GROSS HEMATURIA
Di Susun Oleh :
Dewi Nur Oktaviani (113120010)
B. ETIOLOGI
Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di
dalam sistem urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem
urogenitalia. Penyebab paling umum dari hematuria pada populasi orang
dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran
prostat jinak, dan keganasan dalam urologi. Namun, diferensial lengkap
sangat luas, beberapa insiden khusus kondisi yang berhubungan dengan
hematuria bervariasi dengan umur pasien, jenis hematuria (gross atau
mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan adanya faktor risiko keganasan.
Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria mikroskopis
dan sampai dengan 40% pasien dengan gross hematuria ditemukan pada
neoplasma dari urinary tract. genitourinari. Sebaliknya, pada hingga 40%
pasien dengan asimptomatik mikrohematuria, sulit di identifikasikan
penyebabnya. Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan hematuria yang
tidak jelas penyebabnya dari tingkat mana pun dan mampu
mempertimbangkan kemungkinan suatu keganasan.
C. PATOFISIOLOGI
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma, dibedakan
glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang neflogi dan
urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria glomerulus. Pada
keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada urin. Adanya
eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau perubahan
struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal.
Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada perempuan
harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya menstruasi, adanya
laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki apakah disirkumsisi
atau tidak.
Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder eritrosit,
merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit ginjal kronik,
perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding hematuria persisten
antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial atau kelainan urologi.
Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan nefritis tubulointerstisial.
Bila disertai hematuria juga merupakan variasi dari glomerulonefritis. Pada
kelompok faktor resiko penyakit ginjal kronik harus di lakukan evaluasi
pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi dini.
Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya adalah
uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji penapisan
yang baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan sendiri oleh pasien
untuk mengikuti perjalanan hematuria selama pengobatan.
D. PATHWAY
E. KLASIFIKASI
Ada 3 tipe hematuria, yaitu:
1. Initial hematuria, jika darah yang keluar saat awal kencing.
2. Terminal hematuria, jika darah yang keluar saat akhir kencing. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh adanya tekanan pada akhir kencing yang
membuat pembuluh darah kecil melebar.
3. Total hematuria, jika darah keluar dari awal hingga akhir kencing. Hal
ini kemungkinan akibat darah sudah berkumpul dari salah satu organ
seperti ureter atau ginjal.
F. MANIFESTASI KLINIS
1. Urin yang disertai darah
2. Nyeri pada flank area (diantara iga dan panggul), punggung, perut bawah
atau kemaluan
3. Nyeri atau rasa panas saat berkemih
4. Demam
5. Mual dan muntah
6. Berat badan menurun
7. Kehilangan nafsu makan
8. Sering berkemih
9. Anyang-anyangan
10. Sensasi terbakar pada saat buang air kecil
11. Urin berwarna kelabu oleh karena adanya nanah dalam urin
G. KOMPLIKASI
1. Retensi urin
2. Infeksi
3. Anemia
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin,
ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam yang
mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali yang
dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar kalsium,
fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila terdapat
kemungkinan urolithiasis.
2. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik,
bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah
kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun non
glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan proses
mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik, trombosis
vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan terakhir, adanya
autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif, adanya
antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem.
Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi
trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit (SLE,
purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik, trombosis
vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal pada
perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan
glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan lokasi
hematuria.
3. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya
infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan pH
urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam urat.
4. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya keganasan
sel-sel urotelial.
5. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus
hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi ginjal.
Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari ginjal
sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan. Pemeriksaan
ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan bawaan saluran
kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta beberapa penyakit
infeksi saluran kemih.
6. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan prostat
(padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum, penyakit
kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih dan uretra,
bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui adanya
metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih sangat
berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen, nyeri
pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap normal,
disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit serum.
7. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk
pemeriksaan prostat dan buli-buli
8. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk
menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena
lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat
dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.
9. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya setelah
obstruksi dihilangkan
10. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan
gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
11. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan
antara isi dan tekanan di buli-buli
12. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika
pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab
hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)
I. PENATALAKSANAAN
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan retensi
urine, coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan memakai
cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil, pasien
secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah transuretra dan
sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi eksanguinasi yang
menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian transfusi darah. Demikian
juga jika terjadi infeksi harus diberikan antibiotika. (Mellisa C Stoppler,
2010) . Setelah hematuria dapat ditanggulangi, tindakan selanjutnya adalah
mencari penyebabnya dan selanjutnya menyelesaikan masalah primer
penyebab hematuria. (Mellisa C Stoppler, 2010)
Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya
tergantung pada penyebabnya:
1. Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.
2. Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat
dilakukan ESWL atau pembedahan.
3. Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.
4. Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker, atau
kemoterapi.
J. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir
bersamaan dengan sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal,
edema terkait dengan sindrom nefrotik, massa perut atau panggul teraba
menyarankan ginjal neoplasma, dan adanya nyeri ketok kostovertebral
atau nyeri tekan suprapubik berhubungan dengan infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan nodularitas prostat
atau pembesaran sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin
merupakan manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan
anemia mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar.
Ditemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk
adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik.
a. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan
anemia.
b. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan
hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.
c. Cachexia mungkin menunjukkan keganasan.
d. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh
pielonefritis atau dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
e. Nyeri suprapubik sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi,
radiasi, atau obat sitotoksik.
f. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih
diisi dengan 200 mL urin percussible. Dalam retensi urin akut,
biasanya terlihat dalam kasus-kasus BPH atau obstruksi oleh bekuan,
kandung kemih bisa diraba dan dapat dirasakan hingga tingkat
umbilikus.
g. Palpasi bimanual pada ginjal perlu diperhatikan adanya pembesaran
ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal. Massa pada
suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi bekuan darah pada
buli-buli.
h. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai
mengetahui adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma
prostat. Setelah prostatektomi enukleasi maupun endoskopik, simpai
prostat dibiarkan sehingga pada colok dubur memberikan kesan
prostat masih membesar. Lobus medial prostat yang mungkin
menonjol ke kandung kemih umumnya tidak dapat dicapai dengan
jari. Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan perubahan
konsistensi setempat. Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum
transrektal.
i. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu
dibuat dari karet dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung
kateter dibuat dalam berbagai bentuk supaya tidak dapat tercabut;
yang biasa ialah bentuk Foley yang pada ujungnya berbentuk balon
yang dapat dikembangkan. Untuk ukurannya digunakan skala
Charriere, berdasarkan skala Prancis yang menyatakan ukuran
lingkaran di luarnya dan bukan diameternya. Diameter didapat
dengan membagi ukuran Charriere dengan tiga. (Wim de Jong, dkk,
2004).
Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang
terjadi pada saat episode hematuria, antara lain:
a. Bagaimanakah warna urine yang keluar?
b. Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
c. Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
d. Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C Stoppler,
2010)
Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker
urothelial pada pasien dengan hematuria mikroskopis
a. Riwayat merokok
b. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau
aromatic amine)
c. Riwayat gross hematuria sebelumnya
d. Usia di atas 40 tahun
e. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi
saluran kemih
f. Penyalahgunaan analgetik
g. Riwayat radiasi panggul.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
b. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan trauma bladder ditandai
dengan hematuria
c. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan mekanisme
pertahanan primer
d. Resiko cedera berhubungan dengan penurunan Hb
e. Cemas berhubungan dengan krisis situasional
Diagnosa Keperawatan/ Rencana keperawatan
Masalah Kolaborasi Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
- Insomnia Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat diagnosis, tindakan prognosis
- Kontak mata kurang aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Moore L Keith, Anne M. 2003. Anatomi klinis Dasar.Jakarta: Hipocrates
Setyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam (edisi keempat). Jakarta.
Departememen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta: EGC
Junqueir, Luiz carlos. 2007. Histologi Dasar teks dan atlas. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi. Jakarta: Sagung Seto
Silvia and Wilson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.