Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

Kesadaran adalah kesiagaan seseorang terhadap diri dan sekitarnya. 1 Keadaan normal
kesadaran adalah keadaan terjaga, kesadaran, kewaspadaan atau di mana sebagian besar
manusia tidak tidur atau salah satu tahapan tidur normal dimana orang tersebut dapat segera
terbangun.2 Dengan kata lain kesadaran dapat digambarkan sebagai kondisi waspada dengan
kesiagaan yang terus menerus terhadap keadaan linkungan atau rentetan pikiran yang ada di
dalam diri.3 Sebagai teori kerja dalam bidang ilmu kedokteran kesadaran dapat didefinisikan
sebagai keadaan yang mencerminkan pengintegrasian impuls eferen dan aferen. Keseluruhan
dari impuls aferen dapat disebut input susunan saraf pusat dan keseluruhan dari impuls eferen
dapat disebut output susunan saraf pusat.4
Koma merupakan gangguan kesadaran yang sering ditemukan dalam bidang
kedokteran, diperkirakan 3% dari pasien yang masuk ke ruang gawat darurat rumah sakit
diperkotaan disebabkan oleh penyakit yang menimbulkan gangguan kesadaran. Kira-kira
10% kasus-kasus gawat darurat yang dijumpai dalam praktek sehari-hari di RSU adalah kasus
gawat darurat saraf dan tersering (3%) adalah koma. Maka penyakit saraf mempunyai
reputasi dalam penanganan kasus-kasus gawat darurat.5
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di
batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.6
Dalam bidang neurologi, seorang dokter harus mampu mengenali berbagai tanda dan
gejala yang ditimbulkan oleh berbagai tingkat kesadaran, seperti letargi, stupor, dan koma.
koma merupakan salah satu kegawatdaruratan medik yang sering dijumpai. Seseorang dengan
keadaan koma membutuhkan tindakan penanganan yang cepat dan tepat.6
Pada referat ini akan dibahas mengenai fisiologi kesadaran, patogenesis dan
patofisiologi penurunan kesadaran, penyebab penurunan kesadaran, cara mendiagnosis serta
tatalaksana dan komplikasi penurunan kesadaran.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 FISIOLOGI KESADARAN

Kesadaran dapat digambarkan sebagai kondisi waspada dengan kesiagaan yang terus
menerus terhadap keadaan lingkungan atau rentetan pikiran yang ada di dalam diri. Hal ini
berarti bahwa seseorang menyadari seluruh asupan dari panca indera dan mampu bereaksi
secara optimal terhadap seluruh rangsangan, baik dari luar maupun dari dalam tubuh. Orang
normal dengan tingkat kesadaran yang normal mempunyai respon penuh terhadap pikiran
atau persepsi yang tercermin pada perilaku dan bicaranya serta sadar akan diri dan
lingkungannya.
Kesadaran dapat terjaga akibat interaksi yang sangat kompleks lagi terus menerus
secara efektif dan seimbang antara hemisfer otak, formasio retikularis di batang otak serta
semua rangsang sensorik yang masuk ke dalam tubuh.3

RANGSANGAN

Spesifik Non-spesifik

substansia retikularis
Substansia retikularis
(Diffuse ascending
(Lintasan spesifik) reticular system)

Thalamus Thalamus
(inti intralaminar) (inti intralaminar)

Korteks Korteks
(area spesifik) (seluruh bagian)

Respon spesifik kewaspadaan/kesadaran

Gambar 1. Fisiologi Kesadaran

2
Berdasarkan skema diatas kita dapat melihat bahwa input/rangsangan dibagi dua,
spesifik dan non-spesifik.7 Masukan impuls menuju system saraf pusat yang berperan pada
mekanisme kesadaran pada prinsipnya ada dua macam, yaitu yang spesifik dan non-spesifik.
Impuls spesifik merupakan impuls aferen khas yang meliputi impuls protopatik,
proprioseptif3 pancaindera. Lintasan yang digunakan impuls-impuls tersebut dapat dinamakan
lintasan yang menghubungkan suatu titik pada tubuh dengan suatu titik di daerah korteks
perseptif primer.4 Setelah impuls aferen spesifik ini sampai ke tingkat korteks akan
menghasilkan kesadaran yang spesifik, yaitu nyeri, kesan penglihatan, penciuman atau juga
pendengaran tertentu. Sebagian impuls aferen spesifik akan menjadi impuls non-spesifik
karena penyalurannya melalui lintasan aferen non spesifik yang terdiri dari neuron-neuron di
sekitar formasio retikularis medulla spinalis dan batang otak3 yang menyalurkan impuls
aferen ke thalamus, yaitu ke inti intralaminar.4 (neuron-neuron di sini disebut sebagai neuron
penggalak kewaspadaan) inti tersebut untuk selanjutnya mengirimkan impuls ke seluruh
korteks secara difus dan bilateral yang dikenal sebagai diffuse ascending reticular system.
Neuron-neuron di seluruh korteks yang digalakkan oleh neuron spesifik tersebut dinamakan
neuron pengemban kewaspadaan.
Derajat kesadaran sendiri ditentukan oleh banyaknya neuron penggerak atau neuron
pengemban kewaspadaan yang aktif. Fungsi utama neuron-neuron adalah kemampuan untuk
dapat digalakan sehingga menghasilkan potensial aksi. Derajat kesadaran bisa tinggi atau
rendah bergantung pada seberapa banyak jumlah neuron yang aktif dan didukung oleh proses
biokimia untuk menjaga kelangsungan kehidupan neuron tersebut.3

2.2. PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI PENURUNAN KESADARAN

Penurunan kesadaran merupakan salah satu kegawatan neurologi yang menjadi


petunjuk kegagalan fungsi integritas otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal
organ seperti kegagalan jantung, nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan
akibat kematian. Jadi, bila terjadi penurunan kesadaran menjadi pertanda disregulasi dan
disfungsi otak dengan kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh.6
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS di
batang otak, terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun mesensefalon.6
Apabila terjadi gangguan sehingga kesadaran menurun sampai derajat yang terendah,
maka koma yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab ‘neuron pengemban kewaspadaan sama

3
sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik)’ atau oleh sebab ‘neuron penggalak
kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron pengemban kewaspadaan (koma
diensefalik)’.

Gambar 2. Patogenesis Penurunan Kesadaran

Dari penjelasan diatas kita dapat melihat bahwa berdasarkan susunan anatomi, koma
dibagi menjadi 2 yaitu; koma kortikal bihemisferik dan koma diensefalik.
1. Koma kortikal bihemisferik
Neuron merupakan satuan fungsional susunan saraf. Berbeda secara struktur,
metabolisme dan fungsinya dengan sel tubuh lain. Pertama, neuron tidak bermitosis.
Kedua, untuk metabolismenya neuron hanya menggunakan O2 dan glukosa saja.
Sebab bahan baku seperti protein, lipid, polysaccharide dan zat lain yang biasa
digunakan untuk metabolisme sel tidak dapat masuk ke neuron karena terhalang oleh
‘blood brain barrier’.
Angka pemakaian glukosa ialah 5,5 mg/100 gr jaringan otak/menit. Angka
pemakaian O2 ialah 3,3 cc/100 gr jaringan otak/menit. Glukosa yang digunakan oleh
neuron 35% untuk proses oksidasi, 50% dipakai untuk sintesis lipid, protein,
polysaccharide, dan zat-zat lain yang menyusun infrastruktur neuron, dan 15% untuk
fungsi transmisi.
Hasil akhir dari proses oksidasi didapatkan CO2 dan H2O serta ATP yang
berfungsi mengeluarkan ion Na dari dalam sel dan mempertahankan ion K di dalam

4
sel. Bila metabolisme neuron tersebut terganggu maka infrastruktur dan fungsi neuron
akan lenyap, bilamana tidak ada perubahan yang dapat memperbaiki metabolisme.
Koma yang bangkit akibat hal ini dikenal juga sebagai Koma Metabolik.7
Proses metabolik melibatkan batang otak dan kedua hemisfer serebri. Koma
disebabkan kegagalan difus dari metabolisme saraf.
1. Ensefalopati metabolik primer
Penyakit degenerasi serebri yang menyebabkan terganggunya metabolisme sel
saraf dan glia. Misalnya penyakit Alzheimer.
2. Ensefalopati metabolik sekunder
Koma terjadi bila penyakit ekstraserebral melibatkan metabolisme otak, yang
mengakibatkan kekurangan nutrisi, gangguan keseimbangan elektrolit ataupun
keracunan. Pada koma metabolik ini biasanya ditandai dengan gangguan sistem
motorik simetris dan tetap utuhnya refleks pupil (kecuali pasien mempergunakan
glutethmide atau atropin), juga utuhnya gerakan-gerakan ekstraokuler (kecuali
pasien mempergunakan barbiturat).
Tes darah biasanya abnormal, lesi otak unilateral tidak menyebabkan stupor
dan koma. Jika tidak ada kompresi ke sisi kontralateral batang otak lesi setempat
pada otak menimbulkan koma karena terputusnya ARAS. Sedangkan koma pada
gangguan metabolik terjadi karena pengaruh difus terhadap ARAS dan korteks
serebri.

Tabel 1. Penyebab Metabolik atau Toksik pada Kasus Penurunan Kesadaran


No Penyebab metabolik atau sistemik Keterangan
1 Elektrolit imbalans Hipo- atau hipernatremia
2 Endokrin Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik
3 Toksik Intoksikasi narkotika
4 Gagal organ Gagal ginjal (ensefalopati uremik),
shock, gagal hepar (ensefalopati
hepatik)

2. Koma diensefalik.
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formation retikularis di
daerah mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran). Secara anatomik
koma diensefalik dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu koma akibat lesi supratentorial
dan lesi infratentorial.
Lesi supratentorial.

5
Proses desak ruang supratentorial, lama kelamaan mendesak
hemisferium kea rah foramen magnum, yang merupakan satu-satunya jalan
keluaruntuk suatu proses desak didalam ruang tertutup seperti tengkorak.
Karena itu batang otak bagian depan (diensefalon) mengalami distorsi dan
penekanan.
Saraf-saraf otak mengalami penarikan dan menjadi lumpuh dan
substansia retikularis mengalami gangguan. Oleh karena itu bangkitlah
kelumpuhan saraf otak yang disertai gangguan penurunan derajat kesadaran.
Kelumpuhan saraf otak okulomotorius dan trokhlearis merupakan cirri bagi
proses desak ruang supratentorial yang sedang menurun ke fossa posterior
serebri. Penyebab lesi supratentorial antara lain; tumor serebri, abses dan
hematoma intrakranial.
Lesi infratentorial.
Ada 2 macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii
posterior). Pertama, proses diluar batang otak atau serebelum yang mendesak
system retikularis. Kedua, proses didalam batang otak yang secara langsung
mendesak dan merusak system retikularis batang otak.7
1) Proses di luar batang otak yang menekan ARAS
a. Penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formasio
retikularis)
b. Herniasi ke atas dari serebelum dan mesensefalon melalui celah
tentorium dan menekan tegmentum mesensefalon. 6
c. Herniasi tonsiloserebellum ke bawah melalui foramen magnum dan
sekaligus menekan medulla oblongata.7
2) Proses di dalam batang otak sendiri yang merusak ARAS atau/ serta
merusak pembuluh darah yang mendarahinya dengan akibat iskemi,
perdarahan dan nekrosis. Misalnya pada stroke, tumor, cedera kepala dan
sebagainya.
Dapat disebabkan oleh tumor serebelum, perdarahan serebelum dan
sebagainya. Ditentukan lateralisasi (pupil anisokor, hemiparesis) dan dibantu
dengan pemeriksaan penunjang.6

Tabel 2. Penyebab Struktural pada Kasus Penurunan Kesadaran


No Penyebab struktural Keterangan

6
1 Vaskular Perdarahan subarakhnoid, infark batang kortikal bilateral
2 Infeksi Abses, ensefalitis, meningitis
3 Neoplasma Primer atau metastasis
4 Trauma Hematoma, edema, kontusi hemoragik
5 Herniasi Herniasi sentral, herniasi unkus, herniasi singuli
6 Peningkatan tekanan Proses desak ruang
intrakranial

2.3. PENYEBAB PENURUNAN KESADARAN

Penurunan tingkat kesadaran mengindikasikan difisit fungsi otak. Tingkat kesadaran


dapat menurun ketika otak mengalami kekurangan oksigen (hipoksia), kekurangan aliran
darah (seperti pada keadaan syok), penyakit metabolik seperti diabetes mellitus (koma
ketoasidosis), pada keadaan hipo atau hipernatremia, dehidrasi, asidosis, alkalosis, pengaruh
obat-obatan, alkohol, keracunan, hipertermia, hipotermia, peningkatan tekanan intrakranial
(karena perdarahan, stroke, tomor otak), infeksi (encephalitis) & epilepsi.
Penyebab penurunan kesadaran secara garis besar dapat disingkat/dibuat jembatan
keledai menjadi kalimat “SEMENITE”. Selain itu ada juga beberapa buku yang menggunakan
jembatan keledai yang berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama. Dari jembatan keledai
ini kita juga dapat membedakan manakah yang termasuk ke dalam koma bihemisferik
ataupun koma diensefalik.
S ; Sirkulasi – gangguan pembuluh darah otak (perdarahan maupun infark)
E ; Ensefalitis – akibat infeksi baik oleh bakteri, virus, jamur, dll
M ; Metabolik – akibat gangguan metabolic yang menekan/mengganggu
kinerja otak. (gangguan hepar, uremia, hipoglikemia, koma
diabetikum, dsb).
E ; Elektrolit – gangguan keseimbangan elektrolit (seperti kalium, natrium).
N ; Neoplasma – tumor baik primer ataupun sekunder yang menyebabkan
penekanan intracranial. Biasanya dengan gejala TIK meningkat
(papiledema, bradikardi, muntah).
I ; Intoksikasi – keracunan.
T ; Trauma – kecelakaan.
E ; Epilepsi7

2.4. DIAGNOSIS

7
Untuk mendiagnosis koma atau penurunan kesadaran tidaklah sulit. Yang menjadi
masalah adalah apa yang menjadi penyebab koma tadi dan bagaimana situasi koma yang
sedang dihadapinya ( tenang, herniasi otak, atau justru agonia). Untuk mencapai tujuan
tersebut, maka harus dimulai dengan anamnesia, dilanjutkan dengan pemeriksaan intern,

8
pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan tambahan sesuai dengan kebutuhan.

9
Algoritma Penurunan Kesadaran

Anamnesa yang penting

-Ditemukan botol Diabetes: Diketahui Alkohol (mungkin Tidak membaik


obat kosong pengobatan epilepsi tercium baunya) dalam beberapa
- riwayat depresi dengan insulin jam/hari
- pesan sebelum
bunuh diri
- spuit ? Kejang/post
kejang ? - Infeksi intracranial
? ?- gagal ginjal, hati,
hipoglikemi, pernapasan
kelebihan dosis koma
diabetikum
Mungkin
terdapat tanda Tidak ada
neurologis meningitis tanda fokal
Pupil pin point focal (Paresis
Todd’s)
- cek glukosa
- cek urin
Cek darah
Apakah Overdosis untuk melihat ? meningitis/
lengkap,
narkotika keton encephalitis
biokimia,
Cek AGD & glukosa,
monitor AGD, CT/LP
perbaikan
kondisi CT/LP
Berikan
nalokson bila
memungkinkan
hipertensi penurunan
(mungkin ? CVA, kesadaran dengan
mengarah ke subarachnoid onset mendadak
diagnose)

Mungkin memiliki tanda


CT/LP - Meningitis
- fokal

Gambar 3. Algoritma Penurunan Kesadaran

2.4.1. Anamnesa.
Karena penderita terganggu kesadarannya, maka harus diambil
heteroanamnesis dari orang yang menemukan penderita atau mengetahui kejadiannya.
Hal yang harus diperhatikan antara lain:
- Penyakit penderita sebelum koma.
- Keluhan penderita sebelum tidak sdar
- Obat yang digunakan.

10
- Apa ada sisa obat, muntahan, darah, dsb didekat penderita saat ia ditemukan
tidak sadar.
- Apakah koma terjadi secara mendadak atau perlahan?. Gejala apa saja yang
nampak oleh orang-orang disekitarnya?.
- Apakah ada trauma sebelumnya
- Apakah penderita mengalami inkontinensia urin dan feses.

2.4.2. Pemeriksaan intern/fisik.


a. Tanda-tanda vital.
Skala standar sangat membantu dalam mengukur tingkat kesadaran. Hasil
pengukuran tingkat kesadaran dengan menggunakan standar dapat
dihubungkan dalam kepentingan diagnostik dan prognosis. Pengukuran tingkat
kesadaran dibagi menjadi dua cara, yaitu secara kualitatif dan kuantitatif.
a. Secara kualitatif
1. ComposMentis (conscious), yaitu kesadaran normal, sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya.
2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.
3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),
memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.
4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun, respon
psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran dapat
pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi,
mampu memberi jawaban verbal.
5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi
ada respon terhadap nyeri.
6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon
terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon kornea maupun
reflek muntah, mungkin juga tidak ada respon pupil terhadap
cahaya).

b. Secara Kuantitatif dengan GCS ( Glasgow Coma Scale )


1. Menilai respon membuka mata (E)

11
(4) : spontan
(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya
menekan kuku jari)
(1) : tidak ada respon
2. Menilai respon Verbal/respon Bicara (V)
(5) : orientasi baik
(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-
ulang ) disorientasi tempat dan waktu.
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas,
namun tidak dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
(2) : suara tanpa arti (mengerang)
(1) : tidak ada respon
3. Menilai respon motorik (M)
(6) : mengikuti perintah
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh
menjauhi stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas
dada & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi
tubuh, dengan jari mengepal & kaki extensi saat diberi
rangsang nyeri).
(1) : tidak ada respon

Hasil pemeriksaan tingkat kesadaran berdasarkan GCS disajikan dalam


simbol E…V…M… Selanutnya nilai-nilai dijumlahkan. Nilai GCS yang
tertinggi adalah 15 yaitu E4V5M6 dan terendah adalah 3 yaitu E1V1M1
Setelah dilakukan scoring maka dapat diambil kesimpulan : [Compos
Mentis(GCS: 15-14) / Apatis (GCS: 13-12) / Somnolen(11-10) / Delirium
(GCS: 9-7)/ Sporo coma (GCS: 6-4) / Coma (GCS: 3)].
b. Bau nafas penderita (amoniak, aseton, alcohol, dll)

12
c. Kulit ; turgor (dehidrasi), warna (sianosis - intoksikasi CO, obat-obatan),
bekas injeksi (morfin), luka-luka karena trauma.
d. Selaput mukosa mulut (adanya darah atau bekas minum racun).
e. Kepala; *Opistotonus (meningitis), *Miring kanan/kiri (tumor fossa
posterior).
*Apakah keluar darah atau cairan dari telinga/hidung?.
*Hematom disekitar mata (Brill hematoma) atau pada mastoid
(Battle’s sign).
*Apakah ada fraktur impresi?.
f. Leher; Apakah ada fraktur? Jika tidak, periksa kaku kuduk.
g. Thorax; paru & jantung.
h. Abdomen; Hepar (koma hepatik), ginjal (koma uremik), retensi urin (+/-).
i. Ekstrimitas; sianosis ujung jari, edema pada tungkai.

2.4.3. Pemeriksaan neurologis.


a. Pemeriksaan kesadaran; digunakan Glasgow Coma Scale (GCS).
b. Pemeriksaan untuk menetapkan letak proses / lesi.
Observasi umum.
-
Perhatikan gerakan menguap, menelan, mengunyah, membasahi
bibir. Bila (+), prognosis cukup baik.
-
Perhatikan gerakan multifokal dan berulang kali (myoclonic jerk).
Disebabkan oleh gangguan metabolik.
-
Lengan dan tungkai.
( i ).Lengan keadaan flexi (decorticated rigidity)gangguan di
hemisfer, batang otak masih baik.
( ii ). Lengan dan tungkai extensi (deserebrate rigidity)kerusakan
di batang otak.7
Pola pernafasan.
-
Pernafasan Cheyne-Stokes (Periodic breathing).: Terjadi keadaan
apnea, kemudia timbul pernafasan yang berangsur-angsur
bertambah besar amplitudonya. Setelah mencapai suatu puncak,
akan menurun lagi proses di hemisfer dan/batang otak bagian
atas.
-
Hiperventilasi neurogen sentral (kussmaul) : Pernfasan cepat dan
dalam  disebabkan gangguan di tegmentum (antaramesenfalon

13
dan pons). Letak prosesnya lebih kaudal dari pernafasan cheyne-
stokes, prognosisnya juga lebih jelek.
-
Pernafasan apneustik : Terdapat suatu inspirasi yang dalam diikuti
oleh poenghentian ekspirasi selama beberapa saat.  Gangguan di
pons. Prognosis lebih jelek daripada hiperventilasi neurogen sentral
karena prosesnya lebih kaudal.
-
Pernafasan ataksik : Terdiri dari pernafasan yang dangkal, cepat,
dan tidak teratur Terganggunya formation retikularis di bagian
dorsomedial dan medulla oblongata. Terlihat pada keadaan agonal
karenanya sering disebut sebagai tanda menjelang ajal.8
Kelainan pupil.
Untuk menentukan letak kelainan di batang otak, yang harus
diperhatikan adalah (1)besarnya, (2)bentuknya, (3)refleks pupil. Jangan
menggunakan midriatikum karena akan menghilangkan refleks pupil.
Kelainan gerakan dan/atau kedudukan bola mata dapat menunjukkan
topical dari lesi :
-
Lesi di hemisfer  Deviation Conjugee (mata melihat kearah
hemisfer yang terganggu), pupil & refleks cahaya normal.
-
Lesi di thalamus  Kedua bola mata melihat kearah hidung.
Kadang hemianestesia (badan, tungkai, wajah). Dystonic posture
(lengan dalam posisi aneh)
-
Lesi di pons Kedua bola mata di tengah, tidak ada gerakan walau
dengan perubahan posisi (doll’s eye maneuver abnormal), pupil
pinpoint, refleks cahaya (+), kadang ada ocular bobbing.
-
Lesi di serebelum  Bola mata ditengah, pupil besar, bentuk
normal, refleks cahaya (+) normal. Sering karena perdarahan yang
meningkatkan TIK, sehingga mengganggu N.VI.
-
Gangguan N.Okulomotorius  Pupil anisokor, reflex cahaya
negative (pada pupil yang lebar), sering disertai ptosis. Gangguan
pada N.III sering merupakan tanda pertama akanherniasi tentorial.
Adanya perdarahan atau edema di daerah supratentorial akan
mendorong lobus temporalis ke bawah. Desakannya akan menekan
N.III, yang bila proses berlanjut akan menekan batang otak, dan
menyebabkan kematian.
Refleks sefalik

14
-
Refleks pupil ; Terdapat 3 refleks (cahaya, konsensual,
konvergensi). Konvergensi sulit diperiksa pada penderita dengan
kesadaran menurun. Oleh karena itu pada penderita koma hanya
dapat diperiksa refleks cahaya dan konsensual. Bila refleks cahaya
terganggu  gangguan di mesensefalon.
-
Doll’s eye phenomenon  gangguan di pons (reflex okulo-sefalik
negative).
-
Refleks okulo-vestibular  menggunakan tes kalori. Jika (-) berarti
terdapat gangguan di pons.
-
Refleks kornea  merangsang kornea dengan kapas halus akan
menyebabkan penutupan kelopak mata. Bila negative berarti ada
kelainan di pons.
-
Refleks muntah  sentuhan pada dinding faring belakang. Refleks
ini hilang pada kerusakan di medula oblongata.
Reaksi terhadap rangsangan nyeri.
Tekanan pada supraorbita, jaringan bawah kuku tangan, sternum.
Rangsangan tersebut akan menimbulkan refleks sbb:
-
Abduksi  fungsi hemisfer masih baik (high level function).
-
Menghindar (Flexi dan aduksi)  hanya ada low level function.
-
Flexiada gangguan di hemisfer.
-
Extensi kedua lengan dan tungkai  gangguan di batang otak.

Fungsi traktus piramidalis.


Merupakan saluran saraf terpanjang, sehingga apabila terjadi
kerusakan struktur susunan saraf pusat amat sering terganggu. Bila traktus
piramidalis tidak terganggu, kemungkinan besar kelainan disebabkan oleh
gangguan metabolisme. Adanya gangguan pada traktus piramidalis dapat
diketahui dengan adanya:
-
Paralisis (kelumpuhan)
-
Refleks tendinei (otot)  Bila traktus piramidalis terganggu, akan
terdapat penurunan refleks sisi kontralateral. (penurunan refleks
tendon hanya sementara, pada akhirnya refleksnya meningkat).
-
Refleks patologik (+) positif.
-
Tonus, pada fase akut terjadi penurunan tonus kontralateral. Bila
lesi piramidalis sudah lama, tonus akan meningkat (pada umumnya
kita hanya menemukan peningkatan tonus).

15
2.4.4. Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan laboratorium.8
Darah rutin, fungsi ginjal (BUN, serum kreatinin), fungsi hati (LFT,
SGOT, SGPT), elektrolit, glukosa darah. Liquor serebrospinalis harus
diperiksa bila diduga ada infeksi intarakranial (meningitis,
meningoensefalitis). Kontraindikasi LP dalah peningkatan tekanan
intracranial. Pada pemeriksaan liquor serebrospinalis harus diperhatikan:
-
Warna ; normalnya jernih. Bila ada perdarahan, dihitung jumblah
eritrosit.
o < 50/mm  kemungkinan suatu emboli.
o 1000/mm kemungkinan perdarahan intraserebral.
o 10.000/mm  kemungkinan infark haemorhage.
o 25.000/mm  kemungkinan perdarahan subarachnoid
-
Jumlah sel ; Normal < 5/m.
Meningkatmeningitis/meningoesefalitis.
o Peningkatan mononuclear  menunjukkan adanya meningitis
serosa, yang dapat disebabkan oleh TB, virus, atau jamur.
o Peningkatan sel polimorfonuklear  meningitis purulenta.
-
Protein ; Kadar protein liquor normalnya 0,15-0,45 g/l.
Meningkat pada keradangan/perdarahan.
-
Glukosa ; kadar glukosa liquor normalnya 2/3 kadar glukosa
darah. Kadar glukosa yang menurun ada infeksi (TBC, bacterial).
-
Bakteriologi ; Pemeriksaan pengecatan gram dan kultur bila
dicurigai adanya infeksi intracranial.
-
Pemeriksaan khusus ;
o Keganasan  sitologi
o TB  pengecatan ziehl-nelson
o neurosifilisVDRL / TPHA.

Pemeriksaan dengan alat.


-
CT scan – merupakan pemeriksaan yang paling sering atau
umum digunakan

16
-
Oftalmoskop : Pada setiap penderita koma, fundus okuli harus
diperiksa untuk melihat adanya (1).papiledema. (2).tanda-tanda
arteriosclerosis pembuluh darah di retina. (3).Tuberkel di koroidea.
-
Elektroensefalografi (EEG) ; untuk melihat kelainan difus atau
fokal. Harus dibandingkan antara hemisfer kiri dan kanan. Serial
EEG diperlukan untuk evaluasi penderita koma.
-
Eko-ensefalografi ; menggunakan gelombang ultrasound. Midline
echo pada orang normal menandakan posisi ventrikel III. Yang
perlu diperhatikan adalah dorongan dari midline echo untuk
menentukan lateralisasi.
-
Doppler ( B scan) ; alat untuk mengukur kecepatan aliran darah di
arteria karotis dan pembuluh darah kolateral (temporalis,orbita).
Pemeriksaan ini penting untuk mengetahui adanya stenosis pada
arteri
-
Arteriografi ; pemeriksaan invasive dengan memasukkan kontras
ke dalam pembuluh darah. Hanya dilakukan pada pasien dengan
dugaan kelainan pembuluh darah
-
MRI (magnetic resonance imaging).

2.4.5. Gambaran klinik.7


Dipandang dari penampilan klinik, penderita koma dapat bersikap tenang
seakan akan tidur pulas atau bersikap gelisah, banyak gerak, dan/atau berteriak.
Manifestasi klinik penurunan kesadaran bervariasi, bergantung pada penyakit yang
mendasarinya atau komplikasi yang muncul setelah terjadinya penurunan kesadaran.
Gejala klinik yang dapat menyertai koma antara lain; demam, gelisah, kejang,
muntah, retensi lendir atau sputum di tenggorokkan, retensi atau inkontinensia urin,
hipertensi, hipotensi, takikardi, bradikardi, takipnea, dispnea, edema fokal atau
anasarka, ikterus, sianosis, pucat, perdarahan subkutis, dan sebagainya. Pada lesi
intrakranial dapat terjadi hemiplegia, defisit nervi kranialis, kaku kuduk, deviasi mata,
perubahan diameter pupil, edema papil.
Pada trauma kapitis dapat terjadi braile hematoma, hematoma belakang telinga
(battle sign), perdarahan telinga dan hidung, dan likorea.

17
Koma kortikal bihemisferik  disebut juga “koma metabolik”, dimana pada
koma jenis ini terdapat penyakit primer yang mendasari (penyakit non-saraf)
timbulnya koma. Gejala klinisnya : ‘organic brain syndrome’ dan gangguan
neurologist yang bilateral. Koma diensefalik  timbul akibat gangguan fungsi atau
lesi struktur formation retikularis (batang otak) akibat proses desak ruang. Gejala
klinisnya : semua manifestasi gangguan neurologik menunjukkan ciri lateralisasi
seperti hemiparese, anisokor, dll.

2.4.6 Diagnosis Banding Koma


(1). Afasia global akut – pada keadaan ini penderita tidak mengerti dan tidak dapat
berbicara, tetapi refleks-refleks sefalik lainnya masih baik.
(2). Lock in syndrome – pada sindroma ini didapatkan paralysis keempat ekstrimitas,
penderita tidak dapat berbicara, tetapi penderita masih dapat melakukan kedipan
dan gerakan bola mata. Gerakan ini dapat dipaka untuk berkomunikasi. Sindroma
ini dijumpai pada lesi di mesensefalon.7

2.5 TATALAKSANA
Individu yang sadar adalah seseorang yang terbangun serta waspada terhadap diri dan
lingkungannya. Untuk menimbulkan kesadaran yang normal, dua bagian utama sistem saraf-
formatio retikularis di batang otak dan cortex cerebri harus berfungsi aktif. Formatio
retikularis berperan dalam keadaan bangun. Cortex cerebri dibutuhkan untuk keadaan
waspada, yaitu keadaan yang memungkinkan individu bereaksi terhadap stimulus dan
berinteraksi dengan lingkungan. Gerakan membuka mata merupakan fungsi batang otak;
berbicara adalah fungsi cortex cerebri. Secara selektif, obat-obatan yang menyebabkan
ketidaksadaran seperti anestesia dapat menekan mekanisme kesiagaan reticular (reticular
alerting mechanism), sedangkan obat-obatan yang menyebabkan keadaan sadar memiliki
efek stimulasi pada mekanisme ini.9
Tatalaksana awal seseorang dengan penurunan kesadaran harus cepat dilakukan
pertolongan dengan cara melakukan penilaian keadaan penderita dan melakukan terapi
berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan efesien.
Pengelolaan penderita berupa primary survey,secondary survey dan terapi definitif.10
A : Airway, menjaga airway dengan kontrol servikal (cervical spine control)
B : Breathing, menjaga pernafasan dengan ventilasi
C : Circulation dengan kontol perdarahan (hemorage control) (jika ada perdarahan)

18
D : Disability : status neurologis
E : Exposure / environmental control

Disability ( Neurologic Evaluation)10


Menjelang akhir primary survey dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis
secara cepat. Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, tanda-
tanda lateralisasi dan tingkat cedera.
Penurunan kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigenasi dan atau penurunan
perfusi ke otak, atau disebabkan trauma langsung pada otak pada keadaan trauma. Penurunan
kesadaran menuntut dilakukannya reevaluasi terhadap keadaan oksigenasi, ventilasi dan
perfusi.
Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Walaupun
demikian, bila sudah disingkirkan kemungkinan hipoksia atau hipovolemia sebagai sebab
turunnya kesadaran. Trauma kapitis dianggap sebagai penyebab penurunan kesadaran dan
bukan alkoholisme sampai terbukti sebaliknya.

2.6 KOMPLIKASI
Pasien yang tidak sadar tidak akan berbicara dan hanya akan menimbulkan refleks
bila diberi stimulus nyeri atau tidak bereaksi sama sekali ; mata tertutup dan tidak bergerak.
Secara klinis, tidak jarang didapatkan seorang pasien dengan, misalnya perdarahan
intrakranial, mengalami penurunan kesadaran secara progresif menjadi letargi, stupor, koma;
kemudian mengalami keadaan sebaliknya jika terjadi pemulihan. Untuk menimbulkan
perubahan status kesadaran, sistem talamokortikal dan formatio retikularis harus berperan
langsung secara bilateral atau secara tidak langsung melalui distorsi atau tekanan. 9 Jika
terdapat gangguan fungsi batang otak akan mengakibatkan doll’s eye phenomenon negative,
refleks kornea negative, refleks muntah negative, pupil lebar tanpa adanya refleks cahaya,
penurunan kesadaran dengan GCS yang rendah (1-1-1).

19
BAB III
KESIMPULAN

1. Kesadaran / kewaspadaan berhubungan dengan impuls non-spesifik


2. Koma bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan klinik tertentu yang
disebabkan oleh berbagai faktor.
3. Neuron-neuron inti intralaminar disebut “neuron penggalak kewaspadaan”,
sedangkan neuron-neuron diseluruh korteks serebri yang digalakkan disebut “neuron
pengemban kewaspadaan”
4. Penurunan kesadaran yang dihadapi dapat terjadi oleh sebab ‘neuron pengemban
kewaspadaan sama sekali tidak berfungsi (koma kortikal bihemisferik)’ atau oleh
sebab ‘neuron penggalak kewaspadaan tidak berdaya untuk mengaktifkan neuron
pengemban kewaspadaan (koma diensefalik)’.

20
5. Penyebab penurunan kesadaran secara garis besar dapat disingkat “SEMENITE”.
6. Diagnosa berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan neurology, dan
pemeriksaan tambahan berupa pemeriksaan laborat dan pemeriksaan dengan alat (CT-
scan, dll).
7. DD koma ; afasia global akut dan lock in syndrome.
8. Tatalaksana awal seseorang dengan penurunan kesadaran harus cepat dilakukan
pertolongan dengan cara melakukan penilaian keadaan penderita dan melakukan
terapi berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus dinilai secara cepat dan
efesien. Pengelolaan penderita berupa primary survey,secondary survey dan terapi
definitif.10
9. Penurunan kesadaran dengan gangguan fungsi batang otak akan mengakibatkan doll’s
eye phenomenon negative, refleks kornea negative, refleks muntah negative, pupil lebar
tanpa adanya refleks cahaya, penurunan kesadaran dengan GCS yang rendah (1-1-1).

DAFTAR PUSTAKA

1. Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi. Erlangga: Indonesia.


2. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK380/ (diakses 22 April 2014 pukul 19.45 WIB)
3. Alfa, Adelina Yasmar dkk. 2009. Kegawatdaruratan Neurologi Edisi I. FKUNPAD:
Bandung.
4. Mardjono, Mahar dan Priguna Sidharta. 2007. Neurologi Klinis Dasar. Dian Rakyat:
Jakarta.
5. Batubara, A.Sjukri. 2002. Cermin Dunia Kedokteran: Koma. PT. Kalbe Farina:
Jakarta.
6. Wijaya, Yoppy. 2007. KOMA. FK Universitas Wijaya Kusuma: Surabaya.
7. Safiro, Lucky Miftah. 2007. Penurunan Kesadaran. FK Muhammadiyah: Jakarta.
8. Weiner, Howard L dan Lawrence P. Levith. 2001. Buku Saku Neurologi. EGC:
Jakarta.
9. Snell, S Richard. 2009. Neuroanatomi Klinik. EGC: Jakarta.
10. Advanced Trauma Life Support For Doctor. 2007. American College of Surgeons
Comiite on Trauma: Chicago American.

21
22

Anda mungkin juga menyukai