Anda di halaman 1dari 10

4. Bagaimana mekanisme terjadinya penurunan kesadaran ada skenario?

Fisiologi kesadaran

Keadaan sadar dan siaga ditentukan oleh adanya stimulus. Stimulus yang
membangkitkan kesadaran dapat berasal darimanapun seperti penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan dan lainnya. Ada 2 komponen yang
dibutuhkan agar keadaan sadar dapat dipertahankan, yang pertama adalah stimulus
dan juga ARAS (Ascending Reticular Activating System). ARAS adalah suatu jaras
yang menghubungkan antara formatio reticularis di batang otak dengan seluruh
bagian dari kedua korteks hemisfer serebri, meskipun arahnya yang ascending jaras
ini terpisah dari jaras sensorik lainnya, penamaan “reticular” sendiri yang berarti
“jaring” menunjukan bahwa ARAS merupakan jaras yang tidak searah dan seperti
halnya jaring, bercabang-cabang menerima impuls dari berbagai reseptor sensorik

Jaras dari ARAS antara formatio reticularis dengan korteks serebri


dihubungkan oleh bagian medial dari thalamus, setelah singgah di thalamus, jaras ini
akan menyebar ke seluruh korteks di kedua hemisfer serebri. Fungsi dari ARAS
sendiri adalah mempertahankan impuls yang terus menerus agar korteks
serebri tetap aktif dan memberikan respon terhadap stimulus tersebut sehingga
seorang individu terlihat “sadar”

Gambar 1. Ascending Reticular Activating System (ARAS)


Mekanisme penurunan kesadaran

Terjadinya kesadaran menurun sebagai akibat dari berbagai macam gangguan atau
penyakit yang masing-masing pada akhirnya mengacaukan fungsi reticular activating
system secara langsung maupun tidak langsung. Dari studi kasus-kasus koma yang
kemudian meninggal dapat dibuat kesimpulan, bahwa ada tiga tipe lesi /mekanisme
yang masing-masing merusak fungsi reticular activating system, baik secara
langsung maupun tidak langsung.7

a. Disfungsi otak difus

1. Proses metabolik atau submikroskopik yang menekan aktivitas neuronal.

2. Lesi yang disebabkan oleh abnormalitas metabolik atau toksik atau oleh
pelepasan general electric (kejang) diduga bersifat subseluler atau
molekuler, atau lesi-lesi mikroskopik yang tersebar.

3. Cedera korteks dan subkorteks bilateral yang luas atau ada kerusakan
thalamus yang berat yang mengakibatkan terputusnya impuls talamokortikal
atau destruksi neuron-neuron korteks bisa karena trauma (kontusio, cedera
aksonal difus), stroke (infark atau perdarahan otak bilateral).

4. Sejumlah penyakit mempunyai pengaruh langsung pada aktivitas metabolik


sel-sel neuron korteks serebri dan nuclei sentral otak seperti meningitis, viral
ensefalitis, hipoksia atau iskemia yang bisa terjadi pada kasus henti jantung.

5. Pada umumnya, kehilangan kesadaran pada kondisi ini setara dengan


penurunan aliran darah otak atau metabolisme otak.7

b. Efek langsung pada batang otak

1. Lesi di batang otak dan diensefalon bagian bawah yang


merusak/menghambat reticular activating system.

2. Lesi anatomik atau lesi destruktif terletak di talamus atau midbrain di mana
neuron-neuron ARAS terlibat langsung. Lebih jarang terjadi. Pola
patoanatomik ini merupakan tanda khas stroke batang otak akibat oklusi
arteri basilaris, perdarahan talamus dan batang otak atas, dan traumatic
injury.5

c. Efek kompresi pada batang otak

1) Lesi masa yang bisa dilihat dengan mudah

Massa tumor, abses, infark dengan edema yang masif atau perdarahan
intraserebral, subdural maupun epidural. Biasanya lesi ini hanya mengenai
sebagian dari korteks serebri dan substansia alba dan sebagian besar
serebrum tetap utuh. Tetapi lesi ini mendistorsi struktur yang lebih dalam
dan menyebabkan koma karena efek pendesakan (kompresi) ke lateral dari
struktur tengah bagian dalam dan terjadi herniasi tentorial lobus temporal
yang berakibat kompresi mesensefalon dan area subthalamik reticular
activating system, atau adanya perubahan-perubahan yang lebih meluas di
seluruh hemisfer.

2) Lesi serebelar sebagai penyebab sekunder juga dapat menekan area


retikular batang otak atas dan menggesernya maju ke depan dan ke atas

3) Pada kasus prolonged coma, dijumpai perubahan patologik yang terkait


lesi seluruh bagian sistim saraf korteks dan diensefalon.

Berdasar anatomi-patofisiologi, koma dibagi dalam

1. Koma kortikal-bihemisferik,

Koma kortikal-bihemisferik yaitu koma yang terjadi karena neuron


pengemban kewaspadaan terganggu fungsinya. Gangguan kehidupan neuron-
neuron sehingga tidak berfungsi lagi, dapat ditinjau secara menyeluruh bilamana
struktur dan metabolismenya dipahami.

Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara


struktur, metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron
tidak bermitosis. Kedua, untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan
O2 dan glukosa saja. Sebab bahan baku seperti protein, lipid, polysaccharide dan
zat lain yang biasa digunakan untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke neuron
karena terhalang oleh ‘blood brain barrier’. Angka pemakaian glukosa ialah 5,5
mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan
otak/menit.

Glukosa yang digunakan oleh neuron 35% untuk proses oksidasi, 50%
dipakai untuk sintesis lipid, protein, polysaccharide, dan zat-zat lain yang
menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk fungsi transmisi. Hasil akhir dari
proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang berfungsi
mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam sel. Bila
metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron akan
lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.
Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik. Yang
dapat membangkitkan koma metabolik antara lain:

a. Hipoventilasi
b. Anoksia iskemik.
c. Anoksia anemik.
d. Hipoksia atau iskemia difus akut.
e. Gangguan metabolisme karbohidrat.
f. Gangguan keseimbangan asam basa.
g. Uremia.
h. Koma hepatic
i. Defisiensi vitamin B.
2. Koma diensefalik,

Koma diensefalik merupakan Koma akibat gangguan fungsi atau lesi


struktural formation retikularis di daerah mesensefalon dan diensefalon
(pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik koma diensefalik dibagi menjadi 2
bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.

a. Koma Diensefalik Supratentorial

1) Koma Hemoragik Epidural


Gambar 2. Epidural hematoma
Hemoragia atau hematoma epidural dapat didefinisikan sebagai
penimbunan darah vena atau arteri diantara tulang tengkorak dan dura
meter. Riwayat klasiknya yaitu setelah penderita mengidap trauma kapitis,
penderita pingsan sebentar, lalu sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam
sampai beberapa hari tidak ada manifestasi yang mengejutkan. Tetapi pada
suatu saat penderita mulai suf (drowsy) dan cepat menjurus ke stupor dan
koma. Masa antara trauma kapitis dan timbulnya penurunanan
kewaspadaan dinamakan bebas gejala. Karena hematoma epidural dapat
timbul hemiparesis kontralatetral atau serangan epileptik fokal. Kesadaran
yang menurun secara progresi menunjukkan desakan yang semakin besar
dan kemudia membangkitkan sindrom herniasi unkus. Pada pemeriksaan
ditemukan pupil edem. 4

Ketika seorang mendapat benturan yang hebat di kepala kemungkinan


akan terbentuk suatu lubang, pergerakan dari otak mungkin akan
menyebabkan pengikisan atau robekan dari pembuluh darah yang
mengelilingi otak dan dura,ketika pembuluh darahmengalami robekan
maka darah akan terakumulasi dalam ruang antara dura dan tulang
tengkorak, keadaan inlah yang di kenal dengan sebutan epidural hematom.

EDH adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang paling sering
terjadi karena fraktur tulang tengkorak oleh karena adanya cedera
mekanik ( trauma kepala). Cedera kepala adalah trauma mekanik pada
kepala yang terjadi baik secara langsung atau tidak langsung yang
kemudian dapat berakibat kepada gangguan fungsi neurologis, fungsi fisik,
kognitif, psikososial, bersifat temporer atau permanen. Menurut Brain
Injury Assosiation of America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada
kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan
oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi atau
mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik

Cedera disebabkan oleh laserasi arteri meningea media atau sinus dura,
dengan atau tanpa disertai fraktur tengkorak. Perdarahan dari EDH dapat
menyebabkan kompresi, pergeseran, dan peningkatan tekanan intrakranial
(TIK).
Pada EDH, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan duramater.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu
cabang arteria meningea media robek. Robekan ini sering terjadi bila
fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan. Hematom dapat pula
terjadi di daerah frontal atau oksipital.3
Arteri meningea media masuk di dalam tengkorak melalui foramen
spinosum melalui durameter dan tulang di permukaan dan os temporale.
Perdarahan yang terjadi menimbulkan EDH, desakan oleh hematoma akan
melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga hematom
bertambah besar.3

Gambar. Arteri meningea media


Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan
pada lobus temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini
menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah
pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya tanda-
tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.

Tekanan dari herniasi pada sirkulasi arteria yang mengatur formation


retikularis di medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran.
Di tempat ini terdapat nuklei saraf cranial ketiga (oculomotorius). Tekanan
pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan ptosis kelopak mata.
Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah ini,
menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif
atau sangat cepat, dan tanda Babinsky positif.
Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi otak akan
terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan
intrakranial yang besar. Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan
tekanan intrakranial antara lain gangguan tanda-tanda vital dan
fungsi pernafasan.
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus
keluar hingga makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau
terbentur mungkin penderita pingsan sebentar dan segera sadar kembali.
Dalam waktu beberapa jam, penderita akan merasakan nyeri kepala yang
progresif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi
kecelakaan disebut lucid interval. Fenomena lucid interval terjadi karena
cedera primer yang ringan pada EDH. Kalau pada subdural hematoma
cedera primernya hampir selalu berat atau epidural hematoma dengan
trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien langsung
tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar. 3 Sumber
perdarahan :
 Arteri meningea media ( lucid interval : 2 – 3 jam )

a) Sinus duramatis

b) Diploe (lubang yang mengisi kalvaria kranii) yang berisi


a.diploica dan v.diploica
Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah
saraf karena progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat
pada sutura sehingga langsung mendesak ke parenkim otak menyebabkan
mudah herniasi trans dan infra tentorial. Karena itu setiap penderita dengan
trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama, apalagi
progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.

2) Koma Akibat Hemoragi Subdural Akut


Koma Akibat Hemoragi Subdural Akut adalah perdarahan akibat robeknya
atau terlukanay vena subdural yang bersifat bridging veins, shingga
sebanyak 150 cc darah tertimbun diantara arakhnoid dan dura meter.
Setelah mengidap trauma kapitis, penderita pingsan dalam beberapa
hari.sebagian menjurus ke stupor, sebagian tidak menimbulkan penurunan
kesadaran tetapi fungsi intelektualnya terganggu dalam masa yang cukup
panjang. Karena hematoma subdural dapat menimbulkan hemiparesis
kontralateral atau ipsilateral. Hemiparesis ipsilateral berkembang sebagai
penekanan pedunkulus serebri pada tepi tentorium disisi kontralateral
terhadap hematoma. 4

3) Koma Akibat Empiema Subdural


Merupakan komplikasi infeksi parasinus atau otitis media. Adakalanya
infeksi tulang tengkorak akibat trauma kapitis dapat menimbulkan
empiema subdural. Pada pemeriksaan akan didaptkan kaku kuduk dengan
tanda-tanda meningismus/meningitis yang positif, pupil edem dan sangat
mungkin juga serangan epileptik fokal, afasia, kelumpuhan saraf otak dan
gangguan penglihatkan yang bersifat hemianopia, dsb. 4

4) Koma Akibat Hemoragi Serebri


Timbul secara tiba-tiba pada orang yang sudah lama menderita hipertensi
dan mengeluh tentang sakit kepala yang paling berat sewaktu bangun pagi.
TIK meningkat dengan cepat sehingga koma bangkit pada saat terjadinya
perdarahan. Olehkarena hemoragi serebri paling sering timbul di kapsula
interna , maka hemiparesis merupakan manifestasi yang menyertai koma.
Kejadian yang serempak itu dinamakan hemoragic stroke.
5) Koma Akibat Tumor Intraserebri
Tumor intraserebri jarang meninbulkan koma pada tahap dini. Koma yang
timbul pada perkembangan neoplasmatik selanjutnya dapat terjadi
berangsur-angsur jika perluasan jaringan neoplasmatik mendesak ke arah
batang otak. Timbulnya koma yang secara tiba-tiba pada tahap lanjut dapat
dipikirkan jika pertumbuhan neoplasmatik merusak dinding pembuluh
darah intraserebral sehingga timbul perdarahan. Dalam hal-hal tersebut
koma diensefalik terjadi melalui peningkatan TIK sehingga koma yang
dihadapi ialah koma akibat proses desak ruang supratentorial. Dalam hal
ini mekanisme koma sesuai dengan mekanisme koma akibat proses
patologik infra-tentorial yang langsung merusak “diffuse ascending
reticuler system.

b. Koma Diensefalik Infratentorial

1) Koma Akibat Oklusi Arteria Basilaris


Aklusi arteria basilaris karena trombus atau embolus sering menimbulkan
koma. Sebelum koma, sering dijumpai prodroma yang berupa TIA.
Gambarannya adalah tiba-tiba timbul diplopia, sakit kepala didaerah
oksiput yang cepat lenyap lagi vertigo, disatria, disfagi, dan gejala defisit
sensorik atau motorik secara bilateral dan sering secara berselingan.
Setiap serangan berlangsung selama 10 detik sampai beberapa menit saja.
Beberapa bulan atau minggu setelah TIA timbul, pada suatu saat koma
dapat timbul secara tiba-tiba. Kejadian ini merupakan hilangnya fungsi
substansi retikularis batang otak bagian rostral yang terusakoleh infark.
Keadaan pupil mengungkapkan lokalisasi infark ditingkat batang otak.
Pupil sempit (pontin), pupil lebar-sedang (mesenfalondiensefalon), atau
lebar maksimal (mesenfalon setinggi inti N III) dapat ditemukan dengan
tanda-tanda okular lainnya yang dapat memberikan lebih banyak
informasi untuk melokalisasi lesi vaskular secara lebih tepat. 4

2) Koma Akibat Lesi Non-Vaskuler di Vosa Serebri Posterior Abses,


granuloma, tumor primer dan sekunder dapat dijumpai difosa serebri
posterior. Pada umunnya lesi tersebut mendesak batang otak ke salah satu
sisi. Pada proses desak ruang unilateral, akan dijumapai sindrom batang
otak yang mempunyai ciri-ciri lateralisasi. Proses desak ruang digaris
tengah akan menibulkan manifestasi umum akibat TIK yang meninggi,
yaitu sakit kepala dan muntah-muntah. Tanda klasik Kocher Cushing
yang terdiri dari tekanan darah sistemik meingkat dengan frekuensi nadi
yang lamabt, sering mencirikan proses desak ruang intratentorial yang
berkedudukan digaris tengah. Gangguan kesadaran dapat bermanifestasi
langsung sebagai koma atau secara berangsur-angsur melalui letargia,
stupor, sampai koma.
Pada umumnya diagnostik proses desak ruang intratentorial adalah rumit,
sehingga setiap kasusu yang dicurigai harus dimasukkan rumah sakit
untuk analisa yang mendalam.

Referensi:

1 Harsono, dkk : Buku Ajar neurologi Klinis, Fakultas Kedokteran Universitas


Gadjah Mada, Yogyakarta, 2005
2 Hasan, MM. Hamdan, M. Machin, A. RI, W. Buku Ajar Ilmu Penyakit Saraf.
Departemen Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
3 Poerwadi, T. Poernomo, H. Neurologi Klinik, Kepala Bagian Ilmu Penyakit Saraf
FK.Unair / RSUD Dr. Soetomo Surabaya.
4 Sidharta, Priguna, dan Mardjono, Mahar 2004 Neurologis Klinis Dasar.

Anda mungkin juga menyukai