Anda di halaman 1dari 17

BAB I

KONSEP MEDIS
1. Definisi
Hematuria adalah kehadiran sel-sel darah merah (eritrosit) dalam
urin.
Hematuria adalah didapatkannya sel-sel darah merah di dalam urine.
Penemuan klinis sering di dapatkan pada populasi orang dewasa, dengan
prevalensi yang mulai dari 2,5% menjadi 20,0%. Secara visual
terdapatnya sel-sel darah merah di dalam urine dibedakan dalam 2
keadaan, yaitu:
a. Hematuria makroskopik
Hematuria makroskopik adalah hematuria yang secara kasat
mata dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah, mungkin
tampak pada awal miksi atau pada akhirnya yang berasal dari
daerah posterior uretra atau leher kandung kemih. (Wim de Jong,
dkk, 2004) Hematuria makroskopik yang berlangsung terus
menerus dapat mengancam jiwa karena dapat menimbulkan
penyulit berupa: terbentuknya gumpalan darah yang dapat
menyumbat aliran urine, eksanguinasi sehingga menimbulkan
syok hipovolemik/anemi, dan menimbulkan urosepsis. (Mellisa
C Stoppler, 2010)
b. Hematuria mikroskopik.
Hematuria mikroskopik adalah hematuria yang secara kasat
mata tidak dapat dilihat sebagai urine yang berwarna merah
tetapi pada pemeriksaan mikroskopik diketemukan lebih dari 2
sel darah merah per lapangan pandang. (Mellisa C Stoppler,
2010).

2. Etiologi

Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di


dalam sistem urogenitalia atau kelainan yang berada di luar sistem
urogenitalia. Penyebab paling umum dari hematuria pada populasi orang
dewasa termasuk saluran kemih infeksi, batu saluran kemih, pembesaran
prostat jinak, dan keganasan dalam urologi.Namun, diferensial lengkap
sangat luas, beberapa insiden khusus kondisi yang berhubungan dengan
hematuria bervariasi dengan umur pasien, jenis hematuria (gross atau
mikroskopis, gejala atau tanpa gejala), dan adanya faktor risiko
keganasan.
Secara keseluruhan, sekitar 5% pasien dengan hematuria
mikroskopis dan sampai dengan 40% pasien dengan gross hematuria
ditemukan pada neoplasma dari urinary tract.genitourinari. Sebaliknya,
pada hingga 40% pasien dengan asimptomatik mikrohematuria, sulit di
identifikasikan penyebabnya.
Akibatnya, dokter harus mempertimbangkan hematuria yang tidak
jelas penyebabnya dari tingkat mana pun dan mampu mempertimbangkan
kemungkinan suatu keganasan. Beberapa penyebab terjadinya darah
dalam urin (hematuria) adalah:
a. Batu ginjal (atau kencing batu)
b. Kanker kandung kemih
c. Karsinoma sel ginjal, kadang-kadang disertai perdarahan
d. Infeksi saluran kemih dengan beberapa spesies termasuk
bakteri strain EPEC dan Staphylococcus saprophyticus.
e. Alergi mungkin jarang menyebabkan hematuria gross episodic
pada anak-anak.
f. Obat-obatan umum yang dapat menyebabkan darah pada kemih
diantaranya aspirin, penisilin, heparin obat cyclophosphamide
anti-kanker.
g. Cedera ginjal pukulan atau cedera lain untuk ginjal anda dari
hasil kecelakaan atau olahraga dapat menyebabkan hematuria.
3. Patofisiologi
Berdasarkan lokasi yang mengalami kelainan atau trauma,
dibedakan glomerulus dan ekstra glomerulus untuk memisahkan bidang
neflogi dan urologi. Darah yang berasal dari nefron disebut hematuria
glomerulus. Pada keadaan normal, sel darah merah jarang ditemukan pada
2

urin. Adanya eritrosit pada urin dapat terjadi pada kelainan hereditas atau
perubahan struktur glomerulus dan integritas kapiler yang abnormal.
Perlu diperhatikan dalam pengambilan contoh urine: pada
perempuan harus disingkirkan penyebab hematuria lain misalnya
menstruasi, adanya laserasi pada organ genitalia, sedangkan pada laki-laki
apakah disirkumsisi atau tidak.
Bila pada urinalisis ditemukan eritrosit, leukosit dan silinder
eritrosit, merupakan tanda sugestif penyakit ginjal akut atau penyakit
ginjal kronik, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut. Diagnosis banding
hematuria persisten antara lain glomerulonefritis, nefritis tubulointerstisial
atau kelainan urologi. Adanya silinder leukosit, leukosituria menandakan
nefritis tubulointerstisial. Bila disertai hematuria juga merupakan variasi
dari glomerulonefritis. Pada kelompok faktor resiko penyakit ginjal
kronik harus di lakukan evaluasi pemeriksaan sedimen urin untuk deteksi
dini.
Sebagai prosedur diagnostic pada penyakit ginjal salah satunya
adalah uji dipstick untuk mengetahui adanya darah samar merupakan uji
penapisan yang baik untuk hematuria. Uji dipstick mudah dilakukan
sendiri oleh pasien untuk mengikuti perjalanan hematuria selama
pengobatan.

4. Manifestasi Klinis
Terjadi retensi urin akibat sumbatan di vesika urinaria oleh bekuan
darah. Tanda-tanda yang jelas terlihat dari hematuria adalah berubahnya
warna urine menjadi merah muda, kemerahan, atau kecokelatan karena
mengandung sel darah merah. Umumnya hematuria tidak terasa sakit.
Tapi jika muncul darah yang menggumpal bersama dengan urine, kondisi
ini akan menjadi menyakitkan.

Beberapa kasus hematuria memang tidak disertai gejala lain sama


sekali. Namun ada juga yang mengalami lebih dari hematuria. Gejalagejala yang menyertai hematuria akan tergantung pada penyebab
dasarnya.
Berikut adalah gejala-gejala lain yang mungkin ada:
a. Perih saat buang air kecil
b. Frekuensi buang air kecil yang meningkat
c. Sakit pada perut bagian bawah
d. Kesulitan buang air kecil
e. Rasa sakit di punggung bagian bawah
5. Komplikasi
a. Retensi urin
Retensi urin adalah kesulitan berkemih atau miksi karena kegagalan
mengeluarkan urin dari kandung kemih atau akibat ketidak-mampuan
kandung kemih untuk mengosongkan kandung kemih sehingga
menyebabkan distensi kandung kemih atau keadaan ketika seseorang
mengalami pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap.
b. Infeksi
infeksi bisa terjadi pada saluran kemih, kandung kemih, atau pada
ginjal. Infeksi dapat terjadi ketika bakteri bergerak naik ke uretra,
yaitu saluran yang membawa urin dari kandung kemih untuk
dikeluarkan dari tubuh. Infeksi juga bisa menyebar atau berpindah ke
kandung kemih, bahkan hingga ke ginjal. Biasanya kondisi ini akan
menimbulkan rasa sakit dan keinginan untuk selalu buang air besar.
c. Anemia
Anemia adalah suatu kondisi dimana terjadi penurunan kadar
hemoglobin (Hb) atau sel darah merah (eritrosit) sehingga
menyebabkan penurunan kapasitas sel darah merah dalam membawa
oksigen (Badan POM, 2011).
6. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan darah yang dilakukan yakni penentuan kadar kreatinin,
ureum dan elektrolit untuk mengetahui faal ginjal; fosfatase asam
yang mungkin meningkat pada metastase prostat, dan fosfatase alkali
yang dapat meningkat pada setiap jenis metastase tulang. Kadar
kalsium, fosfat, asam urat dan hormon paratiroid ditentukan bila
4

terdapat kemungkinan urolithiasis.


b. Pemeriksaan urine dilakukan untuk pemeriksaan mikroskopik,
bakteriologik dan sitologik. Pemeriksaan urinalisis dapat mengarah
kepada hematuria yang disebabkan oleh faktor glomeruler ataupun
non glomeruler. Pemeriksaan hapusan darah tepi dapat menunjukkan
proses mikroangiopati yang sesuai dengan sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal, vaskulitis, atau SLE. Pada keadaan terakhir,
adanya autoantibodi dapat ditunjukkan dengan reaksi Coombs positif,
adanya antibodi antinuclear, leukopenia dan penyakit multisistem.
Trombositopenia dapat diakibatkan oleh berkurangnya produksi
trombosit (pada keganasan) atau peningkatan konsumsi trombosit
(SLE, purpura trombositopenik idiopatik, sindrom hemolitik-uremik,
trombosis vena ginjal). Walaupun morfologi SDM urin dapat normal
pada perdarahan saluran kemih bawah dan dismorfik pada perdarahan
glomerular, morfologi sel tidak secara pasti berhubungan dengan
lokasi hematuria.
c. Pada pemeriksaan pH urine yang sangat alkalis menandakan adanya
infeksi organisme pemecah urea di dalam saluran kemih, sedangkan
pH urine yang sangat asam mungkin berhubungan dengan batu asam
urat.
d. Sitologi urine diperlukan untuk mencari kemungkinan adanya
keganasan sel-sel urotelial.
e. IVP adalah pemeriksaan rutin yang dianjurkan pada setiap kasus
hematuria & sering digunakan untuk menentukan fungsi ekskresi
ginjal. Umumnya, menghasilkan gambaran terang saluran kemih dari
ginjal sampai dengan kandung kemih, asal faal ginjal memuaskan.
Pemeriksaan ini dapat menilai adanya batu saluran kemih, kelainan
bawaan saluran kemih, tumor urotelium, trauma saluran kemih, serta
beberapa penyakit infeksi saluran kemih.
f. USG berguna untuk menetukan letak dan sifat massa ginjal dan
prostat (padat atau kista), adanya batu atau lebarnya lumen pyelum,
penyakit kistik, hidronefrosis, atau urolitiasis ureter, kandung kemih

dan uretra, bekuan darah pada buli-buli/pielum, dan untuk mengetahui


adanya metastasis tumor di hepar. Ultrasonografi dari saluran kemih
sangat berguna pada pasien dengan hematuria berat, nyeri abdomen,
nyeri pinggang, atau trauma. Jika hasil penelitian awal ini tetap
normal, disarankan dilakukan pemeriksaan kreatinin dan elektrolit
serum.
g. Endoultrasonografi, yaitu ekografi transurethral sangat berguna untuk
pemeriksaan prostat dan buli-buli
h. Arteriografi dilakukan bila ditemukan tumor ginjal nonkista untuk
menilai vaskularisasinya walaupun sering digunakan CT-Scan karena
lebih aman dan informative. Bagian atas saluran kemih dapat dilihat
dengan cara uretrografi retrograd atau punksi perkutan.

i. Payaran radionuklir digunakan untuk menilai faal ginjal, misalnya


setelah obstruksi dihilangkan.
j. Pemeriksaan endoskopi uretra dan kandung kemih memberikan
gambaran jelas dan kesempatan untuk mengadakan biopsy
k. Sistometrografi biasanya digunakan untuk menentukan perbandingan
antara isi dan tekanan di buli-buli
l. Sistoskopi atau sisto-uretero-renoskopi (URS) dikerjakan jika
pemeriksaan penunjang di atas belum dapat menyimpulkan penyebab
hematuria. (Wim de Jong, dkk, 2004)
7. Penatalaksanaan
Jika terdapat gumpalan darah pada buli-buli yang menimbulkan
retensi urine, coba dilakukan kateterisasi dan pembilasan buli-buli dengan
memakai cairan garam fisiologis, tetapi jika tindakan ini tidak berhasil,
pasien secepatnya dirujuk untuk menjalani evakuasi bekuan darah
transuretra dan sekaligus menghentikan sumber perdarahan. Jika terjadi
eksanguinasi yang menyebabkan anemia, harus dipikirkan pemberian
transfusi darah. Demikian juga jika terjadi infeksi harus diberikan
antibiotika. (Mellisa C Stoppler, 2010).
6

Tidak ada pengobatan spesifik untuk hematuria. Pengobatannya


tergantung pada penyebabnya:
a. Infeksi saluran kemih, biasanya diatasi dengan antibiotik.
b. Batu ginjal, dengan banyak minum. Jika batu tetap tidak keluar, dapat
dilakukan ESWL atau pembedahan.
c. Pembesaran prostat, diatasi dengan obat-obatan atau pembedahan.
d. Kanker, dilakukan pembedahan, untuk mengangkat jaringan kanker,
atau kemoterapi.

8. Pencegahan
Pencegahan hematuria tidak mungkin dilakukan, tapi ada beberapa
langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi risikonya. Strategi
pencegahan itu meliputi:
a. Infeksi saluran kemih. Minumlah banyak air, buang air kecil segera
setelah Anda merasakan dorongan dan setelah berhubungan seksual.
Menyeka dari depan dan belakang setelah buang air kecil, dan
menghindari produk kesehatan wanita yang menyebabkan iritasi.
b. Batu ginjal. Untuk membantu menurunkan kemungkinan batu ginjal,
banyaklah minum air dan garam, makanan yang mengandung protein
dan oksalat, seperti bayam dan kelembak.
c. Kanker kandung kemih. Berhentilah merokok, hindari paparan
terhadap bahan kimia dan minum banyak air dapat mengurangi risiko
kanker kandung kemih.
d. Kanker ginjal. Untuk membantu mencegah kanker ginjal, berhentilah
merokok, menjaga berat badan yang sehat, makan makanan sehat,
tetap aktif dan hindari paparan bahan kimia beracun.

BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pemeriksaan fisik harus fokus pada deteksi hipertensi yang hadir
bersamaan dengan sindrom nefritik dan penyakit pembuluh darah ginjal,
edema terkait dengan sindrom nefrotik, massa perut atau panggul teraba
menyarankan ginjal neoplasma, dan adanya nyeri ketok kostovertebral
atau nyeri tekan suprapubik berhubungan dengan infeksi saluran kemih.
Pemeriksaan rektal pada pria dapat mengungkapkan nodularitas prostat
atau pembesaran sebagai penyebab potensial.
Pada pemeriksaan diperhatikan adanya hipertensi yang mungkin
merupakan manifestasi dari suatu penyakit ginjal. Syok hipovolemik dan
anemia mungkin disebabkan karena banyak darah yang keluar.
Ditemukannya tanda-tanda perdarahan di tempat lain adalah petunjuk
adanya kelainan sistem pembekuan darah yang bersifat sistemik.
a. Pucat pada kulit dan konjungtiva sering terlihat pada pasien dengan
anemia.
b. Periorbital, skrotum, dan edema perifer, mungkin menunjukkan
hipoalbuminemia dari glomerulus atau penyakit ginjal.
c. Cachexia mungkin menunjukkan keganasan.
d. Nyeri tekan dari sudut kostovertebral, dapat disebabkan oleh
pielonefritis atau dengan perbesaran massa seperti tumor ginjal.
e. Nyeri suprapubik sistitis, baik yang disebabkan oleh infeksi,
radiasi, atau obat sitotoksik.
f. Kandung kemih tidak teraba ketika didekompresi, kandung kemih
diisi dengan 200 mL urin percussible. Dalam retensi urin akut,
8

biasanya terlihat dalam kasus-kasus BPH atau obstruksi oleh


bekuan, kandung kemih bisa diraba dan dapat dirasakan hingga
tingkat umbilikus.
g. Palpasi bimanual

pada

ginjal

perlu

diperhatikan

adanya

pembesaran ginjal akibat tumor, obstruksi, ataupun infeksi ginjal.


Massa pada suprasimfisis mungkin disebabkan karena retensi
bekuan darah pada buli-buli.
h. Pada colok dubur, ukuran, bentuk dan konsistensi prostat dinilai
mengetahui adanya pembesaran prostat benigna maupun karsinoma
prostat. Setelah prostatektomi enukleasi maupun endoskopik,
simpai prostat dibiarkan sehingga pada colok dubur memberikan
kesan prostat masih membesar. Lobus medial prostat yang mungkin
menonjol ke kandung kemih umumnya tidak dapat dicapai dengan
jari. Karsinoma prostat menyebabkan asimetri dan perubahan
konsistensi setempat. Diagnosis dipastikan melalui biopsy jarum
transrektal.
i. Pemeriksaan dengan menggunakan berbagai kateter yang dahulu
dibuat dari karet dan sekarang lateks, politen atau silicon. Ujung
kateter dibuat dalam berbagai bentuk supaya tidak dapat tercabut;
yang biasa ialah bentuk Foley yang pada ujungnya berbentuk balon
yang dapat dikembangkan. Untuk ukurannya digunakan skala
Charriere, berdasarkan skala Prancis yang menyatakan ukuran
lingkaran di luarnya dan bukan diameternya. Diameter didapat
dengan membagi ukuran Charriere dengan tiga. (Wim de Jong,
dkk, 2004).
Dalam mencari penyebab hematuria perlu dicari data yang terjadi pada
saat episode hematuria, antara lain:
a.
b.
c.
d.

Bagaimanakah warna urine yang keluar?


Apakah diikuti dengan keluarnya bekuan-bekuan darah?
Di bagian manakah pada saat miksi urine berwarna merah?
Apakah diikuti dengan perasaan sakit ? (Mellisa C Stoppler, 2010)

Perlu ditanyakan juga, beberapa faktor risiko untuk kanker


urothelial pada pasien dengan hematuria mikroskopis
a. Riwayat merokok
b. Kerja paparan bahan kimia atau pewarna (benzenes atau aromatic
amine)
c. Riwayat gross hematuria sebelumnya
d. Usia di atas 40 tahun
e. Riwayat gangguan berkemih, nyeri saat berkemih, dan infeksi
saluran kemih
f. Penyalahgunaan analgetik
g. Riwayat radiasi panggul.

2. Diagnosa keperawatan
a.
b.
c.
d.

Nyeri akut
Resiko infeksi
Resiko cedera
Cemas

10

3. Intervensi keperawatan
Diagnosa
Keperawatan/

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil

Intervensi

Masalah
Kolaborasi
Nyeri
akut NOC :
NIC :
Pain Level,
Lakukan pengkajian nyeri secara
berhubungan
pain control,
komprehensif
termasuk
lokasi,
dengan:
comfort level
Agen
injuri
karakteristik,
durasi,
frekuensi,
(biologi,
kimia, Setelah dilakukan tinfakan keperawatan kualitas dan faktor presipitasi
fisik, psikologis), selama . Pasien tidak mengalami Observasi reaksi nonverbal dari
kerusakan jaringan nyeri, dengan kriteria hasil:
Mampu
mengontrol
nyeri
(tahu
DS:
- Laporan
secara
penyebab nyeri, mampu menggunakan

verbal
tehnik
nonfarmakologi
untuk
DO:
mengurangi nyeri, mencari bantuan)
- Posisi
untuk
Melaporkan bahwa nyeri berkurang
menahan nyeri

- Tingkah
laku
dengan menggunakan manajemen
berhati-hati
nyeri

ketidaknyamanan
Bantu pasien dan

keluarga

untuk

mencari dan menemukan dukungan


Kontrol
lingkungan
yang
dapat
mempengaruhi

nyeri

seperti

suhu

ruangan, pencahayaan dan kebisingan


Kurangi faktor presipitasi nyeri
Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
11

tidur Mampu

- Gangguan
(mata

mengenali

nyeri

(skala, Ajarkan

tentang

teknik

non

sayu,

farmakologi: napas dala, relaksasi,


intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
tampak capek, Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin
Berikan analgetik untuk mengurangi
berkurang
sulit
atau
Tanda vital dalam rentang normal
nyeri: ...
gerakan kacau,
Tidak mengalami gangguan tidur
Tingkatkan istirahat
menyeringai)
Berikan informasi tentang nyeri seperti
- Terfokus pada diri
penyebab nyeri, berapa lama nyeri
sendiri
akan
berkurang
dan
antisipasi
- Fokus menyempit
(penurunan
persepsi

waktu,

kerusakan proses

ketidaknyamanan dari prosedur


Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali

berpikir,
penurunan
interaksi dengan
orang

dan

lingkungan)
- Tingkah
laku
distraksi,
contoh : jalanjalan,

menemui

orang

lain

dan/atau
aktivitas,
aktivitas
berulang-ulang)
- Respon autonom
(seperti
diaphoresis,
perubahan
tekanan

darah,

perubahan nafas,

12

nadi dan dilatasi


pupil)
- Perubahan
autonomic dalam
tonus

otot

(mungkin dalam
rentang

dari

lemah ke kaku)
- Tingkah
laku
ekspresif (contoh
:

gelisah,

merintih,
menangis,
waspada,
iritabel,

nafas

panjang/berkeluh
kesah)
- Perubahan

dalam

nafsu makan dan


minum
Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi
Risiko infeksi
Faktor-faktor risiko :
- Prosedur Infasif
- Kerusakan jaringan dan
peningkatan paparan
lingkungan
- Malnutrisi
- Peningkatan paparan
lingkungan patogen
- Imonusupresi
- Tidak adekuat pertahanan
sekunder (penurunan Hb,
Leukopenia, penekanan

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC :
Immune Status
Knowledge : Infection control
Risk control
Setelah
keperawatan

Intervensi
NIC :

Pertahankan teknik aseptif


Batasi pengunjung bila perlu
Cuci tangan setiap sebelum

sesudah tindakan keperawa


tindakan Gunakan baju, sarung
selama pasien
sebagai alat pelindung

dilakukan

tidak mengalami infeksi dengan Ganti letak IV perifer dan dr

sesuai dengan petunjuk um


kriteria hasil:
Klien bebas dari tanda dan Gunakan kateter intermiten
gejala infeksi
Menunjukkan

menurunkan
kemampuan

infeksi

kencing
Tingkatkan intake nutrisi
13

ka

respon inflamasi)
- Penyakit kronik
- Imunosupresi
- Malnutrisi
- Pertahan primer tidak
adekuat (kerusakan kulit,
trauma jaringan, gangguan
peristaltik)

untuk

mencegah

timbulnya

Berikan

infeksi
Jumlah leukosit dalam batas

antibiotik:..........................
Monitor tanda dan gejala i

normal
Menunjukkan

sistemik dan lokal


Pertahankan teknik isolasi
Inspeksi kulit dan me

sehat
Status

imun,

genitourinaria

perilaku

hidup

gastrointestinal,
dalam

batas

normal

mukosa

terhadap

keme

panas, drainase
Monitor adanya luka
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Ajarkan pasien dan ke

tanda dan gejala infeksi


Kaji suhu badan pada
neutropenia setiap 4 jam

Diagnosa Keperawatan/

Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Masalah Kolaborasi
Risiko trauma
NOC :
NIC :
Knowledge : Personal Safety
Environmental Management safety
Faktor-faktor risiko
Safety Behavior : Fall Prevention
Internal:
Safety Behavior : Fall occurance Sediakan lingkungan yang aman
Kelemahan,
penglihatan
Safety Behavior : Physical Injury
untuk pasien
menurun,
penurunan Tissue Integrity: Skin and
Identifikasi
kebutuhan
sensasi taktil, penurunan

Mucous Membran
Setelah
dilakukan
tindakan
koordinasi otot, tanganmata, kurangnya edukasi keperawatan selama.klien tidak
keamanan, keterbelakangan mengalami trauma dengan kriteria
mental
Eksternal:
Lingkungan

hasil:
- pasien terbebas dari trauma fisik

keamanan pasien, sesuai dengan


kondisi fisik dan fungsi kognitif
pasien dan riwayat penyakit

terdahulu pasien
Menghindarkan
yang

lingkungan

berbahaya

(misalnya

memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang

nyaman dan bersih


Membatasi pengunjung
Memberikan penerangan yang

14

cukup
Menganjurkan keluarga untuk

menemani pasien.
Mengontrol lingkungan

kebisingan
Berikan penjelasan pada pasien

dari

dan keluarga atau pengunjung


adanya

perubahan

kesehatan

dan

status
penyebab

penyakit.
Diagnosa Keperawatan/
Rencana keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil
Intervensi
Masalah Kolaborasi
Kecemasan berhubungan NOC :
NIC :
- Kontrol kecemasan
Anxiety Reduction (penurunan
dengan
- Koping
Faktor keturunan, Krisis
kecemasan)
situasional,

Stress, Setelah dilakukan asuhan selama

perubahan status kesehatan, klien

kematian, teratasi dgn kriteria hasil:


Klien mampu mengidentifikasi
perubahan konsep diri,
dan mengungkapkan gejala
kurang pengetahuan dan

menenangkan
Nyatakan dengan jelas harapan

terhadap pelaku pasien


Jelaskan semua prosedur dan

pendekatan

yang

apa yang dirasakan selama

cemas
Mengidentifikasi,

DO/DS:
mengungkapkan
dan
- Insomnia
menunjukkan tehnik untuk
- Kontak mata kurang
- Kurang istirahat
mengontol cemas
- Berfokus pada diri sendiri
Vital sign dalam batas normal
- Iritabilitas
Postur tubuh, ekspresi wajah,
- Takut
bahasa tubuh dan tingkat
- Nyeri perut
- Penurunan TD dan denyut
aktivitas
menunjukkan
nadi
berkurangnya kecemasan
- Diare, mual, kelelahan
- Gangguan tidur
- Gemetar
- Anoreksia, mulut kering
- Peningkatan TD, denyut
nadi, RR

Gunakan

kecemasan

ancaman

hospitalisasi

prosedur
Temani
memberikan

pasien

untuk

keamanan

mengurangi takut
Berikan informasi

dan

faktual

mengenai diagnosis, tindakan

prognosis
Libatkan

mendampingi klien
Instruksikan pada pasien untuk

menggunakan tehnik relaksasi


Dengarkan
dengan
penuh

keluarga

perhatian

15

untuk

- Kesulitan bernafas
- Bingung
- Bloking dalam pembicaraan
- Sulit berkonsentrasi

Identifikasi tingkat kecemasan


Bantu pasien mengenal situasi

yang menimbulkan kecemasan


Dorong
pasien
untuk
mengungkapkan

perasaan,

ketakutan, persepsi
Kelola pemberian obat anti
cemas:........

DAFTAR PUSTAKA
Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
Moore L Keith, Anne M. 2003. Anatomi klinis Dasar.Jakarta: Hipocrates

16

Setyohadi, Bambang (dkk). 2006. Ilmu penyakit Dalam (edisi keempat). Jakarta.
Departememen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan fisiologi untuk pemula.Jakarta: EGC
Junqueir, Luiz carlos. 2007. Histologi Dasar teks dan atlas. Jakarta: EGC.
Purnomo, Basuki B. 2011. Dasar-Dasar Urologi.Jakarta: Sagung Seto
Silvia and Wilson. 2006. Patofisiologi, konsep klinis proses-proses penyakit.
Jakarta: EGC.

17

Anda mungkin juga menyukai