Anda di halaman 1dari 8

FUNGSI KOGNITIF

A. Definisi
Fungsi kognitif adalah merupakan aktivitas mental secara sadar seperti berpikir,
mengingat, belajar dan menggunakan bahasa. Fungsi kognitif juga merupakan kemampuan
atensi, memori, pertimbangan, pemecahan masalah, serta kemampuan eksekutif seperti
merencanakan, menilai, mengawasi dan melakukan evaluasi (Strub dkk. 2000).

B. Domain Fungsi Kognitif


Fungsi kognitif terdiri dari: (Modul Neurobehavior PERDOSSI, 2008)
1. Atensi
Atensi adalah kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus
dengan mampu mengabaikan stimulus lain yang tidak dibutuhkan. Atensi merupakan
hasil hubungan antara batang otak, aktivitas limbik dan aktivitas korteks sehingga
mampu untuk fokus pada stimulus spesifik dan mengabaikan stimulus lain yang tidak
relevan. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan atensi dalam
periode yang lebih lama. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi
kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif.
2. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang
membangun kemampuan fungsi kognitif. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan
kognitif seperti memori verbal dan fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak
dapat dilakukan. Fungsi bahasa meliputi 4 parameter, yaitu :
a. Kelancaran
Kelancaran mengacu pada kemampuan untuk menghasilkan kalimat dengan
panjang, ritme dan melodi yang normal. Metode yang dapat membantu
menilai kelancaran pasien adalah dengan meminta pasien menulis atau
berbicara secara spontan.
b. Pemahaman
Pemahaman mengacu pada kemampuan untuk memahami suatu perkataan
atau perintah, dibuktikan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan
perintah tersebut.
c. Pengulangan
Kemampuan seseorang untuk mengulangi suatu pernyataan atau kalimat yang
diucapkan seseorang.
d. Penamaan
Merujuk pada kemampuan seseorang untuk menamai suatu objek beserta
bagian-bagiannya.
Gangguan bahasa sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga
merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal
gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik antara sindroma afasia dengan lesi
neuroanatomi.
3. Memori
Fungsi memori terdiri dari proses penerimaan dan penyandian informasi, proses
penyimpanan serta proses mengingat. Semua hal yang berpengaruh dalam ketiga proses
tersebut akan mempengaruhi fungsi memori. Fungsi memori dibagi dalam tiga tingkatan
bergantung pada lamanya rentang waktu antara stimulus dengan recall, yaitu :
a. Memori segera (immediate memory), rentang waktu antara stimulus dengan
recall hanya beberapa detik. Disini hanya dibutuhkan pemusatan perhatian
untuk mengingat (attention)
b. Memori baru (recent memory), rentang waktu lebih lama yaitu beberapa
menit, jam, bulan bahkan tahun.
c. Memori lama (remote memory), rentang waktunya bertahun-tahun bahkan
seusia hidup.
Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Istilah
amnesia secara umum merupakan efek fungsi memori. Ketidakmampuan mempelajari
materi baru setelah brain insult disebut amnesia anterograd. Sedangkan amnesia retrograd
merujuk pada amnesia pada yang terjadi sebelum brain insult. Hampir semua pasien
demensia menunjukkan masalah memori pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua
gangguan memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan ansietas sering
mengalami kesulitan memori. Istilah amnesia psikogenik jika amnesia hanya pada satu
periode tertentu, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai defek pada recent memory.
4. Visuospasial
Kemampuan visuospasial merupakan kemampuan konstruksional seperti
menggambar atau meniru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan
menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi dan lobus
parietal terutama hemisfer kanan berperan paling dominan.
Menggambar jam sering digunakan untuk skrining kemampuan visuospasial dan
fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
5. Fungsi eksekutif
Fungsi eksekutif dari otak dapat didefenisikan sebagai suatu proses kompleks
seseorang dalam memecahkan masalah atau persoalan baru. Proses ini meliputi
kesadaran akan keberadaan suatu masalah, mengevaluasinya, menganalisa serta
memecahkan atau mencari jalan keluar suatu persoalan.

C. Anatomi Fungsi
Kognitif Masing-masing domain kognitif tidak dapat berjalan sendiri-sendiri dalam
menjalankan fungsinya, tetapi sebagai satu kesatuan, yang disebut sistem limbik. Sistem
limbik terdiri dari amygdala, hipokampus, nukleus talamik anterior, girus subkalosus, girus
cinguli, girus parahipokampus, formasio hipokampus dan korpus mamilare. Alveus, fimbria,
forniks, traktus mammilotalmikus dan striae terminalis membentuk jaras-jaras penghubung
sistem ini (Waxman, 2007).
Peran sentral sistem limbik meliputi memori, pembelajaran, motivasi, emosi, fungsi
neuroendokrin dan aktivitas otonom. Struktur otak berikut ini merupakan bagian dari sistem
limbic :
1. Amygdala, terlibat dalam pengaturan emosi, dimana pada hemisfer kanan predominan
untuk belajar emosi dalam keadaan tidak sadar, dan pada hemisfer kiri predominan
untuk belajar emosi pada saat sadar.
2. Hipokampus, terlibat dalam pembentukan memori jangka panjang, pemeliharaan fungsi
kognitif yaitu proses pembelajaran.
3. Girus parahipokampus, berperan dalam pembentukan memori spasial.
4. Girus cinguli, mengatur fungsi otonom seperti denyut jantung, tekanan darah dan
kognitif yaitu atensi.
5. Forniks, membawa sinyal dari hipokampus ke mammillary bodies dan septal nuclei.
Adapun forniks berperan dalam memori dan pembelajaran.
6. Hipothalamus, berfungsi mengatur sistem saraf otonom melalui produksi dan pelepasan
hormon, tekanan darah, denyut jantung, lapar, haus, libido dan siklus tidur / bangun,
perubahan memori baru menjadi memori jangka panjang.
7. Thalamus ialah kumpulan badan sel saraf di dalam diensefalon membentuk dinding
lateral ventrikel tiga. Fungsi thalamus sebagai pusat hantaran rangsang indra dari perifer
ke korteks serebri. Dengan kata lain, thalamus merupakan pusat pengaturan fungsi
kognitif di otak / sebagai stasiun relay ke korteks serebri.
8. Mammillary bodies, berperan dalam pembentukan memori dan pembelajaran.
9. Girus dentatus, berperan dalam memori baru.
10. Korteks enthorinal, penting dalam memori dan merupakan komponen asosiasi
(Markam, 2003, Devinsky dkk. 2004).
Sedangkan lobus otak yang berperan dalam fungsi kognitif antara lain :
1. Lobus frontalis
Pada lobus frontalis mengatur motorik, prilaku, kepribadian, bahasa, memori, orientasi
spasial, belajar asosiatif, daya analisa dan sintesis. Sebagian korteks medial lobus
frontalis dikaitkan sebagai bagian sistem limbik, karena banyaknya koneksi anatomik
dengan struktur limbik dan adanya perubahan emosi bila terjadi kerusakan.
2. Lobus parietalis
Lobus ini berfungsi dalam membaca, persepsi, memori dan visuospasial. Korteks ini
menerima stimuli sensorik (input visual, auditori, taktil) dari area sosiasi sekunder.
Karena menerima input dari berbagai modalitas sensori sering disebut korteks
heteromodal dan mampu membentuk asosiasi sensorik (cross modal association).
Sehingga manusia dapat menghubungkan input visual dan menggambarkan apa yang
mereka lihat atau pegang.
3. Lobus temporalis
Lobus temporalis berfungsi mengatur pendengaran, penglihatan, emosi, memori,
kategorisasi benda-benda dan seleksi rangsangan auditorik dan visual.
4. Lobus oksipitalis Lobus oksipitalis berfungsi mengatur penglihatan primer,
visuospasial, memori dan bahasa (Markam, 2003).
D. Faktor yang Mempengaruhi Fungsi Kognitif
1. Usia
Telah banyak penelitian yang menghubungkan faktor usia dengan penurunan
fungsi kognitif. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh the COGITO
study, yang menunjukkan hasil bahwa pada usia dewasa tua (65-80 tahun) seseorang
akan lebih sulit untuk meningkatkan kemampuan kognisinya dibandingkan golongan
usia dewasa muda (20-31 tahun). (Schmiedek F et al, 2010)
Seseorang dengan usia lanjut juga cenderung mengalami penurunan aktivitas fisik
yang dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif. Di usia lanjut juga diketahui lebih
cepat terjadi penurunan fungsi dari belahan otak kanan dibandingkan dengan otak kiri,
dimana keadaan tersebut membuat kelompok lanjut usia mengalami deficit memori atau
daya ingat yang tentunya berhubungan dengan fungsi kognitif. (Nugroho W, 2008)
2. Aktifivitas Fisik
Tingkat aktivitas fisik yang dibedakan dalam dua kelompok yaitu aktif dan tidak
aktif menunjukkan hasil bahwa tingkat aktivitas fisik aktif memiliki fungsi kognitif
yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang memiliki tingkat aktivitas tidak
aktif. Hal ini menyimpulkan bahwa tingkat aktivitas yang rutin dan berkepanjangan
mempunyai hubungan terhadap tingginya skor fungsi kognitif. Sebaliknya ketika
seseorang mengalami penurunan aktivitas fisik dan intensitasnya akan mempercepat
terjadinya penurunan fungsi kognitif. (Muzamil MS et al, 2014)
Aktivitas fisik tidak hanya berupa olahraga ataupun melakukan pekerjaan sehari-
hari namun juga meliputi pelatihan otak atau brain training yang tentunya dapat
meningkatkan beberapa domain dari fungsi kognitif seperti memori, atensi, konsentrasi,
dan kemampuan bahasa. (Lilienthal L et al, 2013)
3. Jenis Kelamin
Jenis kelamin memiliki pengaruh terhadap fungsi kognitif, khususnya pada
memori seseorang. Terdapat penelitian yang menyatakan bahwa ukuran amigdala dan
thalamus yang dimiliki oleh pria lebih besar dibandingkan perempuan sedangkan untuk
ukuran hipokampus, perempuan memiliki ukuran yang lebih besar dibanding pria. Pada
perempuan juga ditemukan jumlah reseptor estrogen di hipokampus dan androgen di
amigdala yang lebih tinggi dibandingkan dengan pria. Hal ini menyimpulkan bahwa
jenis kelamin perempuan cenderung memiliki kemampuan memori verbal yang lebih
baik dan pria memiliki kemampuan memori spasial yang lebih baik. Penelitian lain juga
mengungkapkan bahwa perempuan memiliki resiko lebih tinggi mengalami gangguan
fungsi kognitif dikarenanakan adanya penurunan hormon estrogen saat mengalami
menopause. (Qotifah I, 2017)
4. Nutrisi
Nutrisi mempunyai pengaruh tersendiri dalam fungsi kognitif. Karena dengan
nutrisi yang cukup dan berimbang, sel-sel otak akan menjadi lebih baik
perkembangannya. Nutrisi seperti protein, lemak, vitamin, mineral masing-masing
mempunyai peran terhadap peningkatan fungsi kognitif seseorang (nutrialhealth, 2014).
Seseorang yang sedang menjalani diet tentunya harus memperhatikan asupan nutrisi
yang ia konsumsi setiap hari agar tidak terjadi penurunan fungsi kognitif dikarenakan
sel-sel otak yang kekurangan nutrisi untuk berkembang.
5. Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit yang diderita seseorang tentunya mempunyai pengaruh
terhadap fungsi kognitif. Seperti pada pasien Diabetes Mellitus tipe 2 (DMT2) memiliki
resiko yang lebih tinggi terhadap gangguan kognitif. Hal ini juga berkaitan dengan
adanya penyakit gangguan vaskular (Umegaki H, 2014). Faktor resiko dari gangguan
vaskular lainnya seperti obesitas, merokok, hipertensi juga meningkatkan penurunan
kognitif (Baumgart M et al, 2015). Kelompok usia muda (18-30 tahun) dengan adanya
gangguan vaskular juga menjadi salah satu faktof resiko penurunan fungsi kognitif.
Adanya kelainan otak atau trauma otak juga menjadi salah satu penyebab terjadi
penurunan fungsi kognitif, baik pada kelompok usia dewasa muda maupun dewasa tua.
Paparan stres jangka panjang juga diyakini sebagai salah satu penyebab terjadi
penurunan fungsi kognitif dikarenakan stres berhubungan dengan penurunan volume
hipokampus dan region orbito-frontal otak yang juga akan meningkatkan apoptosis
neuron. (Nieoullon A, 2011)
6. Riwayat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang mempunyai pengaruh terhadap fungsi kognitif
dikarenakan selama menjalani proses pendidikan, tentunya seseorang mempelajari hal
baru yang menyebabkan terbentuknya ingatan baru yang masuk pada hipokampus dan
menyebabkan tersimpannya informasi atau pembelajaran baru tersebut sebagai memori
jangka panjang yang akhirnya akan permanen disimpan oleh otak. (Guyton, 2008)

Referensi :

Strub, R.L., Black, F,W. (2000). The Mental Status Examination in Neurology, 4-th ed,
F. A. Philadelphia: Davis Company
Lyna S. Misbach Y. Harris S et al. 2008. Modul Neurobehavior PERDOSSI. Kolegium
Neurologi Indonesia. Jakarta.
Markam, S. 2003. Pengantar Psikologi Klinis. Yogyakarta: UI Press
Schmiedek F. Lovden M. Lindenberger U. 2010. Hundred Days of Cognitive Training
Enhance Broad Cognitive Abilities in Adulthood: Findings from the COGITO
Study. Frontiers in Aging Neuroscience: 2(27). 1-10
Nugroho W. 2008. Keperawatan Gerontik. Edisi 3. EGC. Jakarta.
Muzamil MS. Afriwardi. Martini RD. 2014. Hubungan Antara Tingkat Aktivitas Fisik
dengan Fungsi Kognitif pada Usila di Kelurahan Jati Kecamatan Padang Timur.
Tesis. Universitas Andalas. Padang.
Lilienthal L 2013. Dual n-back training increases the capacity of the focus attention.
Psychon Bull Rev. 20(1):135-41. viewed on 4 oktober 2018.
Qotifah I. 2017. Hubungan Antara Fungsi Kognitif dengan Kualitas Hidup Pada Lansia di
Posyandu Lansia Wilayah Puskesmas Nogosari. Tesis. Universitas
Muhammadiyah Surakarta. Surakarta.
NutrialHealth. 2014. Apakah Nutrisi Mempengaruhi Fungsi Kognitif?. viewed 3 oktober
2018.
Umegaki H. 2014. Tipe 2 Diabetes as a risk factor for cognitive impairment: current
insights. vol 6. viewed 3 oktober 2018. < httpswwwncbinlmnihgov/
pmc/articles/pmc4085321/>
Nieoullon A. 2011. Neurodegenerative diseases and neuroprotection: current views and
prospects. J Appl Biomed. vol 9: 173–83.
Baumgart M. Healther M. Snyder et al, 2015, Summary of the evidence on modifiable
risk factors for cognitive decline and dementia: A population-based perspective.
viewed 3 oktober 2018.
Guyton et al. 2008. Fisiologi Kedokteran Edisi 11. hal: 774-775. EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai