Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HEMATURIA

DI RUANGAN SERUNI

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun oleh:
Fauzan Makatita
NIM: 2014314901013

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES MAHARANI MALANG
2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN HEMATURIA


DI RUANGAN SERUNI

DEPARTEMEN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Disusun Oleh :

Nama : Fauzan Makatita


Nim : 2014314901013
Program Studi : Profesi Ners
Institusi : STIKes Maharani

Malang, 05 November 2021

Pimbimbing Institusi Pembimbing Klinik

(………………………………) (………………………………)
A. DEFINISI
Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine.
Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan
prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0% . Secara visual terdapatnya
sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2 keadaan, yaitu:

 Hematuria makroskopik
Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata
dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin tampak pada
awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari daerah posterior uretra
atau leher kandung kemih. (Wim de Jong, dkk, 2004) Hematuria
makroskopik yang berlangsung terus menerus dapat mengancam jiwa
karena dapat menimbulkan penyulit berupa: terbentuknya gumpalan
darah yang dapat menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga
menimbulkan syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis.
(Mellisa C Stoppler, 2010)
 Hematuria mikroskopik.
Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat mata
tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah tetapi pada
pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2 sel darah merah per
lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler, 2010) . Meskipun gross
hematuria didefinisikan didapatkannya sel-sel darah merah di dalam
urine, ada kontroversi mengenai definisi yang tepat dari hematuria
mikroskopik. American Urological Association (AUA) mendefinisikan
hematuria mikroskopis klinis yang signifikan karena terdapat lebih dari 3
sel darah merah (sel darah merah) pada lapangan pandang besar pada 2
dari 3 spesimen urin dikumpulkan dengan selama 2 sampai 3 minggu.
Namun, pasien yang berisiko tinggi untuk penyakit urologi harus
dievaluasi secara klinis untuk hematuria jika urinalisis tunggal
menunjukkan 2 atau lebih sel darah merah pada lapangan pandang besar.
Gambar 1. Gross Hematuria dan Microscopic Hematuria

Evaluasi yang tepat dan waktu yang cepat sangat penting, karena setiap
derajat hematuria dapat menjadi tanda dari penyakit genitourinari yang serius.

B. ETIOLOGI

Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam


sistem urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem urogenitalia.
Penyebab paling umum dari hematuria pada populasi orang dewasa termasuk
saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran prostat jinak, dan
keganasan dalam urologi. Namun, diferensial lengkap sangat luas, beberapa
insiden khusus kondisi yang berhubungan dengan hematuria bervariasi dengan
umur pasien, jenis hematuria (gross atau mikroskopis, gejala atau tanpa
gejala), dan adanya faktor risiko keganasan.

Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria mikroskopis dan


sampai dengan 40% pasien dengan gross hematuria ditemukan pada
neoplasma dari urinary tract. genitourinari. Sebaliknya, pada hingga 40%
pasien dengan asimptomatik mikrohematuria, sulit di identifikasikan
penyebabnya. Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan hematuria yang
tidak jelas penyebabnya dari tingkat mana pun dan mampu
mempertimbangkan kemungkinan suatu keganasan.
Kelainan yang berasal dari sistem urogenitalia antara lain adalah:
1. Infeksi antara lain pielonefritis, glomerulonefritis, ureteritis, sistitis, dan
uretritis
2. Tumor jinak atau tumor ganas yaitu: tumor ginjal (tumor Wilms), tumor
grawitz, tumor pielum, tumor ureter, tumor buli-buli, tumor prostat,
dan hiperplasia prostat jinak.
3. Kelainan bawaan sistem urogenitalia, antara lain : kista ginjal
4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia.
5. Batu saluran kemih. (Mellisa C Stoppler, 2010)

Kelainan-kelainan yang berasal dari luar sistem urogenitalia antara lain


adalah:
1. Kelainan pembekuan darah (Diathesis Hemorhagic),
2. SLE

3. Penggunaan antikoagulan, atau proses emboli pada fibrilasi atrium


jantung maupun endokarditis. (Wim de Jong, dkk, 2004)

4. Penggunaan antikoagulan, atau proses emboli pada fibrilasi atrium


jantung maupun endokarditis. (Wim de Jong, dkk, 2004)

C. PATOFISIOLOGI

Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan


glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang neflogi dan
urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada
keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya
eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau perubahan
struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal.

Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada perempuan


harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya
laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi
atau tidak.

Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder eritrosit,


merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik,
perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten
antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial atau kelainan urologi.
Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan nefritis tubulointerstisial.
Bila disertai hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada
kelompok faktor resiko penyakit ginjal kronik harus di lakukan evaluasi
pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.

Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya adalah uji
dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji penapisan yang
baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan sendiri oleh pasien untuk
mengikuti perjalanan hematuria selama pengobatan.
D. PATHWAY
E. KLASIFIKASI

Ada 3 tipe hematuria, yaitu:

1. Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.


2. Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir
kencing. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
tekanan pada akhir kencing yang membuat pembuluh
darah
kecil melebar.
3. Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir
kencing. Hal ini kemungkinan akibat darah sudah
berkumpul dari salah satu organ seperti ureter atau ginjal.

F. MANIFESTASI KLINIS

Terjadi retensio urin akibat sumbatan di vesika urinaria olrh bekuan darah.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin,


ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang
mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali yang
dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar kalsium,
fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila terdapat
kemungkinan urolithiasis.
2. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik,
bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah
kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non
glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses
mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan terakhir,
adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif,
adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem.
Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi
trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit (SLE,
purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal
pada perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan
glomerular, morfologi sel tidak
secara pasti berhubungan dengan lokasi hematuria.
3. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya
infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH
urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
4. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya
keganasan sel-sel urotelial.
5. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus
hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal.
Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari ginjal
sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan.
Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta
beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
6. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat
(padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit
kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra,
bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya
metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih sangat
berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri
pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal,
disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.
7. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk
pemeriksaan prostat dan buli-buli
8. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk
menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena
lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat
dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.
9. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya
setelah obstruksi dihilangkan
10. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan
gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
11. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan
antara isi dan tekanan di buli-buli
12. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika
pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab
hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)
H. PENATALAKSANAAN

Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan


retensi urine, coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan
memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil,
pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah
transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi
eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian
transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan
antibiotika. (Mellisa C Stoppler, 2010).
Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah
mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer
penyebab hematuria. (Mellisa C Stoppler, 2010)
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya
tergantung pada penyebabnya:
1. Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.
2. Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat
dilakukan ESWL atau pembedahan.
3. Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.
4. Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker,
atau kemoterapi.

I. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

a. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir


bersamaan dengan sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah
ginjal, edema terkait dengan sindrom nefrotik, massa perut atau panggul
teraba menyarankan ginjal neoplasma, dan adanya nyeri ketok
kostovertebral atau nyeri tekan suprapubik berhubungan dengan infeksi
saluran kemih. Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan
nodularitas prostat atau pembesaran sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin
merupakan manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik
dan anemia mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar.
Ditemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk
adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik.
1. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien
dengan anemia.
2. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan

hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.


3. Cachexia, mungkin menunjukkan keganasan.
4. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh
pielonefritis atau dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
5. Nyeri suprapubik, sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi,
radiasi, atau obat sitotoksik.
6. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung
kemih diisi dengan 200 mL urin percussible. Dalam retensi urin
akut, biasanya terlihat dalam kasus-kasus BPH atau obstruksi
oleh bekuan, kandung kemih bisa diraba dan dapat dirasakan
hingga tingkat umbilikus.
7. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya
pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi
ginjal. Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena
retensi bekuan darah pada buli-buli.
8. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai
mengetahui adanya pembesaran prostat benigna maupun
karsinoma prostat. Setelah prostatektomi enukleasi maupun
endoskopik, simpai prostat dibiarkan sehingga pada colok dubur
memberikan kesan prostat masih membesar. Lobus medial
prostat yang mungkin menonjol ke kandung kemih umumnya
tidak dapat dicapai dengan jari. Karsinoma prostat
menyebabkan asimetri dan perubahan konsistensi setempat.
Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum transrektal.
9. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu
dibuat dari karet dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung
kateter dibuat dalam berbagai bentuk supaya tidak dapat
tercabut; yang biasa ialah bentuk Foley yang pada ujungnya
berbentuk balon yang dapat dikembangkan. Untuk ukurannya
digunakan skala Charriere, berdasarkan skala Prancis yang
menyatakan ukuran lingkaran di luarnya dan bukan diameternya.
Diameter didapat dengan membagi ukuran Charriere dengan
tiga. (Wim de Jong, dkk, 2004).

Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang


terjadi pada saat episode hematuria, antara lain:
1. Bagaimanakah warna urine yang keluar?
2. Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
3. Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
4. Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C
Stoppler, 2010)

Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker


urothelial pada pasien dengan hematuria mikroskopis
1. Riwayat merokok
2. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau
aromatic amine)
3. Riwayat gross hematuria sebelumnya
4. Usia di atas 40 tahun
5. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan
infeksi saluran kemih
6. Penyalahgunaan analgetik
7. Riwayat radiasi panggul.
J. ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


1 Ds: Hematuria Nyeri Akut
 Pasien datang
dengan keluhan Nyeri akut
Nyeri saat BAK dan
mengeluargan darah
segar
 P: BAK
 Q: Tajam
 R: Berfokus pada 1
titik
 S: 4
 T: Sejak Hari selasa,
hilang timbul, berat
saat aktifitas

Do:
 Td: 193/83
 N: 81
 RR: 20
 S: 36

2 Ds: Hematuria Gangguan Rasa


 Pasien datang Nyaman
dengan keluhan Nyeri akut
Nyeri saat BAK dan
mengeluargan darah Gangguan Rasa
segar Nyaman
 P: BAK
 Q: Tajam
 R: Berfokus pada 1
titik
 S: 4
 T: Sejak Hari selasa,
hilang timbul, berat
saat aktifitas

Do:
 Pasien tampak
kesakitan
 Td: 193/83
 N: 81
 RR: 20
 S: 36

K. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut Berhubungan dengan Agen cidera biologis


2. Gangguan Rasa Nyaman berhubungan dengan Nyeri Akut
L. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Nama: Tn K Dx Medis: Hematuria


No Dx NOC NIC
Keperawatan
1 Nyeri Akut Managemen diri penyakit Akut: Managemen Nyeri Akut:
• Monitor tanda dan gejala • Lakukan pengkajian nyeri
penyakit komprehensif yang meliputi
• Patuhi pringatan yang lokasi, karakteristik, durasi,
irekmendasikan frekuensi, dan kualitas
• Monitor tanda dan gejala • Identifikasi intensitas nyeri
komplikasi Selama pergerakan misalnya,
• Petuhi pengobatan yang aktifitas yang diperlukan untuk
direkomendasikan pemulihan
• Lakukan prosedur yang • Monitor nyeri menggunakan alat
direkomendasikan ukur yang falid dan reble susuai
• Patuhi aturan pengobatan usia, dan kemampuan
• Mencari bantuan untuk berkomunikasi
perawatan diri • Tanyakan pasien terkait dengan
• Sesuaikan aktifitas selama sakit tingkat nyeri yang tetap nyaman
• Sesuaikan diit selama masa dan fungsi usaha untuk menjaga
sakit nyeri pada level yang lebih
rendah
• Yakinkan bahwa pasien
menerima pengobatan analgetik
yang tepat sebelum neri menjadi
lebih parah atau sebelum
aktifitas yang akan memicu nyeri

2 Gangguan Kontrol Nyeri Managemen Nyeri Akut:


Rasa Nyaman • Mengenali kapan nyeri terjadi • Lakukan pengkajian nyeri
• Mengambarkan faktor penyebab komprehensif yang meliputi
• Mengambarkan faktor yang lokasi, karakteristik, durasi,
berkontribusi pada nyeri frekuensi, dan kualitas
• Mendapatkan informasi tentang • Identifikasi intensitas nyeri
control nyeri Selama pergerakan misalnya,
• Menggambarkan nyeri aktifitas yang diperlukan untuk
• Mendiskusikan pilihan pemulihan
penanganan nyeri dengan • Monitor nyeri menggunakan alat
professional kesehatan ukur yang falid dan reble susuai
• mengatur usia, dan kemampuan
berkomunikasi
• Tanyakan pasien terkait dengan
tingkat nyeri yang tetap nyaman
dan fungsi usaha untuk menjaga
nyeri pada level yang lebih
rendah
• Yakinkan bahwa pasien
menerima pengobatan analgetik
yang tepat sebelum neri menjadi
lebih parah atau sebelum
aktifitas yang akan memicu nyeri

M. IPLEMENTASI DAN EVALUASI


No Iplementasi Evaluasi
1 • Melakukan pengkajian nyeri S:
komprehensif yang meliputi • Pasien mengatakan nyeri
lokasi, karakteristik, durasi, berkurang
frekuensi, dan kualitas  P: P: BAK
• Mengidentifikasi intensitas nyeri  Q: Tajam
Selama pergerakan misalnya,  R: Berfokus pada 1 titik
aktifitas yang diperlukan untuk  S: 2
pemulihan
 T: Sejak Hari selasa, hilang
• Memonitor nyeri menggunakan
timbul, berat saat aktifitas
alat ukur yang falid dan reble
susuai usia, dan kemampuan
O:
berkomunikasi
 Td: 159/81
• Menanyakan pasien terkait
 N: 81
dengan tingkat nyeri yang tetap
 RR: 20
nyaman dan fungsi usaha untuk
 S: 36
menjaga nyeri pada level yang
lebih rendah
A: Nyeri Akut
• Meyakinkan bahwa pasien
P: Masalah teratasi sebagian
menerima pengobatan analgetik
yang tepat sebelum neri menjadi
lebih parah atau sebelum
aktifitas yang akan memicu nyeri
2 • Melakukan pengkajian nyeri S:
komprehensif yang meliputi • Pasien mengatakan nyeri
lokasi, karakteristik, durasi, berkurang
frekuensi, dan kualitas  P: P: BAK
• Mengidentifikasi intensitas nyeri  Q: Tajam
Selama pergerakan misalnya,  R: Berfokus pada 1 titik
aktifitas yang diperlukan untuk  S: 2
pemulihan
 T: Sejak Hari selasa, hilang
• Memonitor nyeri menggunakan
timbul, berat saat aktifitas
alat ukur yang falid dan reble
susuai usia, dan kemampuan
berkomunikasi O:
• Menanyakan pasien terkait  Pasien tampak tidak merasa
dengan tingkat nyeri yang tetap kesakitan
nyaman dan fungsi usaha untuk  Td: 159/81
menjaga nyeri pada level yang  N: 81
lebih rendah  RR: 20
• Meyakinkan bahwa pasien  S: 36
menerima pengobatan analgetik
yang tepat sebelum neri menjadi
A: Gangguan Rasa Nyaman
lebih parah atau sebelum
P: Masalah teratasi sebagian
aktifitas yang akan memicu nyeri
DAFTAR PUSTAKA

Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC

Moore L Keith, Anne M. 2003. Anatomi klinis Dasar.Jakarta:


Hipocrates

Setyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam


(edisi keempat). Jakarta.

Departememen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk
pemula.Jakarta: EGC

Junqueir, Luiz carlos. 2007. Histologi Dasar teks dan atlas. Jakarta:
EGC. Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta:
Sagung Seto

Silvia and Wilson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses


penyakit. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai