Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Hematuria yang berarti adanya sel darah merah di dalam urin baik

secara mikroskopik maupun makroskopik, merupakan suatu gejala yang cukup

serius terhadap kelainan pada saluran kemih dan sering membawa pasien ke tempat

praktek dokter maupun ke rumah sakit.1 Hematuria dapat merupakan petanda dari

suatu penyakit yang serius sehingga oleh karenanya sangat penting untuk

dipastikan adanya sel darah merah dalam urin serta ditentukan tingkat keparahanan

dan persistensinya.1,2

Secara umum, hematuria dibagi menjadi hematuria mikroskopik dan

makroskopik. Hematuria makroskopik dapat terlihat secara kasat mata, dan

menyebabkan urin berwarna merah atau cokelat seperti cucian daging. Hematuria

mikroskopik hanya dapat dideteksi dengan uji dipstick yang dipastikan dengan

pemeriksaan mikroskop sedimen urin.1-3

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ingelfinger et al, angka

kejadian terjadinya hematuria makroskopik pada anak adalah 0,13%. Penyebab

yang paling sering yaitu sekitar 26% adalah infeksi saluran kemih. 4 menurut

penelitian yang dilakukan Vehaskari et al, sebagian besar kasus hematuria

mikroskopik pada anak adalah bersifat sementara, sehingga dengan evaluasi ulang

maka angka kejadiannya dapat turun hingga 0,5%.5

Hematuria dapat dijumpai dalam berbagai keadaan, seperti misalnya

sebagai bagian dari suatu episode hematuria makroskopik, sebagai gejala dari

infeksi saluran urin, atau sebagai gejala lain yang secara kebetulan dijumpai pada

1
saat pemeriksaan rutin. Oleh karena itu, maka anamnesis dan pemeriksaan fisik

memegang peranan penting dalam menegakkan diagnosis pada hematuria. 2,3 Selain

anamnesis dan pemeriksan fisik, perlu juga dilakukan pemeriksaan penunjang lain

untuk membantu menegakkan diagnosis, antara lain: pemeriksaan laboratorium

yang meliputi urinalisis dan pemeriksaan darah, serta pemeriksaan khusus lainnya

seperti foto polos abdomen, pielografi intravena, ultrasonografi, uji tuberkulin,

sistoskopi dan biopsi ginjal.1,2

Hematuria hanya merupakan salah satu gejala berbagai penyakit,

untuk itu penatalaksanaannya ditujukan kepada penyakit primernya. Hematuria

sendiri tidak memerlukan pengobatan khusus. In general, children with isolated

asymptomatic microscopic hematuria tend to do well, whereas those with

associated findings (eg, hypertension , proteinuria, abnormal serum creatinine

levels) are more likely to have serious problems.Secara umum, anak dengan

hematuria mikroskopik memiliki prognosis yang lebih baik, sedangkan anak

dengan adanya beberapa temuan seperti hipertensi, proteinuria, dan kadar kreatinin

serum abnormal lebih cenderung memiliki masalah serius. Because hematuria is

the end result of various processes, the morbidity and mortality rates of the

condition depend on the primary process that initiated it.Karena hematuria adalah

hasil akhir dari berbagai proses penyakit, maka angka kesakitan dan kematian

tergantung dari proses yang mengawali perjalanan penyakit tersebut.1-3

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. DEFINISI

Hematuria adalah suatu terminologi medik yang menjelaskan

adanya darah dalam urin. Hematuria makroskopik atau gross dapat terlihat secara

kasat mata, sedangkan hematuria mikroskopik hanya dapat dideteksi dengan uji

dipstick yang dipastikan dengan pemeriksaan mikroskop sedimen urin. Warna urin

dari hematuria makroskopis yang berasal dari glomerulus adalah coklat, seperti teh

atau coca-cola, sedangkan hematuria dari saluran kemih bawah (kandung kemih

atau uretra) berwarna lebih muda.2

Diagnosis hematuria mikroskopis ditegakkan apabila didapatkan

> 5 sel darah merah per lapang pandang.1,6,7 Pendapat lain menganggap hematuria

bila jumlah eritrosit ≥ 3 per lapang pandang.1,8 Adanya hematuria harus

dikonfirmasi dengan pemeriksaan sedimen urin secara mikroskopik, oleh karena

banyak penyebab lain selain darah yang dapat menimbulkan urin berwarna merah

atau cokelat dan memberikan hasil uji dipstick yang positif palsu. 2 Jika terdapat 1

ml darah dalam 1 liter urin, maka warna urin sudah dapat berubah.8

American Academy of Pediatrics menganjurkan uji tapis

urinalisis pada anak – anak saat masuk sekolah (usia 4 – 5 tahun) dan sekali pada

masa remaja (usia 11 – 21 tahun).9

Terdapat beberapa istilah penting yang dipakai dalam klinik

yaitu : 1

3
 Hematuria asimtomatik (isolated hematuria) : hematuria merupakan gejala

tunggal atau hematuria yang terjadi tanpa rasa sakit (painless hematuria)

 Hematuria simtomatik : hematuria yang ditemukan bersama gejala lain

atau hematuria yang disertai rasa sakit bila miksi

 Hematuria persisten : hematuria yang timbul pada tiap kali miksi (biasanya

bersifat mikroskopik)

 Hematuria rekuren : hematuria yang diselingi oleh urin normal

 Hematuria makroskopik : terdapat darah dalam urin yang menyebabkan

urin berwarna merah atau cokelat

 Hematuria mikroskopik : terdapat eritrosit dalam urin tanpa perubahan

warna urin, yang diketahui dengan tes kimia atau dilihat dibawah

mikroskop.

2.2. ANATOMI NORMAL GINJAL

Ginjal terletak di ruang retroperitoneal antara vertebra torakal 12

atau lumbal 1 dan lumbal 4. Tiap ginjal terdiri atas 8 – 12 lobus yang berbentuk

piramid. Ginjal mempunyai lapisan luar, yaitu korteks yang mengandung

glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok – kelok dan duktus

koligens, serta lapisan dalam yaitu medula, yang mengandung bagian tubulus yang

lurus, ansa henle, vasa rekta, dan duktus koligens terminal.1,10

Puncak piramid medula menonjol kedalam disebut papil ginjal

yang merupakan ujung kaliks minor. Beberapa duktus koligens bermuara pada

duktus papilaris Bellini yang ujungnya bermuara di papil ginjal dan mengalirkan

urin ke dalam kaliks minor.1,10

4
Antara dua piramida terdapat jaringan korteks tempat masuknya

cabang – cabang arteri renalis, disebut kolumna Bertini. Beberapa kaliks minor

membentuk kaliks mayor yang bersatu menjadi pelvis ginjal dan bermuara ke

dalam ureter. 1,10

Ginjal mendapatkan darah dari arteri renalis yang keluar dari

aorta. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris yang kemudian

bercabang menjadi arteri arkuata. Arteri arkuata ini akan bercabang menjadi arteri

interlobularis yang menjadi arteriol aferen glomerulus.1,10,11

Tiap ginjal mengandung kurang lebih 1 juta nefron. Tiap nefron

terdiri atas glomerulus dan kapsula Bowman, tubulus proksimal, ansa henle, dan

tubulus distal. Glomerulus bersama kapsula Bowman disebut juga badan Malpigi.

Gambar 1. Anatomi Ginjal

Jalinan glomerulus merupakan kapiler – kapiler khusus yang

berfungsi sebagai penyaring. Kapiler glomerulus dibatasi oleh sel – sel endotel,

mempunyai sitoplasma sangat tipis dan mengandung banyak lubang. Membran

basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan, antara sel

endotel dan mesangial pada satu sisi dan sel epitel di sisi lain.1,10,11

5
Sel mesangial terletak diantara kapiler – kapiler glomerulus dan

membentuk bagian medial dinding kapiler. Sel mesangial berfungsi sebagai

pendukung kapiler glomerulus dan mungkin berperan dalam pembuangan

makromolekul (seperti kompleks imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis

intraseluler maupun dengan transport melalui saluran – saluran interseluler ke regio

jukstaglomerular.1,10,11

Gambar 2. Glomerulus

2.3. FISIOLOGI PEMBENTUKAN URIN DAN PROSES MIKSI

Hematuria berhubungan dengan proses pengeluaran urin yang

dimulai sejak pembentukan hingga proses miksi. Jika terdapat kelainan dalam

proses ini, misalnya pada glomerulus ataupun saluran kemih dapat menimbulkan

terjadinya hematuria.

1. Mekanisme Pembentukan Urin11

Mekanisme pembentukan urin dimulai dengan filtrasi darah di

glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk

6
menahan komponen selular dan molekul protein besar. Struktur kapiler

glomerulus terdiri atas 3 lapisan yaitu : endotel kapiler, membran basalis, dan

epitel viseral.

Dinding kapiler glomerulus membuat rintangan untuk

pergerakan air dan molekul lain. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan

tekanan onkotik dari cairan di dalam kapsul Bowmann merupakan kekuatan

untuk proses filtrasi. Filtration barrier pada glomerulus bersifat selektif

permeabel. Normalnya komponen seluler dan protein plasma tetap didalam

darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring.

Pada umunya molekul dengan ukuran 4 nm atau lebih tidak

tersaring, sebaliknya molekul dengan ukuran 2 nm atau kurang akan tersaring

tanpa batasan. Selain itu electric charged dari setiap molekul juga

mempengaruhi filtrasi. Kation lebih mudah tersaring dari pada anion. Bahan –

bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino,

natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan

dan menjadi bagian dari endapan. Hasil penyaringan di glomerulus berupa

filtrat glomerulus (urin primer), yang komposisinya serupa dengan darah tetapi

tidak mengandung protein.

Setelah mengalami filtrasi, sebagian besar hasil filtrasi ini akan

mengalami absorbsi. Kecepatan dan kemampuan absorbsi dan sekresi dari

tubulus renal tidak sama. Pada umumnya, tubulus kontortus proksimal

bertanggung jawab untuk mereabsorbsi kembali hasil filtrasi. Paling tidak 60%

hasil filtrasi di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal.

7
Di tubulus kontortus proksimal terjadi transport Na melalui

pompa Na-K ATPase. Di kondisi optimal, pompa Na-K ATPase menekan tiga

ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan dua ion K ke sel, sehingga

konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Substansi

lain diangkut dari tubulus kontortus proksimal ke sel melalui mekanisme

secondary active transport termasuk glukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan

anion organik.

Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh

karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus

kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus

kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino

dikembalikan ke darah. Sisa sampah, kelebihan garam, dan bahan lain pada

filtrat dikeluarkan dalam urin. Tiap hari ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter

air, 1200 gram garam, dan 150 gram glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini

direabsorbsi beberapa kali.

Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin

sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin

sekunder, zat – zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi.

Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun

bertambah. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam

amino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa

osmosis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus kontortus proksimal dan tubulus

kontortus distal.

8
Proses terakhir adalah penambahan zat sisa dan urea yang mulai

terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat

ureter adalah 96% air; 1,5% garam; 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya

pigmen empedu yang berfungsi memberi warna dan bau pada urin. Zat sisa

metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul

kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme

antara lain CO2, H20, NH3, zat warna empedu, dan asam urat.

2. Mekanisme Proses Miksi11

Proses miksi (mikturisi) adalah proses pengeluaran urin sebagai

gerak refleks yang dapat dikendalikan oleh sistem persarafan dimana

gerakannya dilakukan oleh kontraksi otot perut yang menambah tekanan

intraabdominalis, dan organ – organ lain yang menekan kandung kencing

sehingga membantu mengosongkan urin.

Pada dasarnya, proses miksi/mikturisi merupakan suatu refleks

spinal yg dikendalikan oleh suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Dengan

adanya penambahan volume urin maka tekanan intravesikalis akan meningkat.

Selanjutnya, dinding vesikula akan mengalami keregangan sehingga sinyal –

sinyal miksi terkirim ke pusat saraf di otak untuk diteruskan kembali ke saraf

spinal. Melalui nervus pelvikus, timbul perasaan tegang pada vesica urinaria

yang mengakibatkan muncul permulaan perasaan ingin berkemih.

2.4. ETIOLOGI

Hematuria pada anak bisa disebabkan oleh bermacam-macam

penyebab dari trauma sampai kelainan sistem pembekuan. Selain itu juga dapat

disebabkan oleh kelainan yang diturunkan maupun didapat. Beberapa penyakit di

9
antaranya tidak ganas dan tidak progresif tetapi lainnya dapat merupakan penyakit

saluran kemih atau bagian tubuh lainnya yang cukup berbahaya. Begitu pula

sumber perdarahan bisa berasal dari berbagai tempat di saluran kemih, mulai dari

kapiler glomerulus sampai uretra.1,2,12,13 Selanjutnya etiologi hematuria pada anak

dapat dilihat pada Tabel 2.1, dan etiologi akibat zat dan obat – obatan dapat dilihat

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Etiologi Hematuria pada Anak

Berasal dari Ginjal Berasal dari luar ginjal


1. Perdarahan glomerulus 1. Infeksi saluran kemih
 Glomerulonefritis akut 2. Batu saluran kemih
 Glomerulonefritis 3. Trauma saluran kemih
membranoploriferatif 4. Kelainan congenital saluran kemih
 Sindrom Alport 5. Stenosis meatus

 Nefropati IgA 6. Intoksikasi jengkol


7. Penyakit sistemik
 Hematuria idiopatik
 Sindrom Henoch Schonlein
 Hematuria benigna rekuren
2. Perdarahan ekstra glomerulus  Lupus eritematosus sistemik
8. Penyakit darah
 Pielonefritis akut atau kronis
 Leukemia
 TBC ginjal
 Sndrom hemolitik uremik
 Tumor ginjal
 Trombositopenia purpura idiopatik
 Hemangioma ginjal
 Hemophilia
 Ginjal polikistik
 Nefropati sel sabit
 Hidronefrosis
9. Olahraga
 Nekrosis papil ginjal
10. Zat dan obat – obatan
 Thrombosis vena renalis
 Trauma ginjal
 Hiperkalsiuria idiopatik

10
Tabel 2.2. Etiologi akibat Zat dan Obat – obatan

Metal Obat Kemoterapi Obat biasa Zat organik Antikoagulan


Arsen Amfoterisin Asetilsalisilat Karbon tetraklorida Heparin
Tembaga sulfat Ampisilin Klorotiazid Fenol Warfarin
Emas Kolistimetat Klorpromazin Propilenglikol
fosfat Kanamisin Klonisin terpentin
Metisilin Kortikosteroid
Penisilin Siklosfosfamid
Polimiksin Indometasin
Sulfonamida Fenasetin
Fenilbutazon
Probenesid
Trifluoperazin

Dibawah ini adalah beberapa kondisi yang terkait dengan

penyebab hematuria pada anak :

1. Nefropati IgA (Nefropati Berger)

Nefropati IgA saat ini yang paling umum yang menyebabkan

glomerulonefritis kronis di dunia.3 Pasien dengan nefropati IgA menunjukkan

gejala spesifik berupa hematuria makroskopis maupun mikroskopis berulang. 2

Pada kelainan ini, pasien menderita glomerulonefritis dengan IgA sebagai

immunoglobulin yang menonjol dalam endapan mesangium.10,12 IgA merupakan

immunoglobulin utama yang diendapkan, tetapi IgG, IgM, dan C3 dalam

jumlah yang lebih sedikit juga lazim djumpai. 1,3,10,12 Penemuan ini diperkuat

dengan pemeriksaan mikrosopik electron. Sebagian besar bukti mengarah pada

nefropati IgA yang disebabkan oleh kompleks imun. Jika penderita nefropati

IgA menjalani transplantasi ginjal, nefropati biasanya terjadi lagi pada ginjal

yang ditransplantasikan, menunjukkan bahwa gangguan ini bersifat sistemik.10

Nefropati IgA lebih lazim terjadi pada anak laki – laki daripada

perempuan (2:1).10 Kelainan ini biasanya tidak nyeri dan antara 2 serangan

11
hematuria makroskopik timbul hematuria mikroskopik dan proteinuria ringan.1,3

Kolik abdomen atau nyeri pinggang dapat terjadi pada beberapa pasien yang

mengalami penyumbatan di saluran genitourinari.3 Jika hematuria makroskopis

berakhir, fungsi ginjal relatif tetap normal. H

5. ematuria berat sering didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas. 1,3 Kadar

C3 serum yang normal membantu membedakan gangguan ini dengan

glomerulonefritis pascastreptokokus.10 Tingkat IgA serum meningkat pada 30-

40% pasien tetapi tidak cukup untuk menetapkan diagnosis. Biopsi ginjal

dengan karakteristik pengendapan IgA dalam mesangium glomerular

merupakan diagnostik.1,3

Gangguan ini tidak menimbulkan kerusakan ginjal yang berarti

pada kebanyakan pasien. Pengobatannya bersifat suportif dan aktivitas tidak

perlu dibatasi. Meskipun penelitiannya masih kurang, namun terapi

imunosupresi mungkin bermanfaat pada penderita tertentu dengan nefropati

IgA. Banyaknya episode hematuria makroskopis tidak berkorelasi dengan

kemungkinan progresivitas penyakit.10 Gagal ginjal kronis telah dilaporkan

terjadi pada 20–50% pasien, biasanya pada 10 tahun atau lebih dari saat

diagnosa.3

Prognosis dari kelainan ini jelek jika disertai dengan hipertensi,

penururnan fungsi ginjal, atau proteinuria melebihi 1gr/24 jam antara episode

hematuria makroskopis, atau dengan bukti histologist adanya glomerulonefritis

difus dengan bentukan bulan sabit dan jaringan parut.10

2. Hematuria Benigna Rekuren (Benign Familial Hematuria / BFH)

12
Kelainan ini disebut juga sebagai hematuria idiopatik karena

pada sebagian besar kasus penyebabnya tidak diketahui.1 Secara klinis, pada

kelainan ini terjadi hematuria makroskopis berulang, dan secara histologi

tanpak normal. Pada beberapa pasien, dapat ditemukan penipisan membrane

basalis glomerulus.10 Serangan hematuria makroskopik terjadi sesudah infeksi

saluran napas atas, atau setelah melakukan kegiatan fisik.1 Hematuria

makroskopis ini kemudian dikuti oleh hematuria mikroskopis tanpa proteinuria.

Biopsi ginjal menunjukkan gambaran histologis normal atau sedikit proliferasi

sel mesangial. Hematuria idiopatik ini memiliki prognosis yang sangat baik,

tetapi diperlukan pemantauan jangka panjang untuk menyngkirkan sindrom

Alport.10

3. Sindrom Alport

Kelainan ini adalah tipe nefritis herediter yang paling sering dan

pewarisannya sesuai dengan gangguan dominan terkait X.10,12 Kelainan ini

terjadi akibat mutasi pada gene encoding untuk alpha 5 strand of type IV

collagen yang menyebabkan abormalitas pada membrane basal glomerulus.2,10,12

Pada pasien dengan kelainan ini, terjadi ploriferasi mesangium dan penebalan

dinding kapiler, sehingga menimbulkan sklerosis glomerulus progresif.10

Penderita sindrom Alport sering datang dengan hematuria

mikroskopik asimptomatik atau hematuria makroskopik berulang.1,2,10

Disamping keterlibatan ginjal, sebagian kecil pasien menderita kehilangan

pendengaran dan sekitar 10% pasien menderita kelainan mata.1,8,10

Tidak ada terapi yang spesifik, tetapi pada penderita ini dapat

dilakukan dialisis dan transplantasi ginjal. Untuk pencegahan dapat dilakukan

13
konseling genetik yang melibatkan seluruh keluarga sehinga dapat mencegah

penyebaran kelaina genetic tersebut.10

Jika fungsi ginjal memburuk maka hipertensi, infeksi saluran

kemih, dan manifestasi gagal ginjal kronik dapat terjadi. Laki – laki dengan

sindrom Alport biasanya berkembang menjadi gagal ginjal stadium akhir pada

umur dekade kedua atau ketiga yang kadang disertai dengan kehilangan

pendengaran. Wanita biasanya mempunyai harapan hidup normal dan hanya

kehilangan pendengaran subklinis.10

4. Glomerulonefritis Akut Paska Streptokokus

Penyakit ini dulunya merupakan penyakit tersering penyebab

hematuria makroskopis pada anak, tetapi frekuensinya menurun selama dekade

terakhir setelah nefropati IgA mulai sering muncul.10 Penyakit ini muncul

menyertai infeksi tenggorokan atau kulit oleh strain nefritogenik dari

streptokokus beta-hemolitikus grup A tertentu.1-3,10,12 Selama cuaca dingin,

penyakit ini umumnya menyertai faringitis streptokokus, sedangkan selama

cuaca panas penyakit ini biasanya menyertai infeksi kulit atau pioderma

streptokokus.3,10

Ginjal tampak membesar secara simetris. Dengan menggunakan

mikroskop cahaya, semua glomerulus tampak membesar, menunjukkan

proliferasi sel yang difus dengan penambahan matriks mesangium. Leukosit

polimorfik sering ditemukan selama stadium awal penyakit. Bentukan bulan

sabit dan sel – sel radang dapat ditemukan pada kasus yang berat. Pemeriksaan

menggunakan mikroskop imunofluoresens menunjukkan adanya endapan

14
imunoglobuln dan komplemen pada membrane basalis glomerulus dan pada

mesangium tampak bergumpal – gumpal (lumpy – bumpy).10

Meskipun penelitian morfologi dan penurunan kadar serum C3

dapat menunjukkan bahwa penyakit ini diperantarai oleh kompleks imun,

namun mekanisme yang tepat bagaimana streptokokus nefritogenik

menyebabkan pembentukan kompleks imun masih belum dapat ditentukan.2,10

Glomerulonefritis paska streptokokus paling sering terjadi pada

anak – anak , tetapi jarang dibawah usia 3 tahun.3,10 Penderita yang khas

mengalami sindrom nefritis akut 2-3 minggu setelah mengalami faringitis atau

impetigo.1-3,10,12 Beratnya keterlibatan ginjal dapat bervariasi dari hematuria

mikroskopis asimtomatik dengan fungsi ginjal yang norma sampai gagal ginjal

akut. Tergantung pada beratnya keterlibatan ginjal, penderita dapat mengalami

edema, hipertensi dan oligouria.10 Edema tersebut biasanya akibat retensi garam

dan air, tetapi dapat pula terjadi sindrom nefrotik. Gejala – gejala prodormal

seperti malaise, letargi, nyeri perut atau pinggang, serta demam sering

terjadi.3,10,12

Untuk menegakkan diagnosis penyakit ini, harus dicari adanya

riwayat infeksi oleh kuman streptokokus sebelumnya dan kadar komplemen

yang rendah.1-3,10 Proteinuria dan sel darah merah dalam urin dideteksi dengan

uji dipstick.2 Analisis urin memperlihatkan adanya eritrosit., protein, dan kadar

C3 serum yang menurun.3,10

Pada anak dengan sindrom nefritis akut, bukti adanya infeksi

streptokokus baru, dan kadar C3 yang rendah, maka diagnosis glomerulonefritis

paskasterptokokus dapat ditegakkan. Biopsi ginjal dipertimbangkan bila timbul

15
sindrom nefritik, tidak ada bukti infeksi streptokokus, tidak ada penurunan

kadar serum C3, dan menetapnya hematuria atau proteinuria yang nyata selama

lebih dari 3 bulan.10

Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit ni adalah gagal

ginjal akut yang meliputi kelebihan beban volume, kongesti sirkulasi,

hipertensi, hiperkalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia asidosis, kejang, dan

uremia. Tidak ada terapi spesifik umtuk glomerulonefritis pascastreptokokus,

maka penatalaksanaanya adalah penatalaksanaan gagal ginjal akut.

Penyembuhan sempurna terjadi pada lebih dari 95% anak. Tidak ada bukti

terjadi perburukan menjadi glomerulonefritis kronis.10

5. Glomerulopati Membranosa10

Dengan mikroskop cahaya, pada glomerulus terjadi penebalan

membran basalis difus tanpa perubahan proliferasi yang bermakna. Penebalan

ini agaknya disebabkan oleh produksi bahan seperti membrane oleh sel epitel

visceral dalam responnya terhadap kompleks imun yang diendapkan pada sisi

epitel membrane. Pemeriksaan dengan mikroskop imunofluresens

memperlihatkan adanya endapan granuler IgG dan C3.

Pada anak, penyakit ini sering dijumpai pada umur dekade

kedua. Hampir semua penderita menderita hematuria mikroskopis dan kadang

juga menderita hematuria makroskopis dengan kadar C3 serum normal.

Diagnosis dapat dikonfirmasi denga biopsi ginjal. Indkasi biopsi

ginjal jika ditemukan adanya sindrom nefrotik pada anak berumur lebih dari 8

tahun dengan hematuria dan atau proteinuria yang tidak terjelaskan. Penyakit

ini dapat sembuh sendiri pada sebagian besar anak.

16
6. Glomerulonefritis Membranoploriferatif1,10

Glomerulonefritis membranoploriferatif adalah penyebab

tersering glomerulonefritis kronis pada anak yang lebih tua dan dewasa muda.

Pada pemeriksaan mikroskop cahaya terjadi proliferasi hebat matriks dan sel

mesangial diantara endotel kapiler dan membrane basal.

Berdasarkan pemeriksaan mikroskop elektron, penyakit ini

dibagi atas 3 subtipe. Ketiga tipe ini mengandung deposit padat elektron di

dalam mesangiumnya. Pada tipe I, terdapat deposit subendotel yang besar dan

mennjol. Pada tipe II, terlihat adanya suatu bentukan berupa pita padat yang

tidak terputus. Pada tipe III, deposit padat elektron terdapat dalam subendotel

maupun subepitel, dan bentukan ini terputus – putus.

Sebagian besar pasien terserang pada setelah berusia 6 tahun.

Pasien ini dating dengan sindrom nefrotik, juga dengan hematuria makroskopik

atau mikroskopik asimtomatik dan proteinuria. Fungsi ginjal dapat normal

sampai menurun, sering juga muncul hipertensi. Kadar komplemen C3 serum

dapat menurun.

7. Pielonefritis Akut1

Pielonefritis akut menunjukkan adanya infeksi bakteri pada

parenkim ginjal dan ditandai dengan adanya demam, sakit pinggang, muntah

dan bisa disertai dengan toksik sistemik.

Penyakit ini biasanya merupakan lanjutan dari sistitis akut.

Diagnosis kerusakan ginjal dapat diketahui dengan pielografi intravena (PIV) .

17
Pengobatan penyakit ini pada bayi maupun anak denga ISK

disertai gejala sistemik infeksi adalah pemberian antibotik parenteral tanpa

menunggu hasil biakan urin untk mencegah terjadinya parut ginjal.

8. Infeksi Saluran Kemih1,2,10

Infeksi saluran kemih adalah keadaan adanya infeksi dalam

saluran kemih, meliputi infeksi di saluran ginjal sampai kandung kemihdengan

jumlah bakteriuria yang bermakna.

Penyakit ini paling sering menimbulkan hematuria makroskopik.

Infeksi saluran kemih yang disebabkan oleh bakteri menunjukkan gejala –

gejala berupa demam, nyeri pinggang, nyeri perut, disuria, dan enuresis. Sistitis

adenovirus menunjukkan gejala disuria dan hematuria makroskopik.

9. Intoksikasi Jengkol1

Buah jengkol mengandung asam jengkol, yaitu suatu asam

amino berunsur belerang dan bersifat amfoter yaitu dapat larut dalam

lingkungan asam sebagai basa dan dapat pula larut dalam lingkungan basa

sebagai asam. Gejala keracunan jengkol ini disebabkan oleh pengendapan

kristal asam jengkol yang menyumbat saluran kemih. Selain itu juga, karena

adanya faktor alergi.

Secara klinis, keracunan jengkol dapat dibagi dalam 3 tingkatan,

antara lain: gejala ringan, bila terdapat keluhan seperti sakit pinggang dan

hematuria; gejala berat, bila disertai oliguria; gejala sangat berat, bila terdapat

anuria atau tanda-tanda gagal ginjal akut yang nyata.

10. Sindrom Henoch Schonlein1,10

18
Penyakit ini adalah suatu vaskulitis sistemik pembuluh darah

kecil dengan mediasi imunologis yang secara primer menyerang kulit, saluran

cerna, sendi dan ginjal. Sindroma ini biasa menyerang anak yang berusia antara

5 – 15 tahun, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 1,5 : 1.

Gejala sindrom Henoch Schonlein pada anak biasanya berupa

ruam kulit, artralgia, arthritis dan nyeri perut. Gejala ginjal jarang terlihat,

tetapi bisa timbul hematuria nyata dan gagal ginjal akut.

11. Nefritis Lupus

Insidens lupus eritematosus sistemik adalah 0,6 per 100.000

anak-anak dan remaja, dengan frekuensi yang lebih tinggi di antara orang-orang

dari Afrika, Hispanik, atau keturunan Asia.3

Manifestasi klinis penyakit ini diperantarai oleh kompleks imun

yang terbentuk dalam sirkulasi dan diendapkan pada berbagai organ. Penelitian

akhir – akhir ini telah menunjukkan penyimpangan fungsi pada sel B maupun

sel T.1,10

Untuk dapat menegakkan diagnosis penyakit ini haruslah

ditemukan dulu adanya lupus eritematosus sistemik pada pasien. Diagnosis

LES dilakukan berdasarkan kriteria American College of Rhematology yang

telah direvisi pada tahun 1982, antara lain :1

1. Ruam kupu – kupu di muka (malar rash)

2. Ruam diskoid di kulit

3. Fotosensitif

4. Ulkus di mulut

5. Arthritis

19
6. Serositis (pleuritis dan perikarditis)

7. Kelainan ginjal

8. Kelainan neurologik

9. Kelainan hematologik

10. Kelainan imunologik

11. Pemeriksaan antibodi antinuklear positif

Diagnosis dapat ditegakkan bila ditemukan ≥ 4 dari 11 kriteria.

Pembagian nefritis lupus berdasarkan gambaran patologi

anatomi sampai saat ini masih berdasarkan klasifikasi WHO yang dapat dilihat

pada table dibawah ini.

Tabel 2.3. Klasifikasi Nefritis Lupus

Klas Gambaran PA
Klas I Normal
a. Normal pada semua pemeriksaan
b. Normal dengan pemeriksaan mikroskop cahaya, tetapi
ditemukan defisit pada pemeriksaan mikroskop
imunofluoresensi atau electron
Klas II Glomerulonefritis Mesangial
a. Pelebaran daerah mesangium
b. Hiperseluler sedang
Klas III Glomerulonefritis ploriferatif fokal segmental
a. Dengan lesi nekrosis aktif
b. Dengan lesi sklerosis aktif
c. Dengan lesi sklerosis
Klas IV Glomerulonefritis ploriferatif difus
a. Tanpa lesi segmental
b. Dengan lesi nekrosis aktif
c. Dengan lesi sklerosis aktif
d. Dengan lesi sklerosis
Klas V Glomerulonefritis membranosa
a. Murni
b. Disertai gambaran klas II
Klas VI Glomerulonefritis kronik

20
Pengobatan dan prognosis dari penyakit ginjal tergantung pada

klasifikasi histologis. Terapi obat yang dipilih bergantung pada keparahan

penyakit. Pengobatan yang dapat diberikan antara lain golongan steroid atau

golongan sitostatik.1,10

12. Nefropati Sel Sabit10

Hematuria makroskopis atau mikroskopis dapat dilihat pada

anak dengan penyakit atau ciri sel sabit. Hematuria mungkin disebabkan dari

pembentukan sel sabit karena keadaan medula ginjal yang relatif hipoksia,

asam dan hipertonis. Juga pada ginjal dengan stasis vaskuler, aliran darah

berkurang, iskemia, nekrosis papilaris dan fibrosis interstisial.

Manifestasi klinis tambahan penyakit ini dapat berupa defek

pengentalan urin, asidosis tubulus ginjal dan sindrom nefrotik yang secara

morfologis menyerupai sklerosis setempat dan glomerulonefritis

membranoproliferatif.

13. Sindrom Hemolitik Uremik1,2,10

Sindrom ini adalah penyebab gagal ginjal akut yang paling

sering pada anak kecil, dan insidennya makin meningkat. Gambaran umumnya

berupa purpura trombositopenik trombotik. Sindrom ini paling sering menyertai

suatu episode gastroenteritis yang disebabkan oleh strain enteropatogen

Escherichia coli.

Perubahan awal pada glomerulus meliputi penebalan dinding

kapiler, penyempitan lumen kapiler dan pelebaran mesangium. Sindrom ini

paling sering terjadi pada anak usia 4 tahun. Sindrom ini biasanya didahului

21
oleh gastroenteritis (demam, muntah, sakit perut dan diare yang sering kali

berdarah). Dapat juga didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas.

Komplikasi dapat meliputi anemia, asidosis, hiperkalemia,

kelebihan cairan, gagal jantung kongestif, hipertensi dan uremia. Sebagian

besar pengobatan sindrom ini melibatkan anti koagulan terutama heparin.

Terapi fibrinolitik untuk melarutkan trombus intrarenal secara teoritis

bermanfaat, namun resikonya melebihi keuntungan yang diperoleh.

2.5. PENDEKATAN DIAGNOSIS

Hematuria merupakan gejala yang penting dan serius, serta

dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Agar diagnosis penyebab hematuri dapat

ditegakkan secara pasti, diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan terarah

meliputi anamnesis, pemerikasaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan khsusus

lainnya.13

1. Anamnesis

Dari data yang diperoleh melalui pertanyaan yang diajukan, kadang-kadang

etiologi hematuria sudah dapat diduga seperti:

a. Pada glomerulonefritis akut post streptokokus (GNAPS), sakit tenggorokan

sering mendahului hematuria makroskopis 2 – 3 minggu sebelumnya.

Keluhan sakit tenggorokan biasanya menghilang bila hematuria mulai

timbul.1,2,10,12,13

b. Pada nefropati IgA, hematuria makroskopis terjadi selama ISPA

berlangsung dan biasanya menghilang bersamaan dengan redanya ISPA

tersebut.12,13

22
c. Hematuria makroskopis tanpa rasa nyeri dengan warna urin seperti air

cucian daging (coke – colored urine) mungkin disebabkan oleh

glomerulonefritis. Bila urin berwarna merah terang biasanya berkaitan

dengan kelainan nonglomerulus seperti trauma, tumor, kelainan koagulasi,

TBC ginjal.1-3,10,12,13

d. Sakit waktu miksi (disuri), sering miksi (polakisuri), ngompol (enuresis),

miksi mendesak (urgency), demam, merujuk ke arah infeksi saluran kemih

(ISK). Lebih lanjut bila hematuria disertai demam, sakit pinggang, mungkin

ISK bagian atas (pielonefritis); tetapi bila disertai gejala lokal seperti nyeri

suprapubik, disuri, mungkin ISK bagian bawah. Disuri disertai hematuria

yang timbul pada permulaan miksi mungkin akibat uretritis anterior, dan

bila disertai hematuri terminal mungkin akibat uretritis posterior atau batu

kandung kemih.1,13

e. Nyeri menyerupai kolik di daerah pinggang atau menyebar ke lipatan paha

mungkin akibat batu atau bekuan darah di ginjal atau ureter.13

f. Riwayat penyakit ginjal kronis dalam keluarga dengan atau tanpa gangguan

pendengaran atau penglihatan, mendukung ke arah sindrom Alport.1-3,10,12,13

g. Ada riwayat rash kulit (purpura), sakit sendi, sakit perut dan demam

mengarah ke kemungkinan sindrom Schonlein Henoch atau lupus

eritematosus sistemik.1,3,10,13

h. Sesudah makan jengkol; diduga akibat intoksikasi jengkol.1,13

i. Hematuria disertai perdarahan gusi, epitaksis, ingat pada penyakit

leukemia.1,2,13

23
j. Pemakaian obat tertentu, pikirkan kemungkinan obat tersebut sebagai

penyebab.1,2,10,13

k. Timbul setelah melakukan kegiatan jasmani, mungkin akibat latihan fisik

yang berat dan biasanya segera hilang pada saat istirahat.1,2,10,13

2. Pemeriksaan fisik1-3,7,10,12,13

a. Hematuria disertai gejala edema dan hipertensi, mungkin merupakan

manifestasi dari GNAPS, glomerulonefritis kronis atau sindrom nefrotik.

b. Ruam di lokasi yang khas (bokong dan anggota gerak bawah), artralgia,

mungkin karena sindrom Schonlein atau lupus eritematosus sistemik.

c. Massa di abdomen, harus dipikirkan kemungkinan tumor Wilms, ginjal

polikistik, hidronefrosis, uropati obstruktif, atau tumor buli – buli.

d. Adanya tanda – tanda perdarahan di tempat lain memberi dugaan

kemungkinan penyakit darah.

e. Kelainan genitalia eksterna, mungkin oleh karena laserasi orifisium uretra

eksterna atau fimosis.

f. Kelainan mata dan gangguan pendengaran, pikirkan sindrom Alport.

g. Tinggi dan berat badan tidak bertambah, mungkin penyakit ginjal kronis.

3. Pemeriksaan laboratorium1,7,10,13

a. Urinalisis

Sebaiknya diambil urin segar karena penyimpanan akan mengubah

keasaman dan berat jenis urin sehingga mengakibatkan lisisnya eritrosit

Dengan melihat sifat urin yang diperiksa setidak – tidaknya dapat

ditentukan asal terjadi-nya perdarahan renal atau ekstra renal. Lebih lanjut

24
hal – hal yang lebih spesifik dapat mengarahkan kita ke etiologi hematuria

tersebut.

 Warna urin: urin berwarna seperti air cucian daging menunjukkan

glomerulonefritis, sedangkan urin yang berwarna merah terang

dengan atau tanpa bekuan darah menjurus ke arah trauma ginjal atau

perdarahan saluran kemih bagian bawah.

 Protein urin: pemeriksaan protein sebaiknya dikerjakan di luar

serangan hematuria makroskopis, karena hematuri itu sendiri dapat

menyebabkan proteinuri, walaupun jarang melebihi positif 1 atau 2.

Bila hematuria disertai proteinuri positif 3 atau lebih, mengarah ke

kerusakan glomerulus.

 Sedimen urin: sebelumnya sebaiknya diperiksa terlebih dahulu pH

urin, hemoglobin dan metabolit lain dalam urin. Urin dengan pH

tinggi (8 atau lebih) memberi petunjuk akan adanya urea splitting

bacteria seperti kuman Proteus. Pemeriksaan sedimen urin sangat

membantu mencari kemungkinan etiologi hematuria. Jumlah sel

leukosit 5/lpb memberi petunjuk adanya ISK. Silinder eritrosit dan

sel eritrosit yang dismorfik merupakan petanda penyakit

glomerulus. Silinder leukosit tanpa didapat silinder lain mungkin

pielonefritis.

 Biakan urin: bila biakan urin positif menunjukkan adanya ISK

b. Pemeriksaan darah

 Pemeriksaan darah rutin: hematuria yang disertai dengan

leukositoisis kemungkinan oleh karena leukemia, nefritis lupus atau

25
sindrom hemolitik uremik. Leukopenia mungkin oleh karena obat-

obatan (siklofosfamid). Trombositopenia terutama oleh karena

penyakit darah.

 Pemeriksaan kimia darah: meliputi pemeriksaan albumin, kolesterol,

protein total, kalsium, fosfor, ureum, kreatinin. Pemeriksaan ini

bertujuan untuk melihat adanya tanda – tanda sindrom nefrotik atau

gagal ginjal.

 Pemeriksaan darah khusus: pemeriksaan ini meliputi ASTO, bila

meninggi kemungkinan GNAPS, sel LE yang positif diperkirakan

nefritis lupus. Pada kadar komplemen C3 yang menurun selain

disebabkan oleh GNAPS juga oleh karena glomerulonefritis

membranoproliferatif. Kultur darah dilakukan bila dicurigai

endokarditis bakterial subakut. Sedangkan pemeriksaan DNA

antibody dilakukan bila dicurigai lupus eritematosus sistemik.

4. Pemeriksaan khusus

a. Pemeriksaan foto polos abdomen, pielografi intravena dan ultrasonografi

dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan ginjal seperti batu, tumor,

penyakit ginjal polikistik, hidronefrosis dan trombosis vena renalis.

b. Uji tuberkulin dilakukan mengingat tbc ginjal memberi gejala tidak jelas

seperti hematuria asimtomatik, kultur urine negatif (untuk bakteri) dan tidak

ada massa.

c. Untuk mengetahui lokasi perdarahan dan menyisihkan kemungkinan

adanya tumor buli-buli atau hemangioma saluran kemih dapat dilakukan

pemeriksaan sistoskopi.

26
d. Biopsi ginjal tidak rutin dikerjakan. Biasanya sebagai tahap akhir bila

diagnosis belum dapat ditegakkan dengan pasti dan bila yakin bahwa

hematuri disebabkan oleh karena proses intrarenal.

Biopsi ginjal dilakukan bila:9

 Hematuria menetap dengan fungsi ginjal menurun.

 Hematuria disertai proteinuri, hipertensi, penurunan fungsi ginjal,

kemungkinan besar disebabkan oleh glomerulonefritis difus

 Biopsi seri dilakukan untuk menetapkan apakah penyakitnya berjalan

progresif atau menuju perbaikan dan untuk evaluasi serta menentukan

program terapi.

 Berbagai jenis nefropati seperti sindrom Goodpasture, sindrom uremik

hemolitik, trombosis vena renalis, nefritis interstitialis dan lupus

eritematosus.

Biopsi sebaiknya dilengkapi dengan pemeriksaan imunofluoresensi untuk

mengetahui adanya timbunan imunoglobulin mesangial.

Selanjutnya diagnosis hematuria secara skematis dapat dilihat pada Gambar 3.

2.6. PENATALAKSANAAN

Karena hematuria hanya merupakan salah satu gejala berbagai

penyakit, maka penatalaksanaannya ditujukan kepada penyakit primernya.

Hematuria sendiri tidak memerlukan pengobatan khusus. Meskipun demikian

setiap kasus dengan hematuria sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk menetapkan

etiologi. Bila hematuria ternyata hanya merupakan gejala satu-satunya, (hematuria

monosimtomatik), tidak memerlukan tindakan khusus selain istirahat saat serangan

karena keadaan ini dianggap benigna.1,3,9,12,13

27
Gambar 3. Algoritma Diagnosis Hematuri

28
BAB III
PENUTUP

Hematuria adalah suatu terminologi medik yang menjelaskan

adanya darah dalam urin. Hematuria makroskopik atau gross dapat terlihat secara

kasat mata, sedangkan hematuria mikroskopik hanya dapat dideteksi dengan uji

dipstick yang dipastikan dengan pemeriksaan mikroskop sedimen urin.

Diagnosis hematuria mikroskopis ditegakkan apabila didapatkan

> 5 sel darah merah per lapang pandang. Pendapat lain menganggap hematuria bila

jumlah eritrosit ≥ 3 per lapang pandang. Adanya hematuria harus dikonfirmasi

dengan pemeriksaan sedimen urin secara mikroskopik, oleh karena banyak

penyebab lain selain darah yang dapat menimbulkan urin berwarna merah atau

cokelat dan memberikan hasil uji dipstick yang positif palsu. Jika terdapat 1 ml

darah dalam 1 liter urin, maka warna urin sudah dapat berubah.

Hematuria pada anak bisa disebabkan oleh bermacam-macam

penyebab dari trauma sampai kelainan sistem pembekuan. Selain itu juga dapat

disebabkan oleh kelainan yang diturunkan maupun didapat. Beberapa penyakit di

antaranya tidak ganas dan tidak progresif tetapi lainnya dapat merupakan penyakit

saluran kemih atau bagian tubuh lainnya yang cukup berbahaya. Begitu pula

sumber perdarahan bisa berasal dari berbagai tempat di saluran kemih, mulai dari

kapiler glomerulus sampai uretra.

Hematuria merupakan gejala yang penting dan serius, serta

dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Agar diagnosis penyebab hematuri dapat

ditegakkan secara pasti, diperlukan pemeriksaan yang sistematik dan terarah

29
meliputi anamnesis, pemerikasaan fisik, laboratorium dan pemeriksaan khsusus

lainnya.

Hematuria hanya merupakan salah satu gejala berbagai penyakit,

untuk itu penatalaksanaannya ditujukan kepada penyakit primernya. Hematuria

sendiri tidak memerlukan pengobatan khusus. Meskipun demikian setiap kasus

dengan hematuria sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk menetapkan etiologi.

Bila hematuria ternyata hanya merupakan gejala satu-satunya, (hematuria

monosimtomatik), tidak memerlukan tindakan khusus selain istirahat saat serangan

karena keadaan ini dianggap benigna.

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Alatas H, Tambunan T, Trihono PP, dkk. Buku Ajar Nefrologi Anak, Edisi 2.

Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2002

2. Noer MS. Hematuria. Dalam : Ismoedijanto, Basuki PS, Aziz AL, dkk. Ed.

Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak IV “Hot Topics in Pediatrics”. Surabaya :

Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2005

: 92-106

3. Gulati Sanjeev. Hematuria. Didapat dari http://www.emedicine.com [on line]

Diakses pada tanggal 8 November, 2009

4. Ingelfinger JR, Davis AE, Grupe WE. Frequency and Etiology of Gross

Hematuria in a General Pediatric Setting. Pediatrics 1977; 59:557-61

5. Vehaskari VM, Rapola J, Koskimies O, Savilahti E, Vilska J, Hallman N.

Microscopic Hematuria in Schoolchildren: Epidemiology and

Clinicopathologic Evaluation. J Pediatr 1979; 95:676-84

6. Feld LG, Meyers KEC, Kaplan BS, Stapleton FB. Limited Evaluation of

Microscopic Hematuria in Pediatric. Pediatrics 1998; 102:E42

7. Indian Academy of Pediatrics. Consensus Statement on Evaluation of

Hematuria. Pediatrics 2006; 43:965-73

8. Rebecca M, Leland B. Laboratory Evaluation of Discolored Urine. Didapat

dari http://www.mlo-online.com [on line] Diakses pada tanggal 11 November,

2009

31
9. American Academy of Pediatrics. Committee on Practice and Ambulatory

Medicine. Recommendations for Preventive Pediatrics Health Care. Pediatrics

1995; 96:373-74

10. Bergstein JM. Keadaan – Keadaan yang Terutama Disertai dengan Hematuria.

Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM ; Editor edisi bahasa

Indonesia: Wahab AS. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jakarta : EGC, 2000 :

1808-25

11. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 11. Jakarta : EGC,

2007 : 324-64

12. Gagnadoux MF. Evaluation of Hematuria in Children. Didapat dari

http://www.uptodate.com [on line] Diakses pada tanggal 13 November, 2009

13. Sunarka Nyoman. Hematuria pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran 2002;

134:27-31

32

Anda mungkin juga menyukai