MTPKR tidak memuat panduan klinis semua penyakit. Bila ada keluhan atau penyakit yang tidak
terdapat dalam panduan MTPKR ini, harap merujuk pada panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas
layanan kesehatan primer (Permenkes No 5 Tahun 2014).
Contoh Penggunaan Algoritma
• Pasien remaja datang ke Puskesmas dengan keluhan nyeri kepala, pasien kemudian dilakukan
pemeriksaan fisik sesuai dengan keluhan. Petugas kesehatan kemudian mencocokkan keluhan dan hasil
pemeriksaan fisik dengan algoritma yang sesuai. Pada contoh, remaja mengalami keluhan nyeri kepala,
maka kategori tersebut masuk pada algoritma lain-lain.
• Petugas kesehatan kemudian melakukan anamnesia dan pemeriksaan fisik sesuai dengan yang diperlukan.
Petugas kemudian dilakukan klasifikasi penyakit berdasarkan keluhan dan pemeriksaan fisik didapat sesuai
dengan algoritma. Contoh, setelah diklasifikasi remaja didapati masuk dalam klasifikasi nyeri kepala tipe
tegang, petugas kemudian melakukan tatalaksana dan pemantauan sesuai klasifikasi tersebut.
• Ciri khas pelayanan kesehatan pada remaja, setelah dilakukan tatalaksana tersebut, petugas kemudian
melakukan skrining anamnesis HEEADSSS untuk mengetahui apakah terdapat mengalami masalah lain
yang berisiko terhadap kesehatan remaja. Skrining anamnesis HEEADSSS dianjurkan dilakukan dalam
situasi nyaman bagi remaja (penggunaan bahasa tidak terlalu formal, melindungi kerahasiaan remaja).
Karakteristik remaja yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi, berani mengambil risiko tanpa perhitungan
yang panjang, lebih terbuka pada sebayanya namun kurang terbuka pada orang dewasa dll dianggap perlu
untuk mengaplikasikan metode skrining anamnesis HEEADSSS ini.
• Pada contoh, setelah dilakukan skrining anamnesis HEEADSSS, didapatkan kecurigaan remaja mengalami
kekerasan fisik di dalam rumah. Maka petugas kemudian melihat kembali algoritma yang sesuai untuk
kemudian dilakukan klasifikasi, tatalaksana dan pemantauan berdasarkan hasil yang didapatkan
Skrining anamnesis HEEADSSS
Petugas memeriksa
kemungkinan remaja memiliki
masalah terkait risiko terkait
aktivitas seksual
SAFETY
petugas memeriksa
kemungkinan remaja
memiliki masalah terkait
dengan keselamatan
SUICIDE AND DEPRESSION
petugas memeriksa
kemungkinan remaja
memiliki masalah terkait
risiko bunuh diri dan
depresi
Pokok Bahasan III
ALGORITMA KESEHATAN REMAJA
I. IDENTIFIKASI :
1. TANYA-LIHAT/RASA/DENGARMEMILAH berdasarkan gejala
2. KLASIFIKASI dalam tiga kelompok warna;
II. TATALAKSANA, tindakan sesuai dengan klasifikasi:
1. RUJUK keterbatasan sarana & prasarana; kompetensi & ke-
ilmuan (~ KONSULTASI);
2. Pencegahan (Nasihat, Konseling);
3. Pengobatan;
4. Koordinasi jejaring kerja (NetWorking): lintas program, lintas
dinas, org prof/masy., institusi masy. dll.
III. PEMANTAUAN: kontrol, kapan harus segera kembali.
Pokok Bahasan III
ALGORITMA KESEHATAN REMAJA
Masing-masing
algoritma berisi
tahapan
pemeriksaan
untuk
menetapkan
klasifikasi dan
tatalaksana atas
keluhan dan
gejala kesehatan
remaja
Pokok Bahasan IV
TINDAK LANJUT MANAJEMEN TERPADU PELAYANAN KESEHATAN
REMAJA
INFORMED CONSENT
• Pasal 45 Undang-Undang No 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Pasal 68 Undang-Undang No
36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan menjadi landasan hukum pelaksanaan informed consent.
• Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008, informed consent atau persetujuan
diberikan oleh pasien yang kompeten atau wali/keluarga/pengampunya apabila pasien tidak
berkompeten. Apabila persetujuan diberikan kepada pasien yang tidak kompeten maka
wali/keluarga/pengampunya dapat tetap menganggap sah atau dapat membatalkan tindakan kedokteran.
• Pada penggunaan algoritma ini, maka persetujuan tindakan medis (informed consent) diberikan oleh
keluarga terdekat antara lain ayah/ibu kandung atau saudara kandung yang telah dewasa, dengan
didahului penjelasan yang cukup pada klien remaja dengan didampingi oleh ayah/ibu kandung atau
saudara kandung yang telah dewasa tersebut sebagai pihak yang akan mengambil keputusan. Pada
prinsipnya, persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh keluarga terdekat (ayah/ibu kandung
atau saudara kandung yang telah dewasa) tersebut bertujuan untuk melindungi kepentingan pasien.
Namun demikian, pada kondisi emergensi dimana pasien harus segera menerima tindakan medis dan
pasien tidak didampingi oleh keluarga maka penjelasan dapat diberikan kepada pasien tersebut demi
menyelamatkan jiwa pasien (saksi).
PRAKTIK
Pembagian peran:
Peserta 1: H
Peserta 2: Ibu H
Peserta 3: Petugas PKPR