Anda di halaman 1dari 13

BAB I

DEFINISI

Koma merupakan penurunan kesadaran yang paling rendah atau keadaan “ unarousable
unresponsivenses”, yaitu keaadan dimana dengan semua rangsangan, penderita tidak dapat
dibangunkan.

Dalam bidang neurology, koma merupakan kedaruratan medik yang paling sering
ditemukan/dijumpai. Koma bukan lah penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang
disebabkan oleh berbagai faktor serta membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat,
diamna saja dan kapan saja. Oleh karena itu pekerja di bidang medis sangat perlu untuk memahami
dan mengetahui setiap tindakan yang perlu dilakukan dalam penanganan koma.

1
BAB II

RUANG LINGKUP

Kesadaran dibagi dua yaitu kuakoma kita lebih menitik beratkan kepada derajat dari kelitas
dan derajat kesadran. Jumlah (kuantitas) input / rasnsangan menentukan derajat kesadran,
sedangkan kulitas kesadran ditentukan oleh cara pengelohan input yang menghasilkan output SSP.
Pada topik koma kita lebih menitikberatkan kepada derajat dari kesadaran.

RANGSANGAN

Spesifik Non- spesifik

Substansia retikularis Substansia retikularis


(lintasan spesifik) (Diffuse asceding reticular system)

Thalamaus Thalamus
(inti intralaminar) (inti intralaminar)

Korteks Korteks
(area spesifik) (area spesifik)

Respon spesfik Kewaspadan/kesadaran

Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan dibagi dua, spesifik
dan non-spesifik merujuk kepada perjalan impuls aferen yang khas dimana menghasilakan suatu
kesadaran yang khas pula. Lintasan yang digunakan impuls-implus tersebut dapat dinamakan
lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik didaerah korteks primer
(penghantarnya berlangsung dari titik ke titik), yang bearti bahwa dalam suatu kulit yang
dirangsang mengirimkan impuls yang akan diterima oleh sekelompok neuron dititk tertentu daerah
reseptif somatosensorik primer. Setibanya impuls aferen dingkat korteks terwujudlah suatu
kesadaran akan suatu modalitas perasaan yang spesifik. Yaitu persaan nyeri dikaki atau diwajah
atau suatu penglihatan, penghidupan atau suatu pendengaran tertentu. Input yang bersifat non-
spesifik adalah bagian dari impuls aferen positif yang disalurkan melalui lintasan aferen non-
spesifik (lintasan ini lebih dikenal sebagai “diffuse ascending retikular system”) yang terdiri dari
serangkaian neuron-neuron di subtansia retikularis medulla sinalis dan batang otak yang
menyalurkan impuls aferen ke thamulus (inti intralaminar). Inti intralaminar ynag menerima

2
impuls non-spesifik akan menggalakan dan memancarkan impuls yang diterimanya
menuju/merangsang/menggiatkan seluruh korteks inti intralaminar disebut “neuron penggalak
kewaspadaan”, sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri digalakkan disebut “neuron
pengemban kewaspadaan”.

Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang terendah, maka
koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab neuron pengemban kewaspadaan sama sekali tidak
berfungsi (koma kortikal bihemisferik) atau oleh sebab neuron penggalak kewaspadaan tidak
berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma diensefalik).

Dari penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa berdasarka susunan anatomi, koma dibagi
menjadi 2 yaitu : koma kortikal bihemisferik dan koma diensifalik.

1) Koma kortikal bihemisferik.

Neuron merupakan suatu fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur,


metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis. Kedua,
untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku
seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa digunakan untuk metaboisme sel
tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh blood brain barrier.

Angka pemakain glukosa ialah 5,5 mg/100gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian
O2 ialah 3,3 cc/100gr jaringan otak/menit. Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk
proses oksidasi, 505 dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang
menyusun infastruktur neuron dan 15% untuk fungsi transmisi. Hasil akhir dari proses
oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam
sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu
maka infastruktur dan fungsi neuron akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat
memperbaiki metabolisme. Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal sebagai koma metabolik.

Yang dapat mengakibatkan koma metabolik antara lain :

 Hipoventilasi
 Anoksia Iskemik
 Anoksia Anemik
 Hipoksia atau iskemia difus akut
 Gangguan metabolisme karbohidrat
 Gangguan keseimbangan asam basa
 Urema
 Koma hepatik
 Difesiensi vitamin B

3
2) Koma diensefalik

Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis diadaerah
mensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Seacara anatomik koma diensefalik
dibagi menjadi dua bagian uatam yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.

 Lesi supratentorial

Proses desak ruangan supratentorial, lama kelamaan mendesak hemisferium


kearah foramen mgnum, yang merupakan satu-satunya jalan keluar untuk proses desak
didalam ruang tertutup seperti tengkorak. Karena itu batang otak bagian depa
(diensifalon) mengalami distori dan penekanan. Saraf – saraf otal mengalami penarikan
dan menjadi lumpuh dan subtansia retikularis mengalami gangguan. Oleh karna itu
bangkitlah kelumpuhan saraf otak okulomutoris dan trokhlearis merupakan ciri bagi
proses desak ruang supratentorila yang sedang menurun ke fossa posterior serebri. Yang
dapat menyebabkan lesi supratentorial antara lain : tumor serebri, abses dan hematoma
intrakranial.

 Lesi infratentorial

Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior).
Pertama, proses diluar batang otak atau serebrum yang mendesak system retikularis.
Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak system
retikularis batang otak.

Proses yang timbul berupa penekanan langsung terhadap tegmentum


mesensefalon (formasio retikularis), herniasi serebrum batang otak ke rostal melewati
tentorium serebellinyang kemudian menekan formation retikularis di mesensefalon,
herniasi tonsiloserebllum kebawah melalui foramen magnum dan sekaligus menekan
medulla oblongata. Seacar klinis, ketiga proses tadi sukar dibedakan. Biasanya berbauran
dan tidak ada tahapan yang kahas. Penyebab lesi infratentorial biasanya GPDO dibatang
otak atau serebrum neoplasma, abses atau edema otak.

ETIOLOGI

Penyebab koma secara garis besar dapat disingkat/ dibuat jembatan keledai menjadi
kalimat “SEMENITE”. Selain itu ada juga beberapa buku yang menggunakan jembatan keledai
yang berbeda tetapi pengertiannya sama. Dari jembatan keledai ini kita juga dapat membedakan
manakah yang termasuk kedalam koma bihemisferik atau koma diensefalik.

4
S : Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)
E : Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll
M : Metabolik – akibat gangguan metabolik yang menekan/ mengganggu kinerja otak
(gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma diabetikum, dsb)
E : Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium)
N : Neoplasma – tumor baik primer maupun sekunder yang menyebabkan penekanan
intracanial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat (papiledema, bradikardi, muntah )
I : Intoksikasi – keracunan
T : Trauma – kecelakaan
E : Epilepsi

5
BAB III
TATALAKSANA

DIAGNOSA DAN GAMBARAN KLINIS

Untuk mendiagnosis koma atau penurunan kesadaran tidak lah sulit. Yang menjadi
masalah adalah apa yang menjadi penyebab koma tadi dan bagaimana situasi koma yang sedang
dihadapinya (tenang, terhiasi otak, atau justru agonia). Untuk mencapai tujuan tersebut maka harus
dimulai dengan anamnesia, dilanjutkan dengan pemeriksaan intern, pemeriksaan neurologis, dan
pemeriksaan tambahan sesuai dengan kebutuhan.

1. Anamnesa
Karena penderita terganggu kesadaran, maka harus heteroanamnesis dari orang yang
menemukan atau mengetahui kejadiaannya. Hal yang harus diperhatikan antaralain :
 Penyakit penderita sebelum koma
 Keluhan penderita sebelum tidak sadar
 Obat yang digunakan
 Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan tidak sadar.
 Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan ? gejala apa saja yang nampak oleh
orang sekitarnya?
 Apakah ada trauma sebelumnya
 Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses
2. Pemeriksaan intern/fisik
a. Tanda – tanda vital
b. Bau nafas penderita (amoniak, aseton, alcohol, dll)
c. Kulit ; (dehidrasi), warna (sianosis – intoksikasi CO, obat – obatan ), bekas injeksi
(morfin), luka – luka karena trauma
d. Selaput mukosa mulut (adanya darah atau bekas minum racun)
e. Kepala ; opistotonus (meningitis), miring kanan/kiri (tumor fossa posterior)
Apakah keluar darah atau cairan dari telinga/hidung ? hematom sekitar mata (brill
hematoma) atau pada mastoid (battle’s sign) apakah ada fraktur impresi ?
f. Leher ; apakah ada fraktur ? jika tidak, periksa kaku kuduk
g. Thorak ; paru dan jantung
h. Abdomen; hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik ), retensi urin (+/-)
i. Ekstermitas ; sianosis ujung jari, edema pada tungkai
3. Pemeriksaan neurologis
a. Pemeriksaan kesadaran ; digunakan Glasgow Cma scale (GCS)
b. Pemeriksaan untuk menetapkan proses/lesi
 Obsevasi umum

6
 Perhatikan gerakan menguap, menelan, menguyah, membasahi bibir. Bila (+),
prognosis cukup
 Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk ) disebabkan
oleh gangguan metabolik
 Lengan dan tungkai
i. Lengan keadaan fleksi (decorticated rigidity) gangguan di hemisfer,
batang otak masih baik
ii. Lengan dan tungkai ekstensi (deserebrate rigidity) kerusakan dibatang
otak.
 Pola pernafasan
 Pernafan cheyne – stokes (periodic breathing) terjadi keadaan apnea,
kemudiantimbul pernafasan yang berangsur- angsur bertambah besar
amplitudonya. Setelah mencapai suatu puncak, akan menurun lagi
 Proses di hemisfer dan/ abatang otak bagian atas
 Hiperventelasi neurogen sentral (kussmaul) : pernafasan cepat dan dalam
disebakan gangguan di tegmentum (antara mensefalon dan pons). Letak
prosesnya lebih kadual dari pernafasan cheyne- stokes, prognosisnya juga lebih
jelek
 Pernafasan apneustik : terdapat suatu inspirasi yang dalam diikuti oleh
penghentian ekspirasi selama beberapa saat.
 Gangguan dipons. Prognosis lebih jelek daripada hiperventelasi neurogen sentral
karena prosesnya lebih kaudal
 Peranfasan ataksik : terdiri dari pernafan yang dangkal, cepat, dan tidak teratur.
Terganggunya formation retikularis dibagian dorsomedial dan medulla
oblongata. Terlihat pada keadaan agonal karenanya sering disebut sebagai tanda
menjelang ajal.

 Kelainan pupil
Untuk menentukan kelainan dibatang otak, yang harus diperhatiakan adalah
besarnya, bentuknya, refleks pupil. Jangan menggunakan midriatikum karena akan
menghilangkan efek pupil. Kelainan gerakan dan/ atau kedudukan bola mata dapat
menunjukkan topical dari lesi :
 Lesi di hemisfer ; Devition Conjugee (mata melihat kearah hemisfer yang
terganggu), pupil & refleks cahaya normal
 Lesi di thalamus ; kedua bola mata melihat kearah hidung. Kadang
hemianestesia (badan, tungkai, wajah) Dystonic posture (lengan dalam posisi
aneh)

7
 Lesi di pons : kedua bola di mata tengah, tidak ada gerakan walau dengan
perubahan posisi (doll’s eye maneuver abnormal), pupil pinpoint, refleks
cahaya (+), kadang ada ocular bobbing.
 Lesi diserebelum : bola mata di tengah, pupil besar, bentuk normal, refles
cahaya (+) normal. Sering karena perdarahan yang meningkatkan TIK,
sehingga mengganggu N.VI
 Gangguan N. Okulomotorius : pupil anisokor, refleks cahaya negative (pada
pupil yang lebar), sering disertai protis. Gangguan pada N.III sering merupakan
tanda pertama akan terjadinya herniasi tentorial. Adanya perdarahan atau
edema didaerah supratentorial akan mendorong lobus temporalis ke bawah.
Desakannya akan menekan N.III, yang bila proses berlanjut akan menekan
batang otak, dan menyebabkan kematian.
 Refleks sefalik
 Refleks pupil ; terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual, konvergensi).
Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan kesadaran menurun. Oleh
karena itu pada penderita koma hanya dapat diperiksa refleks cahaya dan
konsensual. Bila refleks cahaya terganggu, gangguan di mensensefalon.
 Doll’s eye phenomenon : gangguan di pons (refles okulo- sefalik negatif)
 Refleks okulo- vestibular : menggunakan tes kalori. Jika (-) berati gangguan di
pons
 Refleks kornea : merangsang kornea dengan kapas halu akan menyebabkan
penutupan kelopak mata. Bila negatif bearti ada kelain dipons
 Refleks muntah : sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks ini hilang
pada kerusakan di medula oblongata
 Reaksi terhadap rangsangan nyeri
Tekananan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum.
Rangasangan tersebut akan menimbulkan refleks sbb :
 Abduksi : fungsi hemisfer masih baik (high level function)
 Menghindar (fleksi dan aduksi) hanya ada low level function
 Flexi : ada gangguan di hemisfer
 Extensi kedau lengan dan tungkai : gangguan dibatang oatak
 Fungsi traktus piramidalis
Merupakan saluran saraf terpanjang, sehingga apabila terjadi kerusakan
struktur susunan saraf pusat amat sering terganggu. Bila traktus piramidalis tidak
terganggu, kemungkinan esar gangguan disebabkan oleh gangguan metabolisme.
Adanya gangguan pada fraktus piramidalis dapat diketahui dengan adanya :
 Paralisis (kelumpuhan)
 Reflek tendinei (otot) ; bila traktus piramidalis terganggu, akan terdapat
penurunan reflek sisi kontralateral. Penurunan meningkat.
8
 Reflek patologik (+) positif
 Tonus : pada fase akut terjadi penurunan tonus kontralateral. Bila lesi
piramidalis sudah lama, tonus akan meningkat (pada umumnya kita hanya
menemukan peningkatan tonus )
 Pemeriksaan lanoratorium
Darah rutin, fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), fungsi hati
(LFT,SGOT,SGPT), elektrolit, glukosa darah. Liquor serebrospinalis harus
diperiksa bila diduga ada infeksi intrakranial(meningitis dan meningoensefalitis).
Lontraindikasi LP adalah peningkatan tekanan intrakranial. Pada pemeriksaan
liquor harus diperhatikan :
1) Warna ; normalnya jernih. Bila perdarahan, dihitung jumlah eritrosit
 <50/mm : kemungkinan suatu emboli
 1000/mm : kemungkinan perdarahan intraserebral
 10.000/mm : kemungkinan infark haemorhage
 25.000/mm : kemungkinan perdarahan subarachnoid
2) Jumlah sel ; normal <5/mm
 Bila meningkat : meningitis / meningoesefalitis
 Peningkatan mononuclear menunjukkan adanya meningitis serosa, yang
dapat disebabkan oleh TB, virus atau jamur. Peningkatan sel
polimorfonuklear meningitis purulenta.
 Protein ; kadar protein liqour normalnya 0,15- 0,45 g/l. Meningkat pada
keradangan/perdarahan
 Glukosa ; kadar glukosa normalnya 2/3 kadar glukosa darah. Kadar
glukosa yang menurun ada infeksi (TBC, bacterial)
 Bakteriologi; pemeriksaan dan penecatan gram dan kultur bila dicurigai
adanya infeksi intracranial
 Pemeriksaan khusus ;
 Keganasan : sitologi
 TB : pengecatan ziehl – nelson
 Neurosifilis : VDR/ TPHA
 Pemeriksaan dengan alat
 CT scan merupakan pemeriksaan yang paling sering atau umum digunakan
 Oftalmoskop : pada setiap penderita koma, fundus okuli harus diperiksa untuk
melihat adanya :papiledema, tanda –tanda arterioclerosis pembuluh darah
diretina, tuberkel di koroidea
 Elektroensefalografi (EEG) ; untuk melihat kelainan difus atau fokal. Harus
dibandingkan antara hemisfer kiri dan kanan. Serial EEG diperlukan untuk
evaluasi penderita koma

9
 Eko – ensefalografi ; mengunakan gelombang ultrasound. Midilne echo pada
orang normal menandakan posisi ventrikel III. Yang perlu diperhatikan adalah
dorongan dri midile echo untuk menentukan lateralisasi
 Doppler (B Scan ) ; alat untuk mengukur kecepan aliran darah di artria karotis
dan pembuluh darah kolateral (temporalis orbita ). Pemeriksaan ini penting
untuk mengetahui adanya stenosi pada arteri
 Arteriografi ; pemeriksaan invasive dengan memasukan kontras ke dalam
pembuluh adarh. Hanya dilakukan pada pasien dengan dugaan kelainan
pembuluh darah
 MRI (magnetic resonance imaging)
PENATALAKSANAAN & PROGNOSIS

1. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan penderita koam secara umum harus dikelola menurut prinsip 5 B


yaitu :

1. Breathing : jalan nafas harus bebas obstruksi. Posis penderita miring agar lidah tidak jatuh
kebelakang, serta bila muntah tidak terjadi aspirasi. Bila pernafasan berhenti segera
lakukan resusitasi
2. Blood : Diusahakan tekanan darah cukup tinggi untuk mengalirkan darah ke otak.
Tekanan darah yang rendah berbahaya untuk susunan saraf pusat. Komposisi kimiawi
darah dipertahankan semaksimal mungkin, karena perubahan –perubahan tersebut akan
mengganggu perfusi dan metabolisme otak.
3. Brain : usahakan untuk mengurangi edema otak yang timbul. Bila penderita kejang
sebaiknya diberikan difenilhidantion 3dd 100mg atau karbamezepin 3dd 200mg per os
atau nasogastric. Bila perlu difenilhidantion diberikan intravena secara perlahan
4. Bladder : harus perhatikan fungsi ginjal, cairan, elektrolit, dan miksi. Kateter harus selalu
dipasang kecuali terdapat inkontenensia urin atau infeksi
5. Bowel : makanan penderita harus cukup menganung kalori maupun vitamin. Pada
penderita tua sering terjadi kekurangan albumi yang memperburuk edema otak, hal ini
harus cepat dikoreksi. Bila terdapat kerusakan menelan dipasang sonde hidung.
Perhatikan defekasinya dan hindari terjadi obstipasi.

Penatalaksanaan berdasarkan etiologi, secara singkat akan diuraikan berdasarkan


urutan SEMENITE :

1) Sirkulasi
a. Perdarahan subaranoidal : Asam traneksamat 4dd 1gr iv perlahan- lahan selama 2
minggu, dilanjutkan peroral selama 1 minggu untuk mencegah kemungkinan
rebleeding. Nimodipin (ca blocker) untuk mencegah vasospasme. Setelah 3 minggu

10
sebaliknya dilkakukan arteriografi untuk mencari penyebab perdarahan, dan bila
mungkin diperbaiki dengan jalan operasi.
b. Perdarahan intraserebral : pengobatan sama seperti diatas. Pembedahan hanya
dilakukan bila perdarahan terjadi dilokasi tertentu, misalnya serebelum.
c. Infark otak : keadaan ini dapat disebabkan oleh karena trombosis maupun emboli.
Pengobatan infark akut dapat dibagi dalam 3 kelompok :
 Pengobatan terhadap edema otak, misalnya dengan mannitol
 Pengobatan untuk memperbaiki metabolisme otak, misalnya Dengan
citicholine/ codergocrine / piracetam
 Pemberian obat antiagregasi trombus dan antikoagulan
2) Ensefalomeningitis.
Meningitis purelenta beri antibiotic, Meningitis tuberkulosa dipakai kombinasi INH,
rifampicin, kanamisin, dan pirazinamide.
3) Metabolisme
Koma karena gangguan metabolisme harus diobati penyakit primernya.
Penatalaksanaannya terletak di bagian penyakit dalam.
4) Elektolitdan Endokrin
Bagian penyakit dalam. Kalium selain menyebabkan gangguan saraf juga dapat
menyebabkan gangguan jantung
5) Neoplasmactivator metabolic dan
Dilakukan oleh ahli bedah saraf.
6) Intoksikasi
Penderita koma karena intoksikasi diberikan activator metabolic dan diuresis paksa untuk
mengeluarkan penyebab intoksikasi. Bila memungkinkan berikan antidotnya.
7) Epilepsi
 Secara umum, pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2x bangkitan dalam
setahun. Tegakkan diagnosis, jelaskan kepada keluarga penderita seputar tujuan
pengobatan dan efek samping.
 Sesuaikan jenis obat jenis serangan epilepsi yang dijumpai, sebaiknya
MONOTERAPI.
 Mulailah dengan dosis rendah yang dinaikkan bertahap sampai tercapai dosis efektif.
 Bila perlu penggantian obat, obat pertama diturunkan secara bertahap dan naikkan
obat kedua bertahap.
 Jika serangan tetap tidak terkontrol meskipun sudah mendapat monoterapi/terapi
optimal, sebaiknya rujuk ke spesialis saraf.
 Pada status epileptikus :
 Bayi dan anak : dosis 15-20 mg/kgBB i.v pemberian secara perlahan-lahan
kurang dari 1-3 mg/kgBB/menit.

11
 Dewasa : dosis 10-15 mg/kgBB perlahan-lahan <50 mg/ menit disusul dengan
dosis rumatan 3-4 x100 mg/hari, oral/i.v
2. Prognosis.

Prognosis jelek bila didapatkan gejala-gejala seperti dibawah ini lebih daei 3 hari :

1. Adanya gangguan fungsi batang otk, seperti doll’s eye phenomenon negative, reflex
kornea negative, refleks muntah negative.
2. Pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya.
3. GCS yang rendah (1-1-1).

Cara penilaian

Respon membuka mata

 Spontan --> 4
 Atas perintah --> 3
 Dengan rangsangan nyeri --> 2
 Tidak ada reaksi --> 1

Respon verbal (bicara)

 Sadar, orientasi diri, waktu, tempat --> 5


 Berbicara membingungkan --> 4
 Kalimat tidak mempunyai arti --> 3
 Mengerang --> 2
 Tidak ada respon --> 1

Respon motorik

 Mengikuti perintah 6
 Melokalisasi waktu 5
 Gerakan menghindar 4
 Flexi abnormal 3
 Exstensi abnormal 2
 Tidak ada respon *) 1

Skor maksimum 15

CATATAN

Tanda *) : diberikan rangsangan nyeri dengan menekan supra orbita.

12
BAB IV
DOKUMENTASI
Seluruh asuhan dan tindakan pada pasien koma didokumentasikan dalam rekam medik
pasien yang meliputi diagnosis, pemeriksan penunjang dan terapi.

Dikeluarkan di
SINTANG 03 November 2016
Direktur RSUD Ade Muhammad Djoen Sintang

Dr. Rosa Trifina, MPH

13

Anda mungkin juga menyukai