Anda di halaman 1dari 23

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pendidikan Kesehatan
1. Pengertian Pendidikan Kesehatan
Pendidikan kesehatan adalah proses yang direncanakan dengan sadar
untuk menciptakan peluang bagi individu-individu untuk senantiasa belajar
memperbaiki kesadaran (literacy) serta meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya (life skills) demi kepentingan kesehatannya (Nursalam,
2008). Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses perubahan perilaku
yang dinamis dengan tujuan mengubah atau memprngaruhi perilaku manusia
yang meliputi komponen pengetahuan, sikap, ataupun praktik yang
berhubungan dengan tujuan hidup sehat baik secara individu, kelompok
maupun masyarakat, serta merupakan komponen dari program kesehatan
(Suliha, 2002).
2. Tujuan Pendidikan Kesehatan
Tujuan pendidikan kesehatan adalah suatu perubahan sikap dan tingkah
laku individu, keluarga, kelompok khusus, dan masyarakat dalam membina
serta memelihara perilaku hidup sehat juga berperan aktif dalam mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal (Nursalam dkk, 2009). Menurut Suliha (2002),
secara umum tujuan dari pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku
2
individu/ masyarakat dalam bidang kesehatan. Sedangkan secara operasional tujuan
pendidikan kesehatan adalah:
a) Agar melakukan langkah positif dalam melakukan pencegahan terhadap penyakit
b) Agar memiliki pengertian yang lebih baik tentang eksistensi perubahan system dan
cara memanfaatkannya dengan efektif dan efisien.
c) Agar mempelajari apa yang dapat dilakukannya secara mandiri.
3. Faktor yang mempengaruhi pendidikan kesehatan
Menurut Notoatmojo (2012), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan
promosi kesehatan dalam melakukan pendidikan kesehatan diantaranya yaitu:
a) Promosi kesehatan dalam faktor predisposisi
Promosi kesehatan bertujuan untuk menggugah kesadaran, memberikan atau
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan bagi dirinya sendiri, keluarganya, maupun masyarakatnya. Disamping itu
dalam konteks promosi kesehatan juga memberikan pegertian tentang tradisi
kepercayaan masyarakat dan sebagainya, baik yang merugikan maupun yang
menguntungkan kesehatan. Bentuk promosi ini dilakukan dengan penyuluhan,
pameran, iklan layanan kesehatan, dan sebagainya.
b) Promosi kesehatan dalam faktor-faktor enabling (penguat)
Bentuk promosi kesehatan dilakukan agar dapat memberdayakan masyarakat dan
mampu mengadakan sarana dan prasarana kesehatan dengan cara bantuan teknik,
3
memberikan arahan, dan cara-cara mencari dana untuk pengadaan sarana dan
prasarana.
c) Promosi kesehatan dalam faktor reinforcing (pemungkin)
promosi kesehatan ini ditujukan untuk mengadakan pelatihan bagi tokoh agama,
tokoh masyarakat, dan petugas kesehatan sendiri dengan tujuan agar sikap dan
perilaku petugas dapat menjadi teladan, contoh atau acuan bagi masyarakat tentang
hidup sehat.
4. Metode dan Teknik Pendidikan Kesehatan
Menurut Suliha (2002), metode pendidikan kesehatan pada dasarnya merupakan
pendekatan yang digunakan dalam proses pendidikan untuk menyampaikan pesan kepada
sasaran pendidikan kesehatan yaitu individu, keluarga/ kelompok dan masyarakat.
Metode pembelajaran dapat berupa metode pendidikan individu, kelompok/ keluarga dan
metode pendidikan massa.
Menurut Notoadmodjo (2010), metode dan teknik pendidikan kesehatan adalah suatu
kombinasi antara cara-cara atau metode dan alat-alat bantu atau media yang digunakan
dalam setiap pelaksanaan promosi kesehatan. Berdasarkan sasarannya, metode dan teknik
pendidikan kesehatan dibagi menjadi 3 yaitu:
a. Metode pendidikan kesehatan individual
Metode ini digunakan apabila antara promoter kesehatan dan sasaran atau kliennya
dapat berkomunikasi langsung, baik bertatap muka (face to face) maupun melalui
sarana komunikasi lainnya, misal telepon. Cara ini paling efektif, karena antara petugas
kesehatan dengan klien dapat saling berdialog, saling merespon dalam waktu yang
bersamaan. Dalam menjelaskan masalah kesehatan bagi kliennya petugas kesehatan
4
dapat menggunakan alat bantu atau peraga yang relevan dengan masalahnya. Metode
dan teknik pendidikan kesehatan yang individual ini yang terkenal adalah
“councelling”.
b. Metode pendidikan kesehatan kelompok
Teknik dan metode pendidikan kesehatan kelompok ini digunakan untuk sasaran
kelompok. Sasaran kelompok dibedakan menjadi 2 yaitu: kelompok kecil kalau
kelompok sasaran terdiri antara 6-15 orang dan kelompok besar, jika sasaran tersebut
diatas 15 sampai dengan 50 orang. Oleh karena itu metode pendidikan kesehatan
kelompok juga dibedakan menjadi 2 yaitu:
1) Metode dan teknik pendidikan kesehatan untuk kelompok kecil, misalnya diskusi
kelompok, metode curah pendapat (brain storming), bola salju (snow ball), bermain
peran (role play), metode permainan simulasi (simulation game), dan sebagainya.
Untuk mengefektifkan metode ini perlu dibantu dengan alat bantu atau media,
misalnya lembar balik (flip chart), alat peraga, slide, dan sebagainya.
2) Metode dan teknik pendidikan kesehatan untuk kelompok besar, misalnya metode
ceramah yang diikuti atau tanpa diikuti dengan tanya jawab, seminar, loka karya,
dan sebagainya. Untuk memperkuat metode ini perlu dibantu pula dengan alat bantu
misalnya, overhead projector, slide projector, film, sound system, dan sebagainya.
3) Metode pendidikan kesehatan massa, apabila sasaran pendidikan kesehatan misal
atau publik, maka metode-metode dan teknik pendidikan kesehatan tersebut tidak
akan efektif, karena itu harus digunakan metode pendidikan kesehatan massa.
Metode dan teknik pendidikan kesehatan untuk massa yang sering digunakan
adalah:
5
a) Ceramah umum, misalnya dilapangan terbuka dan tempat-tempat umum
b) Penggunaan media massa elektronik, seperti radio dan televise. Penyampaian
pesan melalui radio atau TV ini dapat dirancang dengan berbagai bentuk,
misalnya talk show, dialog interaktif, simulasi, dan sebagainya.
c) Penggunaan media cetak, seperti koran, majalah, buku, leaflet, selebaran poster,
dan sebagainya. Bentuk sajian dalam media cetak ini juga bermacam-macam,
antara lain artikel tanya jawab, komik, dan sebagainya.
d) Penggunaan media di luar ruang, misalnya billboard, spanduk, umbul-umbul,
dan sebagainya.
B. Pengetahuan
1. Pengertian pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera
manusia yaitu indera penglihatan, indera pendengaran, penciuman , rasa , dan raba.
Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang
(Notoadmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan khasanah kekayaan mental yang secara
langsung atau tidak turut memperkaya kehidupan kita, pengetahuan merupakan sumber
jawaban dari berbagai pertanyaan yang muncul dalam kehidupan (Suriasumantri, 2010)
Menurut Budiman dan Riyanto (2013), pengetahuan dapat diperoleh seseorang secara
alami atau diintervensi baik secara langsung maupun tidak langsung. Sedangkan menurut
Potter et all (2005), pengetahuan adalah informasi yang secara terus menerus diperlukan
oleh seseorang untuk memahami pengalaman. Pengetahuan merupakan hasil mengingat
6
sesuatu hal termasuk mengingat kembali kejadiayang pernah dialami baik secara sengaja
maupun yang tidak sengaja, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan kontak atau
pengalaman terhadap suatu objek tertentu (Mubarak, 2007).
2. Tingkat pengetahuan
Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari tahu mengenai suatu objek tertentu setelah
melalui panca indera manusia yaitu penglihatan, pendengaran, rasa, dan perabaan.
Tingkat pengetahuan merupakan suatu kebutuhan bagi keluarga apabila diikuti dengan
pendidikan (Notoadmodjo, 2007). Tingkat pengetahuan bersifat pengenalan terhadap
sesuatu benda atau hal secara objektif. Tingkat pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Sarwono, 2004).
Terdapat beberapa tingkat pengetahuan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengganti sesuatu (Notoadmodjo, 2007). Tahu berarti mengingat
suatu materi yang dipelajari atau rangsangan yang diterima sebelumnya. Tahu
merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur
bahwa seseorang itu tahu adalah ia dapat menyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan, dan menyatakan (Maulana, 2009).
b. Memahami (comprehension)
7
Memahami merupakan kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang paham
harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh dan menyimpulkan (Maulana, 2009).
c. Aplikasi (application)
Aplikasi yaitu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi dan kondisi sebenarnya. Aplikasi yang dimaksud disini seperti penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip (Notoadmodjo, 2007). Mempelajari aplikasi
berarti kemampuan menggunakan materi yang telah dipelajaripada situasi atau
kondisi sebenarnya. Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai penggunaan hukumhukum,
rumus, metode, dan prinsip dalam situasi nyata (Maulana, 2009).
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau memisahkan,
kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu
masalah atau objek yang diketahui (Notoadmodjo, 2007). Analisis adalah
kemampuan menjabarkan materi atau objek ke dalam bagian-bagian yang lebih masih
dalam satu struktur organisasi dan ada kaitannya stu sama lain. Kemampuan analisis
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan, membuat
bagan, membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan (Maulana, 2009).
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan
yang dimiliki. Sintesis dalah kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari
formulasi-formulasi yang telah ada (Notoadmodjo, 2007). Sintesis merupakan
8
kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk
keseluruhan yang baru atau kemampuan menyusun formulasi yang sudah ada.
Sebagai contoh, dapat menyusun, merencanakan, dapat meringkas, dan dapat
menyesuaikan suatu teori atau rumusan yang telah ada (Maulana, 2009).
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi
atau objek yang didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau dengan
kriteria yang sudah ada (Notoadmodjo, 2007). Evaluasi berkaitan dengan
kemampuan melakukan justifikasi atau penelitian terhadap suatu materi atau objek.
Evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri atau kriteria yang telah ada
(Maulana, 2009).
3. Faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat meliputi:
a. Sosial ekonomi
Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang. Bila
ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan akan tinggi juga
(Notoadmodjo, 2007). Tradisi yang biasanya turun-temurun baik positif maupun
negative dalam suatu kebudayaan dapat mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan
sikap terhadap sesuatu, seperti jika budaya lingkungan bersih, masyarakat akan
bersikap menjaga lingkungannya agar tetap bersih (Budiman, 2013).
b. Kultur (budaya dan agama)
9
Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang karena
informasi yang baru akan disaring sesuai atau tidak dengan budaya yang ada atau
agama yang ia anut (Notoadmodjo, 2007).
c. Pendidikan
Pendidikan adalah bimbingan yang diberikan kepada seseorang dari orang lain
tentang suatu hal agar dapat meningkatkan pemahaman dan dapat memahami materi.
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan lebih tinggi, mudah menerima
informasi yang diterima, memiliki pengetahuan lebih serta mempunyai wawasan
lebih luas dibandingkan dengan orang yang berpendidikan rendah , tetapi seseorang
yang berpendidikan rendah tidak berarti mempunyai pengetahuan yang rendah
(Budiman, 2013).
Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka ia akan mudah menerima hal baru dan
akan mudah menyesuaikan dengan hal baru tersebut (Notoadmodjo, 2007).
d. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian atau keadaan yang pernah dialami oleh
seseorang dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang dapat diperoleh dari
diri sendiri maupun orang lain di masa lalu. Pengalaman yang kurang baik cenderung
dilupakan oleh seseorang, tetapi jika pengalaman dapat membuat rasa senang secara
psikologis maka akan timbul kesan yang tertinggal sehingga menghasilkan sikap yang
positif (Budiman, 2013).
Pengalaman disini berkaitan dengan pendidikan individu. Dengan pendidikan
yang tinggi maka pengalaman akan lebih luas. Hal ini dilakukan dengan cara
mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang
10
dihadapi dimasa lalu (Notoatmodjo, 2007). Pengalaman dapat didapatkan dari
lingkungan pekerjaan baik secara langsung maupun tidak langsung (Mubarak, 2007).
4. Pengukuran pengetahuan
Menurut Skinner dalam Budiman & Riyanto (2013), bila seseorang mampu
menjawab mengenai materi tertentu baik secara lisan maupun tulisan, maka dikatakan
seseorang tersebut mengetahui bidang tersebut. Sekumpulan jawaban yang diberikan
tersebut dinamakan pengetahuan. Pengukuran bobot pengetahuan seseorang ditetapkan
menurut hal-hal sperti berikut:
a. Bobot I : tahap tahu dan pemahaman.
b. Bobot II : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, dan analisis
c. Bobot III : tahap tahu, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.
Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan
tingkat-tingkat pengetahuan (Mubarak, 2007).
Menurut Budiman & Riyanto (2013), dalam membuat kategori tingkat pengetahuan
bisa juga dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang diteliti masyarakat umum,
yaitu sebagai berikut:
a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%.
b. Tingkat pengetahuan kategori kkurang baik jika nilainya ≤ 50%.
Namun, jika yang diteliti respondennya petugas kesehatan, maka presentasenya akan
berbeda yaitu:
a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 75%.
11
b. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤ 75%.
C. Pertolongan Pertama Pada Cedera (P3K)
1. Definisi
Maksud dari P3K ialah memberikan pertolongan sementara kepada seseorang
yang sakit mendadak (cedera) sebelum ditolong oleh tim medis (Magfuri, 2014).
2. Pentingnya P3K
Menurut Magfuri (2014) pentingnya P3K antara lain: Untuk mencegah bahaya
maut yang sekiranya masih bisa dihindari, untuk mengurangi perasaan takut dan
gelisah, dan yang terakhir adalah untuk mencegah atau mengurangi bahaya akibat
cedera.
3. Tujuan P3K
Tujuan P3K menurut Magfuri (2014) antara lain:
a. Untuk melatih seseorang dalam menangani cedera dengan tepat dan cepat.
b. Untuk mencegah terjadinya kerusakan atau cedera tambahan karena pertolongan
yang tidak tepat.
c. Memberi pertolongan pada cedera atau penyakit yang datangnya mendadak.
d. Pertolongan yang cepat dan tepat sangat diharapkan guna menyelamatkan jiwa.
4. Prinsip P3K
Prinsip P3K menurut Ali Magfuri (2014) antara lain bertindak cepat, tepat, dan
hati-hati dan melihat situasi yang sebaik-baiknya.
5. first aid box
12
American College of Emergency Physicians (ACEP) merekomendasikan setiap
rumah harus mempunyai first aid box (kotak obat) untuk membantu dalam
penanganan luka ringan dan berat. Selalu telepon 9-1-1 (atau nomor emergency
lokal), dan jka orang tua berada di wilayah bantul bisa menghubungi 118 jika anda
mengalami keadaan darurat medis. Namun anda dapat mengurangi resiko dari cedera
dan penyakit yang serius dengan mempersiapkan kotak obat di rumah.
Isi first aid box menurut ACEP:
ACEP merekomendasikan daftar barang yang harus ada di dalam first aid box (kotak
obat) antara lain
a. Informasi
1.) Nomor telepon darurat 118, nomor telepon darurat ini harus ada di dalam
kotak obat (first aid box).
2.) Bentuk persetujuan medis, ini memungkinkan orang yang anda tunjuk untuk
memberi perawatan medis dalam situasi darurat ketika anda tidak dapat
memberikan persetujuan. Jika anda memiliki anak-anak, berikan mereka
pengasuh yang paham mengenai perawatan cedera.
3.) Riwayat penyakit dari anggota keluarga, ini termasuk daftar alergi yang
dimiliki anggota keluarga dan daftar obat.
b. Daftar obat menurut ACEP
1.) Acetaminophen, Ibuprofen, dan Aspirin. Aspirin tidak boleh diberikan untuk
anak-anak atau remaja dibawah usia 19 tahun.
13
2.) Obat batuk dan obat sirup, pastikan untuk memberikan obat dan dosis yang
sesuai dengan usia. Beberapa obat flu juga mengandung acetaminophen atau
ibuprofen, jadi hati-hatilah untuk menghindari overdosis. Sebagai orang tua
harus berhati-hati dari bahaya tersedak saat memberikan obat untuk anak.
3.) Obat alergi, obat ini mungkin dalam bentuk cair, krim atau injeksi epinefrin
seperti yang diarahkan oleh dokter. Jangan gunakan cairan antihistamin dan
krim pada saat yang sama.
4.) Krim hidrokortison, untuk meringankan iritasi dari ruam. Perhatikan bahwa
dosis krim berbeda-beda, maka hubungi dokter untuk dosis yang tepat.
5.) Tablet dekongestan, berhati-hati dari dosis untuk usia yang tepat.
c. Perban dan persediaan cedera/ perawatan luka lain menurut ACEP
1.) Perban dari aneka ukuran untuk menutupi luka kecil dan goresan, penutup
perban atau pembalut butterfly, perban segitiga atau mitela untuk
membungkus luka dan membuat gendongan lengan, elastic warps untuk
membungkus pergelangan tangan, pergelangan kaki, lutut, dan cedera siku.
Rol kasa dua inch dan 4 inch untuk menutup luka besar dan goresan, pita
perekat untuk menjaga kasa tetap di tempat.
2.) Gunting tajam untuk memotong pita, kasa atau pakaian. Antiseptik wipes
untuk mensterilkan luka atau tangan, antibiotik salep untuk mensterilkan dan
melindungi luka dari infeksi.
3.) Pinset untuk mengambil benda asing yang kecil, sengatan lebah.
4.) Hidrogen peroksida untuk mensterilkan dan membersihkan luka
14
5.) Sarung tangan karet untuk melindungi tangan atau mengurangi resiko infeksi
ketika merawat luka terbuka.
d. Perlengkapan lainnya
1.) Thermometer untuk mengukur suhu, untuk bayi dibawah usia 1 tahun
menggunakan thermometer rektal. Jangan gunakan thermometer berbasis
merkuri, petroleum jelly untuk melumasi thermometer dubur.
2.) Calamine lotion untuk mengurangi rasa gatal dan iritasi dari gigitan serangga,
aloe vera gel untuk meredakan masalah kulit termasuk luka bakar, gatal-gatal
dan kulit kering.
6. Penggunaan first aid box
Simpan daftar obat di dalam first aid box, periksa obat setiap tahun dang anti
barang yang sudah terpakai atau barang lama, tempatkan box di dalam rumah,
beritahu orang rumah dimana letak box berada. Tempatkan box dimana orang dewasa
dapat dengan mudah mencapainya tapi anak-anak tidak bisa.
Menurut Magfuri (2014) obat yang harus ada dalam kotak obat antara lain:
a. Obat luar, ada macam-macam obat luar yang bias digunakan antara lain:
Mercurochroom, biasa disebut dengan obat merah, betadine untuk membersihkan
luka dengan cara dicampurkan ke air, obat tetes mata untuk mengatasi mata gatal
berair atau karena iritasi, dan salep zink untuk mengobati luka bakar
b. Obat oral
1) Obat untuk nyeri
15
a) Tablet antasida, ranitidine, untuk mengobati gejala-gejala dyspepsia atau
nyeri perut akibat peningkatan asam lambung.
b) Tablet antalgin untuk menghilangkan rasa sakit/ nyeri dan demam.
2) Obat sakit perut
Tablet norit dapat menyerap zat-zat racun di dalam lambung akibat
keracunan makanan.
c. Obat-obat gosok
Obat-obat gosok seperti balsam dan minyak angin ini berguna untuk
menghangatkan kulit, untuk mengurangi rasa pegal, linu, sakit, nyeri.
7. Peralatan kotak obat
a. Pembalut
Pembalut merupakan selembar kain yang berguna untuk:
1) Menahan kasa penutup luka.
2) Menahan pembengkakan.
3) Menahan agar bagian badan yang cedera tidak bias bergerak untuk
meminimalisir cedera yang lebih parah.
Pembalut ada bermacam-macam diantaranya adalah mitela, platenga, funda
pembalut jenis ini berbahan dasar kain. Ada juga elastic verban yang bias
digunakan untu mengurangi mobilisasi sendi.
b. Kapas
Kapas ini khusus digunakan pengobatan, berguna untuk pembersihan atau
pencucian luka.
c. Kasa steril
16
Merupakan lembaran-lembaran kain kasa yang telah disterilkan dan
dibungkus sepotong-sepotong. Gunanya untuk menutup luka kecil yang telah
diobati, lalu dibalut atau diplester.
d. Bidai, digunakan untuk paha dan betis, gunting untuk memotong plester atau
kasa, pisau lipat, lampu senter, thermometer, dan alcohol 70% untuk
mensterilkan alat.
D. Macam cedera di rumah tangga dan penanganannya
1. Jatuh
Tindakan pertama adalah memastikan bahwa korban masih bernafas dan
mempunyai jalan udara yang lancer. Penolong kemudian mengkaji kesadaran korban
dan setelah itu memindahkan korban. Jika korban sadar dan mengeluh nyeri hebat
pada tungkai atau lengan, kemungkinan korban mengalami patah tulang. Dalam
keadaan ini biarkan korban berada pada posisinya. Cedera pada tungkai dapat diikat
kuat-kuat pada mata kaki dan lutut, sehingga dapat efektif mengimobilisasikan
fraktur tersebut. Gunakan kain untuk mengimobilisasi daerah yang fraktur agar tidak
menambah cedera (Swasanti & Putra, 2014).
2. Luka insisi
Banyak orangtua yang tidak memperhatikan penempatan pisau atau gunting di
rumah, akibatnya anak usia toddler dapat dengan mudah menjangkau benda tajam
tersebut dan bisa saja menyebabkan luka insisi. Luka insisi dapat mengakibatkan
perdarahan yang cukup banyak. Penanganan pertama dari luka adalah menghentikan
perdarahan. Jika luka dengan perdarahan kecil, penekanan keras akan membantu
menghentikan perdarahan dalam waktu yang sangat singkat. Kulit sekitar area harus
17
dicuci bersih dan kemudian gunakan sebuah pembalut untuk menutup luka. Luka
yang besar akan mengalami perdarahan lebih banyakdan membutuhkan penanganan
segera. Korban harus duduk atau berbaring dengan posisi luka dinaikkan setinggi
jantung. Penekanan pada luka harus dipertahankan selama kira-kira 10 menit. Segera
setelah aliran darah berkurang gunakan pembalut atau kain bersih untuk diletakkan
diatas luka (Swasanti & Putra, 2014)
3. Tersengat listrik
Banyak rumah yang berisi sejumlah peralatan listrik. Anak usia toddler
mengalami peningkatan kemampuan motorik halus dan kasar sehingga beresiko
terkena sengatan listrik. Jika anak terkena sengatan listrik hal pertama yang harus
dilakukan orangtua adalah segera matikan arus listrik. Jika hal ini tidak
memungkinkan, penolong berdiri pada tempat yang kering, lapisi benda (karet, Koran
yang digulung tebal, buku atau kayu) dan gunakan benda yang sama ditangan, pukul
atau tarik korban dari kontak dengan tangan kosong. Beberapa pertolongan pertama
terdiri atas penutupan luka dengan menggunakan kasa steril atau selembar kain bersih
sampai pasien mencapai rumah sakit (Swasanti & Putra, 2014).
4. Keracunan
Orangtua harus memperhatikan penempatan cairan kimia agar tidak tertelan oleh
anak, sebab jika tertelan hal ini dapat membahayakan anak. Jika cairan kimia tertelan
oleh anak hal yang harus dilakukan orangtua adalah tempatkan anak dalam posisi
pemulihan dan jalan udara harus dipertahankan lancar. Perlu untuk memberikan
ventilasi artifisial. Jika mengetahui catat waktu pada saat racun tertelan. Jika racun
adalah suatu yang korosif, mulut dan kulit sekitarnya harus dengan perlahan
18
dibersihkan dengan air hangat. Minuman dapat diberikan untuk pasien yang sadar.
Bahan korosif dapat tertumpah keatas baju, jika demikian area yang terkena harus
dihilangkan atau potong kain sebelum kulit dibawahnya terbakar. Lakukan
pembilasan lambung bila anak menelan bahan kimia dengan memberikan air garam
(Swasanti & Putra, 2014).
2) Luka bakar
Jika anak mengalami luka bakar ringan segera tempatkan area luka dibawah air
yang mengalir, hal ini dapat mengurangi nyeri dengan segera. Luka bakar ini
kemudian harus ditutup dengan kasa steril yang cukup tebal untuk menghindari
masuknya udara (Blackwell Scientific Publication 1993)
Menurut Swasanti & Putra (2014) Luka bakar dapat berakibat fatal, mulai dari
kehilangan cairan tubuh, shock, kerusakan jaringan atau organ, gangguan pernafasan,
dan trauma psikologis. Pada orang dewasa luka bakar 20% dapat menyebabkan
shock, sedangkan pada anak 10%. Pedoman untuk menentukan luas luka bakar:
kepala dan leher 9%, lengan kiri 9%, lengan kanan 9%, badan bagian depan 18%
(punggung 9%, pinggang 9%), tungkai kiri 18% (paha 9%, betis 9%), tungkai kanan
18% (paha 9%, betis 9%), genetalia 1%.
Tabel 1 klasifikasi luka bakar
Klasifikasi
baru
Klasifikasi
tradisional
Kedalaman
luka bakar
Bentuk klinis
Superficial
Thickness
Derajat 1 Epidermis
Erythema (kemerahan), rasa
sakit, blisters (gelembung)
Partial
Thickness
Derajat 2 Dermis
Blisters (gelembung cairan),
cairan bening, rasa nyeri saat
gelembung
cairan dipecah
19
Full Thickness Derajat 3
Dermis dan
struktur di
bawah
dermis
(Fascia,
tulang dan
otot)
Berat, eschar pada kulit,
cairan berwarna, tidak
didapatkan sensasi rasa sakit
Tindakan pertolongan pada luka bakar dilakukan dengan cara berikut:
a.) Luka bakar ringan
Segera rendam dengan air dingin, luka bakar dibersihkan dengan
menggunakan air dan sabun tetapi harus dilakukan dengan sangat hati-hati,
setelah luka benar-benar bersih dapat diberikan krim antibiotic seperti
sulfadiazine, tutup luka dengan pembalut atau perban, ketika istirahat bagian
tubuh yang luka diletakkan lebih tinggi dari bagian tubuh lainnya (lebih tinggi
dari jantung).
b.) Luka bakar sedang (kurang dari 20%)
Rendam bagian yang luka dengan air dingin sampai rasa nyeri reda, jangan
mengupas bagian luka yang melepuh, biarkan saja, bersihkan luka dari kotoran,
setelah luka bersih dapat diberikan krim antibiotic, jika diperlukan dapat
diberikan antibiotic per oral untuk mencegah dan atau meminimalkan dampak
infeksi.
c.) Luka bakar berat (lebih dari 20%)
Berikan bantuan pernafasan (masker oksigen) kepada korban, segera mungkin
bawa korban ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan medis.
d.) Luka bakar karena agen kimia berbahaya
Siram bagian tubuh yang terkena bahan kimia (asam/ basa kuat) dengan
menggunakan air mengalir, bila zat kimia merupakan basa kuat, air yang
20
digunakan untuk membasuh atau menyiram dapat ditambahkan dengan asam
cuka, bila bahan kimia merupakan asam kuat dapat diberikan soda kue, bila ada
tanda-tanda luka bakar akibat bahan kimia membahayakan keselamatan korban,
segera bawa korban ke rumah sakit agar mendapatkan penanganan yang tepat
E. Anak
Anak adalah individu yang unik, mengalami tumbuh kembang, mempunyai
kebutuhan psikologis dan spiritual yang harus dipenuhi (Suherman, 2000). Menurut
Schulte (1997) anak toddler adalah anak yang berumur satu sampai tiga tahun.
F. Cedera
World Health Organization (WHO) Siahaan (2005) mendefinisikan cedera sebagai
kejadian diluar kemampuan manusia yang disebabkan oleh kekuatan dari luar, terjadi
secara mendadak dan dapat menimbulkan kerusakan baik jasmani maupun rohani.
sedangkan menurut Dorland (1994), cedera adalah kejadian yang tidak diduga
sebelumnya, khususnya yang bersifat merugikan.
Menurut Mott (1990) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya cedera pada
anak dapat dikategorikan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Karakteristik anak
Karakteristik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui insidensi,
tipe, dan risiko cidera yang dialami anak. Karakteristik anak meliputi umur dan tingkat
perkembangan, jenis kelamin, kemampuan kognitif, afektif dan motorik serta tingkat
aktivitas anak. Secara alamiah anak memiliki rasa ingin tahu yang tinggi , mereka
belajar dari apa yang mereka sentuh, lihat, dengar, rasakan, dan cium dari tempat
mereka bermain. Mereka membutuhkan stimulus dari lingkungan dan orangtua. Selain
21
memberikan stimulus lingkungan, orangtua juga harus memperhatikan keselamatan
dan keamanan mereka tanpa mengurangi stimulus lingkungan.
2. Karakteristik agen penyebab
Agen penyebab cedera yang penting untuki diketahui adalah air, api, mainan,
sepeda, dan bahan beracun. Agen penyebab ini ada di sekitar lingkungan bermain
anak. Keamanan dan menghindari kemungkinan cedera dapat dilakukan dengan
melibatkan anak untuk dapat memberikan pemahaman mengenai bahan beracun dan
bahaya agar anak dapat menghindarinya.
3. Karakteristik lingkungan
Lingkungan fisik dan sosiokultural dapat mempengaruhi terjadinya cedera pada
anak. Lingkungan fisik meliputi penataan rumah. Sedangkan lingkungan sosiokultural
meliputi poloa asuh, respon keluarga dan kepedulian dari pemerintah atau masyarakat
seperti membuat rambu di jalan kampong 10 km/ jam.
Kecenderungan terjadinya cedera pada anak usia toddler dilatarbelakangi oleh
kondisi berikut (Supartini, 2004) :
1) Anak usia toddler sedang mengembangkan keterampilan motorik kasarnya yang
membuat mereka bergerak terus, berlari, berjinjit, naik turun tangga, pagar, atau
mainan, serta sepedanya.
2) Anak usia toddler mengalami peningkatan kemampuan motorik halus ketika
mereka semakin terampil menggenggam sesuatu, membuka dan menutup botol,
membuka dan menutup lemari yang tidak dikunci, jendela dan pintu, serta
menggenggam benda-benda kecil.
22
3) Anak toddler mempunyai rasa ingin tahu yang sangat tinggi dibandingkan dengan
anak usia lainnya dan senang mencoba melakukan sesuatu yang belum
diketahuinya, dan ini dapat membahayakan dirinya.
G. KERANGKA KONSEP
23
Keterangan: : Tidak diteliti
: Diteliti
Pendidikan kesehatan
tentang penggunaan
first aid box meliputi:
1. Pengertian first
aid box.
2. Manfaat first aid
box.
3. Tujuan first aid
box.
4. Penggunaan
first aid box.
5. Isi first aid box.
pengetahuan orangtua
terhadap penggunaan first
aid box pada cedera anak
toddler
pengetahuan meliputi:
1. Pengertian
pengetahuan
2. Tingkat
pengetahuan
3. Faktor yang
mempengaruhi
tingkat
pengetahuan
Faktor yang mempengaruhi
tingkat pengetahuan:
1. Tingkat pendidikan
2. Informasi
3. Lingkungan
4. pengalaman
24
H. HIPOTESIS
Ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang penggunaan first aid box terhadap tingkat
pengetahuan orangtua dalam penanganan cedera anak toddler.

PROMOSI KESEHATAN

Keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya di dominasi oleh perorangan, akan
tetapi juga harus dimiliki oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Sebelum berbicara lebih
luas lagi, berikut akan dijelaskan beberapa definisi sehat itu sendiri, antara lain :

1. Sehat adalah suatu keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan
berbagai faktor yang berusaha mempengaruhinya (Perkin,1938).

2. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera sempurna fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya
terbatas pada bebas dari penyakit atau kelemahan saja (WHO,1947 dan UU Pokok Kesehatan
No.9 tahun 1960)
3. Sehat adalah suatu keadaan dan kualitas organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan
segala faktor keturunan dan lingkungan yang dipunyainya (WHO,1957)

4. Sehat adalah keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa oleh ahlinya tidak mempunyai
keluhan atau tidak terdapat tanda-tanda penyakit atau kelainan (White,1977)

5. Sehat adalah suatu keadaan sejahtera badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap orang
hidup produktif secara sosial dan ekonomi. (UU Kesehatan No.23 tahun 1992)

Sejalan dengan definisi diatas, menurut H.L. Bloem (1974) bahwa status kesehatan dipengaruhi
oleh faktor biologik, faktor perilaku, faktor lingkungan, dan faktor pelayanan kesehatan. Faktor
biologik adalah merupakan faktor yang berasal dari individu itu sendiri yang disebut juga dengan
faktor keturunan. Faktor keturunan ini, misalnya pada penyakit alergi, kelainan jiwa, dan
beberapa jenis penyakit kelainan darah.

Disamping definisi sehat, maka harus dikenal pula istilah penyakit. Definisi penyakit cukup
beragam, beberapa diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat
terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbullah gangguan pada fungsi atau struktur dari
bagian, organ, atau sistem tubuh (Gold Medical-Dictionary).

2. Penyakit adalah suatu keadaan dimana proses kehidupan tidak lagi teratur atau terganggu
perjalanannya (Van Dale’s Groot Woordenboek der Nederlandse Tall).

3. Penyakit bukan hanya merupakan kelainan yang dapat dilihat dari luar, tetapi juga suatu
gangguan keteraturan fungsi-fungsi dalam tubuh (Arrest Hof te Amsterdam).

Jadi dapatlah disimpulkan bahwa penyakit merupakan suatu keadaan di mana terdapat suatu
gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga berada dalam keadaan yang tidak normal.
Penyakit adalah keadaan yang bersifat obyektif, sedangkan rasa sakit adalah keadaan yang
bersifat subyektif. Dengan demikian dapat lebih dipahami bahwa pengertian penyakit tidak sama
dengan rasa sakit.

Menurut Gordon dan Le Richt tahun 1950, timbul atau tidaknya penyakit pada manusia dapat
dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu :

1. Pejamu (Host), yaitu semua faktor yang terdapat dalam diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbulnya suatu penyakit. Faktor tersebut diantaranya faktor keturunan,
mekanisme imun/pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan, dan
kebiasaan hidup.

2. Bibit penyakit (Agent), adalah suatu substansi atau elemen tertentu yang kehadiran atau
ketidakhadirannya dapat menimbulkan atau mempengaruhi perjalanan suatu penyakit. Elemen
yang dimaksud secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi lima macam, yaitu :
* Golongan nutrien, yaitu zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh untuk melangsungkan fungsi
kehidupannya. Apabila seeorang mengalami kekurangan atau kelebihan dari zat gizi tersebut
maka akan timbullah penyakit-penyakit tertentu yang dapat membahayakan tubuh.

* Golongan kimia, adalah berbagai zat kimia yang ditemukan di alam (exogenous chemical
substance) dan zat kimia yang dihasilkan oleh tubuh (endogenous chemical substance). Jika
tubuh terkena atau terpapar zat kimia tertentu misalnya, logam berat, gas beracun, atau debu,
akan dapat menimbulkan beberapa penyakit tertentu.

* Golongan fisik, seperti suhu yang terlalu tinggi atau rendah, suara yang terlalu bising,
kelembaban udara, tekanan udara, radiasi, atau trauma mekanis yang dapat menimbulkan
berbagai macam penyakit.

* Golongan mekanik, sering digolongkan kedalam golongan fisik, namun sesungguhnya


golongan ini lebih banyak ditemukan unsur campur tangan manusia di dalamnya, misalnya
kecelakaan lalu lintas, pukulan akibat perkelahian, dan lain-lain.

* Golongan biologik, bisa berupa jasad renik atau mikroorganisme maupun bukan jasad renik
yang dapat berasal dari tumbuhan (flora) atau hewan (fauna).

Empat golongan yang pertama sering disederhanakan sebagai golongan abiotik, sedangkan
golongan terakhir sering disebut sebagai golongan biotik. Apabila penyebab penyakit yang
tergolong dalam kategori biotik, maka penyakit yang akan ditimbulkannya akan disebut sebagai
penyakit infeksi yang dapat bersifat menular maupun tidak menular.

3. Lingkungan (Environment), yaitu merupakan agregat dari seluruh kondisi dan pengaruh-
pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan perkembangan suatu organisasi. Peran
lingkungan adalah sebagai reservoir. Secara umum lingkungan dapat dibedakan menjadi
lingkungan fisik dan lingkungan non fisik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alamiah yang
terdapat di sekitar manusia, sedangkan lingkungan non fisik adalah lingkungan yang muncul
akibat adanya interaksi antar manusia.

Menderita penyakit karena daya tahan pejamu kurang

Setiap tahap perjalanan penyakit dapat menjadi awal bagi tahapan selanjutnya. Untuk mencegah
berjalannya penyakit ke tahapan yang lebih lanjut lagi, diperlukan pelayanan kesehatan yang
menyeluruh, yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi usaha-usaha berikut ini :

1. Pendekatan holistik yang melaksanakan pelayanan kesehatan untuk semua aspek kehidupan
pasien yang meliputi jasmani, mental, dan sosial.

2. Melihat faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap penyakitnya, yaitu lingkungan keluarga,
lingkungan fisik, dan lingkungan sosial.

3. Memberikan pelayanan berdasarkan 5 tingkat pencegahan penyakit (five level of prevention)


dari Leavell & Clark, 1953 sesuai dengan pemanfaatannya, yaitu:
a. Promosi Kesehatan (health promotion). Pada tingkat ini dilakukan tindakan umum untuk
menjaga keseimbangan proses bibit penyakit-pejamu-lingkungan, sehingga dapat
menguntungkan manusia dengan cara meningkatkan daya tahan manusia dan memperbaiki
lingkungan. Tindakan ini dilakukan pada seseorang yang sehat. Misalnya, promosi kesehatan
tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), kesehatan olahraga, dan lain sebagainya.

b. Perlindungan khusus (special protection), yaitu tindakan yang masih dimaksudkan untuk
mencegah penyakit, menghentikan proses interaksi bibit penyakit pejamu-lingkungan dalam
tahap prepatogenesis, tetapi sudah terarah pada penyakit tertentu. Tindakan ini dilakukan pada
seseorang yang sehat tetapi memiliki risiko terkena penyakit tertentu. Misalmya, Pemberian
Imunisasi, Keluarga Berencana (KB)

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment), merupakan
tindakan menemukan penyakit sedini mungkin dan melakukan penatalaksanaan segera dengan
terapi yang tepat.

d. Pembatasan cacat (disability limitation), dimana dilakukan penatalaksanaan terapi yang


adekuat pada pasien penyakit yang telah lanjut untuk mencegah penyakit menjadi lebih berat,
menyembuhkan pasien serat mengurangi kemungkinan terjadinya kecacatan yang akan timbul.

e. Rehabilitasi (rehabilitation). Tindakan ini dimaksudkan untuk mengembalikan pasien ke


masyarakat agar mereka dapat hidup dan bekerja secara wajar, atau agar tidak menjadi beban
orang lain.

4. Pelayanan rujukan

SEJARAH SINGKAT PROMOSI KESEHATAN

Istilah Health Promotion (Promosi Kesehatan) sebenarnya sudah mulai dicetuskan setidaknya
pada era tahun 1986, ketika diselenggarakannya konfrensi Internasional pertama tentang Health
Promotion di Ottawa, Canada pada tahun 1965. Pada waktu itu dicanangkan ”the Ottawa
Charter”, yang didalamnya memuat definisi serta prinsip-prinsip dasar Health Promotion. Namun
istilah tersebut pada waktu itu di Indonesia belum terlalu populer seperti sekarang. Pada masa
itu, istilah yang cukup terkenal hanyalah penyuluhan kesehatan, dan disamping itu pula muncul
dan populer istilah-istilah lain seperti KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi), Social
Marketing (Pemasaran Sosial), Mobilisasi Sosial dan lain sebagainya.

Suatu ketika pada tahun 1994, Dr.Ilona Kickbush yang pada saat itu sebagai Direktur Health
Promotion WHO Headquarter Geneva datang melakukan kunjungan ke Indonesia. Sebagai
seorang direktur baru ia telah berkunjung kebeberapa negara termasuk Indonesia salah satunya.
Pada waktu itu pula Kepala Pusat Penyuluhan Kesehatan Depkes juga baru diangkat, yaitu Drs.
Dachroni, MPH., yang menggantikan Dr.IB Mantra yang telah memasuki masa purna bakti
(pensiun). Dalam kunjungannya tersebut Dr.Ilona Kickbush mengadakan pertemuan dengan
pimpinan Depkes pada waktu itu baik pertemuan internal penyuluhan kesehatan maupun
eksternal dengan lintas program dan lintas sektor, termasuk FKM UI, bahkan sempat pula
Kickbush mengadakan kunjungan lapangan ke Bandung.
Dari serangkaian pertemuan yang telah dilakukan serta perbincangan selama kunjungan lapangan
ke Bandung, Indonesia banyak belajar tentang Health Promotion (Promosi Kesehatan).
Barangkali karena sangat terkesan dengan kunjungannya ke Indonesia kemudian ia
menyampaikan suatu usulan. Usulan itu diterima oleh pimpinan Depkes pada saat itu Prof. Dr.
Suyudi. Kunjungan Dr. Ilona Kickbush itu kemudian ditindaklanjuti dengan kunjungan pejabat
Health Promotion WHO Geneva lainnya, yaitu Dr.Desmonal O Byrne, sampai beberapa kali,
untuk mematangkan persiapan konfrensi jakarta. Sejak itu khususnya Pusat Penyuluhan
Kesehatan Depkes berupaya mengembangkan konsep promosi kesehatan tersebut serta
aplikasinya di Indonesia.

Dengan demikian penggunaan istilah promosi kesehatan di indonesia tersebut dipicu oleh
perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education di WHO baik di Hoodquarter,
Geneva maupun di SEARO, India juga sudah berubah menjadi unit Health Promotion. Nama
organisasi profesi Internasional juga mengalami perubahan menjadi International Union For
Health Promotion and Education (IUHPE). Istilah promosi kesehatan tersebut juga ternyata
sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri, yang mengacu pada
paradigma sehat.

DEFINISI PROMOSI KESEHATAN

Promosi kesehatan/pendidikan kesehatan merupakan cabang dari ilmu kesehatan yang


mempunyai dua sisi, yakni sisi ilmu dan sisi seni. Dilihat dari sisi seni, yakni praktisi atau
aplikasi pendidikan kesehatan adalah merupakan penunjang bagi program-program kesehatan
lain. Ini artinya bahwa setiap program kesehatan yang telah ada misalnya pemberantasan
penyakit menular/tidak menular, program perbaikan gizi, perbaikan sanitasi lingkungan, upaya
kesehatan ibu dan anak, program pelayanan kesehatan dan lain sebagainya sangat perlu ditunjang
serta didukung oleh adanya promosi kesehatan.

Promosi kesehatan bukanlah hanya proses penyadaran masyarakat atau pemberian dan
peningkatan pengetahuan masyarakat tentang kesehatan semata, akan tetapi di dalamnya terdapat
usaha untuk dapat memfasilitasi dalam rangka perubahan perilaku masyarakat. Dalam hal ini
organisasi kesehatan dunia WHO telah merumuskan suatu bentuk definisi mengenai promosi
kesehatan :

“ Health promotion is the process of enabling people to increase control over, and improve, their
health. To reach a state of complete physical, mental, and social, well-being, an individual or
group must be able to identify and realize aspirations, to satisfy needs, and to change or cope
with the environment “. (Ottawa Charter,1986).

Jadi, dapat disimpulkan dari kutipan tersebut diatas bahwa Promosi Kesehatan adalah proses
untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Selain itu untuk mencapai derajat kesehatan yang sempurna, baik fisik, mental,
dan sosial, maka masyarakat harus mampu mengenal serta mewujudkan aspirasinya,
kebutuhannya, dan mampu mengubah atau mengatasi lingkungannya (lingkungan fisik, sosial
budaya dan sebagainya).
Selanjutnya, Australian Health Foundation merumuskan batasan lain pada promosi kesehatan
sebagai berikut :

“ Health promotion is programs are design to bring about “change”within people, organization,
communities, and their environment ”.

Artinya bahwa promosi kesehatan adalah program-program kesehatan yang dirancang untuk
membawa perubahan (perbaikan), baik di dalam masyarakat sendiri, maupun dalam organisasi
dan lingkungannya.

Dengan demikian bahwa promosi kesehatan adalah kombinasi berbagai dukungan menyangkut
pendidikan, organisasi, kebijakan dan peraturan perundangan untuk perubahan lingkungan dan
perilaku yang menguntungkan kesehatan (Green dan Ottoson,1998). Promosi kesehatan
merupakan proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat; Artinya proses pemberdayaan tersebut dilakukan melalui kelompok-kelompok
potensial di masyarakat, bahkan semua komponen masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut
juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosial budaya setempat. Proses pembelajaran
tersebut juga dibarengi dengan upaya mempengaruhi lingkungan, baik lingkungan fisik termasuk
kebijakan dan peraturan perundangan.

RUANG LINGKUP PROMOSI KESEHATAN

Secara sederhana ruang lingkup promosi kesehatan diantaranya sebagai berikut :

1. Promosi kesehatan mencakup pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya


pada perubahan/perbaikan perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.

2. Promosi kesehatan mencakup pemasaran sosial (social marketing), yang penekanannya pada
pengenalan produk/jasa melalui kampanye.

3. Promosi kesehatan adalah upaya penyuluhan (upaya komunikasi dan informasi) yang
tekanannya pada penyebaran informasi.

4. Promosi kesehatan merupakan upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

5. Promosi kesehatan mencakup upaya advokasi di bidang kesehatan, yaitu upaya untuk
mempengaruhi lingkungan atau pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan
kesehatan (melalui upaya legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan suasana dan lain-lain di
berbagai bidang /sektor, sesuai keadaan).

6. Promosi kesehatan adalah juga pengorganisasian masyarakat (community organization),


pengembangan masyarakat (community development), penggerakan masyarakat (social
mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dll.
Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Menurut Prof.Dr. Soekidjo Notoadmodjo, ruang lingkup
promosi kesehatan dapat dilihat dari 2 dimensi yaitu: a).dimensi aspek pelayanan kesehatan, dan
b).dimensi tatanan (setting) atau tempat pelaksanaan promosi kesehatan.

1. Ruang Lingkup Berdasarkan Aspek Kesehatan

Secara umum bahwa kesehatan masyarakat itu mencakup 4 aspek pokok, yakni: promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Sedangkan ahli lainnya membagi menjadi dua aspek, yakni :

a. Aspek promotif dengan sasaran kelompok orang sehat, dan

b. Aspek preventif (pencegahan) dan kuratif (penyembuhan) dengan sasaran kelompok orang
yang memiliki resiko tinggi terhadap penyakit dan kelompok yang sakit.

Dengan demikian maka ruang lingkup promosi kesehatan di kelompok menjadi dua yaitu :

a. Pendidikan kesehatan pada aspek promotif.

b. Pendidikan kesehatan pada aspek pencegahan dan penyembuhan.

2. Ruang Lingkup Promosi Kesehatan Berdasarkan Tatanan Pelaksanaan

Ruang lingkup promosi kesehatan ini dikelompokkan menjadi :

a. Promosi kesehatan pada tatanan keluarga (rumah tangga).

b. Pendidikan kesehatan pada tatanan sekolah.

c. Pendidikan kesehatan di tempat kerja.

d. Pendidikan kesehatan di tempat-tempat umum.

e. Pendidikan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan.

3. Ruang Lingkup Berdasarkan Tingkat Pelayanan

Pada ruang lingkup tingkat pelayanan kesehatan promosi kesehatan dapat dilakukan berdasarkan
lima tingkat pencegahan (five level of prevention) dari Leavel and Clark.

a. Promosi Kesehatan.

b. Perlindungan khusus (specific protection).

c. Diagnosis dini dan pengobatan segera (early diagnosis and prompt treatment).

d. Pembatasan cacat (disability limitation)


e. Rehabilitasi (rehabilitation).

VISI DAN MISI PROMOSI KESEHATAN

Perhatian utama dalam promosi kesehatan adalah mengetahui visi serta misi yang jelas. Dalam
konteks promosi kesehatan “ Visi “ merupakan sesuatu atau apa yang ingin dicapai dalam
promosi kesehatan sebagai salah satu bentuk penunjang program-program kesehatan lainnya.
Tentunya akan mudah dipahami bahwa visi dari promosi kesehatan tidak akan terlepas dari
koridor Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 tahun 1992 serta organisasi kesehatan dunia
WHO (World Health Organization).

Adapun visi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memelihara dan meningkatkan derajat


kesehatan, baik fisik, mental, dan sosialnya sehingga produktif secara ekonomi maupun sosial.

2. Pendidikan kesehatan disemua program kesehatan, baik pemberantasan penyakit menular,


sanitasi lingkungan, gizi masyarakat, pelayanan kesehatan, maupun program kesehatan lainnya
dan bermuara pada kemampuan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan individu, kelompok,
maupun masyarakat.

Dalam mencapai visi dari promosi kesehatan diperlukan adanya suatu upaya yang harus
dilakukan dan lebih dikenal dengan istilah “ Misi ”. Misi promosi kesehatan merupakan upaya
yang harus dilakukan dan mempunyai keterkaitan dalam pencapaian suatu visi.

Secara umum Misi dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut :

1. Advokasi (Advocation)

Advokasi merupakan perangkat kegiatan yang terencana yang ditujukan kepada para penentu
kebijakan dalam rangka mendukung suatu isyu kebijakan yang spesifik. Dalam hal ini kegiatan
advokasi merupakan suatu upaya untuk mempengaruhi para pembuat keputusan (decission
maker) agar dapat mempercayai dan meyakini bahwa program kesehatan yang ditawarkan perlu
mendapat dukungan melalui kebijakan atau keputusan-keputusan.

2. Menjembatani (Mediate)

Kegiatan pelaksanaan program-program kesehatan perlu adanya suatu kerjasama dengan


program lain di lingkungan kesehatan, maupun lintas sektor yang terkait. Untuk itu perlu adanya
suatu jembatan dan menjalin suatu kemitraan (partnership) dengan berbagai program dan sektor-
sektor yang memiliki kaitannya dengan kesehatan. Karenanya masalah kesehatan tidak hanya
dapat diatasi oleh sektor kesehatan sendiri, melainkan semua pihak juga perlu peduli terhadap
masalah kesehatan tersebut. Oleh karena itu promosi kesehatan memiliki peran yang penting
dalam mewujudkan kerjasama atau kemitraan ini.

3. Kemampuan/Keterampilan (Enable)
Masyarakat diberikan suatu keterampilan agar mereka mampu dan memelihara serta
meningkatkan kesehatannya secara mandiri. Adapun tujuan dari pemberian keterampilan kepada
masyarakat adalah dalam rangka meningkatkan pendapatan keluarga sehingga diharapkan
dengan peningkatan ekonomi keluarga, maka kemapuan dalam pemeliharaan dan peningkatan
kesehatan keluarga akan meningkat.

STRATEGI PROMOSI KESEHATAN

Strategi merupakan cara untuk mencapai/mewujudkan visi dan misi pendidikan/promosi


kesehatan tersebut secara efektif dan efisien. Berikut adalah beberapa strategi yang dapat
dilakukan dalam promosi kesehatan :

1. Strategi Global (Global Strategy)

* Advokasi (advocacy)

* Dukungan sosial (social support)

* Pemberdayaan masyarakat (empowerment)

2. Strategi Promosi Kesehatan Berdasarkan Piagam Ottawa (Ottawa Charter)

Konfrensi internasional promosi kesehatan di Ottawa-Canada tahun 1986 telah menghasilkan


Piagam Ottawa (Ottawa Charter), dan salah satunya adalah rumusan strategi promosi kesehatan
yang telah dikelompokkan menjadi lima bagian diantaranya :

* Kebijakan berwawasan kesehatan (healthy public policy).

* Lingkungan yang medukung (supportive environment)

* Reorientasi pelayanan kesehatan (reorient health service).

* Keterampilan individu (personal skill).

* Gerakan masyarakat (community action).

SASARAN PROMOSI KESEHATAN

Berdasarklan pentahapan upaya promosi kesehatan, maka sasaran dibagi dalam tiga kelompok
sasaran, yaitu :

1. Sasaran Primer (primary target)


Sasaran umumnya adalah masyarakat yang dapat dikelompokkan menjadi, kepala keluarga untuk
masalah kesehatan umum, Ibu hamil dan menyusui anak untuk masalah KIA (Kesehatan Ibu dan
Anak) serta anak sekolah untuk kesehatan remaja dan lain sebagianya. Sasaran promosi ini
sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat (empowerment).

2. Sasaran Sekunder (secondary target)

Sasaran sekunder dalam promosi kesehatan adalah tokoh-tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh
adat, serta orang-orang yang memiliki kaitan serta berpengaruh penting dalam kegiatan promosi
kesehatan, dengan harapan setelah diberikan promosi kesehatan maka masyarakat tersebut akan
dapat kembali memberikan atau kembali menyampaikan promosi kesehatan pada lingkungan
masyarakat sekitarnya.

Tokoh masyarakat yang telah mendapatkan promosi kesehatan diharapkan pula agar dapat
menjadi model dalam perilaku hidup sehat untuk masyarakat sekitarnya.

3. Sasaran Tersier (tertiary target)

Adapun yang menjadi sasaran tersier dalam promosi kesehatan adalah pembuat keputusan
(decission maker) atau penentu kebijakan (policy maker). Hal ini dilakukan dengan suatu
harapan agar kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok tersebut akan
memiliki efek/dampak serta pengaruh bagi sasaran sekunder maupun sasaran primer dan usaha
ini sejalan dengan strategi advokasi (advocacy)

STRATEGI PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS)

Ditinjau dari prinsip-prinsip yang dapat dipelajari dalam promosi kesehatan, pada pertengahan
tahun 1995 dikembangkanlah strategi atau upaya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS), sebagai suatu bentuk operasional setidaknya merupakan embrio promosi kesehatan di
Indonesia. Strategi tersebut dikembangkan dalam pertemuan baik internal, pusat penyuluhan
kesehatan maupun eksternal secara lintas program dan lintas sektor, termasuk dengan organisasi
profesi, FKM UI dan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Adapun beberapa hal yang disarikan tentang pokok-pokok promosi kesehatan (health promotion)
atau PHBS yang merupakan embrio promosi kesehatan di Indonesia ini adalah bahwa:

1. Promosi Kesehatan (Health Promotion), yang diberi definisi: Proses pemberdayaan


masyarakat untuk memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya (the process of
enabling people to control over and improve their health), lebih luas dari Pendidikan atau
Penyuluhan Kesehatan. Promosi Kesehatan meliputi Pendidikan/ Penyuluhan Kesehatan, dan di
pihak lain Penyuluh/Pendidikan Kesehatan merupakan bagian penting (core) dari Promosi
Kesehatan.

2. Pendidikan/Penyuluhan Kesehatan (dapat dikatakan) menekankan pada upaya perubahan atau


perbaikan perilaku kesehatan. Promosi Kesehatan adalah upaya perubahan/perbaikan perilaku di
bidang kesehatan disertai dengan upaya mempengaruhi lingkungan atau hal-hal lain yang sangat
berpengaruh terhadap perbaikan perilaku dan kualitas kesehatan.

3. Promosi Kesehatan juga berarti upaya yang bersifat promotif (peningkatan) sebagai perpaduan
dari upaya preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan) dan rehabilitatif (pemulihan) dalam
rangkaian upaya kesehatan yang komprehensif. Promosi Kesehatan juga merupakan upaya untuk
menjajakan, memasarkan atau menjual yang bersifat persuasif, karena sesungguhnya
“kesehatan” merupakan “sesuatu” yang sangat layak jual, karena sangat perlu dan dibutuhkan
setiap orang dan masyarakat.

4. Pendidikan/penyuluhan kesehatan menekankan pada pendekatan edukatif, sedangkan pada


promosi kesehatan, selain tetap menekankan pentingnya pendekatan edukatif yang banyak
dilakukan pada tingkat masyarakat di strata primer (di promosi kesehatan selanjutnya digunakan
istilah gerakan pemberdayaan masyarakat), perlu dibarengi atau didahului dengan upaya
advokasi, terutama untuk strata tertier (yaitu para pembuat keputusan atau kebijakan) dan bina
suasana (social support), khususnya untuk strata sekunder (yaitu mereka yang dikategorikan
sebagai para pembuat opini). Maka dikenalah strategi ABG, yaitu Advokasi, Bina Suasana dan
Gerakan/pemberdayaan Masyarakat.

5. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan, masalah diangkat dari apa yang ditemui atau dikenali
masyarakat (yaitu masalah kesehatan atau masalah apa saja yang dirasa penting/perlu diatasi oleh
masyarakat); Pada PHBS, masyarakat diharapkan dapat mengenali perilaku hidup sehat, yang
ditandai dengan sekitar 10 perilaku sehat (health oriented). Masyarakat diajak untuk
mengidentifikasi apa dan bagaimana hidup bersih dan sehat, kemudian mengenali keadaan diri
dan lingkungannya serta mengukurnya seberapa sehatkah diri dan lingkungannya itu. Pendekatan
ini kemudian searah dengan paradigma sehat, yang salah satu dari tiga pilar utamanya adalah
perilaku hidup sehat.

6. Pada pendidikan/penyuluhan kesehatan yang menonjol adalah pendekatan di masyarakat


(melalui pendekatan edukatif), sedangkan pada PHBS/promosi kesehatan dikembangkan adanya
5 tatanan: yaitu di rumah/tempat tinggal (where we live), di sekolah (where we learn), di tempat
kerja (where we work), di tempat-tempat umum (where we play and do everything) dan di sarana
kesehatan (where we get health services). Dari sini dikembangkan kriteria rumah sehat, sekolah
sehat, tempat kerja sehat, tempat umum sehat, dan lain-lain yang mengarah pada kawasan sehat
seperti : desa sehat, kota sehat, kabupaten sehat, sampai ke Indonesia Sehat.

7. Pada promosi kesehatan, peran kemitraan lebih ditekankan lagi, yang dilandasi oleh kesamaan
(equity), keterbukaan (transparancy) dan saling memberi manfaat (mutual benefit). Kemitraan ini
dikembangkan antara pemerintah dengan masyarakat termasuk swasta dan Lembaga Swadaya
Masyarakat, juga secara lintas program dan lintas sektor.

8. Sebagaimana pada Pendidikan dan Penyuluhan, Promosi Kesehatan sebenarnya juga lebih
menekankan pada proses atau upaya, dengan tanpa mengecilkan arti hasil apalagi dampak
kegiatan. Jadi sebenarnya sangat susah untuk mengukur hasil kegiatan, yaitu perubahan atau
peningkatan perilaku individu dan masyarakat. Yang lebih sesuai untuk diukur: adalah mutu dan
frekwensi kegiatan seperti: advokasi, bina suasana, gerakan sehat masyarakat, dan lain-lain.
Karena dituntut untuk dapat mengukur hasil kegiatannya, maka promosi kesehatan mengaitkan
hasil kegiatan tersebut pada jumlah tatanan sehat, seperti: rumah sehat, sekolah sehat, tempat
kerja sehat, dan seterusnya.

Anda mungkin juga menyukai