELAJAR
1. Memahami dan Menjelaskan Kelenjar Getah Bening
1.1 Definisi
1.2 Fungsi
1.3 Makroskopik
1.4 Mikroskopik
2. Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati
2.1 Definisi
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi
2.6 Pemeriksaan
2.7 Diagnosis dan Diagnosis Banding
2.8 Tatalaksana dan Pencegahan
2.9 Komplikasi
2.10 Prognosis
2.11 Epidemiologi
Nodus menyaring cairan limfe dari infeksi bakteri dan bahan-bahan berbahaya.
4.
5.
Pembuluh limfatik pada organ abdomen membantu absorpsi nutrisi yang telah dicerna,
terutama lemak.
6. Membantu sistem kekebalan tubuh dalam membangun respon imun
1.3 Makroskopik
Organ limfoid sekunder :
Organ limfoid sekunder merupakan tempat sel dendritik mempersentasikan antigen
yang yang ditangkapnya di bagian lain tubuh ke sel T yang memacunya untuk poliferasi
dan diferensiasi limfosit.
Limfonodus
1.4 Mikroskopik
Limfonodus dibagi atas daerah korteks dan sinusoid. Daerah korteks dapat dibagi
atas 2 bagian. Pada nodulus limfatikus terdapat germinal centers. Limfonodus
dibungkus oleh kapsula fibrosa yang terdiri dari serat kolagen, yang menjulur
kedalam disebut trabeculae. Dibawah kapsula fibrosa terdapat sinus sub kapsularis
atau sinus marginalis dimana cairan limfe ditapis dan kemudian mengalir melalui
sinus kortikalis atau sinus trabekularis mengikuti trabekula. Stroma limfonodus
dibentuk oleh cabang-cabang trabekula dan jaringan retikular (sel retikular
merupakan sel fagosit) yang juga membentuk dinding dari sinusoid. Limfonodus
dibagi menjadi dua daerah yaitu :
Korteks
Dibagi menjadi dua bagian yaitu :
o Korteks luar
Dibentuk dari jaringan limfoid yang terdapat satu jaringan sel retikular dan serat
retikular yang dipenuhi oleh limfosit B. Terdapat struktur berbentuk sferis yang
disebut nodulus limfatikus, dalam satu nodulus limfatikus terdapat corona
(dibentuk dengan susunan sel yang padat) dan sentrum germinativum (dibentuk
dari susunan sel yang longgar, dan merupakan tempat diferensiasi limfosti B
menjadi sel plasma) . Terdapat sinus subkapsularis atau sinus marginalis yang
dibentuk oleh jaringan ikat longgar dari makrofag, sel retikular dan serat
retikular.
o Korteks dalam
Merupakan kelanjutan dari korteks luar, terdapat juga nodulus limfatikus, dan
mengandung limfosit T.
Medula
Merupakan pembesaran kelenjar getah bening dengan ukuran lebih besar dari 1 cm
(Ferrer R,1998)
Abnormalitas ukuran atau karakter kelenjar getah bening (Bazemore AW, 2006)
Kata yang berarti penyakit pada nodus limfa. Ketika infeksi terjadi pada nodus limfa,
maka penyakit tersebut akan disebut Limfadenitis, tetapi ketika infeksi menyerang
aliran limfa, penyakit ini disebut Limfangitis.
2.2 Klasifikasi
Bedasarkan tempat :
A. Limfadenopati epitroklear
Terabanya kelenjar getah bening epitroklear selalu patologis. Penyebabnya meliputi infeksi di
lengan bawah atau tangan, limfoma,sarkoidosis, tularemia, dan sifilis sekunder.
B. Limfadenopati aksila
Sebagian besar limfadenopati aksila disebabkan oleh infeksi atau jejas pada ekstremitas atas.
Adenokarsinoma payudara sering bermetastasis ke kelenjar getah bening aksila anterior dan
sentral yang dapat teraba sebelum ditemukannya tumor primer. Limfoma jarang
bermanifestasi sejak awal atau, kalaupun bermanifestasi, hanya di kelenjar getah bening
aksila. Limfadenopati antekubital atau epitroklear dapat disebabkan oleh limfoma atau
melanoma di ekstremitas, yang bermetastasis ke kelenjar getah bening ipsilateral.
C. Limfadenopati supraklavikula
Limfadenopati supraklavikula mempunyai keterkaitan erat dengan keganasan.
Padapenelitian, keganasan ditemukan pada 34% dan 50% penderita. Risiko palingtinggi
ditemukan pada penderita di atas usia 40 tahun.Limfadenopati supraklavikula kanan
berhubungan dengan keganasan di mediastinum, paru, atau esofagus. Limfadenopati
supraklavikula kiri (nodus Virchow) berhubungan dengan keganasan abdominal (lambung,
kandung empedu, pankreas, testis, ovarium, prostat).
D. Limfadenopati inguinal
7
Limfadenopati inguinal sering ditemukan dengan ukuran 1-2 cm pada orang normal,
terutama yang bekerja tanpa alas kaki. Limfadenopati reaktif yang jinak dan infeksi
merupakan penyebab tersering limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal jarang
disebabkan oleh keganasan. Karsinoma sel skuamosa pada penis dan vulva, limfoma, serta
melanoma dapat disertai limfadenopati inguinal. Limfadenopati inguinal ditemukan
pada 58% penderita karsinoma penis atau uretra.
E. Limfadenopati generalisata
Limfadenopati generalisata lebih sering disebabkan oleh infeksi serius, penyakit autoimun,
dan keganasan, dibandingkan dengan limfadenopati lokalisata. Penyebab jinak pada anak
adalah infeksi adenovirus. Limfadenopati generalisata dapat disebabkan oleh leukemia,
limfoma, atau penyebaran kanker padat stadium lanjut. Limfadenopati sumber keganasan
primer yang mungkin bermetastasis ke kelenjar getah bening tersebut dan tindakan diseksi
leher.
2.3 Etiologi
Banyak keadaan yang menyebabkan limfadenopati. Keadaan tersebut dapat diingat
dengan mnemonic MIAMI : Malignancies (Keganasan), Infection (Infeksi), Autoimmune
disorders (kelainan autoimun), Miscellaneous and unusual conditions (lain-lain dan kondisi
tidak lazim), Iatrogenik (sebab-sebab iatrogenic).
2.4 Patofisiologi
Limfadenopati adalah suatu tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi. Limfadenopati
terjadi bila limfonodus local dan pembuluh darah mengalirkan materi terinfeksi, yang
tertangkap dalam jaringan folikular nodus. Peningkatan aliran limfatik adalah karakteristik
dari inflamasi local. BIla terjadi inflamasi pembiluh limfatik dsebut limfangitis dan bila
inflamasi mempengaruhi limfonodus disebut limfadenitis. Sistem limfe membantu
mempertahankan infeksi tetap terlokalisasi da terisolasi dari aliran darah.
Sistem limfatik berperan pada reaksi peradangan sejajar dengan sistem vaskular darah.
Biasanya ada penembusan lambat cairan interstisial kedalam saluran limfe jaringan, dan limfe
yang terbentuk dibawa kesentral dalam badan dan akhirnya bergabung kembali kedarah vena.
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada aliran limfe dari
daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan peradangan akut, lapisan pembatas
9
pembuluh limfe yang terkecil agak meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan
demikian memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam pembuluh
limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya aliran limfe yang bertambah,
tetapi kandungan protein dan sel dari cairan limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang meradang
dengan mengosongkan sebagian dari eksudat. Sebaliknya, agen-agen yang dapat
menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari tempat peradangan primer
ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini, misalnya, agen-agen yang menular dapat
menyebar. Penyebaran sering dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe
regional yang dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen atau
bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati kelenjar dan akhirnya
mencapai aliran darah. (Price, 1995; 39 - 40).
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis dapat menghasilkan petunjuk tentang
kemungkinan diagnosis ini dan evaluasi lebih lanjut secara langsung ( misalnya hitung darah
lengap, biakan darah, foto rontgen, serologi, uji kulit). Jika adenopati sistemik tetap terjadi
tanpa penyebab yang jelas tanpa diketahui, biopsi kelenjar limfe dianjurkan. (Harrison, 1999;
372). Biopsi sayatan: Sebagian kecil jaringan tumur mame diamdil melalui operasi dengan
anestesi umum jaringan tumor itu dikeluarkan, lalu secepatnya dikirim kelaborat untuk
diperriksa. Biasanya biopsi ini dilakukan untuk pemastian diagnosis setelah operasi. ( Oswari,
2000; 240 ). Anestesi umum menyebabkan mati rasa karena obat ini masuk kejaringan otak
dengan tekanan setempat yang tinngi. ( Oswari, 2000; 34 ). Pada awal pembiusan ukuran
pupil masih biasa, reflek pupil masih kuat, pernafasan tidak teratur, nadi tidak teratur,
sedangkan tekanan darah tidak berubah, seperti biasa. (Oswari, 2000; 35).
Beberapa plasma dan sel-sel (misalnya, sel-sel kanker, infeksi mikroorganisme) dalam ruang
interstitial, bersama dengan bahan tertentu seluler, antigen, dan partikel asing memasuki
pembuluh limfatik, menjadi cairan limfatik. Kelenjar getah bening menyaring cairan limfatik
dalam perjalanan ke sirkulasi vena sentral, menghilangkan sel-sel dan bahan lainnya. Proses
penyaringan juga menyajikan antigen ke limfosit yang terkandung dalam node. Respon imun
dari limfosit ini melibatkan proliferasi sel, yang dapat menyebabkan node untuk
memperbesar (limfadenopati reaktif). Mikroorganisme patogen dilakukan dalam cairan
limfatik dapat langsung menginfeksi node, menyebabkan limfadenitis (lihat Limfadenitis),
dan sel-sel kanker dapat mengajukan dan berkembang biak dalam kelenjar.
SALURAN NAPAS : Batuk lama atau lebih 2 minggu hilang timbul, ASMA, sering
batuk kecil atau berdehem, sering menarik napas dalam.
KULIT : Kulit timbul BISUL, kemerahan, bercak putih dan bekas hitam seperti
tergigit nyamuk. Timbul warna putih pada kulit seperti panu. Perioral dermatitis
timbul bintil kemerahan atau jerawat di sekitar mulut. Dipinggir kuku kulit sering
terkelupas, kulit dibawah kuku bengkak bahkan sampai terlepas (paronichia) Sering
menggosok mata, hidung, telinga, sering menarik atau memegang alat kelamin karena
gatal.
SALURAN CERNA : Mudah MUNTAH bila menangis, berlari atau makan banyak.
MUAL pagi hari. Sering Buang Air Besar (BAB) 3 kali/hari atau lebih, sulit BAB
11
(obstipasi), kotoran bulat kecil hitam seperti kotoran kambing, keras, sering buang
angin, berak di celana. Sering KEMBUNG, sering buang angin dan bau tajam. Sering
NYERI PERUT. Kadang nyeri di daerah kantung empedu. Waspadai bila nyeri perut
hebat bila divonis usus buntu harus segera second opinion ke dokter lain. Sering salah
diagnosis karena gejala mirip.
GIGI DAN MULUT : Nyeri gigi, gigi berwarna kuning kecoklatan, gigi rusak, gusi
mudah bengkak/berdarah. Bibir kering dan mudah berdarah, sering SARIAWAN,
lidah putih & berpulau, mulut berbau, air liur berlebihan.
OTOT DAN TULANG : nyeri kaki atau kadang tangan, sering minta dipijat terutama
saat malam hari. Kadang nyeri dada. Kadang otot sekitar rahang atas dan rahang
bawah kaku bila mengunyah terganggu, bila tidur gigi sering gemeretak, Otot di leher
belakang dan punggung sering kaku dan nyeri
MATA : Mata gatal, timbul bintil di kelopak mata (hordeolum). Kulit hitam di area
bawah kelopak mata. memakai kaca mata (silindris) sejak usia 6-12 tahun.
Mengalami Gizi Ganda : bisa kurus, sulit naik berat badan atau kegemukan. Pada
kesulitan kenaikkan erat badan sering disertai kesulitamn makan dan nafsu makan
kurang. Sebaliknya pada kegemukan sering mengalami nafsu makan berlebihan
Kesulitan Makan dan gangguan Makan : Nafsu makan buruk atau gangguan
mengunyah menelan
Kepala,telapak kaki atau tangan sering teraba hangat. Berkeringat berlebihan meski
dingin (malam atau ac). Keringat berbau.
FATIQUE atau KELELAHAN : mudah lelah, sering minta gendong, Pada dewasa
sering mengeluh capek
Daya tahan menurun sering sakit demam, batuk, pilek setiap bulan bahkan sebulan 2
kali. (normal sakit seharusnya 2-3 bulan sekali). Karena sering sakit berakibat
Tonsilitis kronis (AMANDEL MEMBESAR).
Kelenjar limfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan, dan
tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi pada
12
jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara asimetrik,
dan saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa.
2.6 Pemeriksaan
Anamnesis
1. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening
Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak biasanya
disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada infeksi oleh
penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi saja. Apabila
berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh mikobakterium,
toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus.
2. Gejala-gejala penyerta (symptoms)
Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi saluran
pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat badan
mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang tidak jelas
penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan kemungkinan oleh penyakit
kolagen atau penyakit serum (serum sickness).
3. Umur Penderita
Umur adalah pertimbangan yang paling penting karena dapat membantu memprediksi
kemungkinan proses jinak maupun ganas. Pada pasien yang lebih muda dari 30 tahun,
limfadenopati oleh karena proses jinak didapatkan sekitar 80 % dari pasien
limfadenopati, sedangkan pada orang tua yang dari 50 tahun, limfadenopati oleh
karena proses keganasan diperkirakan sekitar 60%.
4. Riwayat penyakit
Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi oleh
streptokokus. Adanya infeksi gigi dan gusi dapat mengarahkan kepada infeksi bakteri
anaerob.
5. Riwayat pekerjaan dan perjalanan
Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi saluran
nafas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut membantu
mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau pekerjaan, misalnya
perjalanan ke daerah-daerah Afrika dapat mengakibatkan penyakit Tripanosomiasis.
Orang yang bekerja di hutan dapat terkena Tularemia.
6. Penggunan obat-obatan
13
Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha >1,5cm
dikatakan abnormal).
Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti karet
mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi; fluktuatif
mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
Penempelan: beberapa Kelenjar Getah Bening yang menempel dan bergerak bersamaan
bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis keganasan.
Tanda-tanda penyerta (sign) :
Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik merah
pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.
Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan bila
dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck) mengarahkan
kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan pembesaran limpa
mengarahkan kepada infeksi epstein barr virus.
Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada campak.
Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang degnan
penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa
mengarahkan kepada leukimia.
Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam; kemerahan pada mata;
peradangan pada tenggorok, strawberry tongue; perubahan pada tangan dan kaki
14
(bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan kaki); limfadenopati satu sisi (unilateral)
mengarahkan kepada penyakit kawasaki.
Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela dan
mononukleosis. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya bilateral (dua
sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada infeksi oleh bakteri,
kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau dua sisi dan dapat fluktuatif
dan dapat digerakkan.
Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi bakteri dan
adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenitis disebabkan keganasan,
tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak dapat digerakkan (terikat dengan
jaringan di bawahnya).
Pemeriksaan Penunjang
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui ukuran,
bentuk, dan gambaran mikronodular.
2. Biopsi
Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan operasi
menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah bening akan
dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai sensitifitas 98 % dan spesifisitas 95 %.
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi untuk dilaksanakan
biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan
kepada keganasan.
Biopsi terbagi menjadi 3 cara, yaitu:
A. Biopsi jarum
Biopsi dilakukan, sesuai dengan kebutuhan pasien. Biopsi kelenjar getah
bening yang paling sederhana dikenal sebagai biopsi jarum atau fine needle aspiration
(FNA). Prosedur biopsi ini biasanya memakan waktu kurang dari 10 menit. Pasien
berbaring di atas meja, kemudian dilakukan disinfeksi dan anestesi pada daerah yang
akan dibiopsi. Kemudian dimasukkan jarum ke dalam kelenjar getah bening dan
diambil sampel untuk diperiksa. Kemudian ditekan pada tempat pengambilan sampel
untuk menghentikan perdarahan dan diperban untuk menutup luka dan mencegahan
infeksi bakteri.
B. Biopsi terbuka (eksterna)
15
Biopsi kelenjar getah bening yang lebih komprehensif dikenal sebagai biopsi
terbuka. Seperti pada biopsi jarum, pasien berbaring di atas meja, dibawah general
anestesi. Kemudian diberikan disinfeksi pada daerah biopsi lalu insisi dan diambil
potongan-potongan jaringan. Kemudian daerah biopsi tersebut dijahit dan diperban.
Prosedur ini berlangsung sedikit lebih lama daripada biopsi jarum, biasanya sekitar
45-60 menit total.
C. Biopsi sentinel
Ketika kanker dicurigai sebagai penyebab peradangan, maka biopsi dilakukan
dengan cara yang berbeda. Biopsi ini merupakan prosedur khusus, yang dikenal
sebagai biopsi kelenjar getah bening sentinel. Dalam prosedur ini, sejumlah kecil
cairan pelacak berwarna biru atau isotop radioaktif disuntikkan ke dalam daerah
biopsi. Pelacak ini kemudian akan mengalir ke sumber yang dicurigai kanker, atau
yang disebut sebagai sentinel node. Sentinel node ini umumnya merupakan lokasi
pertama di mana kanker pertama kali ditemukan. Setelah kelenjar getah bening
sentinel diambil, massa sampel dikirim ke laboratorium untuk dianalisa. Satu atau dua
kelenjar getah bening lainnya dapat diambil pada saat yang sama sebagai sampel
perbandingan.
Tabel 2. Pertimbangan Dilakukan Biopsi Pada Limfadenopati
A. Size
- Greater than 2 cm
- Increasing over 2 weeks
- No decrease in size of node after 4 weeks
B. Location
- Supraclavicular lymph node
C. Consistency
- Hard
- Matted
- Rubbery
D. Asscociated Features
- Abnormal chest radiograph suggestive of lymphoma
- Fever
- Weight loss
- Hepatosplenomegaly
3. Kultur
Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium yang
membiarkan mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan diperlukan untuk
memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan organisme penyebab infeksi.
4. CT Scan
16
CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil gambar
tubuh Anda untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan limfadenitis Anda.
Sebelum mengambil gambar, Anda mungkin akan diberi pewarna melalui IV di
pembuluh darah Anda agar dapat melihat gambar dengan jelas. CT Scan dapat
mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan diameter 5 mm atau lebih.
5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh Anda.
gambar ini digunakan untuk mencari penyebab limfadenitis.
6. Foto Toraks
Foto toraks merupakan suatu pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam evaluasi
limfadenopati kronis lokal atau generalisata dan dapat melihat adanya pelebaran
mediastinum karena limfadenopati dari limfoma dan sarcoid. Dua pertiga dari pasien
yang memiliki Hodgkin limfoma mungkin menunjukkan pelebaran mediastinum pada
foto dada. Pada penelitian Swingler, et al didapatkan dari 46 anak (rata-rata usia 21.5
bulan) dengan limfadenopati mediastinum yang dicurigai kearah TB paru melalui
pemeriksaan CT scan dengan kontras, pada pemeriksaan foto thorax hanya mampu
mendiagnosis adanya limfadenopati mediastinum sebesar 47,1%. Secara keseluruhan
sensitivitas dari foto thorak mencapai 67% dan spesifitasnya 59%. Deteksi dari
mediastinum Limfadenopati melalui thorak foto untuk mendiagnosa TB paru pada
anak-anak harus ditafsirkan dengan hati-hati. Akurasi diagnostik mungkin
ditingkatkan dengan menyempurnakan kriteria radiologis limfadenopati dan
dikonfirmasikan dengan pemeriksaan klinis lainnya.
7. Tuberkulosis Skin Test (TST)
Diindikasikan untuk menyingkirkan infeksi M. Tuberkulosis. TST dapat menunjukkan
indikasi reaktif pada anak dengan mikobakterium nontuberculosis tapi tidak sensitif.
17
Diagnosis Banding
Limfadenitis
Jenis limfadenitis ada dua yaitu limfadenitis akut dan limfadenitis kronis. Sedangkan jenis
limfadenitis kronis sendiri masih dibagi menjadi menjadi dua macam yaitu limfadenitis
kronis spesifik dan non spesifik.
a. Limfadenitis Akut
Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang
mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terjadi infeksi bakteri
atau virus sistemik. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar yang
memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh organisme
piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan infiltrat neutrofilik. Pada
infeksi yang parah, pusat germinativum mengalami nekrosis sehingga terbentuk abses.
18
Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah bening akan kembali tampak normal atau terjadi
pembentukan jaringan parut apabila dekstruktif.
b. Limfadenitis Kronis
Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel,
hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus. Hiperplasia folikel berkaitan dengan
infeksi atau proses proses peradangan yang mengaktifkan sel B. Sel B dalam berbagai tahap
diferensiasi berkumpul di dalam pusat germinativum besar yang bulat atau oblong (folikel
sekunder). Hiperplasia limfoid parakorteks ditandai dengan perubahan reaktif di dalam regio
sel T kelenjar getah bening. Sel T parafolikel mengalami proliferasi dan transformasi menjadi
imunoblas yang mungkin menyebabkan lenyapnya folikel germinativum.
Disebabkan oleh infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan
seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening leher
( limfadenitis ). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang sangat minimal dan tidak
nyeri.
Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah akibat
tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah benng,
padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi
perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunakseperti abses tetapi tidak nyeri
seperti abses banal. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sukar sembuh oleh karena
keluar secret terus menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa, besar
dan konglomerasi sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck.
Pada keadaan seperti ini kadang kadang sukar dibedakan dengan limfoma malignum.
Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi, terutama
yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru. Pada gambaran histopologi yang spesifik adalah
perkijuan dan sel datia Langhan s.
Dosis Obat Anti Tuberkulosis
Obat
Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH
Rifampisin
Pirazinamid
15-40 (maks. 2 g)
50-70 (maks. 4 g)
15-30 (maks. 3 g)
Etambutol
50 (maks. 2,5 g)
Streptomisin
15-40 (maks. 1 g)
1.
2.
: 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 10 mg/kgbb/hari
: 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin
: 15 mg/kgbb/hari
Dosis prednison
Limfoma
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik menjadi
abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian
besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular predominan
limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe menurut Rye, antara
lain:
20
Nodular Sclerosis
Lymphocyte Predominance
Lymphocyte Depletion
Mixed Cellularity
GEJALA-GEJALA
Limfoma Non-Hodgkin dapat menimbulkan serangkaian gejala, namun gejala-gejala yang
paling umum terjadi adalah:
Demam terus menerus dan berulang
Hilangnya berat badan tanpa alas an
Membengkaknya kelenjar getah bening
Keringat yang timbul di malam hari
Hilangnya selera makan
Saat diagnose NHL telah dipastikan, penilaian stadium kanker harus dilakukan.
Penahapan mengacu pada tingkat penyebaran limfoma dalam tubuh. Hal ini dapat
memberikan hasil prognosis yang signifikan dan sangat berguna untuk menentukan rencana
pengobatan terbaik untuk pasien. Terdapat 4 stadium yang terbagi atas 2 kategori A dan B.
Stadium-stadium tersebut meliputi:
Stadium I: Terdapat satu kelompok kelenjar getah bening yang terinfeksi pada salah
satu sisi diafragma.
Stadium II: Terdapat dua kelompok atau lebih dari kelenjar getah bening yang
terinfeksi namun masih berada pada satu sisi diafragma.
Stadium III: Paling sedikit 2 kelompok jaringan kelenjar getah bening terinfeksi dan
terletak pada kedua sisi diafragma
Stadium IV: Bila penyakit/kankernya mempengaruhi organ tubuh lainnya (misal
sumsum tulang, hati, dsb)
Kategori A: Tidak terjadi demam terus menerus/berulang, keringat malam, atau
kehilangan berat badan secara mendadak
Kategori B: : Terdapat seluruh gejala yang telah disebut dalam kategori A
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel besar
berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti
banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam
inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti mata burung hantu (owl-eyes), yang
biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.
21
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui secara pasti.
Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit ini antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan kimia
organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas dalam
pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma gaster yang
terbatas pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi, obstruksi, dan
perdarahan masif, pembedahan masih menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini
pembedahan hanya dilakukan untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui
surgical biopsy.7
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma,
terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk
diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk
mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan radioisotope.
Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk
melawan antigen spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan radioisotope
menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor secara selektif7.
Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri1, yaitu:
Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
Untuk stadium IV secara total body irradiation
c. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan banyak
obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-, di mana interferon-
berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian
kemoterapi.
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak
membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami pajanan ulang
(relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum tulang, yaitu secara
alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor
sumsum yang sesuai dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari
saudara kembar, saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai
dengan sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara autologus, donor
sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil
kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam
tubuh penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
22
Pencegahan
Beberapa hal yang dapa dilakukan unuk mencegah terjadinya limfadenopati:
23
2.9 Komplikasi
1.Pembentukan abses
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati
dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel
darah putih yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam
rongga tersebut dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati
inilah
yang
membentuk
nanah,
yang
mengisi
ronggatersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses; hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di
dalam, maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit,
tergantung
kepada
lokasi
abses.
2. Selulitis (infeksi kulit)
Selulitis adalah suatu penyebaran infeksi bakteri ke dalam kulit dan jaringan di bawah kulit.
Infeksi dapat segera menyebar dan dapat masuk ke dalam pembuluh getah bening dan aliran
darah. Jika hal ini terjadi, infeksi bisa menyebar ke seluruh tubuh.
3. Sepsis (septikemia atau keracunan darah)
Sepsis adalah kondisi medis yang berpotensi berbahaya atau mengancam nyawa, yang
ditemukan dalam hubungan dengan infeksi yang diketahui atau dicurigai (biasanya namun
tidak
terbatas
pada
bakteri-bakteri).
4. Fistula (terlihat dalam limfadenitis yang disebabkan oleh TBC)
Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah bening, padat / keras,
multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula sudah terjadi perkijuan
seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunak seperti abses tetapi tidak nyeri. Apabila abses
ini pecah ke kulit, lukanya sulit sembuh oleh karena keluar secara terus menerus sehingga
seperti fistula. Fistula merupakan penyakit yang erat hubungannya dengan immune system /
daya tahan tubuh setiap individual.
24
2.10 Prognosis
Prognosis untuk pemulihan adalah baik jika segera diobati dengan antibiotik. Dalam
kebanyakan kasus, infeksi dapat dikendalikan dalam tiga atau empat hari. Namun, dalam
beberapa kasus mungkin diperlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk pembengkakan
menghilang, panjang pemulihan tergantung pada penyebab infeksi. Penderita dengan
limfadenitis yang tidak diobati dapat mengembangkan abses, selulitis, atau keracunan darah
(septikemia), yang kadang-kadang fatal.
2.11 Epidemiologi
Insiden limfodenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai 45% pada
anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba. Limfadenopati adalah salah satu
masalah klinis pada anak anak. Pada umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan
sendirinya apabila disebabkan infeksi virus.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus ataupun bakteri
merupakan penyebab utama limfadenopati. Kebanyakan disebebkan oleh infeksi saluran
pernafasan bagian atas, limfadenopati lokalisata lebih banyak disebebkan infeksi
Staphilococcus dan Streptococcus beta-hemoliticus.
Pada penderita limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan sekitar 4%
dibandingkan dengan penderita usia <40 tahun yang memiliki resiko keganasan hanya sekitar
0,4%.
25
DAFTAR PUSTAKA
Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2014. Limfoma Non-Hodgkin. Disunting oleh Sudoyo,
Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta:
Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam: (Harrison's Principles of Internal Medicine);
Volume 1
Subekti, Nike Budhi. 2007. Buku Saku Patofisiologi, Ed.3. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: EGC
Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2006
Shannon, Jake. Lymph S ystem : Lymph Node Biopsi. [online]2012 [cited
2013 August 28] Available from : http://www.lymphsystem.net/lymphnode-biopsi
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan Diagnosis Limfadenopati.pdf
26