Anda di halaman 1dari 28

BAB 1

PENDAHULUAN
Kelainan saraf pada bayi dan anak relatif sering ditemukan, hampir 20 30% pasien
rawat inap maupun rawat jalan merupakan kasus neurologis.1 Pada umumnya anak dibawa oleh
orang tua berobat akibat gangguan fungsional yang dialaminya, gangguan perkembangan,
gangguan kesadaran, kelumpuhan ekstremitas, kelumpuhan saraf otak, kejang dan lain-lain.
Anamnesis terarah tentang riwayat penyakit, perkembangan, pemeriksaan fisis pediatrik,
pemeriksaan neurologik yang teliti akan sangat membantu menentukan diagnosis fungsional,
gangguan anatomik, dan perkiraan etiologik kelainan saraf yang dihadapi.
Secara garis besar kelumpuhan susunan saraf terbagi atas dua kelompok kelumpuhan
yaitu (1) tipe upper motor neuron (susunan saraf pusat) dan (2) tipe lower motor neuron
(susunan saraf tepi). Susunan saraf pusat dimulai dari otak -> batang otak-> medula spinalis->
kornu anterior medula spinalis. Susunan saraf tepi dimulai dari kornu anterior medula spinalis ->
saraf tepi-> neuromuscular junction -> otot. Adapun gejala kelumpuhan tipe upper motor
neuron adalah hipertoni atau spastis, refleks fisiologis meningkat, adanya reflex patologis, tanpa
fasikulasi dan atrofi otot. Pemeriksan penunjang pencitraan diperlukan pada gangguan yang
bersifat upper motor neuron dengan manifestasi klinis kelumpuhan pada ekstremitas disertai
kelumpuhan saraf kranialis, maka kelainan diduga pada daerah otak dan batang otak. Apabila
kelumpuhan hanya mengenai ekstremitas saja maka diduga kelainan terletak pada daerah medula
spinalis.
Untuk menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang paling sederhana
sampai yang paling canggih, seperti transiluminasi kepala, pemeriksaan darah tepi, cairan
serebrospinalis,

elektroneurofisiologi

(elektroensefalografi,

potensial

elektromiografi), pemeriksaan pencitraan, patologi anatomi dan lain-lainnya.

cetusan,

dan

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

ANATOMI DAN FISIOLOGI OTAK


1. Tulang tengkorak dan otot
Tulang tengkorak kepala adalah satu struktur tulang yang terdiri atas tulang-tulang kecil yang
pipih yaitu tulang tulang muka dan tulang-tulang kranium.Tulang-tulang muka membentuk
kerangka muka dan melindungi organ-organ pancaindra seperti penglihatan, penciuman dsb
,serta merupakan perlekatan otot-otot fasial untuk ekspresi muka.Tulang-tulang kranium
melingkupi dan melindungi otak yang rapuh, di samping untuk melekat otot- otot kepala dan
leher.
Otot superfisial kepala yang berguna untuk ekspresi muka adalah otot muka dan otot kulit
kepala.Otot-otot ekspresi muka adalah istimewa karena salahsatu perlekatannya adalah kulit atau
otot yang lain.Bentuknya sangat bervariasi dan kekuatannya berbeda-beda. Di bawah kulit
kepala otot yang utamaadalah epicranius. Otot ini terdiri atas otot frontal didaerah dahi
(musculus frontalis) dan otot oksipital didaerah belakang kepala (musculus occipitalis),keduanya
dihubungkan

oleh

aponeurosis

kranial(bangunan

lebar,

liat

terdiri

atas

jaringan

fibreus)yangdisebut galea aponeurotica. Ke sampingkehilangan sifat liatnya dan melanjut ke


fascia otottemporal. Galea melekat erat ke kulit kepala denganperantaraan jaringan lemak yang
padat. Otot kepalayang lain adalah otot temporal (musculus temporalis), berbentuk kipas yang
menutupi daerah temporal,sebagian frontal dan parietal tulang tengkorak kepala.(Gambar 1) Otot
ini bersama dengan otot masseter (musculus masseter) merupakan otot pengunyah danberfungsi
mengatupkan rahang.
2. Otak
Otak dibagi kedalam lima kelompok utama yaitu :
a.

Telensefalon (endbrain) yang terdiri atas : hemisfer serebri yang disusun oleh korteks
serebri,system

limbic,basal

ganglia

dimana

basal

kaudatum,nucleus lentikularis,klaustrum dan amigdala.

ganglia

disusun

oleh

nucleus

- Korteks serebri berperan dalam : Persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat
pribadi, proses mental canggih mis. Berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan
kesadaran diri.
- Nucleus basal berperan dalam : Inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang lambat dan menetap,
penekanan pola pola gerakan yang tidak berguna.
b. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus,dan
-

hipotalamus.
Thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar

terhadap sensasi, beberapa tingkat kesadaran, berperan dalam kontrol motorik.


Hipotalamus berperan dalam : Mengatur banyak fgs homeostatik, misalnya kontrol suhu, rasa
haus, pengeluaran urin, dan asupan makanan. Penghubung penting antara sistem saraf dan

endokrin, sangat terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar.


c.
Mesensefalon (midbrain)corpora quadrigemina yang memiliki dua kolikulus yaitu kolikulus
superior dan kolikulus inferior dan terdiri dari tegmentum yang terdiri dari nucleus rubra dan
substansia nigra.
d.
Metensefalon (afterbrain) ,pons dan medulla oblongata memiliki peran: Asal dari sebagian
besar saraf kranialis perifer, pusat pengaturan kardiovaskuler, respirasi dan pencernaan.
Pengaturan refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur. Penerimaaan dan integrasi
semua masukan sinaps dr korda spinalis; keadaan terjaga dan pengaktifan korteks serebrum.
Pusat tidur.
e.
Serebellum memiliki peran dalam Memelihara keseimbangan, peningkatan tonus otot,
koordinasi dan perencanaan aktivitas otot volunter yang terlatih.
Hemisfer sendiri menurut pembagian fungsinya masih dibagi kedalam lobus-lobus yang dibatasi
oleh gyrus dan sulkus, seperti terlihat dalam gambar dibawah ini :
3. Sistem sirkulasi otak
Kebutuhan energi oksigen jaringan otak adalah sangat tinggi oleh karena itu aliran darah
ke otak absolute harus selalu berjalan mulus .Suplai darah ke otak seperti organ lain pada
umumnya disusun oleh arteri arteri dan vena-vena.
a.

Arteri karotis : arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus
aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna
mendarahi wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria

meningea media,mendarahi struktur-struktur dalam didaerah wajahdan mengirimkan satu cabang


yang besar ke daerah duramatter.Arteri karotis interna sedikit berdilatasi tepat setelah
percabangannya yang dinamakan sinus karotikus.Dalam sinus karotikus terdapat ujung-ujung
saraf khususyang berespon terhadap perubahan tekanan darah arteria,yang secara reflex
mempertahankan suplai darah ke otak dan tubuh.
Arteri karotis interna masuk ke otak dan bercabang kira-kira setinggi kiasma
optikum,menjadi arteria serebri anterior dan media.Arteri serebri media adalah lanjutan langsung
dari arteri karotis interna. Segera setelah masuk ke ruang subaraknoid dan sebelum bercabangcabang,arteri karotis interna mempercabangkan arteri oftalmika yang masuk kedalam orbita dan
mendarahi mata dan isi orbita lainnya.Arteri serebri anterior member suplai darah pada strukturstruktur seperti nucleus kaudatus,putamen,bagian-bagian kapsula interna dan korpus kalosum
dan bagian-bagian lobus frontalis dan parietalis serebri.
Arteri serebri media menyuplai darah untuk bagian lobus temporalis,parietalis,dan frontalis
korteks serebri dan membentuk penyebaran pada permukaan lateral yang menyerupai
kipas.Arteri ini merupakan sumber darah utama girus prasentralis dan postsentralis.
b. Arteri verebrobasilaris
Arteri vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteri subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia
kanan merupakan cabang dari arteri arteri inomata ,sedangkan arteri subklavia kiri merupakan
cabang langsung dari aorta.Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medulla oblongata. Kedua arteri tersebut bersatu membentuk arteri
basilaris.Tugasnya mendarahi sebahagian diensefalon,sebahagian lobus oksifitalis dan temporalis
,apparatus koklearis,dan organ-organ vestibular.
c.
Sirkulus Arteriosus Willisi
Meskipun arteri karotis interna dan arteri vertebrobasilaris merupakan dua system arteri terpisah
yang mengalirkan darah ke otak,tetapi keduanya disatukan oleh pembuluh pembuluh darah
anastomosis yang sirkulus arteriosus willisi.

4. Sel-sel penyusun Otak


Otak disusun oleh neuron-neuro dan neuroglia. Neuron merupakan sel saraf utama
sedangkan neuroglia adalah sel-sel pendukung neuron. Neuron di otak tidak mengalami
pertumbuhan lagi setelah dewasa,sementara neuroglia tetap melakukan pembelahan.

a.

Neuron
Setiap neuron memiliki badan sel, dendrite dan akson serta myelin yang melapisi aksonaksonnya. Peran neuron dalam penyampaian impuls berkaitan dengan kemampuannya dieksitasi.
Pada kondisi istirahat potensial membrane neuron berkisar antara -70 mv.

b.

Neuroglia
Neuroglia terdiri dari empat jenis sel yang mempunyai peran yang berbeda dalam

menunjang system saraf.


1) Astrosit ,bentuknya seperti bintang mempunyai beberapa peran yaitu:
- Sebagai perekat antar neuron
- Sebagai tangga yang menuntun neuron yang sedang tumbuh selama masa Janin
- Menginduksi perubahan anatomis dan fungsional pembuluh-pembuluh darah halus di otak.
- Berperan dalam pembentukan jaringan parut otak.
- Menunjang neuron secara metabolic,dengan menyerab glutamate dan GABA.
- Menyerap kelebihan K+ dari CES otak.
2). Oligodendrosit : membentuk myelin yang merupakan insulator dan circuit local yang
mempercepat transmisi impuls.
3). Sel ependimal : memberi rongga rongga internal SSP.
4). Microglia : berperan sebagai makrofag, penyapu benda asing di SSP.
n
Kelainan neurologi anak yang memerlukan
pemeriksaan pencitraan
1. Gangguan perkembangan
Pasien dengan gangguan perkembangan dapat datang
dengan keluhan keterlambatan perkembangan atau
malformasi kongenital. Umumnya mereka datang pada
umur sebelum 1 tahun. Pada perkembangan terlambat
didapatkan lingkaran kepala kecil, fontanel anterior
lebar atau menyempit, gangguan penglihatan,
ekstremitas spastis, dengan refleks meningkat. Bila pada
riwayat kehamilan didapatkan infeksi TORCH, maka
pencitraan CT scan kepala adalah pilihan pertama.
Pada CT scan kepala dapat ditemukan atrofi otak dan
kalsifikasi intrakranial (Gambar 1).4,5
Pada MRI dan CT scan kepala dapat terdeteksi
adanya defek migrasi neuron seperti lisensefali,
holoprosensefali atau agenesis korpus kalosum. MRI
dapat mendeteksi polimikrogria dan heterotopia ringan
yang tak terdeteksi oleh CT scan.6
Pada malformasi kongenital dapat ditemukan
mielomeningokel daerah lumbal yang akan menyebabkan
gangguan pada tungkai bawah, sedangkan
daerah sakral akan menyebabkan gangguan pada lutut

dan pergelangan kaki.7 Pemeriksaan MRI dapat


mendeteksi jenis defek yang terjadi dan lokasinya.
Pada hidrosefalus didapatkan tanda klinis berupa
ukuran kepala di atas 2 deviasi standar, fontanel
anterior yang membonjol, tonus leher - bahu dan
batang tubuh yang lemah, gangguan penglihatan, serta
adanya refleks ekstremitas yang meningkat. Pada CT
scan kepala dapat terdeteksi adanya gambaran
hidrosefalus disertai daerah sumbatan. Pada MRI akan
mudah terdeteksi Malformasi Arnold Chiari atau
sindrom Dandy Walker yang mungkin tak terdeteksi
dengan CT scan. malformasi Arnold Chiari ditandai
dengan elongasi dan protusi serebelum melalui
foramen magnum ke arah medula spinalis servikal.
Pada Sindrom Dandy Walker terdapat agenesis vermis
serebelum, dilatasi ventrikel IV dan pelebaran fosa
posterior.6,7
2. Perdarahan intrakranial
Kecurigaan adanya perdarahan intrakranial pada
neonatus difikirkan bila dijumpai adanya riwayat
prematuritas, persalinan dengan alat (vakum atau
forsep), adanya kejang fokal. Pada pemeriksaan fisis
neurologik didapatkan kesadaran menurun, jejas vakum atau forsep, fontanel anterior
yang membonjol,
perdarahan subhialoid pada retina, pucat, refleks
ekstremitas yang meningkat dan atau hemiparesis.
Bila pada bayi berusia 1-3 bulan ditemukan
manifestasi klinis, berupa pucat, kejang fokal, kesadaran
menurun, fontanel anterior yang membonjol, perdarahan
subhialoid retina dan/atau hemiparesis perlu dicurigai
adanya perdarahan intrakranial yang disebabkan oleh
adanya defisiensi kompleks protrombin didapat sebagai
akibat kekurangan vitamin K (Gambar 2).
a Pada anak yang lebih besar, ubun-ubun sudah
menutup dengan riwayat trauma kepala, penyakit
darah, muntah berlebihan, kejang fokal atau umum,
pucat, jejas trauma di kepala, kesadaran menurun,
papiledem atau perdarahan subhialoid retina, dan
hemiparesis dianjurkan pemeriksaan CT scan kepala.

b. Pada keadaan ubun-ubun besar belum menutup


dapat dilakukan pemeriksaan USG kepala.
Sedangkan pada prematuritas dengan masa gestasi
kurang dari 32 minggu atau berat lahir kurang dari
1500 gram, dianjurkan pemeriksaan USG kepala
dalam 7 hari pertama kehidupan untuk mendeteksi
adanya perdarahan intrakranial.1 CT scan merupakan
pemeriksan penyaring terpilih pada anak
dengan perdarahan intrakranial akut (kurang dari
2 minggu), sedangkan MRI lebih sensitif untuk
perdarahan yang bersifat subakut maupun kronik. 9
3. Proses desak ruang pada susunan saraf
pusat
Adanya proses desak ruang perlu dipikirkan bila
didapatkan gejala peningkatan tekanan intrakranial
riwayat keluhan pusing, muntah yang telah berlangsung
lama, penurunan kesadaran, dilatasi pupil, kejang
fokal atau umum, dan edem papil. Demam yang
berlangsung lama dicurigai ke arah abses otak, sedang
tak adanya demam dicurigai ke arah tumor. Berdasarkan

letaknya di bagi atas supratentorial dan infratentorial.


Proses desak ruang pada daerah supratentorial akan
memberikan gejala berupa kelemahan wajah, lengan
dan tungkai, disfasia, perubahan kepribadian (lobus
frontalis); gangguan lapang pandang (lobus oksipitalis);
disfasia reseptif, gangguan lapang pandang (lobus
temporalis); apraksia, buta huruf (daerah korpus
kalosum); gangguan sensasi, lapang pandang,
kebingungan kiri atau kanan, sensori atau motorik
(lobus parietalis); gangguan endokrin (kelenjar
hipotalamus atau hipopituari).10 Proses desak ruang
pada daerah infratentorial akan memperlihatkan gejala
paresis saraf kranialis III XII, gangguan motorik dan
sensorik, gerak bola mata, penurunan kesadaran,
tremor, dilatasi pupil (daerah batang otak); jalan
ataksik, tremor intensi, dismetri, disartri dan nistagmus
(daerah serebelum).10
Pencitraan terpilih adalah CT scan atau MRI
kepala. CT scan diindikasikan terutama pada
kecurigaan lesi daerah supratentorial, sedangkan MRI
sangat terindikasi bila ada kecurigaan lesi daerah
infratentorial - batang otak (Gambar 3a dan 3b). Pada
keduanya dapat terlihat adanya gejala desak ruang yaitu
pergeseran garis tengah, kompresi ventrikel dan hidrosefalus. Masa soliter atau
multipel yang sering
dikelilingi edema perifokal

Proses desak ruang pada daerah vertebra ditandai


dengan adanya gejala upper motor neuron pada
ekstremitas. Kelumpuhan yang mengenai lengan dan tungkai menunjukkan lokasi
setinggi vertebra servikotorakal.
Kelumpuhan yang hanya mengenai tungkai
menunjukkan lokasi setinggi vertebra lumbo sakral. Lesi
intraspinal dapat diperlihatkan dengan baik dengan
pemeriksaan CT scan mielografi atau MRI vertebra.2
4. Penyakit vaskular
Gangguan vaskular pembuluh darah otak perlu dicurigai,
bila dijumpai gejala pusing progresif pada lokasi tertentu,
muntah, kejang fokal atau umum serta kelumpuhan
lengan yang lebih menonjol dibanding tungkai, atau
adanya riwayat kelainan jantung bawaan. Umumnya
dapat terjadi pada oklusi, dan emboli pembuluh darah
otak tertentu. Bila selain gejala di atas, ditemukan pula
pusing yang hebat, perdarahan otak, kuduk kaku atau
bila terdapat cranial bruit pada daerah bola mata, maka
lebih dicurigai ke arah adanya malformasi ateriovena. 11
Pemeriksaan yang dianjurkan adalah CT scan, atau
MRI dan angiografi kepala. Saat ini MRI telah menjadi
pemeriksaan penyaring arteriovena malformasi karena
mudah mendeteksi dan melokalisasinya. 11,12 CT scan
dan MRI kepala di atas 24 jam setelah terjadinya stroke
akut memperlihatkan gambaran infark pada daerah
yang terkena. MRI lebih sensitif dibandingkan CT scan
dalam mendeteksi infark yang kecil dan multipel. 13
5. Infeksi susunan saraf pusat
Kecurigaan kearah infeksi susunan saraf pusat pada bayi
dan anak bila dijumpai gejala demam tinggi akut
maupun kronis, muntah, pusing (anak usia lebih 3
tahun), kejang, penurunan kesadaran, fontanel anterior
membonjol, dengan atau tanpa gejala rangsang
meningeal, paresis motorik maupun saraf kranialis.
Berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan neurologis

dan hasil analisa cairan serebrospinalis, infeksi susunan


saraf pusat dibedakan atas ensefalitis, meningitis
bakterialis, meningitis serosa virus dan meningitis
serosa tuberkulosa.
Pada pasien meningitis bakterialis, serosa tuberkulosa
bila dalam pengobatan demam tidak turun dan
klinis tidak ada perubahan perlu difikirkan adanya
komplikasi dari penyakit tersebut. Komplikasi dapat
disebabkan antara lain oleh efusi subdural, hidrosefalus,
abses otak atau ventrikulitis. Komplikasi efusi subdural
dapat ditemukan pada pengobatan meningitis
bakterialis (Gambar 5).
Pemeriksaan pencitraan tidak dilakukan secara
rutin dan hanya terindikasi bila terdapat ketidakjelasan
diagnosis, perburukan gejala neurologik
akibat peningkatan tekanan intrakranial, panas
berkepanjangan, kejang berulang, kelainan neurologik
fokal, proses penyembuhan yang lambat atau
untuk mendeteksi komplikasi lainnnya.5,14 Pada
ensefalitis herpes simpleks, MRI lebih sensitif
dibandingkan CT scan dalam menunjukkan kelainan
lobus medio temporal, daerah orbitofrontal, atau
daerah girus singuli.15 Pada meningitis bakterialis

pada MRI atau CT scan didapatkan gambaran edem,


ventrikulomegali, hidrosefalus, pelebaran ruang
subaraknoid, infark atau efusi subdural.5,14 Ventrikulitis
pada neonatus dan bayi dapat dideteksi
dengan USG dan CT scan kepala. CT scan dan MRI
pada meningitis tuberkulosis terutama menunjukkan
kelainan pada daerah basal otak, hidrosefalus,lesi
parenkim, infark dan tuberkuloma. CT scan dan
MRI spinal terindikasi pada anak dengan gejala
neurologis yang diduga disebabkan oleh tuberkulosis
spinal.5
6. Penyakit neurokutan

Penyakit neurokutan dapat dibagi atas neurofibromatosis


- von Recklinghause disease (NF), tubero
sclerosis (TS), ataksia teleangiektasi (TA), sindrom
Sturge-Weber (SSW). Kecurigaan didasarkan adanya
gejala caf au lait spot (lebih dari 15 mm, berjumlah
lebih dari 6 buah) kejang fokal atau umum, nodul
kutan ( neurofibromatosis); ataksia serebelar,
koreoatetosis, teleangiektasis pembuluh darah mata
atau kulit (TA); port wine nevus pada bagian atas wajah,
kemunduran neurologis, perkembangan terlambat
(SSW).16
Pada CT scan dan MRI kepala didapatkan
gambaran tumor intrakranial glioma optik atau
tumor intraspinal (NF); subependimal hamartoma
tuber ( TS); kalsifikasi posterior (SSW).16
7. Epilepsi
Pada pasien epilepsi pemeriksaan pencitraan yang
diperlukan adalah CT scan, MRI dan PET scan. Tidak
semua pasien dengan kejang harus menjalani
pemeriksaan pencitraan. Epilepsi umum idiopatik
dengan neurologis normal, sangat jarang memperlihatkan
kelainan pada pencitraan. Pemeriksaan
pencitraan hanya terindikasi pada keadaan dengan
kelainan neurologik termasuk wajah dismorfik, kejang
fokal disertai kelainan EEG fokal, kecurigaan adanya
malformasi kongenital di korteks, heterotopia massa
kelabu, dan epilepsi intraktabel.17-18 MRI adalah
pilihan utama pencitraan pada epilepsi. Magnetic
Resonant Imaging dapat mendeteksi adanya mesial
temporal sclerosis. Pemeriksaan MRI disertai PET scan
ditujukan pada pasien dengan epilepsi fokal yang
menjadi umum, yang akan menjalani bedah
epilepsi.17
8. Lain-lain

a. Ensefalopati hipoksik iskemik

Diagnosis ini ditegakkan pada bayi baru lahir


berdasarkan adanya riwayat asfiksia intrauterin atau
insufisiensi respirasi pasca natal. Pada pemeriksaan
neurologis didapatkan penurunan kesadaran, kebiruan,
jittery, dan kelemahan pada ekstremitas atas. Pemeriksaan
pencitraan CT scan memperlihatkan gangguan difus
neuron korteks. Ultrasonografi memperlihatkan fokal
atau multifokal lesi iskemik otak. Sedangkan MRI
memperlihatkan meningkatnya signal pada daerah
perirolandik korteks, basal ganglia disertai menurunnya
intensitas signal pada periventrikular masa putih dan
kapsul interna.19,20 Pencitraan pada usia 3 bulan
memperlihatkan luas kerusakan yang terjadi.20

b. Nyeri kepala

Seringkali dipertanyakan apakah nyeri kepala

memerlukan pemeriksaan pencitraan. Pada keadaan


nyeri kepala kronis tanpa gejala neurologik progresif
atau peningkatan tekanan intrakranial, maka pencitraan
dapat ditunda. Pencitraan CT scan atau MRI
dianjurkan pada pasien dengan adanya gejala
neurologik fokal atau kekhawatiran yang berlebihan
dari orangtua pasien.21

c. Kelainan gerak

Kelainan gerak meliputi korea, atetosis, distonia,


mioklonus, tremor, tick dan balismus, yang disebabkan
gangguan pada daerah basal ganglia. Pencitraan CT
scan atau MRI kepala dapat memperlihatkan adanya
atrofi nukleus kaudatus.

Kelainan Kongenital
MALFORMASI ARTERIOVENOSA (AVM)
1. Definisi
Malformasi arteriovenosa adalah suatu lesi pada pembuluh darah dimana terbentuk suatu
nidus abnormal yang menyebabkan terjadinya shunting patologis pada aliran darah dari arteri ke
vena tanpa melalui kapiler6,7. Nidus sering diketahui sebagai benda asing pada parenkhim
serebral dan terkadang membentuk lesi berukuran besar yang menempati lobus otak8.
Malformasi arteriovenosa pada otak merupakan suatu konglomerasi dari arteri dan vena
yang berdilatasi didalam parenkhim otak, dimana kehilangan organisasi vaskuler yang normal
pada level subarteriolar dan kerusakan dari kapiler bed sebagai hasil dari shunting abnormal
arteri ke vena tanpa melalui kapiler. Malformasi arteriovenosa dapat terjadi dimana saja di
susunan saraf pusat17.
2. Epidemiologi
Sekitar 0,1 % dari populasi memiliki AVM serebral, biasanya terjadi pada wanita pada
dekade 2-4 dimana 30 55 % pasien dengan perdarahan intrakranial demikian halnya dengan
anak anak yang memiliki AVM serebral. Tujuh puluh persen pasien dengan perdarahan
intrakranial yang disebabkan oleh AVM terjadi pada usia 40 tahun. Kurang lebih 300.000 orang
(1,3 %) di Amerika Serikat mendapatkan AVM, namun hanya 12 % yang menunjukkan gejala5,10.

Pada saat deteksi, sekitar 15 % pasien adalah asimptomatik, 20 % pasien dengan kejang ,
dan 65 % pasien dengan perdarahan intrakranial. Sakit kepala sebagai gejala pada kasus tanpa
adanya defisit neurologis adalah jarang5,10.
3. Patofisiologi
Selama bertahun-tahun, AVM diduga disebabkan oleh kelainan kongenital, namun
beberapa penelitian mendapatkan bahwa AVM juga merupakan kelainan yang didapat 8. Aliran
darah yang normal mengalir dari jantung melalui arteri besar ke semua area seluruh tubuh.
Cabang-cabang arteri akan mengecil sampai menjadi suatu kapiler darah, dimana dengan
ketebalan satu sel. Capillary bed merupakan tempat dimana terdapat pertukaran oksigen dan
nutrien dengan jaringan tubuh dan mengambil barang sisanya. Perjalanan darah dari capillary
bed kembali ke jantung melewati vena. Pada AVM, arteri berhubungan secara langsung dengan
vena tanpa melewati capillary bed diantara arteri dan vena. Hal ini menimbulkan masalah yang
disebut sebagai high pressure shunt atau fistula. Vena tidak dapat mengendalikan tekanan darah
yang datang secara langsung dari arteri. Vena teregang dan melebar untuk dapat menampung
darah yang berlebihan. Pembuluh darah yang lemah dapat ruptur dan berdarah dan juga dapat
berkembang sebagai aneurisma. Jaringan normal disekelilingnya dapat mengalami kerusakan
sebagai AVM ``steals`` darah dari area tersebut10.
Sedangkan pada kelainan kongenital, AVM serebral berkembang pada usia gestasi 4 dan 8
minggu. Lesi ini terdiri dari hubungan langsung yang persisten antara inflow arteri dengan vena
outflow tanpa melalui bantalan kapiler. Pleksus vaskuler primordial mula mula berdiferensiasi
menjadi komponen aferen, eferen dan kapiler pada bagian rostral otak embrio. Bagian pleksus
yang lebih superfisial membentuk saluran vaskuler yang lebih besar menjadi arteri dan vena,
sedangkan bagian pleksus yang lebih dalam membentuk komponen kapiler yang melekat pada
permukaan otak. Dimulainya sirkulasi ke otak terjadi sekitar akhir usia 4 minggu. AVM muncul
akibat hubungan lansung yang persisten antara arteri dan vena embrional dari pleksus vaskuler
primitif dengan kegagalan berkembangnya bantalan kapiler18.
4. Gejala klinis
Malformasi arteriovenosa dapat menimbulkan berbagai macam gejala klinis dan gejala
yang timbul sesuai dengan lokasinya. Secara klinis lebih dari 50% pasien AVM muncul dengan

perdarahan intrakranial, 20-25% pasien muncul dengan kejang vokal maupun umum, khususnya
pada lesi kortikal supratentorial. Pasien AVM mengalami nyeri lokal pada kepala akibat
peningkatan aliran darah dan nyeri timbul biasanya atipikal serta dapat bersifat difus atau lokal
seperti migren. Lima belas pasien AVM mengalami gangguan gerak, berbicara, maupun
penglihatan8.
Gejala klinis yang umum dari AVM akibat dari perdarahan intrakranial menyeluruh akibat
ruptur AVM. AVM yang berlokasi dipermukaan otak atau didalam ventrikel menyebabkan
perdarahan subarakhnoid atau intraventrikuler dan jarang berakibat gejala fokal. Gejala berikut
sering tampak ; (1) Konvulsi; (2) nyeri kepala; (3) defisit neurologis hemisferik progresif, seperti
hemiplegia, afasia, dan hemianopsia homoni ; (4) deteriorisasi mental. Bruit kranial mungkin
terdengar pada beberapa kasus. Kecuali sistema galenik, hanya AVM yang sangat besar
mengakibatkan kardiomegali atau gagal jantung kongestif dengan semua tingkat frekuensi.
5. Diagnosis
Tingginya angka mortalitas oleh karena AVM maka membutuhkan diagnosis yang akurat.
Kemajuan modalitas imejing berkontribusi besar dalam diagnosis perdarahan intraserebral yang
disebabkan oleh AVM. CT scan dapat digunakan sebagai alat skrining awal untuk pasien dengan
sekualae neurologis berkaitan dengan AVM yang ruptur atau non-ruptur. Dengan modalitas ini
dapat ditentukan lokasi lesi, perdarahan akut, hidrosefalus, atau area ensefalomalasia akibat
ruptur atau tindakan pembedahan sebelumnya. Pada CT scan non kontras akan memperlihatkan
area hiperdens ireguler sering disertai kalsifikasi pada AVM non-ruptur atau perdarahan akut
pada CT scan non kontras apabila terjadi ruptur suatu AVM. Pemberian kontras CT scan akan
memperlihatkan area dengan penyangatan yang heterogen (Gambar 11). AVM yang kecil sering
terdapat penyangatan homogen, dan tepinya biasanya berbatas tegas. Area hiperdens yang
tampak pada CT scan dengan kontras dapat diperkirakan sebagai akibat perdarahan kecil
sebelumnya, trombus mural, kalsifikasi kecil, variks, atau faktor lain5,10,14.
MRI lebih superior daripada CT scan dalam menentukan detil makroarsitektur AVM,
kecuali apabila terjadi perdarahan akut. Gambaran arsitektural meliputi anatomi nidus, feeding
arteri, dan draining vein . MRI lebih sensitif mendeteksi perdarahan subakut. AVM terlihat
sebagai struktur menyerupai spon dengan patchy signal loss atau low void, berkaitan dengan
adanya feeding arteri dan draining vein pada sekuens T1WI (Gambar 12). Kombinasi MRI dan

angiografi menyediakan informasi yang saling melengkapi yang memberikan pemahaman


mengenai struktur nidus, feeding arteri dan draining vein secara 3 dimensi. Saat ini MRA tidak
dapat menggantikan peran angiografi serebral, pada kasus terjadinya perdarahan akut karena
hematom akibat AVM akan mengkaburkan detil struktur AVM, membuat MRA tidak
berguna5,10,14.
Angiografi serebral digunakan untuk evaluasi preoperatif pasien dengan AVM, angiografi
dapat memperlihatkan nidus, feeding arteri dan draining vein. Angiografi dapat menilai aliran
dalam nidus AVM, mencari adanya aneurisma merupakan salah satu penilaian evaluasi
preoperatif. Disarankan angiografi dilakukan berdekatan dengan waktu operasi karena AVM
dapat bertambah besar ukurannya seiring dengan berjalannya waktu5,10,14.
Lokasi, ukuran dan konfigurasi (kompak versus difus) nidus ; pola dan lokasi feeding arteri
dan draining vein ; dan abnormalitas yang menyertai seperti aneurisma, fistula arterio-vena,
stenosis atau oklusi draining vein merupakan semua faktor yang harus dipertimbangkan untuk
estimasi tidak hanya resiko eksisi bedah melainkan juga resiko bila tidak dilakukan terapi. Untuk
membantu ahli bedah saraf menentukan resiko tindakan bedah digunakan beberapa klasifikasi
yang pertama kali dipakai adalah klasifikasi Luessenhop dan Gennarelli. Namun klasifikasi yang
digunakan saat ini adalah klasifikasi Spetzler-Martin, klasifikasi ini membantu menentukan
estimasi resiko pembedahan dengan melakukan penilaian (Tabel 1)5,10,14,18.
Lokasi AVM serebellar dan batang otak perlu dipertimbangkan lebih dalam melakukan
reseksi karena lokasi ini merupakan tempat beresiko tinggi untuk terjadinya perdarahan
dibandingkan dengan AVM supratentorial. Perlu diperhatikan pula apabila AVM terletak di
ganglia basalis atau thalamus karena lokasi ini dengan annual bleed rate sebesar 9,8 % lebih
tinggi dibandingkan annual bleed rate pada lokasi lain5,10,14,18.
Ukuran AVM pada suatu studi 168 pasien dengan riwayat ruptur sebelumnya, ukuran AVM
tidak dapat dijadikan acuan untuk memprediksi terjadinya perdarahan di masa mendatang. Studi
lain melaporkan AVM ukuran kecil memiliki resiko tinggi untuk terjadinya perdarahan. Spetzler
dan kawan kawan membandingkan tekanan feeding arteri pada AVM kecil dan besar, mereka
menemukan tekanan feeding arteri yang tinggi pada AVM kecil dan mengatakan AVM kecil lebih
sering berdarah dibandingkan AVM besar. Studi terkini menerangkan bahwa resiko perdarahan
1,5 % pertahun pada AVM grade 4 dan 5 yang merupakan AVM besar5,10,14,18.

Drainase profunda merupakan faktor resiko tinggi terjadinya perdarahan pada AVM. Nataf
dan kawan kawan melaporkan korelasi kuat antara frekuensi perdarahan dan adanya drainase
profunda pada AVM. Pada studi lain dikatakan AVM dengan draining vein tunggal memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya perdarahan5,10,14,18.
6. Terapi
Terapi AVM otak meliputi embolisasi, bedah mikrovaskuler dan radiasi stereotaktik
(radiosurgery) dimana terapi ini dapat digunakan secara tersendiri atau terapi kombinasi dalam
pengobatan AVM6. Apabila tidak terdapat perdarahan sebelumnya, dokter akan memutuskan
untuk mengobservasi pasien, dengan menggunakan antikonvulsan untuk mencegah kejang dan
pengobatan untuk menurunkan tekanan darah.
Kejadian defisit neurologis dan kematian akibat terapi AVM berkisar sekitar 8%. Sebagian pusat
pengobatan, embolisasi pada AVM otak lebih sering digunakan dibandingkan dengan terapi
bedah dan biasanya dilakukan sebelum terapi radiosurgery. Secara umum, embolisasi dapat
digunakan sebagai tindakan prabedah, radioterapi, kuratif, maupun paliatif. Embolisasi prabedah
dapat meningkatkan outcome ( mengurangi angka morbiditas dan mortalitas) terutama pada
AVM yang letaknya jauh dari permukaan otak. Selain itu embolisasi dapat memperkecil ukuran
nidus dan jumlah aliran darah yang melalui AVM sehingga mempersingkat waktu pembedahan
B.
1.

dan mengurangi resiko kehilangan darah yang banyak6.


PORENCEPHALY
Definisi
Porencephaly (atau disebut sebagai kista porencephalic) adalah suatu istilah yang
digunakan secara luas dan bervariasi. Secara luas menunjukkan adanya celah dari kavitas kistik
pada otak atau lebih spesifik menunjukkan adanya area kistik fokal dari encephalomalacia yang
berhubungan dengan ventrikel dan atau ruang subarachnoid. 1
Porencephaly merupakan gangguan yang sangat jarang yang mengenai sistem saraf pusat
yang mana akan terbentuk kista atau kavitas yang terisi oleh cairan serebrospinal dan
berkembang di dalam otak. Biasanya hal ini terjadi setelah serangan stroke, tetapi yang paling
sering adalah infeksi setelah lahir, tetapi dapat juga disebabkan oleh perkembangan abnormal
sebelum lahir (merupakan penyakit genetic dan lebih jarang). 1

2.

Klasifikasi
Porencephaly dapat mencakup sejumlah kondisi, dan dapat dibagi menjadi tipe
developmental dan tipe kongenital
a.

Porencephaly developmental

schizencephaly (true porencephaly)

simple porencephaly

congenital midline porencephaly (biasanya merupakan bagian dari holoprosencephaly, disebut


juga dorsal cyst)
b.

congenital encephaloclastic porencephaly (acquired porencephaly)

Biasanya istilah-istilah dalam pembagian tersebut jarang sekali digunakan, jika memang tidak
terkualifikasikan, radiologis dan klinisi akan menganggapnya sebagai porencephaly yang
menunjukkan pada diagnosis acquired encephaloblastic porencephaly.
Adanya suatu kista yang akan menghubungkan dengan sistem ventricular dan/atau ruang
subarachnoid sebagai tanda dari porencephaly masih menunjukkan adanya perdebatan. Beberapa
penulis berpendapat penggunaan istilah kista tanpa memandang ada atau tidaknya hubungan
yang ada. Sedangkan yang lain menggunakan istilah kista jika terdapat hubungan dengan
ventrikel (internal porencephalic cyst), terdapat hubungan dengan ruang subarachnoid (external
porencephalic cyst), dan terdapat hubungan dengan ventrikel dan ruang subarachnoid (other
porencephalic cyst).
Namun dalam tulisan ini, istilah porencephaly akan menunjukkan suatu keadaan lesi kistik
pada otak oleh karena kerusakan encephaloclastic, dibatasi oleh substansia alba, yang
menghubungkan dengan ventrikel dan/atau ruang subarachnoid. 1
3.

Etiologi
Kista porencephalic sangatlah jarang, dan biasanya bersifat kongenital. Etiologi dari

penyakit ini antara lain: 2

perinatal cerebral ischaemia

trauma

infeksi

antenatal intraparenchymal haemorrhage

genetik

4.

Patogenesis
Antenatal/Kongenital
Kista porencephalic yang terbentuk pada masa antenatal terbagi menjadi 2 tipe :

Type I
Kista berasal dari destruksi unilateral jaringan otak akibat infeksi sistem vena sentral atau

perdarahan intracerebral, dimana ukuran kista tergantung luasnya perdarahan.


Type II
Kista terbentuk karena defisit perkembangan pada migrasi neural, sehingga terbentuk kista

bilateral yang simetris yang dibatasi oleh jaringan ependymal.


Postnatal
Kista porencephalic yang tidak bersifat congenital dapat terjadi akibat trauma, infeksi atau
perdarahan. Hipoperfusi memicu terjadinya encephalomalacia fokal, nekrosis fokal substansia
alba dan grisea, serta degenerasi kistik. 2

5.

Patofisiologi
Saat ini, patofisiologi yang paling diketahui adalah porencephaly congenital yang didapat
secara genetik. Proses kerusakan secara genetik ini dipegang peranan gen COL4A1. Gen ini
menyediakan suatu perintah untuk membuat komponen protein, yaitu kolagen tipe IV. Molekul
kolagen tipe IV menyisipkan diri satu sama lainnya membentuk suatu kompleks protein. Protein
ini akan menjadi komponen utama dari membrane basal yang tipis yang memisahkan dan
menunjang sel-sel di berbagai jaringan, terutama pembuluh darah. 5
Pada porencephaly yang didapat oleh karena genetic ini, terjadi mutasi gen COL4A1
sehingga produksi kolagen tipe IV terganggu, sehingga protein pembentuk membrane basal pun
juga akan terganggu. Jika pembuluh darah pada otak tidak memiliki membrane basal yang baik,
maka pembuluh darah akan tidak stabil dan lebih rapuh, yang memudahkan terjadinya pecahnya
pembuluh darah dan perdarahan di otak. Perdarahan di dalam otak ini akan diikuti dengan
pembentukan kista yang terisi cairan. Dimungkinkan tekanan pada kepala janin selama proses
kelahiran memberikan kontribusi pada pecahnya pembuluh darah pada janin tersebut, walaupun
beberapa janin juga mengalami perdarahan sebelum proses kelahiran.6
6. Patologi
Kista ini secara khas dibatasi oleh substansia alba. Kista ini terjadi dari encephalomalacia
fokal oleh karena kerusakan cerebral yang terlokalisasi yang paling sering terjadi selama masa

7.

8.

kehamilan awal. Gliosis akan berkembang jika kerusakan cukup terlambat, biasanya setelah
permulaan trimester ketiga, walaupun mungkin kerusakan terjadi sedini usia kehamilan 20
minggu dapat mengakibatkan gliosis.7
Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari kista porencephalic sangatlah beragam, tergantung dari ukuran kista
dan lokasi pada hemisfer otak. Bisa dari asimtomatik sampai pada sangat terganggu. Seringnya,
tanda dan gejala. Seringnya tanda dan gejala ini muncul dengan jelas pada tahun pertama
kehidupan, berupa spastisitas dan kejang yang merupakan manifestasi paling awal. Kerusakan
berbahasa, retardasi mental, dan defisit motorik biasanya muncul setelahnya. Selain itu
soreensefali juga dikaitkan dengan gangguan psikotik pada saat dewasa. 8
Lingkar kepala sangatlah bervariasi, dapat normal atau kecil, atau sinekia alternative dapat
membuat suatu katup satu arah yang berefek pada pelebaran kista dan ekspansi tulang tengkorak
atau hidrosefalus, menyebabkan kepala yang menjadi lebih besar.1
Penegakkan Diagnosis
a. Gambaran Radiografik
Ultrasound
Pada pemeriksaan ultrasonografi antenatal, akan terlihat satu atau lebih kista intracranial
yang menghubungkan dengan sistem ventricular dan/atau ruang subarachnoid. Mungkin juga
terdapat ventricular yang asimetris dengan perubahan posisi midline ventricular echo.7
CT
Kista porencephalic terlihat sebagai kista intracranial yang memiliki batas yang jelas dan
tengahnya mengalami atenuasi yang sama dengan cairan serebrospinal. Biasanya tidak ada efek
massa pada parenkim yang berdekatan, walaupun kadang-kadang kista meluas dan menghasilkan
efek massa lokal. Tidak ada peningkatan dengan kontras dan tidak ada komponen solid.
7.

Gambaran CT-Scan kista porencephalic pada lobus occipital sinistra yang berhubungan dengan

ventrikel yang berdilatasi.

MRI
Seperti pada CT, terlihat batas jelas dan berkaitan dengan suatu wilayah vaskular. Kista ini
dibatasi oleh substansia alba, yang dapat atau juga tidak dapat menunjukkan bukti adanya gliosis
(kejadian ini tergantung oleh usia saat kerusakan terjadi). Pentingnya bahwa kista ini tidak
dibatasi oleh substansia grisea, sangat menolong untuk membedakan dengan kista arachnoid dan
schizencephaly. Khususnya kista terlihat berhubungan dengan ventrikel dan/atau ruang
subarachnoid. Isi dari kista ini adalah berupa cairan cerebrospinal.9
Angiografi Serebral
Defek porensefali tampak sebagai LDR avaskuler pada angiogram serebral. Angiografi
serebral membantu menjelaskan patogenesis, porensefali seperti kasus setelah oklusi arteria
serebral media.9
Penatalaksanaan
Sebagian besar penatalaksanaan porencephaly merupakan terapi konservatif, berupa terapi
medikamentosa maupun fisioterapi. Terapi medikamentosa yng digunakan meliputi obat-obatan
antiepilepsi yang biasanya efektif mengontrol gejala epilepsi pada pasien dengan porencephaly.
Namun,

pada

beberapa

keadaan,

epilepsi

sulit

terkontrol

sehingga

menmbutuhkan

penatalaksanaan operatif. Beberapa teknik operasi dapat dilakukan untuk penanganan pasien
porencephaly, seperti callosotomy, temporal lobectomy, maupun functional hemispherectomy.
Sebagian ahli yang lain, menggunakan teknik operasi yang lain, misalnya menghubungkan
pembuatan shunt antara kista porencephalic dengan ventrikel lateralis.
3. Hidrocephalus
Insidens dan Epidemiologi
Banyak jenis hidrosefalus dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya disertai oleh ganggan
perkembangan lainnya, seperti malformasi Chiari, spina bifida, atau meningo(mielo)kel.
Prevalensi hidrosefalus pada tiga bulan pertama kehidupan postnatal adalah 0,1-0,4%. Insidens
hidrosefalus bervariasi pada studi epidemiologis dari berbagai belahan dunia yang berbeda.
Sebuah studi epidemiologis dari tahun 1996 hingga 1997 di Arab Saudi melaporkan prevalensi
1,6 per 1.000 kelahiran hidup.

Etiologi dan Patofisiologi


Hidrosefalus dapat terjadi karena obstruksi terhadap sirkulasi CSS, produksi CSF yang
berlebihan, dan kegagalan absorpsi pada granulasio arkhnoidalis. Istilah yang dulu dipakai ialah
hidrosefalus komunikans dan nonkomunikans. Pada hidrosefalus komunikans, CSS bersirkulasi
secara bebas dari sistem ventrikular ke sisterna subarakhnoidea. Pada hidrosefalus
nonkomunikans, terdapat obstruksi aliran CSS di dalam sistem ventrikular sehingga hubungan
ventrikel ke struktur peresorpsi CSS tidak lagi paten, atau hanya dapat terbuka dengan tekanan
tinggi yang abnormal. Hidrosefalus dapat pula diklasifikasikan atas tipe obstruktif, nonobstruktif, dan tipe lain sesuai penyebabnya. (2,5)
A. Klasifikasi hidrosefalus
1. Obstruktif
a. Kongenital: Malformasi serebral, malformasi kranial
b. Hidrosefalus tekanan normal: Inflamasi, pendarahan, undetermined
c. Didapat/acquired: Neoplasma, inflamasi, pendarahan, metabolik
2. Non-obstruktif
a. Pembentukan CSS yang berlebihan: Plexus papilloma, Hipervitaminosis dan
hipovitaminosis A
b. Hydrocephalus ex vacuo: Atrofi otak
c. Defek absorpsi CSS: Trombosis sinus dura
Hidrosefalus bisa didapatkan pada semua kelompok umur. Namun, tatalaksana dan
prognosisnya bergantung pada penyebab dan umur (6).
Diagnosis
A.

Gambaran Klinik
Gejala dan tanda yang timbul akibat hidrosefalus merupakan tanda peningkatan tekanan

intrakranial yaitu(3):
1.
2.
3.
4.
5.

Edema Papil
Palsi nervus kranial VI
Defisit neurologik fokal
Mata tidak dapat melirik ke atas
Gangguan tingkat kesadaran

6. Pada bayi gejala yang timbul dapat berupa makrosefali yang progresif, ubun-ubun
anterior yang membonjol, dilatasi vena-vena di kulit kepala, sun-setting eyes (tanda
matahari terbenam)
B.

Gambaran Radiologi
1.

Foto Konvensional Kepala dan Pneumoensefalogram


Foto x-ray kepala posisi lateral dari anak dengan peningkatan tekanan intrakranial
menimbulkan tampilan copper-beating skull (Gambar 1). Gambaran fossa posterior
yang kecil dan kanalis servikalis yang melebar juga dapat terlihat dari foto polos
kepala.(3, 10)

Gambar 3. Foto kepala posisi lateral menunjukkan tampilan


copper beating yang merupakan indikasi peningkatan tekanan
intrakranial kronik.

Pada kebanyakan penderita yang termasuk dalam golongan hidrosefalus


komunikans, obliterasi sisterna basalis atau jalur subarakhnoid merupakan proses
sekunder pada perdarahan subarakhnoid atau trauma kepala berat yang terjadi
sebelumnya. Pneumoensefalogram menunjukkan dilatasi ventrikular menyeluruh.
Udara tidak terlihat disekeliling sulkus hemisfer otak, dan dapat terjadi pelebaran
sisterna basilaris. Adanya gas subarkhnoid dalam jumlah besar yang mengelilingi
korteks menyingkirkan diagnosis hidrosefalus komunikans.(11)

Gambar 4. Pneumoensefalogram dari pria berusia 59 tahun dengan kemunduran


mental menunjukkan dilatasi yang jelas pada seluruh sistem ventrikular, sisterna
basalis yang terisi dengan baik (panah), namun jalur subarakhnoid tidak terisi oleh
udara.

Gambar 5. Hidrosefalus komunikans. Obliterasi sisterna basalis post-traumatik. Setelah


terjadinya cedera kepala berat enam bulan sebelumnya, perempuan berusia 18 tahun ini
mulai menunjukkan gejala kemunduran mental. Pneumoensefalogram meninjukkan dilatasi
seluruh ventrikel, tetapi dengan ketiadaan udara pada sisterna basalis (panah) dan sulkus
subarakhnoid.
Perdarahan dan pembentukan skar telah menyumbat aliran cairan dari ventrikel keempat
(panah kepala) menuju sisterna basalis dan sulkus subarakhnoid.

2.

Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan prosedur skrining pada anak-anak kecil ketika ubunubun anterior masih terbuka. Modalitas ini juga berguna untuk tindak lanjut setelah
tatalaksana untuk melihat ukuran ventrikel. Terdapat kesulitan untuk memperoleh
kesan dari ventrikel ketiga dan keempat apabila menggunakan metode ini, dan untuk
memperjelas penyebab, seringkali dibutuhkan modalitas neuroimaging lainnya.(4)
Paramater penting penilaian perkembangan sistem saraf pusat (SSP) ialah ukuran
ventrikel lateral. Titik potong atas untuk ukuran lebar atrium ventrikel pada fetus ialah
10 mm. Ventrikulomegali (>10mm pada bidang koronal) berhubungan dengan
hidrosefalus yang merupakan abnormalitas SSP yang paling umum terjadi. (12,13)

Gambar 6. Ultrasonografi otak dari anak yang lahir prematur dengan infark
periventrikular hemoragik. [Dikutip dari kepustakaan 4]

Gambar 7. Hidrosefalus. Tampak ventrikel lateral yang membesar dengan


peningkatan Lateral Ventricular Width:Hemispheric Width Ratio (LV:HW) yang
abnormal untuk usia gestasi 16 minggu. Pleksus khoroidalis (C) jauh bergeser dari
dinding lateral dari ventrikel lateral, menunjukkan adanya ventrikulomegali.
Lapisan kortikal tetap dipertahankan. [Dikutip dari kepustakaan 14].

3.

CT Scan
Gambaran CT scan menunjukkan adanya pelebaran ventrikel dan seringkali
menunjukkan proses patologis dan lokasi obstruksi. Sistem ventrikular berdilatasi pada
daerah proksimal obstruksi, sedangkan jalur CSS pada bagian distal tidak tervisualisasi
dengan baik. Kesimpulan terhadap tingkatan asal obstruksi dapat diambil dengan CT
karena seluruh ventrikel biasanya dapat terlihat dengan baik. Kebanyakan tumor juga
dapat terlihat oleh CT. Namun, CT scan tidak dapat menggambarkan lokasi dan sifat
dari obstruksi tersebut secara tepat.(15)

Gambar 8. Sutura dan ubun-ubun anterior yang membesar karena


hidrosefalus. [Dikutip dari kepustakaan 16]

Gambar 9. CT scan aksial,


menunjukkan hidrosefalus dan
ventrikel yang sangat besar
pada seorang neonatus. Kornu
temporal, yang normalnya
terlihat,
tampak
sedikit
membesar.
[Dikutip
dari
kepustakaan 3]

4.

MRI
MRI telah menjadi modalitas pencitraan pilihan untuk hidrosefalus yang baru
terdiagnosis. Kemampuan MRI untuk memperoleh citra dalam tiga bidang yang
berbedakoronal, sagittal, dan aksialtelah menjadi nilai pertimbangan dalam
mendiagnosis penyebab pasti hidrosefalus dan lokasi obstruksi. Dengan MRI yang
dilakukan dengan baik, lokasi obstruksi dapat tervisualisasi dengan baik pada
kebanyakan pesian dengan hidrosefalus.obstruktif. Hal ini penting dipertimbangkan
karena tumor kecil atau kista yang menyebabkan hidrosefalus depat tervisualisasi dan,
jika dihilangkan, dapat meredakan hidrosefalus. MRI dianggap penting sebelum
mempertimbangkan endoscopic third ventriculostomy atau akueduktoplasty, hal ini
merupakan alternatif yang menarik untuk penatalaksanaan hidrosefalus dan penilaian
efektivitas ventrikulostomi saat tindak lanjut.(15)
Pada hidrosefalus obstruktif, rasio kornu bifrontal terhadap diameter intrakranial
>0,33 mm. Lebar kornu temporal juga didapatkan >3 mm. Untuk kasus stenosis
akueduktus, luas normal rata-rata akueduktus saat bayi lahir ialah 0,2-1,8 mm2 . (17)

Anda mungkin juga menyukai