PENDAHULUAN
Kelainan saraf pada bayi dan anak relatif sering ditemukan, hampir 20 30% pasien
rawat inap maupun rawat jalan merupakan kasus neurologis.1 Pada umumnya anak dibawa oleh
orang tua berobat akibat gangguan fungsional yang dialaminya, gangguan perkembangan,
gangguan kesadaran, kelumpuhan ekstremitas, kelumpuhan saraf otak, kejang dan lain-lain.
Anamnesis terarah tentang riwayat penyakit, perkembangan, pemeriksaan fisis pediatrik,
pemeriksaan neurologik yang teliti akan sangat membantu menentukan diagnosis fungsional,
gangguan anatomik, dan perkiraan etiologik kelainan saraf yang dihadapi.
Secara garis besar kelumpuhan susunan saraf terbagi atas dua kelompok kelumpuhan
yaitu (1) tipe upper motor neuron (susunan saraf pusat) dan (2) tipe lower motor neuron
(susunan saraf tepi). Susunan saraf pusat dimulai dari otak -> batang otak-> medula spinalis->
kornu anterior medula spinalis. Susunan saraf tepi dimulai dari kornu anterior medula spinalis ->
saraf tepi-> neuromuscular junction -> otot. Adapun gejala kelumpuhan tipe upper motor
neuron adalah hipertoni atau spastis, refleks fisiologis meningkat, adanya reflex patologis, tanpa
fasikulasi dan atrofi otot. Pemeriksan penunjang pencitraan diperlukan pada gangguan yang
bersifat upper motor neuron dengan manifestasi klinis kelumpuhan pada ekstremitas disertai
kelumpuhan saraf kranialis, maka kelainan diduga pada daerah otak dan batang otak. Apabila
kelumpuhan hanya mengenai ekstremitas saja maka diduga kelainan terletak pada daerah medula
spinalis.
Untuk menegakkan diagnosis pasti diperlukan pemeriksaan penunjang paling sederhana
sampai yang paling canggih, seperti transiluminasi kepala, pemeriksaan darah tepi, cairan
serebrospinalis,
elektroneurofisiologi
(elektroensefalografi,
potensial
cetusan,
dan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
oleh
aponeurosis
kranial(bangunan
lebar,
liat
terdiri
atas
jaringan
Telensefalon (endbrain) yang terdiri atas : hemisfer serebri yang disusun oleh korteks
serebri,system
limbic,basal
ganglia
dimana
basal
ganglia
disusun
oleh
nucleus
- Korteks serebri berperan dalam : Persepsi sensorik, kontrol gerakan volunter, bahasa, sifat
pribadi, proses mental canggih mis. Berpikir, mengingat, membuat keputusan, kreativitas dan
kesadaran diri.
- Nucleus basal berperan dalam : Inhibisi tonus otot, koordinasi gerakan yang lambat dan menetap,
penekanan pola pola gerakan yang tidak berguna.
b. Diensefalon (interbrain) yang terbagi menjadi epitalamus, thalamus, subtalamus,dan
-
hipotalamus.
Thalamus berperan dalam : Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps, kesadaran kasar
Arteri karotis : arteri karotis interna dan arteri karotis eksterna bercabang dari arteri karotis
komunis kita-kira setinggi tulang rawan carotid. Arteri karotis kiri langsung bercabang dari arkus
aorta ,tetapi arteri karotis komunis kanan berasal dari arteri brakiosefalika.Arteri karotis eksterna
mendarahi wajah,tiroid,lidah dan faring. Cabang dari arteri karotis eksterna yaitu arteria
a.
Neuron
Setiap neuron memiliki badan sel, dendrite dan akson serta myelin yang melapisi aksonaksonnya. Peran neuron dalam penyampaian impuls berkaitan dengan kemampuannya dieksitasi.
Pada kondisi istirahat potensial membrane neuron berkisar antara -70 mv.
b.
Neuroglia
Neuroglia terdiri dari empat jenis sel yang mempunyai peran yang berbeda dalam
b. Nyeri kepala
c. Kelainan gerak
Kelainan Kongenital
MALFORMASI ARTERIOVENOSA (AVM)
1. Definisi
Malformasi arteriovenosa adalah suatu lesi pada pembuluh darah dimana terbentuk suatu
nidus abnormal yang menyebabkan terjadinya shunting patologis pada aliran darah dari arteri ke
vena tanpa melalui kapiler6,7. Nidus sering diketahui sebagai benda asing pada parenkhim
serebral dan terkadang membentuk lesi berukuran besar yang menempati lobus otak8.
Malformasi arteriovenosa pada otak merupakan suatu konglomerasi dari arteri dan vena
yang berdilatasi didalam parenkhim otak, dimana kehilangan organisasi vaskuler yang normal
pada level subarteriolar dan kerusakan dari kapiler bed sebagai hasil dari shunting abnormal
arteri ke vena tanpa melalui kapiler. Malformasi arteriovenosa dapat terjadi dimana saja di
susunan saraf pusat17.
2. Epidemiologi
Sekitar 0,1 % dari populasi memiliki AVM serebral, biasanya terjadi pada wanita pada
dekade 2-4 dimana 30 55 % pasien dengan perdarahan intrakranial demikian halnya dengan
anak anak yang memiliki AVM serebral. Tujuh puluh persen pasien dengan perdarahan
intrakranial yang disebabkan oleh AVM terjadi pada usia 40 tahun. Kurang lebih 300.000 orang
(1,3 %) di Amerika Serikat mendapatkan AVM, namun hanya 12 % yang menunjukkan gejala5,10.
Pada saat deteksi, sekitar 15 % pasien adalah asimptomatik, 20 % pasien dengan kejang ,
dan 65 % pasien dengan perdarahan intrakranial. Sakit kepala sebagai gejala pada kasus tanpa
adanya defisit neurologis adalah jarang5,10.
3. Patofisiologi
Selama bertahun-tahun, AVM diduga disebabkan oleh kelainan kongenital, namun
beberapa penelitian mendapatkan bahwa AVM juga merupakan kelainan yang didapat 8. Aliran
darah yang normal mengalir dari jantung melalui arteri besar ke semua area seluruh tubuh.
Cabang-cabang arteri akan mengecil sampai menjadi suatu kapiler darah, dimana dengan
ketebalan satu sel. Capillary bed merupakan tempat dimana terdapat pertukaran oksigen dan
nutrien dengan jaringan tubuh dan mengambil barang sisanya. Perjalanan darah dari capillary
bed kembali ke jantung melewati vena. Pada AVM, arteri berhubungan secara langsung dengan
vena tanpa melewati capillary bed diantara arteri dan vena. Hal ini menimbulkan masalah yang
disebut sebagai high pressure shunt atau fistula. Vena tidak dapat mengendalikan tekanan darah
yang datang secara langsung dari arteri. Vena teregang dan melebar untuk dapat menampung
darah yang berlebihan. Pembuluh darah yang lemah dapat ruptur dan berdarah dan juga dapat
berkembang sebagai aneurisma. Jaringan normal disekelilingnya dapat mengalami kerusakan
sebagai AVM ``steals`` darah dari area tersebut10.
Sedangkan pada kelainan kongenital, AVM serebral berkembang pada usia gestasi 4 dan 8
minggu. Lesi ini terdiri dari hubungan langsung yang persisten antara inflow arteri dengan vena
outflow tanpa melalui bantalan kapiler. Pleksus vaskuler primordial mula mula berdiferensiasi
menjadi komponen aferen, eferen dan kapiler pada bagian rostral otak embrio. Bagian pleksus
yang lebih superfisial membentuk saluran vaskuler yang lebih besar menjadi arteri dan vena,
sedangkan bagian pleksus yang lebih dalam membentuk komponen kapiler yang melekat pada
permukaan otak. Dimulainya sirkulasi ke otak terjadi sekitar akhir usia 4 minggu. AVM muncul
akibat hubungan lansung yang persisten antara arteri dan vena embrional dari pleksus vaskuler
primitif dengan kegagalan berkembangnya bantalan kapiler18.
4. Gejala klinis
Malformasi arteriovenosa dapat menimbulkan berbagai macam gejala klinis dan gejala
yang timbul sesuai dengan lokasinya. Secara klinis lebih dari 50% pasien AVM muncul dengan
perdarahan intrakranial, 20-25% pasien muncul dengan kejang vokal maupun umum, khususnya
pada lesi kortikal supratentorial. Pasien AVM mengalami nyeri lokal pada kepala akibat
peningkatan aliran darah dan nyeri timbul biasanya atipikal serta dapat bersifat difus atau lokal
seperti migren. Lima belas pasien AVM mengalami gangguan gerak, berbicara, maupun
penglihatan8.
Gejala klinis yang umum dari AVM akibat dari perdarahan intrakranial menyeluruh akibat
ruptur AVM. AVM yang berlokasi dipermukaan otak atau didalam ventrikel menyebabkan
perdarahan subarakhnoid atau intraventrikuler dan jarang berakibat gejala fokal. Gejala berikut
sering tampak ; (1) Konvulsi; (2) nyeri kepala; (3) defisit neurologis hemisferik progresif, seperti
hemiplegia, afasia, dan hemianopsia homoni ; (4) deteriorisasi mental. Bruit kranial mungkin
terdengar pada beberapa kasus. Kecuali sistema galenik, hanya AVM yang sangat besar
mengakibatkan kardiomegali atau gagal jantung kongestif dengan semua tingkat frekuensi.
5. Diagnosis
Tingginya angka mortalitas oleh karena AVM maka membutuhkan diagnosis yang akurat.
Kemajuan modalitas imejing berkontribusi besar dalam diagnosis perdarahan intraserebral yang
disebabkan oleh AVM. CT scan dapat digunakan sebagai alat skrining awal untuk pasien dengan
sekualae neurologis berkaitan dengan AVM yang ruptur atau non-ruptur. Dengan modalitas ini
dapat ditentukan lokasi lesi, perdarahan akut, hidrosefalus, atau area ensefalomalasia akibat
ruptur atau tindakan pembedahan sebelumnya. Pada CT scan non kontras akan memperlihatkan
area hiperdens ireguler sering disertai kalsifikasi pada AVM non-ruptur atau perdarahan akut
pada CT scan non kontras apabila terjadi ruptur suatu AVM. Pemberian kontras CT scan akan
memperlihatkan area dengan penyangatan yang heterogen (Gambar 11). AVM yang kecil sering
terdapat penyangatan homogen, dan tepinya biasanya berbatas tegas. Area hiperdens yang
tampak pada CT scan dengan kontras dapat diperkirakan sebagai akibat perdarahan kecil
sebelumnya, trombus mural, kalsifikasi kecil, variks, atau faktor lain5,10,14.
MRI lebih superior daripada CT scan dalam menentukan detil makroarsitektur AVM,
kecuali apabila terjadi perdarahan akut. Gambaran arsitektural meliputi anatomi nidus, feeding
arteri, dan draining vein . MRI lebih sensitif mendeteksi perdarahan subakut. AVM terlihat
sebagai struktur menyerupai spon dengan patchy signal loss atau low void, berkaitan dengan
adanya feeding arteri dan draining vein pada sekuens T1WI (Gambar 12). Kombinasi MRI dan
Drainase profunda merupakan faktor resiko tinggi terjadinya perdarahan pada AVM. Nataf
dan kawan kawan melaporkan korelasi kuat antara frekuensi perdarahan dan adanya drainase
profunda pada AVM. Pada studi lain dikatakan AVM dengan draining vein tunggal memiliki
resiko tinggi untuk terjadinya perdarahan5,10,14,18.
6. Terapi
Terapi AVM otak meliputi embolisasi, bedah mikrovaskuler dan radiasi stereotaktik
(radiosurgery) dimana terapi ini dapat digunakan secara tersendiri atau terapi kombinasi dalam
pengobatan AVM6. Apabila tidak terdapat perdarahan sebelumnya, dokter akan memutuskan
untuk mengobservasi pasien, dengan menggunakan antikonvulsan untuk mencegah kejang dan
pengobatan untuk menurunkan tekanan darah.
Kejadian defisit neurologis dan kematian akibat terapi AVM berkisar sekitar 8%. Sebagian pusat
pengobatan, embolisasi pada AVM otak lebih sering digunakan dibandingkan dengan terapi
bedah dan biasanya dilakukan sebelum terapi radiosurgery. Secara umum, embolisasi dapat
digunakan sebagai tindakan prabedah, radioterapi, kuratif, maupun paliatif. Embolisasi prabedah
dapat meningkatkan outcome ( mengurangi angka morbiditas dan mortalitas) terutama pada
AVM yang letaknya jauh dari permukaan otak. Selain itu embolisasi dapat memperkecil ukuran
nidus dan jumlah aliran darah yang melalui AVM sehingga mempersingkat waktu pembedahan
B.
1.
2.
Klasifikasi
Porencephaly dapat mencakup sejumlah kondisi, dan dapat dibagi menjadi tipe
developmental dan tipe kongenital
a.
Porencephaly developmental
simple porencephaly
Biasanya istilah-istilah dalam pembagian tersebut jarang sekali digunakan, jika memang tidak
terkualifikasikan, radiologis dan klinisi akan menganggapnya sebagai porencephaly yang
menunjukkan pada diagnosis acquired encephaloblastic porencephaly.
Adanya suatu kista yang akan menghubungkan dengan sistem ventricular dan/atau ruang
subarachnoid sebagai tanda dari porencephaly masih menunjukkan adanya perdebatan. Beberapa
penulis berpendapat penggunaan istilah kista tanpa memandang ada atau tidaknya hubungan
yang ada. Sedangkan yang lain menggunakan istilah kista jika terdapat hubungan dengan
ventrikel (internal porencephalic cyst), terdapat hubungan dengan ruang subarachnoid (external
porencephalic cyst), dan terdapat hubungan dengan ventrikel dan ruang subarachnoid (other
porencephalic cyst).
Namun dalam tulisan ini, istilah porencephaly akan menunjukkan suatu keadaan lesi kistik
pada otak oleh karena kerusakan encephaloclastic, dibatasi oleh substansia alba, yang
menghubungkan dengan ventrikel dan/atau ruang subarachnoid. 1
3.
Etiologi
Kista porencephalic sangatlah jarang, dan biasanya bersifat kongenital. Etiologi dari
trauma
infeksi
genetik
4.
Patogenesis
Antenatal/Kongenital
Kista porencephalic yang terbentuk pada masa antenatal terbagi menjadi 2 tipe :
Type I
Kista berasal dari destruksi unilateral jaringan otak akibat infeksi sistem vena sentral atau
5.
Patofisiologi
Saat ini, patofisiologi yang paling diketahui adalah porencephaly congenital yang didapat
secara genetik. Proses kerusakan secara genetik ini dipegang peranan gen COL4A1. Gen ini
menyediakan suatu perintah untuk membuat komponen protein, yaitu kolagen tipe IV. Molekul
kolagen tipe IV menyisipkan diri satu sama lainnya membentuk suatu kompleks protein. Protein
ini akan menjadi komponen utama dari membrane basal yang tipis yang memisahkan dan
menunjang sel-sel di berbagai jaringan, terutama pembuluh darah. 5
Pada porencephaly yang didapat oleh karena genetic ini, terjadi mutasi gen COL4A1
sehingga produksi kolagen tipe IV terganggu, sehingga protein pembentuk membrane basal pun
juga akan terganggu. Jika pembuluh darah pada otak tidak memiliki membrane basal yang baik,
maka pembuluh darah akan tidak stabil dan lebih rapuh, yang memudahkan terjadinya pecahnya
pembuluh darah dan perdarahan di otak. Perdarahan di dalam otak ini akan diikuti dengan
pembentukan kista yang terisi cairan. Dimungkinkan tekanan pada kepala janin selama proses
kelahiran memberikan kontribusi pada pecahnya pembuluh darah pada janin tersebut, walaupun
beberapa janin juga mengalami perdarahan sebelum proses kelahiran.6
6. Patologi
Kista ini secara khas dibatasi oleh substansia alba. Kista ini terjadi dari encephalomalacia
fokal oleh karena kerusakan cerebral yang terlokalisasi yang paling sering terjadi selama masa
7.
8.
kehamilan awal. Gliosis akan berkembang jika kerusakan cukup terlambat, biasanya setelah
permulaan trimester ketiga, walaupun mungkin kerusakan terjadi sedini usia kehamilan 20
minggu dapat mengakibatkan gliosis.7
Manifestasi klinik
Manifestasi klinik dari kista porencephalic sangatlah beragam, tergantung dari ukuran kista
dan lokasi pada hemisfer otak. Bisa dari asimtomatik sampai pada sangat terganggu. Seringnya,
tanda dan gejala. Seringnya tanda dan gejala ini muncul dengan jelas pada tahun pertama
kehidupan, berupa spastisitas dan kejang yang merupakan manifestasi paling awal. Kerusakan
berbahasa, retardasi mental, dan defisit motorik biasanya muncul setelahnya. Selain itu
soreensefali juga dikaitkan dengan gangguan psikotik pada saat dewasa. 8
Lingkar kepala sangatlah bervariasi, dapat normal atau kecil, atau sinekia alternative dapat
membuat suatu katup satu arah yang berefek pada pelebaran kista dan ekspansi tulang tengkorak
atau hidrosefalus, menyebabkan kepala yang menjadi lebih besar.1
Penegakkan Diagnosis
a. Gambaran Radiografik
Ultrasound
Pada pemeriksaan ultrasonografi antenatal, akan terlihat satu atau lebih kista intracranial
yang menghubungkan dengan sistem ventricular dan/atau ruang subarachnoid. Mungkin juga
terdapat ventricular yang asimetris dengan perubahan posisi midline ventricular echo.7
CT
Kista porencephalic terlihat sebagai kista intracranial yang memiliki batas yang jelas dan
tengahnya mengalami atenuasi yang sama dengan cairan serebrospinal. Biasanya tidak ada efek
massa pada parenkim yang berdekatan, walaupun kadang-kadang kista meluas dan menghasilkan
efek massa lokal. Tidak ada peningkatan dengan kontras dan tidak ada komponen solid.
7.
Gambaran CT-Scan kista porencephalic pada lobus occipital sinistra yang berhubungan dengan
MRI
Seperti pada CT, terlihat batas jelas dan berkaitan dengan suatu wilayah vaskular. Kista ini
dibatasi oleh substansia alba, yang dapat atau juga tidak dapat menunjukkan bukti adanya gliosis
(kejadian ini tergantung oleh usia saat kerusakan terjadi). Pentingnya bahwa kista ini tidak
dibatasi oleh substansia grisea, sangat menolong untuk membedakan dengan kista arachnoid dan
schizencephaly. Khususnya kista terlihat berhubungan dengan ventrikel dan/atau ruang
subarachnoid. Isi dari kista ini adalah berupa cairan cerebrospinal.9
Angiografi Serebral
Defek porensefali tampak sebagai LDR avaskuler pada angiogram serebral. Angiografi
serebral membantu menjelaskan patogenesis, porensefali seperti kasus setelah oklusi arteria
serebral media.9
Penatalaksanaan
Sebagian besar penatalaksanaan porencephaly merupakan terapi konservatif, berupa terapi
medikamentosa maupun fisioterapi. Terapi medikamentosa yng digunakan meliputi obat-obatan
antiepilepsi yang biasanya efektif mengontrol gejala epilepsi pada pasien dengan porencephaly.
Namun,
pada
beberapa
keadaan,
epilepsi
sulit
terkontrol
sehingga
menmbutuhkan
penatalaksanaan operatif. Beberapa teknik operasi dapat dilakukan untuk penanganan pasien
porencephaly, seperti callosotomy, temporal lobectomy, maupun functional hemispherectomy.
Sebagian ahli yang lain, menggunakan teknik operasi yang lain, misalnya menghubungkan
pembuatan shunt antara kista porencephalic dengan ventrikel lateralis.
3. Hidrocephalus
Insidens dan Epidemiologi
Banyak jenis hidrosefalus dimulai pada masa kanak-kanak, biasanya disertai oleh ganggan
perkembangan lainnya, seperti malformasi Chiari, spina bifida, atau meningo(mielo)kel.
Prevalensi hidrosefalus pada tiga bulan pertama kehidupan postnatal adalah 0,1-0,4%. Insidens
hidrosefalus bervariasi pada studi epidemiologis dari berbagai belahan dunia yang berbeda.
Sebuah studi epidemiologis dari tahun 1996 hingga 1997 di Arab Saudi melaporkan prevalensi
1,6 per 1.000 kelahiran hidup.
Gambaran Klinik
Gejala dan tanda yang timbul akibat hidrosefalus merupakan tanda peningkatan tekanan
intrakranial yaitu(3):
1.
2.
3.
4.
5.
Edema Papil
Palsi nervus kranial VI
Defisit neurologik fokal
Mata tidak dapat melirik ke atas
Gangguan tingkat kesadaran
6. Pada bayi gejala yang timbul dapat berupa makrosefali yang progresif, ubun-ubun
anterior yang membonjol, dilatasi vena-vena di kulit kepala, sun-setting eyes (tanda
matahari terbenam)
B.
Gambaran Radiologi
1.
2.
Ultrasonografi
Ultrasonografi merupakan prosedur skrining pada anak-anak kecil ketika ubunubun anterior masih terbuka. Modalitas ini juga berguna untuk tindak lanjut setelah
tatalaksana untuk melihat ukuran ventrikel. Terdapat kesulitan untuk memperoleh
kesan dari ventrikel ketiga dan keempat apabila menggunakan metode ini, dan untuk
memperjelas penyebab, seringkali dibutuhkan modalitas neuroimaging lainnya.(4)
Paramater penting penilaian perkembangan sistem saraf pusat (SSP) ialah ukuran
ventrikel lateral. Titik potong atas untuk ukuran lebar atrium ventrikel pada fetus ialah
10 mm. Ventrikulomegali (>10mm pada bidang koronal) berhubungan dengan
hidrosefalus yang merupakan abnormalitas SSP yang paling umum terjadi. (12,13)
Gambar 6. Ultrasonografi otak dari anak yang lahir prematur dengan infark
periventrikular hemoragik. [Dikutip dari kepustakaan 4]
3.
CT Scan
Gambaran CT scan menunjukkan adanya pelebaran ventrikel dan seringkali
menunjukkan proses patologis dan lokasi obstruksi. Sistem ventrikular berdilatasi pada
daerah proksimal obstruksi, sedangkan jalur CSS pada bagian distal tidak tervisualisasi
dengan baik. Kesimpulan terhadap tingkatan asal obstruksi dapat diambil dengan CT
karena seluruh ventrikel biasanya dapat terlihat dengan baik. Kebanyakan tumor juga
dapat terlihat oleh CT. Namun, CT scan tidak dapat menggambarkan lokasi dan sifat
dari obstruksi tersebut secara tepat.(15)
4.
MRI
MRI telah menjadi modalitas pencitraan pilihan untuk hidrosefalus yang baru
terdiagnosis. Kemampuan MRI untuk memperoleh citra dalam tiga bidang yang
berbedakoronal, sagittal, dan aksialtelah menjadi nilai pertimbangan dalam
mendiagnosis penyebab pasti hidrosefalus dan lokasi obstruksi. Dengan MRI yang
dilakukan dengan baik, lokasi obstruksi dapat tervisualisasi dengan baik pada
kebanyakan pesian dengan hidrosefalus.obstruktif. Hal ini penting dipertimbangkan
karena tumor kecil atau kista yang menyebabkan hidrosefalus depat tervisualisasi dan,
jika dihilangkan, dapat meredakan hidrosefalus. MRI dianggap penting sebelum
mempertimbangkan endoscopic third ventriculostomy atau akueduktoplasty, hal ini
merupakan alternatif yang menarik untuk penatalaksanaan hidrosefalus dan penilaian
efektivitas ventrikulostomi saat tindak lanjut.(15)
Pada hidrosefalus obstruktif, rasio kornu bifrontal terhadap diameter intrakranial
>0,33 mm. Lebar kornu temporal juga didapatkan >3 mm. Untuk kasus stenosis
akueduktus, luas normal rata-rata akueduktus saat bayi lahir ialah 0,2-1,8 mm2 . (17)