Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

Hematuria yaitu adanya darah dalam urin, merupakan salah satu gejala yang
cukup sering terjadi dan menjadi keluhan utama orang tua pada anaknya yang
mengalami kelainan dalam ginjal dan saluran kemih. Ditemukannya darah dalam
urin adalah keadaan yang tidak normal, baik yang sifatnya makroskopik ( tanpa
menggunakan alat bantu mikroskop) ataupun juga secara mikroskopik.1

Insidensi hematuria yang makroskopik disebutkan berkisar 0.13 % pada anak,


berdasarkan data dari 128.395 anak yang mengujungi poli rawat jalan. Dari
jumlah tersebut, 56 % nya dapat diindentifikasi penyebab sedangkan sisanya tidak
diketahui penyebabnya. Prevalensi hematuria yang mikroskop dikatakan lebih
sering dan lebih bervariasi yang berkisar pada angka 0,37 % - 2 %. 2

Hematuria secara makroskopik biasanya terdeteksi dari penderita atau orang


tau penderita yang melihat langsung perubahan dari warna urin. Secara
mikroskopik , hematuria dapat ditemukan ketika urin diperiksa untuk alasan klinis
tertentu. Untuk hematuria mikroskopis pemeriksaan dipstik, pada urin merupakan
metode paling umum dikarenakan sensitifitas yang tinggi dan mudah digunakan.1,3

Hematuria dikatakan positif jika pada pemeriksaan dipstik urin dijumpai


positif, kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskop dan dijumpai
adanya < 5 sel darah merah pada urin yang disentrifugasi atau < 6 sel darah merah
pada urin yang tidak disentrifugasi. Metode yang baik untuk pemeriksaan
mikroskopik urin membutuhkan 10 cc urin yang baru dikeluarkan dan
disentrifugasi selama 5 menit, kemudian 0,5 cc di sedimen yang sudah terbentuk
diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 X. Pada 20 lapangan
pandang pemeriksaan, sudah dapat dihitung sel darah merah yang dijumpai.1,3

Sel darah merah pada hematuria dapat berasal dari berbagai lokasi di ginjal dan
saluran kemih seperti glomerulus, tubulus ginjal, jaringan intersititial, ureter,

1
kandung kemih dan uretra. Perlu diingat bahwa hematuria bukanlah penyakit
tersendiri, melainkan salah satu gejala dari penyakit. Oleh karena itu, tatalaksana
dan prognosis harus dilihat dari penyakit yang mendasarinya.1,2,3

BAB II

2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Hematuria adalah didapatkan sel darah merah di dalam urine. Sel darah
merah mungkin berasal dari sepanjang saluran kencing, dari glomerulus sampai
uretra distal.3
Sel darah merah (SDM) dalam urin mungkin saja normal secara morfologi
(eumorfik), atau hancur, atau berbentuk tak beraturan (dismorfik). Keberadaan
SDM dismorfik mengarahkan kepada sebuah penyebab glomerular pada SDM.
Hal yang perlu ditegaskan bahwa beberapa spesimen urin menujukkan campuran
dari SDM eumorfik dan dismorfik.4,5

B. Epidemiologi

Insidensi hematuria yang makroskopik disebutkan berkisar 0.13 % pada anak,


berdasarkan data dari 128.395 anak yang mengujungi poli rawat jalan. Dari
jumlah tersebut, 56 % nya dapat diindentifikasi penyebab sedangkan sisanya tidak
diketahui penyebabnya. Prevalensi hematuria yang mikroskop dikatakan lebih
sering dan lebih bervariasi yang berkisar pada angka 0,37 % - 2 %. 1,3

Berdasarkan penelitian dari Greenfield et al, menampilkan dalam 10 tahun


pengalaman dan menemukan bahwa tidak diketahui etiologinya pada 118 dari 342
anak (34 %) di klinik urologi pediatric. Senada dengan penelitian ini, dua
penelitian pada praktek pediatric nefrologi dilaporkan gagal untuk membuat
diagnosis 38 – 44 %.1,3

C. Etiologi

Hematuria dapat disebabkan oleh kelainan-kelainan yang berada di dalam sistem


urogenitalia atau kelainan yang berada di luar urogenitalia. Kelainan yang berasal
dari sistem urogenitalia antara lain : 4,5,6

1. Infeksi/inflamasi : pielonefritis , glomerulonefritis, ureteritis, sistitis dan


uretritis
2. Tumor jinak/ tumor ganas : tumor wilm, tumor Grawitz, tumor pielum,
tumor ureter, tumor buli-buli.

3
3. Kelainan bawaan sistem urogenital : kista ginjal dan ren mobils
4. Trauma yang mencederai sistem urogenitalia
5. Batu saluran kemih

D. Klasifikasi

Hematuria secara makroskopik biasanya terdeteksi dari penderita atau orang


tau penderita yang melihat langsung perubahan dari warna urin. Secara
mikroskopik , hematuria dapat ditemukan ketika urin diperiksa untuk alasan klinis
tertentu. Untuk hematuria mikroskopis pemeriksaan dipstik, pada urin merupakan
metode paling umum dikarenakan sensitifitas yang tinggi dan mudah digunakan.3

Hematuria dikatakan positif jika pada pemeriksaan dipstik urin dijumpai


positif, kemudian dikonfirmasi dengan pemeriksaan mikroskop dan dijumpai
adanya < 5 sel darah merah pada urin yang disentrifugasi atau < 6 sel darah merah
pada urin yang tidak disentrifugasi. Metode yang baik untuk pemeriksaan
mikroskopik urin membutuhkan 10 cc urin yang baru dikeluarkan dan
disentrifugasi selama 5 menit, kemudian 0,5 cc di sedimen yang sudah terbentuk
diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 40 X. Pada 20 lapangan
pandang pemeriksaan, sudah dapat dihitung sel darah merah yang dijumpai.3

1. Hematuria makroskopik

Hematuria makroskopik atau gross hematuria didefinisikan sebagai darah yang


terlihat pada urin tanpa bantuan alat mikroskop. Anak atau orang tua yang
menderita gross hematuria biasanya akan langsung mencari pertolongan medis.
Disebutkan bahwa gross hematuria ini merupakan 1.3 kasus dari 1000 kasus yang
urgent yang datang ke instalasi gawat darurat, dan biasanya kasus hematuria ini
dapat ditemukan penyebabnya.3

Warna urin pada gross hematuria biasanya dapat menggambarkan lokasi


perdarahan. Warna yang agak merah jambu biasanya menggambarkan jumlah
darah merah yang jauh lebih kecil, dan jarang disebabkan oleh kelainan
glomerulus. Pada kelainan glomerulus biasanya urin akan bewarna seperti teh atau
coca cola atau coklat kehitaman atau merah kecoklatan dan tanpa bekuan darah.

4
Penderita dengan warna urin yang merah cerah atau merah terang, biasanya
menggambarkan kelainan pada pembuluh darah atau pada saluran kemih bagian
bawah. Warna urin yang muncul pada saat awal atau akhir berkemih juga bisa
menunjukkan lokasi lesi. Penderita yang melaporkan urin yang berdarah pada saat
awal berkemih menunjukkan adanya lesi pada uretra (urtetritis) dan penderita
yang melaporkan adanya urin yang berdarah pada saat akhir berkemih biasanya
menunjukkan adanya lesi pada kandung kemih (sistitis).3,7,8

Pada glomerulonefritis akut setelah infeksi streptokokkus (glomerulonephritis


acute post streptococcus/GNAPS), kejadian hematuria makroskopis mencapai
frekwensi 31% sampai 93%.5 Penelitian potong lintang di Indonesia terhadap 509
anak dengan usia rata-rata 8.5 tahun menyebutkan bahwa kejadian hematuria
makroskopis pada GNAPS merupakan tanda pada 53.6% penderita. 3

Kelainan glomerulus
Glomerulonefrritis acute (GNAPS)
Nefropathy IgA
Glomerulonefritis membranoproliferatif
Sindroma Alport
Benign familial hematuria
Kelainan sistemik
Purpura Henoch – Scholein
Lupus Eritematosus Sistemik
Sindrom Hemolitik Uremik
Poliarteritis nodosa
Endokarditis bakterial subakut
Hemofilia
Trombositopenia idiopatik purpura
Anemia sel sabit
Leukemia
Kelainan interstitial
Pyelonefritis
Penyakit ginjal polikistik
Trauma ginjal
Batu ginjal
Trombosis vena renalis
Tumor ginjal
Hidronefrosis

5
Hiperkalsiuria idiopatik
Nekrosis papilar
Kelainan dari luar ginjal
Infeksi saluran kemih
Trauma di saluran kemih
Tumor di saluran kemih
Batu di saluran kemih
Benda asing dalam saluran kemih
Kelainan kongenital saluran kemih
Fimosis
Stenosis meatus
Periuretritis

Tanda-tanda lain adalah edema periorbital dan hipertensi. Mikrohematuria


ditemukan pada hampir seluruh penderita. Pada anamnesis, penderita dengan
GNAPS biasanya menyebutkan adanya perubahan mencolok pada warna urinnya,
yang berupa seperti air cucian daging dengan adanya riwayat infeksi tenggorokan
atau infeksi kulit sebelumnya. Penanganan hematuria pada GNAPS tidak
ditujukan secara langsung untuk mengatasi hematurianya, tapi lebih ditujukan
untuk mengatasi hipertensi dan menilai fungsi ginjal. 6 Penilaiaan terhadap nilai
komplemen C3 dilakukan pada tahap awal dan pada 6 – 8 minggu setelah
terjadinya gejala glomerulonefritis. Penanganan awal hematuria makroskopis pada
batu saluran kemih merupakan penanganan terhadap komplikasi yang bisa timbul
berupa pemberian analgetik untuk mengatasi rasa sakit yang timbul. Morfin atau
ketorolac merupakan pilihan sebagai analgetik. Cairan intravena juga diberikan
sebanyak 1.5 – 2 kali jumlah maintenance kecuali ada gagal ginjal dan sumbatan
batu yang penuh (complete obstruction). Penggunaan diuretik terbatas pada anak
dengan batu saluran kemih. Penyakit sistemik pada anak yang bisa menyebabkan
hematuria makroskopis adalah Henoch Schonlein Purpura (HSP). namun dengan
persentase yang lebih kecil dibandingkan dengan kejadian hematuria mikroskopis.
Penelitian di Cina secara restrospektif terhadap 120 anak pada tahun 2007 – 2010
menunjukkan bahwa kejadian hematuria makroskopis pada 5 kasus (4.2%).3,7,8

2. Hematuria Mikroskopik

6
Mikroskopis atau microscopic hematuria secara umum dapat bersifat tanpa
gejala (asimtomatik) dan dengan gejala (simtomatik). Hematuria mikroskopis
yang tanpa gejala biasanya disebabkan oleh keadaan hiperkalsiuria tanpa adanya
gejala batu pada saluran kemih. Jika pada anamnesa dijumpai adanya riwayat
keluarga yang positif dengan batu saluran kemih, maka diperlukan tambahan
anamnesa mengenai intake makanan dengan cermat. Pada sebuah penelitian di
Indianapolis Amerika Serikat pada 342 anak selama 23 tahun, hanya menemukan
20% dari penyebab hematuria mikroskopis. Penyebab terutama dari penelitian ini
adalah adanya hiperkalsiuria tanpa adanya batu (16%) dan dari jumlah tersebut,
20% diantaranya dengan riwayat keluarga yang menderita batu ginjal ataupun
batu saluran kemih. 3,7,8
Hipertensi juga berhubungan dengan hematuria mikroskopis. Pada sebuah
studi potong lintang terhadap 661 anak sekolah di Pakistan menunjukkan bahwa
15% menderita pre-hipertensi dan 3% nya menderita hipertensi dan hematuria
mikroskopis yang diperiksa dengan metode dipstik urin merupakan faktor
independen dengan risk ratio 1. Walaupun penelitian ini mempunyai kelemahan
dengan cara pemeriksaan tekanan darah yang hanya satu kali pemeriksaan dan
penggunaan dipstik urin yang bisa menunjukkan positif palsu dan negatif palsu. 3,8
Penelitian di Nepal sepanjang tahun 2010 hingga Juni 2011 terhadap 2.243
anak usia sekolah yang sehat dengan menggunakan dipstik urin pagi hari
menemukan hematuria yang positif pada 5% anak. Kemudian anak-anak yang
positif hematuria ini diperiksa ulang pada 2 – 4 minggu kemudian dan ditemukan
hematuria yang positif pada 0.4% kasus, dan ditelusuri lebih lanjut dengan hasil
menunjukkan 4 anak dengan lupus nefritis. Peneliti menyimpulkan pentingnya
deteksi dini kelainan ginjal dengan melakukan skrining urin pada anak sekolah
untuk mencegah kelainan ginjal yang lebih lanjut. 3,8
Lupus Eritematosus Sistemik (LES) termasuk salah satu penyakit autoimun
yang bersifat kronik dan melibatkan barbagai organ tubuh termasuk ginjal.
Keterlibatan ginjal pada LES dijumpai pada 50% sampai 70% kasus dan lebih
90% nya akan menggangu ginjal dalam dua tahun pertama setelah diagnosis
ditegakkan. Manifestasi awalnya bisa berupa proteinuria yang minimal, hematuria

7
mikroskopis hingga yang berat seperti hipertensi, edema dan insufisiensi ginjal
atau gagal ginjal akut. 3,8
Keganasan pada anak juga bisa menyebabkan hematuria. Kanker pada anak
yang menyebabkan hematuria disebabkan oleh tumor padat atau tumor tidak padat
seperti nefroblastoma, rhabdomyosarcoma dan leukemia. Laporan kasus dari
Kanada menunjukkan adanya anak usia 6 tahun yang datang ke instalasi gawat
darurat dengan keluhan gross hematuria dan akhirnya didiagnosis dengan
leukemia lymphoblastik akut.15 Rhabomyosarcoma adalah tumor ganas jaringan
lunak pada anak yang umum menyerang daerah kepala, leher dan saluran kemih
pada anak usia dibawah 10 tahun. Gejala klinisnya bisa bervariasi, tapi pada organ
ginjal dan saluran kemih gejala yang bisa timbul adalah gejala obstruksi saluran
kemih, hematuria dan infeksi saluran kemih yang berulang. Namun persentase
kejadian hematuria pada rhabdomyosarcoma tidak diketahui. 3

E. Pendekatan Diagnosis
Hematuria merupakan tanda yang penting dan serius, serta dapat disebabkan oleh
berbagai penyakit. Agar diagnosis penyebab hematuri dapat ditegakkan secara
pasti, diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan terarah meliputi anamnesis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan khusus lainnya, dan
menghindari pemeriksaan yang tidak perlu. 7,8

1) Anamnesis
a) Pada glomerulonefritis akut post streptococcus (GNAPS), sakit tenggorokan
sering mendahului hematuri makroskopik 7 – 14 hari sebelumnya. Keluhan
sakit tenggorokan biasanya menghilang bila hematuri mulai timbul.
Sedangkan pada nefrologi IgA, hematuri makroskopis terjadi selama ISPA
berlangsung dan biasanya menghilang bersamaan dengan redanya ISPA
tersebut.
b) Hematuri makroskopik tanpa rasa nyeri dengan warna urin seperti air cucian
danging (coke colored urine) mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis.

8
Bila urin berwarna merah terang biasanya berkaitan dengan kelainan
nonglomerulus seperti trauma, tumor, kelainan koagulasi, tbc ginjal.
c) Sakit waktu miksi (disuri), sering miksi (polakisuri), ngompol (enuresis),
miksi mendesak (urgency), demam, merujuk ke arah infeksi saluran kemih
(ISK). Lebih lanjut bila hematuri disertai demam, sakit pinggang, mungkin
ISK bagian atas (pielonefritis), tetapi bila disertai gejala lokal seperti nyeri
suprapubik, disuri, mungkin ISK bagian bawah. Disuria disertai hematuri
yang timbul pada permulaan miksi mungkin akibat uretritis anterior, dan bila
disertai hematuri terminal.
d) Mungkin akibat uretritis posterior atau batu kandung kemih. Nyeri
menyerupai kolik di daerah pinggang atau menyebar ke lipatan paha mungkin
akibat batu atau bekuan darah di ginjal atau ureter.
e) Riwayat penyakit ginjal kronis dalam keluarga dalam atau tanpa gangguan
pendengaran atau penglihatan, mendukung kearah sindrom alport
f) Ada riwayat rash kulit (purpura), sakit sendi, sakit perut dan demam
mengarah ke kemungkinan sindrome schonlein henoch atau lupus
eritematosus sistemik.
g) Hematuri disertai perdarahan gusi , epitaksis, mengarah ke leukemia.

2) Pemeriksaan fisik
Penting untuk melihat pertumbuhan, membandingkan berat badan dan tinggi
badan. Pertumbuhan linear yang buruk akan mengarahkan ke penyakit ginjal
kronik, sedangkan pertumbuhan berat badan yang tidak tepat bisa terjadi dengan
edema. Perhatian khusus untuk menilai tekanan darah tinggi. Pemeriksaan genital
dibutuhkan untuk menilai bukti trauma, iritasi, atau infeksi. Pemeriksaan abdomen
seharusnya meliputi penilaian terhadap masa dan nyeri.8,9
a) Hematuri disertai gejala edema dan hipertensi, mungkin merupakan
manifestasi dari GNAPS, glomerulonefritis kronik atau sindrom nefrotik
b) Ruam dilokasi yang khas (bokong dan anggota gerak bawah), atralgia,
mungkin karena sindrom Schonlein aau lupuseritemotosus sistemik.

9
c) Massa di abdomen, harus dipikirkan kemungkinan tumor wilms, ginjal
polikistik, hidronefrosis, uropati obstruktif, atau tumor buli-buli
d) Adanya tanda-tanda perdarahan di tempat lain memberi kemungkinan
penyakit darah.
e) Kelainan genital eksterna, mungkin oleh karena laserasi orifisium uretra
eksterna atau fimosis
f) Kelainan mata dan gangguan pendengaran, pikiran sindrom Alport
g) Tinggi dan berat badan tidak bertambah, mungkin penyakit ginjal kronis.

3) Pemeriksaan penunjang

Hasil pemeriksaan dipstik yang positif menunjukkan adanya darah, memerlukan


pemeriksaan mikroskop untuk mengidentifikasi eritrosit. Hematuria didefinisikan
sebagai ditemukannya eritrosit 3 – 5 per lapang pandang besar (LPB) pada urin
segar yang disentrifus. 3,8,9

Ahli ginjal anak umumnya tidak serta merta melakukan biopsi ginjal pada anak
dengan hematuria mikroskopik terisolasi, namun adanya riwayat yang sama di
dalam keluarga dan kecemasan keluarga dapat membenarkan tindakan biopsi
ginjal pada anak. Pada anak dengan hematuria dan proteinuria yang bermakna,
diagnosis GN harus dipertimbangkan,sampai terbukti bukan dan kecuali gejala
klinis tidak sesuai dengan GNAPS, biopsi ginjal untuk diagnostik sangat
dianjurkan. 3,8,9

Evaluasi anak dengan Hematuria


1. Anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap ( terutama tekanan
darah, diskus optikum, kulit, abdomen dan genitalia)
2. Konfirmasi hematuria dengan pemeriksaan urin mikroskopik
3. Kultur urin
4. Kalsium urin,protein urin dan kreatinin urin
5. Pemeriksaan darah tepi lengkap termasuk trombosit, kadar
elektrolit serum, BUN/Kreatinin serum (untuk menghitung
klirens kreatinin), kalsium, kadar protein total dan albumin
6. Streptozyme, C3, C4, ANA
7. USG ginjal

10
8. Biopsi ginjal pada kasus tertentu

F. Penatalaksanaan

Tatalaksana untuk hematuria bergantung kepada etiologinya. Pengobatan lain :


simtomatis seperti spasmolitik, antibiotik, koagulasi, transfusi darah. Jika terjadi
gross hematuria maka harus di rawat di Rumah Sakit. 5

Gross of symptomatic
microscopic hematuria

CT Scan of abdomen
History of trauma ? Yes and pelvis

No
Urine culture, treat
Signs/symptoms of urinary appropriately recheck
Yes
tract infection? UA, after infection
cleared
No

Signs of symptoms of Reassurance and


Yes supportive care
meatus irritation?

No
Imaging (Renal
Signs/symptoms of Yes ultrasound, abdominal
renal/uretra stones ? plain film)

No

11
Signs/symptoms of glomerular
source? (proteinuria, RBC casts)

No Yes

No obvious cause on history, physical Referrall to pediatric


or urinalysis nephrologist

Test to consider :
Uribe culture
Urine calcium/creatinine ratio
Test parent for hematuria
Hemoglobin electrophoresis
Renal ultrasound

Check BUN/Cr,
Diagnosis apparent
electrolytes, CBC, C3, C4,
No albumin consider ASO,
Yes Streptozyme testing,
antinuclear antibody
resting (ANA)
Treatment

G. Prognosis

Hematuria mikroskopik dapat menetap selama beberapa bulan bahkan tahun,


meskipun demikian lebih dari 90 % anak akan sembuh sempurna. 3,5

Sel darah merah pada hematuria dapat berasal dari berbagai lokasi di ginjal dan
saluran kemih seperti glomerulus, tubulus ginjal, jaringan intersititial, ureter,
kandung kemih dan uretra. Perlu diingat bahwa hematuria bukanlah penyakit
tersendiri, melainkan salah satu gejala dari penyakit. Oleh karena itu, tatalaksana
dan prognosis harus dilihat dari penyakit yang mendasarinya.3,5

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Halim H. Hematuria. Dalam : Noer MS, Soemyarso NA, Subandiyah K,


Prasetyo RV, Alatas H, Tambunan T, dkk. Kompendium Nefrologi Anak.
UKK Nefrologi IDAI. 2011. h 20 – 24
2. Gattinei J. Highlights for the Management of A Child with Proteinuria and
Hematuria. International Journal of Pediatrics. 2012; 1-7.
3. Airlangga Eka, 2018. Hematuria pada anak. Buletin Farmatera Fakultas
Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Vol.
3 No.1 2018 http://jurnal.umsu.ac.id/index.php/buletin_farmatera
4. Welch TR. An Approach to the Child With Acute Glomerulonephritis.
International Journal of Pediatrics. 2012; 1-3.
5. Mortazavi F, Khiavi YS. Steroid response pattern and outcome of pediatric
idiopathic nephrotic syndrome: a single-center experience in northwest Iran.
Therapeutics and Clinical Risk Management. 2011; 7: 167-71.
6. Copelovitch L. Urolithiasis in Children. Pediatr Clin North Am. 2012; 59(4):
881-896.

13
7. Chen O, Zhu XB, Ren P, Wang YB, Sun RP, Wei DE. Henoch Schonlein
Purpura in Children: clinical analysis of 120 cases. African Health Sciences
2013; 13(1): 94 – 99.
8. Rahman AJ, Qamar FN, Ashraf S, Khwaja ZA, Tariq S, Naseem H.
Prevalence of Hypertension in Healthy School Children in Pakistan and its
Relationship with Body Mass Index, Proteinuria and Hematuria. Saudi J
Kidney Dis Transpl 2013
9. Parakh P, Bhatta NK, Mishra OP, Shrestha P, Budhathoki S, Majhi S, et all.
Urinary Screening for Detection of Renal Abnormalitiees in Asymptomatic
School Children. Nephro-Urol Mon. 2012; 4(3):551-55.

14

Anda mungkin juga menyukai