Anda di halaman 1dari 17

A.

DEFINISI
Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan
didaerah abdomen. Sayatan pada operasi laparatomi menimbulkan luka
yang besar dan dalam sehingga membutuhkan waktu yang lama dan
perawatan berkelanjutan. Luka pasca operasi laparatomi sembuh sampai
dengan hari ke 10 sampai 14 (Ningrum, 2017).
Laparatomi juga biasanya dilakukan pada wanita dengan
perdarahan intra peritoneal ekstensif, keadaan hemodinamik yang tidak
stabil maupun adanya gambaran buruk saat dilakukan laparaskopi (Dewi,
2017).

B. ETIOLOGI

1. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)


Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap
struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan
oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Dibedakan atas 2 jenis yaitu :

a. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga


peritonium) yang disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
b. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritoneum) yang dapat disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan,
deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-belt).
2. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa
rongga abdomen, yang diklasifikasikan atas primer, sekunder dan
tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh spontaneous bacterial
peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit
ulkus duodenale, perforasi kolon (paling sering kolon sigmoid),
sementara proses pembedahan merupakan penyebab peritonitis tersier.

3. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)


Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun
penyebabnya) aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi
usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat karsinoma dan
perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru
mengenai usus halus. Obstruksi total usus halus merupakan keadaan
gawat yang memerlukan diagnosis dini dan tindakan pembedahan
darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh
secara lambat atau pada jaringan parut setelah pembedahan abdomen),
Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup kedalam bagian
lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus
(usus besar yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan
demikian menimbulkan penyumbatan dengan menutupnya gelungan
usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi usus melalui area
yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor
(tumor yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor
diluar usus menyebabkan tekanan pada dinding usus).

4. Apendisitis mengacu pada radang apendiks


Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada
bagian inferior dari sekum. Penyebab yang paling umum dari
apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya merusak
suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.

5. Tumor abdomen
6. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
7. Abscesses (a localized area of infection)
8. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
9. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the
intestines)
10. Intestinal perforation
11. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)
12. Foreign bodies (e.g., a bullet in a gunshot victim)
13. Internal bleeding
C. PATOFISIOLOGI
Gambaran klinik kehamilan ektopik sangat bervariasi tergantung
dari ada tidaknya ruptur. Triad klasik dari kehamilan ektopik adalah nyeri,
amenorrhea, dan perdarahan per vaginam. Pada setiap pasien wanita dalam
usia reproduktif, yang datang dengan keluhan amenorrhea dan nyeri
abdomen bagian bawah, harus selalu dipikirkan kemungkinan terjadinya
kehamilan ektopik.
Selain gejala-gejala tersebut, pasien juga dapat mengalami
gangguan vasomotor berupa vertigo atau sinkop; nausea, payudara terasa
penuh, fatigue, nyeri abdomen bagian bawah,dan dispareuni. Dapat juga
ditemukan tanda iritasi diafragma bila perdarahan intraperitoneal cukup
banyak, berupa kram yang berat dan nyeri pada bahu atau leher, terutama
saat inspirasi.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan nyeri tekan pelvis,
pembesaran uterus, atau massa pada adnexa. Namun tanda dan gejala dari
kehamilan ektopik harus dibedakan dengan appendisitis, salpingitis, ruptur
kista korpus luteum atau folikel ovarium. Pada pemeriksaan vaginal,
timbul nyeri jika serviks digerakkan, kavum Douglas menonjol dan nyeri
pada perabaan.
Pada umumnya pasien menunjukkan gejala kehamilan muda,
seperti nyeri di perut bagian bawah, vagina uterus membesar dan lembek,
yang mungkin tidak sesuai dengan usia kehamilan. Tuba yang
mengandung hasil konsepsi menjadi sukar diraba karena lembek.
Nyeri merupakan keluhan utama. Pada ruptur, nyeri terjadi secara tiba-tiba
dengan intensitas tinggi disertai perdarahan, sehingga pasien dapat jatuh
dalam keadaan syok. Perdarahan per vaginam menunjukkan terjadi
kematian janin.
Amenorrhea juga merupakan tanda penting dari kehamilan ektopik.
Namun sebagian pasien tidak mengalami amenorrhea karena kematian
janin terjadi sebelum haid berikutnya.
Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien
dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah
terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan
harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam
pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan
konservatif, di mana integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan
radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif
mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan
salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas
dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila
pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi
pembedahan per laparoskopi.
D. PATHWAY

Trauma abdomen, perdarahan, peritonitis, sumbatan pada usus, massa abdomen

Tindakan Infasif

LAPARATOMI

Post Laparatomi

Terputusnya diskontuinitas jaringan

Perdarahan Merangsang pengeluaran Gangguan Integritas


Histamin dan prostaglandin kulit/jaringan
Peningkatan leukosit
Kehilangan cairan
berlebih Nyeri Akut Jaringan terbuka

Hipovolemia Resiko Infeksi Invasi bakteri


E. MANISFESTASI KLINIS

1. Nyeri tekan.
2. Perubahan tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
3. Kelemahan.
4. Gangguan integumen dan jaringan subkutan.
5. Konstipasi.
6. Mual dan muntah, anoreksia.

F. PENATALAKSANAAN
1. Pemberian obat-obatan analgetik
Pemberian obat-obatan analgetik diaharapkan dapat meringankan
nyeri yang dirasakan pasien
2. Managemen nyeri non-farmakologis
Selain pemberian obat-obatan analgetik perawat dapat
mengajarkan pasien beberapa tehnik yang dapat meringankan
tingkat nyeri, seperti distraksi dan tehnik nafas dalam
3. Perawatan luka post op
Luka post op laparatomi harus dijaga kebersihannya agar tidak
terjadi infeksi.

G. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan
secara sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data
menganalisis data tersebut sehingga dapat pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan
pasien .Adapun tujuan utama dari pada pengkajian adalah
memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan
pasien yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan
keperawatan.
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan
utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu,
riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan Utama
Sering  menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan
kesehatan adalah  nyeri pada abdomen.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan
yang telah diambil sebelum akhirnya klien dibawa ke
rumah sakit untuk mendapatkan penanganan secara
medis.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien
dirawat di rumah sakit
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita
hipertensi,diabetes melitus,atau adanya riwayat stroke
dari generasi terdahulu.
4) Riwayat psikososial dan spiritual
Peranan  pasien  dalam  keluarga  status emosional
meningkat, interaksi meningkat, interaksi sosial
terganggu, adanya rasa cemas yang berlebihan,
hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam
pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan
ibadah sehari-hari.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma
atau riwayat operasi.
b. Mata
Periksa apakah konjungtiva anemis atau ananemis, sklera
ikterik atau anikterik, reflek pupil insokor atau anisokor
c. Hidung
Periksa aoakah ada pernafasa cuping atau tidak.
d. Dada
 Inspeksi                           :kesimetrisan bentuk, dan
kembang kempih dada.
 Palpasi                             :ada tidaknya nyeri tekan
dan massa.
 Perkusi                            :mendengar bunyi hasil
perkusi.
 Auskultasi                       :mengetahui suara nafas,
cepat dan dalam.
e. Abdomen
 Inspeksi                           : bentuk, ada tidaknya
pembesaran.
 Auskultasi                       : mendengar bising usus.
 Perkusi                            : mendengar bunyi hasil
perkusi.
 Palpasi                             : ada tidaknya nyeri tekan
pasca operasi.
f. Ekstremitas
Pengukuran otot menurut
Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan
pada sendi.
Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa
melawan grafitasi.
Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat
melawan tekanan pemeriksaan.
Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi
kekuatanya berkurang.
Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan
kekuatan penuh.
2. Analisa data

No. Data Etiologi Diagnose Keperawatan


1. DS : Nyeri akut
LAPARATOMI
 Mengeluh nyeri
DO : Post Laparatomi

 Tampak meringis
Terputusnya diskontuinitas jaringan
 Bersikap protektif
Merangsang pengeluaran
 Frek nadi meningkat
Histamin dan prostaglandin
 TD meningkat
Pola nafas berubah Nyeri Akut

2. DS : LAPARATOMI Hypovolemia
 Merasa lemas
 Mengeluh haus Post Laparatomi

DO :
Terputusnya diskontuinitas jaringan
 Frekuensi nadi meningkat
Kehilangan cairan
Perdarahan
 Nadi terasa lemah
Hipovolemia
berlebih
 Tekanan darah menurun
 Tekanan nadi menyempit
 Turgor kulit menurun
 Membrane mukosa kering
 Pengisian vena menurun
 Suhu tubuh meningkat
3. DS : - Gangguan integritas
LAPARATOMI
DO : kulit/jaringan
 Kerusakan jaringan dan/atau Post Laparatomi
kulit
 Nyeri Terputusnya diskontuinitas jaringan

 Perdarahab
Gangguan Integritas
 Kemerahan kulit/jaringan

 Hematoma
4. DS : - Resiko Infeksi
LAPARATOMI
DO :
 Kemerahan diarea luka Post Laparatomi

 terasa hangat diarea luka


Terputusnya diskontuinitas jaringan
meningkat
 adanya peningkatan suhu tubuh Peningkatan leukosit

Resiko Infeksi
3. Diagnose Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan luka post op laparatomi
2) Hypovolemia berhubungan dengan perdarahan post op
3) Gangguan integritas kulit dan/jaringan berhubungan dengan
luka insisi post op laparatomi
4) Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi post op
4. Rencana Keperawatan

No. Diagnose keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi


1. Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Managemen Nyeri
luka post op laparatomi selama 3x24 jam diharapkan nyeri yang  Identifikasi lokasi,kharakteristik, durasi,
dirasakan pasien berkurang dengan kriteria frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
hasil :  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri menurun  Identifikasi respon non-verbal
 Pasien tidak meringis  Identifikasi faktor yang memperberat nyeri
 Sikap protektif menurun  Berikan terapi komplementer untuk
 Kesulitan tidur munurn mengurangi rasa nyeri
 Frekuensi nadi membaik  Control lingungan yang memperberast
 Tek.darah membaik nyeri
 Pola tidur membaik  Pemberian analgetik jika perlu
2. Hypovolemia berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Managemen Cairan
dengan perdarahan post op selama 3x24 jam diharapkan keseimbangan  monitor status hidrasi (frekuens/ kekuatan
cairan dapat terpenuhi dengan kriteria hasil nadi, akral, pengisian kapiler, kelembaban
: mukosa, turgor kulit, tekanan darah.)
 Kelembapan membrane mukosa  monitor berat badan
meningkat  monitor status hemodinamik (CVP)
 Dehidrasi menurun  kolaborasi pemberian diuretic jika perlu
 Tekanan darah membaik
 Denyut nadi radial membaik
 Turgor kulit membaik
3. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Integrita kulit
dan/jaringan berhubungan dengan selama 3x24 jam diharapkan integritas  Identifikassi penyebab gangguan integritas
luka insisi post op laparatomi kulit dan jaringan pasien dengan kriteria kulit (misalnya perubahan
hasil : sirkulasi,perubahan status nurtrisi,
 Kerusakan jaringan menurun penurunan kelembaban, suhu lingkungan
 Kerusakan lapisan kulit menurun ekstrem, penurunan mobilitas)
 Nyeri menruun  Ubah posisi tiap 2 jam bila tirah baring
 Perdarahan merunun  Anjurkan minum air yang cukup
 Kemerahan menurun  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Elastisitas turgor meningkat  Anjurkan meningkatkan supan buah dan
 Hidrasi meningkat sayur

 Suhu kulit membaik


 Sensasi membaik
4. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi
dengan luka insisi post op selama 3x24 jam diharapkan infeksi dapat  Monitor tanda dan gejala local dan sistemik
dihindari dengan kriteria hasil :  Batasi jumlah pengunjung
 Integritas kulit meningkat  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
 Integritas mukosa meningkat dengan pasien dan lingkungan pasien
 Tiner antibody meningkat  Pertahankan tehnik aseptic pada pasien
 Suhu tubuh membaik beresiko tinggi
 Sel darah putih membaik  Ajarkan tanda dan gejala infeksi
 Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar a
 Ajarkan cara menghindari infeksi
DAFTAR PUSTAKA

PPNI (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

PPNI (2016). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan


Tindakan keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.

Ningrum, Tia Puspita, dkk,. (2017). Faktor-faktor yang Berhubungan


dengan Kejadian Wound Dehiscence pada Pasien Post-
Laparatomi. Jurnal Keperawatan. Vol:05. No:02

Dewi, Puspa Tgk, Meyla Risilwa,. (2017). Kehamilan Ektopik terganggu :


Sebuah Tinjauan Kasus. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala.
Vol(17). No(1).

Smeltzer, Suzanne C. 2010. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and


Suddarth Ed.8 Vol.3. EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai