Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS OT PADA NEUROLOGI

STROKE

Di Susun Oleh :

Chusnul Fitriah Nur P (P27228015 075)

Rosemala Desky Hartono (P27228015 108)

Untuk Menenuhi Sebagai Persyaratan


Menyelesaikan Mata Kuliah Okupasi Terapi pada Neurologi 1
PROGRAM STUDI D IV OKUPASI TERAPI
JURUSAN OKUPASI TERAPI
POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2016
BAB I

PENDAHULUAN

1. STROKE
A. Definisi
Setiap tahun hampir 700.000 orang amerika megalami stroke, dan
mengakibatkan 150.000 kematian. Sekitar 11% orang amerika berusia
55-64 tahun mengalami infark sebagai silent. Dan prevalensinya
meningkat sampai 40% pada usia 80 tahun serta 43% pada usia 85
tahun (Goldsmidt & Caplan, 2013)
Di Indonesia, data yang diperoleh dari Yayasan Stroke Indonesia
(Yastroki) menyatakan bahwa penderita stroke di indonesia jumlahnya
terus meningkat dari tahun ke tahun. Diperkirakan setiap tahun terjadi
500.000 penduduk terkena stroke, sekitar 2,5% atau 125.000 orang
meninggal, dan sisanya cacat ringan maupun berat (Yastroki, 2003)
Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) disebabkan oleh
kematian jaringan otak karena otak kekurangan oksigen. CVA
menyebabkan seseorang lumpuh (hemiplegi) atau lemah (paralysis)
pada sisi tubuh yang berlawanandengan sisi di CVA(Trombly, 1989).
Menurut WHO (World Healt Organization,) Stroke didefinisikan suatu
gangguann fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari
24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh ganggaun
peredaran darah otak. Chandra B, tahun 1996 mengatakan stroke
adalah gangguan fungsi otak, dimana secara mendadak )dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejalan
dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal pada daerah otak yang
terganggu.
Hampir 80% penderita stroke mempunyai defisit neuromotor
(fungsi motorik) hingga memberikan gejala kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh dengan tigkat kelemahan bervariasi dari yang lemah
sampai yang berat. Gangguan fungsi motorik adalah kehilangan
sensibilitas, kegagalan sistem koordinasi, perubahan pola jalan dan
terganggunya keseimbangan. Kondisi ini mempengaruhi kemampuan
untuk melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (Suhartini, 2011)
Sekitar 30% pasien yang menderita stroke menunjukan defisit
kronis, seperti keterbatasan fungsional dan ketidakmampuan
melakukan Activity of Daily Living, (ADLs, CDC, 2001). Meskipun
demikian, hanya 30,70% pasien menerima rehabilitasi rawat jalan,
dengan waktu yang terbatas dalam Client-Centered, Occupational-
based, meaningful activities (Mackey, Ada, Heard, &Adams, 1996)
B. Etiologi
Menurut Edmands (2010) penyebab utama stroke adalah :
1) Iskemik (Non-haemorrhage)
Kerusakan terjadi pada aliran darah otak, yang mengakibatkan
disfungsi dan kematian jaringan (infark). Terjadi obstruksi
(bekuan) di salah satu atau lebih arteri (arteri karotis interna dan
arteri vertebralis) pada sirkulasi serebrum.
2) Haemorrhage
Stroke hemorrhage adalah stroke yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak yang menyebabkan terjadinya perdarahan
dan kematian jaringan otak. Penyebab stroke hemoragik
diantaranya yaitu pendarahan intracerebral dan pendarahan
subarachnoid. Pendarahan intracerebral berarti stroke yang terjadi
akibat pecahnya pembuluh darah yang berada di dalam otak, yang
biasanya disebabkan oleh tekanan darah tinggi ( hypertension),
aneurisma dan malformasi arteriovenous. Dan perdarahan
subarachnoid berarti stroke yang terjadi akibat pecahnya pembuluh
darah pada selaput subarachnoid (Edmans, 2010).
C. Gambaran Klinis
Gejala utama stroke iskemik akibat trombosis serebri adalah
timbulnya deficit neurologic secara amendadak, didahului gejala
prodromal, terjadi pada waktu istrihata atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tidak menurun. Komplikasi cacat akibat stroke
berdasarkan gangguan neurologi fokal otak dapat berupa :
1) Gangguan Motoris : Kelemahan secara tiba-tiba pada wajah,
kelumpuhan separuh anggota gerak, gangguan berjalan,
keseimbangan dan koordinasi secara tiba-tiba
2) Gangguan Sensoris : gangguan perasaan (defisit sensoris),
permasalahan penglihatan pada salah satu maupun kedua mata
secraa tiba-tiba, kesemutan (paresresi), rasa tebal-tebal (hipertesi),
pusing tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya.
3) Gangguan psikiatris : sindroma menggerutu, kebingungan dan
permasalahan bicara secara tiba-tiba. (Soetedjo, 2004)

Gambaran Klinis oleh Soegiarto (2004) dipengaruhi oleh letak


gangguan pada hemisfer :

Kerusakan pada hemisfer kanan menyebabkan :


1) Kelumpuhan sisi tubuh kiri
2) Penurunan kemampuan persepsi visual
3) Penurunan kemampuan fungsional
4) Tingkah laku impulsif
5) Kreativitas menurun
6) Gangguan orientasi spasial.
Sedangkan kerusakan hemisfer kiri menyebabkan;
1) Kelumpuhan sisi tubuh kanan
2) Gangguan memori
3) Gangguan bahasa
4) Gangguan inisiasi, perencanaan, penurunan fungsi kecerdasan.

D. Prognosis
Menurut Trombly (1989), prognosis perbaikan fungsi secara rata-
rata berlangsung selama tiga hingga enam bulan dan perbaikan fungsi
tangan berlajut hingga satu tahun. Sedangkan feign (2006), prgonosis
pasca stroke sangat tergantung pada :
1) Luas dan letak lesi di otak.
2) Umur yang lebih muda akan berdampak yang lebih baik dari pada
yang berusia lanjut.
3) Kondisi umum penderita, apakah ada penyakit lain menyertai atau
adanya komplikasi pasca stroke itu sendiri, misalnya penderita
menderita diabetes militus, atau gangguan vaskuler.
4) Kecepatan dan ketepatan penanganan terhadap pasien, apabila
penderita segera ditangani dengan cepat dan tepat, serta adanya
kerjasama tim medis dengan penderita menjadikan prognosis lebih
baik.

E. Patologi Stroke
1) Infark
Stroke infarct terjadi akibat kurangnya aliran darah ke otak.
Aliran darah ke otak normalnya adalah 58 mL/100 gram jaringan
otak per menit; jika turun hingga 18 mL/100 gram jaringan otak
per menit, aktivitas listrik neuron akan terhenti meskipun struktur
sel masih baik, sehingga gejala klinis masih reversibel. Jika aliran
darah ke otak turun sampai <10 mL/100 gram jaringan otak per
menit, akan terjadi rangkaian perubahan biokimiawi sel dan
membranyang ireversibel membentuk daerah infark.
2) Perdarahan Intraserebral
Kira-kira 10% stroke disebabkan oleh perdarahan intraserebral.
Hipertensi, khususnya yang tidak terkontrol, merupakan penyebab
utama. Penyebab lain adalah pecahnya aneurisma, malformasi
arterivena, angioma kavernosa, alkoholisme, diskrasia darah, terapi
antikoagulan, dan angiopati amiloid.
3) Perdarahan Subaraknoid
Sebagian besar kasus disebabkan oleh pecahnya aneurisma
pada percabangan arteri-arteri besar. Penyebab lain adalah
malformasi arterivena atau tumor.
F. Penatalaksanaan Terapi

Pada stadium Akut dilakukan penanganan faktor faktor etiologik


maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara
dan psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut
dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.
Pada stadium subakut Tindakan me yang dilakukan tenaga medis
dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara, dan
bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat perjalanan
penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif
pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder. Terapi fase subakut (1) Melanjutkan terapi sesuai kondisi
akut sebelumnya, (2) Penatalaksanaan komplikasi, (3)
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien) oleh fisioterapi, terapi
wicara, terapi kognitif, dan terapi okupasi, (4) Prevensi sekunder, (5)
Edukasi keluarga dan Discharge Planning
Okupasi Terapi pada kasus Stroke berperan saat rehabilitasi
untuk memaksimalkan kembali kemampuan pasien Tujuan utama
rehabilitasi adalah untuk mencegah komplikasi,meminimalkan
gangguan, dan memaksimalkan fungsi organ. Prioritasrehabilitasi
stroke dini adalah pencegahan stroke sekunder, managemen
danpencegahan penyakit penyerta dan komplikasi. Pada dasarnya
rehabilitasipada pasien stroke iskemik maupun stroke hemoragik
memilki prinsip yang sama.
2. Kerangka Acuan Neurodevelopmental Treatment (NDT)
1. Definisi
Neuro developmental treatment (NDT) merupakan teknik yang
digunakan untuk memfasilitasi gerakan pada sisi tubuh yang
mengalami kelumpuhan sehingga performance pasien dapat
meningkat (Trombly, 2002). NDT juga menginhibisi spastisitas dan
gerakan abnormal dnegan menggunakan Reflex inhibiting patterns
(rip) yaitu posisi yang berlawanan dengan tonus otot yang spastik
(Trombly,2002)
2. Tujuan Neurodevelopmental Treatment (NDT)
Prinsip dasar Neurodevelopment Treatment (NDT) adalah untuk
menurunkan spastisitas dan koordinasi abnormal, meningkatkan
kontrol trunk, lengan, kaki, dan mengupayakan kearah pola fungsional
normal pada pasien. (Trombly, 1989)
3. Prinsip dasar neurodevelopmental Treatement (NDT)
Tujuan terapi adalah untuk melatih respon gerakan normal di
sisi hemiparase pasien. Terapis harus menghindri kegiatan dan latihan
yang meningkatkan tonus otot normal atau memperkuat respon
gerakan abnormal dan harus menggunakan teknik treatment untuk
menekankan atau menghilangkan pola-pola ini. Terapis harus
menggunakan kegiatan treatment dan exercise yang mendorong pola
gerakan normal. Terapis harus membantu pasien yang menggunakan
kontrol motor yang ada di sisi hemiparase untuk m=kinerja kerja.
Ketika pasien tidak memiliki kekuatan dan kontrol lengan dan kaki
yang terkena dampak untuk kinerja kerja yang normal yang memadai
terapis harus mengembangkan kompensasi dan adaptasi yang
mendorong penggunaan sisi yang terkena dan mengurangi
perkembangan gerakan abnormal dan postur asimetris (Trombly,
2008).
4. Metode dan Prinsip bobath
Metode bobath adalah salah satu bentuk metode terapi atau
pendekatan terapi yang menitikberatkan pada pebelajaran kembali
gerakan normal dan menghindari pola gerakan abnormal. Prinsip
dasar dari pendekatan bobath adalah : 1) sensasi gerakan yang di
pelajari. 2) pola gerakan postur dan gerakan dipelajari kemudian
diterapkan menjadi keterampilan fungsional. 3) setiap keterampilan
harus dimulai dari pola dasar sampai postural control, righting
reaction, protective reaction (Trombly, 1989).
BAB II

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama / Inisial : Ny. Skm
Umur : 65 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Sisi Dominan : Kanan
Alamat :Trowangsal RT 02/ RW 03
B. DIAGNOSIS PASIEN
Diagnosis Medis : Stroke Hemiparesis Sinistra
Diagnosis Topis : Hemisfer kanan
Diagnosis Kausatif : Hypertension (darah tinggi)
C. DATA SUBJEKTIF
Initial Assesment :
- Interview (keluhan, riwayat kondisi pasien, harapan)
Berdasarkan interview pada tanggal 20 Desember 2016 dengan
pasien, didapatkan informasi bahwa klien mengalami stroke kira-kira 1
tahun yang lalu, pasien tiba-tiba tidak bisa menggerakan anggota
tubuhnya saat ia ingin berjalan, pasien merasa sudah berjalan lurus
padahal anggota geraknya tidak bergerak sama sekali. Pada saat itu
tetangga pasien segera membawa pasien ke Rumah Sakit Panti
Waluyo. Ny. Skm dirawat selama 2 minggu dan sempat dirawat di
ICU selama 4 hari. Pasien didiagnosis pendarahan otak pada sisi
sebelah kanan (Stroke) oleh dokter. Pasien pernah mengikuti kegiatan
terapi okupasi dan fisioterapi selama 3 bulan setelah pasien keluar dari
rumah sakit atas saran dari dokter. Pasien baru bisa berjalan dan
melakukan aktivitas sehari-harinya dengan mandiri setelah 6 atau 7
bulan yang lalu.
Kegiatan pasien setelah pensiun dari pekerjaanya hanya
melakukan aktivitas ibu rumah tangga seperti biasanya. Saat waktu
luang pasien menonton tv dan mendengarkan radio. Kondisi pasien
saat ini masih mengeluhkan kaku dan berat pada telapak kaki kiri
seperti berjalan dengan memakai sepatu yang berat sehingga ketika
berjalan kaki kiri pasien masih sulit bergerak saat akan mengangkat
kaki kiri untuk menapakan kakinya kedepan. Setiap bangun tidur,
pasien merasa kakinya terasa berat untuk berdiri dari tempat tidur. Dan
pasien juga mengalami kesulitan saat memakai sendal, pasien
biasannya tidak menyadari saat sendal yang dipakai lepas dan
mengetahuinya saat telah melakukan beberapa langkah.
Kemampuan komunikasi pasien kurang baik. Pasien dapat
memahami pertanyaan namun menjawab dengan kalimat yang
berbelit-belit. Daya ingat pasien masih cukup baik. Pasien setiap pagi
berjalan-jalan di sekitar rumahnya bersama tetangganya, sehingga
interaksi sosial pasien masih sangat baik.
Riwayat kondisi pasien memiliki hypertension (darah tinggi)
dan riwayat keluarga yang memiliki penyakit stroke. Sebelum sakit
pasien bekerja sebagai PNS di Rumah Sakit Auri bagian dapur dan
sampai saat ini pasien tinggal sendirian dan tidak memiliki suami
maupun anak. Harapan pasien adalah untuk bisa sembuh dan dapat
berjalan dengan baik.

- Observasi Klinis
Berdasarkan hasil observasi kami pada tanggal 20 Desember
2016. saat pertama kali bertemu dengan pasien, penampilan pasien
cukup rapih. Cara bicara pasien masih kurang jelas, berbelit-belit dan
mulut pasien terlihat tidak simetris. Secara keseluruhan pasien dapat
menyisir rambutnya dengan baik terlihat dari penampilanya, dapat
menyikat gigi dnegan bersih, dapat memotong kuku, memakai bedak
dan mandi secraa teratur terbukti saat setiap kami berkunjung ke
rumah Ny. Skm, pasien sedang mandi pada waktu yang hampir sama
yaitu jam 16.00. pasien sudah bisa melakukan aktivitas secara mandiri
walaupun membutuhkan waktu yang sedikit lama dan mengalami
sedikit kesulitan. Lingkungan kondisi rumah pasien lumayan bersih
dan rapi tapi memiliki penerangan yang kurang.
Kemampuan pasien dalam berkomunikasi cukup baik tapi saat
menjawab pertanyaan yang diberikan terapis pasien terlihat sedikit
berbelit-belit dan biasanya Out-of topic sehingga terapis mencoba
mengarahkan pasien masuk ke dalam topic pembicaraan untuk
menghemat waktu yang ada. Pasien juga dapat berekspresi dengan
baik, sangat terbuka dengan orang-orang baru, mampu
mempertahankan kontak mata, dan atensi saat diberi pertanyaan. Daya
ingat pasien masih bagus, terbukti saat dia menceritakan bagaimana
dia bekerja 6 tahun yang lalu, dan kejadian saat dia tidak bisa berjalan
1 tahun yang lalu. Tapi pasien mengatakan bahwa beberapa hari
terakhir sering lupa jika sedang memasak air. Pasien beberapa kali
lupa saat meninggalkan air mendidih di kompor sampai akhirnya
pasien sadar pada saat sudah mencium bau-bau hangus dari dapur.
Interaksi sosial pasien masih sangat baik, setiap pagi pasien jalan-jalan
ditemani oleh tetangganya di sekitar komplek rumah pasien dan sering
berkumpul bersama tetangga-tetangga lainya pada hari minggu.

- Screening test

Berdasarkan data hasil test screening dan screening task yang


dilakukan pasien. Pada tahap screening test pasien mampu melakukan
gerakan fleksi, ekstensi, depresi, elevasi, abd, add, internal
rotasi,eksternal rotasi, pada ekstreminas bagian atas (tangan) dan
untuk bagian ekstremitas bawah (kaki) bagian kanan pasien dapat
melakukan gerakan flaksi hip,ekstensi hip, fleksi knee. Internal rotasi,
eksternal roasi, inversi, dan eversi dengan baik dan benar, namun pada
kaki bagian kiri pasien tidak mampu melakukan gerakan fleksi ,
ekstensi, eversi, dan inversi ankle. Pada tahap screening task
ekstremitas bagian atas pasien mampu memegang dan mengangkat
botol yang berisi air, menyisir rambutnya, dan berpakaian dengan baik
dan mandiri sedangkan screening task pada ekstremitas bagian bawah
(kaki) pasien diminta untuk berjalan tetapi pasien mampu berjalan
secara mandiri namun masih terlihat kesulitan dalam mengangkat
kakinya saat berjalan dan membutuhkan waktu yang sedikit lama
untuk berjalan dari kamar ke kamar mandi.

Berdasarkan dari data screening diatas dapat disimpulkan bahwa


pasien tidak memiliki gangguan untuk bergerak pada ekstremitas gerak
bagian atas. Sedangkan pada anggota gerak bagian bawah (kaki)
pasien memiliki sedikit masalah dalam keterbatasan gerak dalam hal
berjalan.

- Model treatment yang digunakan


Model treatment yang digunakan dalam memberikan terapi yaitu
Neuro developmental treatment (NDT) dengan pendekatan Bobath
karena bertujuan untuk menurunkan spastisitas pasien, meningkatkan
kualitas gerakan berjalan pada sisi yang lemah untuk mempersiapkan
pasien melakukan aktivitas fungsionalnya.

D. Data Objektif
1. Pemeriksaan FIM
Berdasarkan pemeriksaan dengan Independence Measurement
(FIM), yang dilakukan pada tanggal 20 Desember pasien memperoleh skor
122 yang artinya pasien sudah dapat mandiri pada kegiatan sehari-harinya
tetapi masih memiliki masalah dengan aktivitas berjalan dan juga
membutuhkan waktu yang sedikit lama untuk melakukan aktivitas
tersebut.
2. Pemeriksaan Neurologi
Berdasarkan hasil pemeriksaan neurologi diketahui bahwa hampis
semua pemeriksaan sensoris didapatkan hasil normal. Tonus otot pada
anggota gerak bawah bagian kiri pasien mengalami spastisitas.

3. Pemeriksaan Bobath Chart

Hasil pemeriksaan awal dari tes ini diketahui pasien sudah mampu
memfleksikan hip dan knee secara penuh pada posisi terlentang dan
berdiri. Sedangkan pada bagian ankle pasien tidak dapat memfleksikan,
inversi, dan eversi secara penuh pada posisi terlentang maupun berdiri

4. Pemeriksaan Job Analysis


Berdasarkan Pemeriksaan dengan Job Analysis yang di lakukan
pada tanggal 20 Desember 2016 Pasien menyatakan bahwa dulu sebelum
mengalami stroke pasien pernah bekerja di bagian dapur sebuah rumah
sakit dibagian penyajian makanan untuk karyawanan. Pasien bekerja dari
jam 7 pagi sampai jam 3 sore dari hari senin sampai kamis, pada hari
jumat pasien bekerja dari jam 7 sampai jam 2 siang. Setelah bekerja di
rumah sakit pasien menjadi pegawai di sebuah institusi pendidikan, pada
bagian penyajian makanan sama seperti yang pernah pasien lakukan saat
bekerja di rumah sakit.Saat bekerja di bagian dapur pendidikan, pasien
bekerja full-time 1 hari 1 malam dan berisitirahat 1 hari pada keesokan
harinya dan begitu terus samapai pasien berhenti bekerja 6 tahun yang
lalu. Aktivitas yang paling banyak dilakukan memanipulasi jari-jari dan
menggenggam ketika akan menyajikan makanan dan saat membagikan
makanan kepada karyawan. Pada saat bekerja, pasien dapat membawa
beban berat sekitar 0-10 Kg harus pada posisi berdiri, jika tidak dalam
posisi ini terutama pada posisi jongkok pasien tidak mampu untuk
mengangkat beban tersebut. Menurut keterangan pasien kondisi
lingkungan bersih, dan nyaman.
5. Pemeriksaan Interest Checklist
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan interest checklist
yang dilakukan pada tanggal 20 desember pasien menyatakan bahwa
aktivitas yang sangat ia sukai adalah menonton Tv, pasien dapat
melakukan aktivitas tersebut setiap hari dan pada waktu luangnya dari
dahulu sebelum terkena stroke hingga sekarang. Selain itu pasien juga
menyukai kegiatan seperti menyanyi, mendengarkan radio, memasak, dan
jalan-jalan ditemani oleh tetangganya pada pagi hari.
E. ASSESSMENT / PENGKAJIAN DATA
- Rangkuman data subjektif dan objektif

Berdasarkan interview, observasi dan pemeriksaan menggunakan


standar di peroleh data bahwa pasien mengalami kaku dan berat pada
telapak kaki kiri, ketika berjalan kaki kiri pasien masih sulit bergerak saat
akan mengangkat kaki kiri untuk menapakan kakinya kedepan.
Kemampuan berkomunikasi pasien kurang baik, pasien dapat memahami
pertanyaan namun dapat menjawab dengan kalimat yang berbelit-belit.
Pasien tidak memiliki gangguan pada aktivitas kesehariannya namun
memiliki sedikit masalah dengan cara berjalan.

Berdasarkan pemeriksaan dengan FIM pada tanggal 20 desember


2016 diperoleh skor 122 dari skor 126 yang berarti pasien tidak
membutuhkan bantuan dalam melakukan beberapa aktivitas. Pada
pemeriksaan neurologis, tidak ada gangguan sensoris, namun tonus otot
pada anggota gerak bawah bagian kiri pasien mengalami spastisitas. Untuk
pemeriksaan Bobath Chart, pasien tidak mampu memfleksikan, inversi,
dan eversi pada ankle secara penuh pada posisi terlentang maupun berdiri.
Pada pemeriksaan dengan Job Analysis didapatkan hasil bahwa sebelum
pasien menderita stroke pasien paling banyak melakukan aktivitas
memanipulasi jari-jari, menggenggam dan membungkuk ketika akan
menyajikan makanan dan saat membagikan makanan kepada karyawan.
Pada saat bekerja, pasien dapat membawa beban berat sekitar 0-10 Kg
harus pada posisi berdiri, jika tidak dalam posisi ini terutama pada posisi
jongkok pasien tidak mampu untuk mengangkat beban tersebut.
Berdasarkan pemeriksaan dengan menggunakan interest checklist di
peroleh kesimpulan bahwa pasien sangat tertarik mengisi waktu luangnya
dengan menonton tv, memasak, mendengarkan radio, dan jalan-jalan
ditemani tetangganya pada pagi hari. Aktivitas-aktivitas tersebut adalah
aktivitas yang pasien sukai dari dulu, sekarang dan dilanjutkan di masa
depan.

- Aset:
Berdasarkan data subjektif dan data Objektif pasien memiliki aset :
pasien sangat mandiri dalam makan, berhias, berpakaian, dan aktivitas
toileting. Mobilitas juga dilakukan secara mandiri. Kemampuan
komunikasi pasien cukup baik, social interaksi dan daya ingat pasien
masih cukup baik.
- Limitasi :
Bedasarkan data sebjektif dan objektif pasien memiliki limitasi
kekakuan dan merasa berat pada kaki kiri saat akan mengangkat dan
menapakan kakinya kedepan dalam aktivitas berjalan sehingga pasien
membutuhkan waktu yang cukup lama untuk berjalan dari satu tempat ke
tempat lainya.
- Prioritas Masalah :
Berdasarkan aset dan limitasi, prioritas masalah pasien adalah
meningkatkan kemampuan pasien untuk mengangkat dan menapakan kaki
kirinya kedepan pada saat berjalan. .
- Diagnosis OT :
Diagnosis OT pada area ADL yaitu pasien mengalami kesulitan
dalam aktivitas berjalan.

F. PERRENCANAAN TERAPI
 Tujuan Jangka Panjang (LTG) :

Pasien mampu berjalan dengan baik dari kamar tidur ke kamar


mandi dalam waktu 7 detik dengan 8 kali sesi terapi.
 Tujuan jangka pendek
STG 1 : Pasien mampu berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi
dari poisi duduk selama 19 detik setelah 2 kali sesi terapi

STG 2 : Pasien mampu berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi


dari poisi duduk selama 15 detik setelah 2 kali sesi terapi

STG 3 : Pasien mampu berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi


dari poisi duduk selama 11 detik setelah 2 kali sesi terapi

STG 4 : Pasien mampu berjalan dari kamar tidur ke kamar mandi


dari poisi duduk selama 9 detik setelah 2 kali sesi terapi

G. Strategi/Teknik
Strategi yang kami gunakan meliputi empat tahap yaitu : Adjunctive
methods, enabling activities, purposeful activity, dan occupation
1. Adjunctive Methods
Adjunctive methods atau metode penunnjang dilakukan sebagai
pemanasan dan tahap awal sebelum terapi diberikan. Berdasarkan
aset dan limitasi, pasien diposisikan tidur terlentang dan dilakukan
stretching pada kaki kiri pasien dimulai dari hip flexion, hip internal
dan external rotation, hip abduction dan adduction, ankle plantar
flexion and dorsi flexion, invertion, and evertion of ankle. Setiap
gerakan tadi dilakukan sebanyak 8 kali gerakan. Setelah itu, pasien
juga melakukan hal yang sama pada posisi berdiri.
2. Enabling Activities
Tahap enabling aktivitas yang digunakan untuk meningkatkan
kemampuan pasien, pasien diminta untuk memindahkan 7 cup pada
posisi berdiri dan weighbearing ke sisi bagian kiri dan tangan kiri
ekstensi memegang pada meja. Selanjutnya pasien diminta untuk
memindahkan 5 cup dari suatu tempat ke tempat lainya dengan
berjalan. Tujuan aktivitas ini adalah melatih kemampuan dan
kekuatan pasien dalam aktivitas berjalan.
3. Purposeful Activity
Untuk dapat berjalan diperlukan tahapan untuk berjalan. Beberapa
tahapan yang harus dicapai adalah perubahan posisi duduk ke
berdiri, jongkok ke berdiri, serta ketahanan berdiri. Untuk melatih
perubahan posisi dari duduk ke berdiri, pasien dari posisi duduk di
bed diminta berdiri dengan kedua tangan memegang lutut, tubuh
sedikit bungkuk dan pasien diminta bersiap untuk berdiri. Dan
selanjutnya pasien diminta untuk melakukan aktivitas tersebut
secara bertahap dan berjalan dari kamar ke kamar mandi.
4. Occupation
Pada tahap ini, pasien langsung melakukan aktivitas fungsional
yang sesuai dnegan tujuan terapi yang telah direncanakannya.
Pasien langsung melakukan gerakan berjalan dari kamar ke kamar
mandi dengan waktu yang sedikit singkat.
H. Frekuensi :

Frekuensi terapi dilakukan dalam 2 kali sesi terapi dalam satu minggu

I. Durasi :
Proses terapi dilakukan dalam 45 menit dalam setiap kali sesi terapi
J. Media Terapi :
Media yang digunakan adalah cup kertas berukuran kecil.

K. HOME PROGRAM :
Home program yang kami sarankan kepada pasien sesuai dengan
kondisi dan lingkungannya adalah pasien harus se-sering mungkin melatih
kaki kiri pasien dengan cara mem-fleksikan knee, dan inversi & eversi
ankle pada posisi berdiri.
L. Re-Evaluasi
Setelah dilakukan 4 kali sesi terapi, selanjutnya dilakukan re-evaluasi di
akhir sesi terapi. Re-evaluasi ini tepatnya dilakukan pada tanggal 27
desember 2016. Re-evaluasi dilakukan dengan cara melakukan
pemeriksaan ulang dengan memberikan latihan dan melihat kemampuan
apa yang telah dicapai.
Bobath chart, dari pemeriksaan bobath chart ini, pada tes bagian ankle,
pasien sudah sedikit mampu memfleksikan, inversi, dan eversi.
FIM, pemeriksaan ini tidak mengalami banyak perubahan, hanya untuk
transfer pasien sudah mandiri namun aktivitas berjalan pasien masih
mengalami sedikit masalah.
Untuk pemeriksaan neurologi, dapat diketahui bahwa tingkat spastisitas
anggota gerak bawah bagian kiri pasien masih tinggi akan tetapi reflek
pasien masih cukup baik.
Hasil dari 4 kali sesi terapi yang kami berikan diketahui tingkat
pencapaian pasien berdasarkan LTG dan STG yang dicapai. Dari LTG,
pasien mampu hanya dapat mencapai STG III, pasien mampu berjalan dari
kamar ke kamar mandi dalam waktu 16 detik.
BAB III
PENTUP

Stroke atau Cerebro Vascular Accident (CVA) disebabkan oleh


kematian jaringan otak karena otak kekurangan oksigen. CVA
menyebabkan seseorang lumpuh (hemiplegi) atau lemah (paralysis)
pada sisi tubuh yang berlawanandengan sisi di CVA(Trombly, 1989).
Menurut WHO (World Healt Organization,) Stroke didefinisikan suatu
gangguann fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda
dan gejala klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari
24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan oleh ganggaun
peredaran darah otak. Chandra B, tahun 1996 mengatakan stroke
adalah gangguan fungsi otak, dimana secara mendadak )dalam
beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejalan
dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal pada daerah otak yang
terganggu.
Kerusakan pada hemisfer kanan menyebabkan kelumpuhan sisi
tubuh kiri penurunan kemampuan persepsi visual, penurunan
kemampuan fungsional, tingkah laku impulsif, kreativitas menurun,
dan gangguan orientasi spasial. Sedangkan kerusakan pada hemisfer
kanan menyebabkan Kelumpuhan sisi tubuh kiri, penurunan
kemampuan persepsi visual, penurunan kemampuan fungsional,
tingkah laku impulsif, kreativitas menurun, dan gangguan orientasi
spasial.
Spastisitas yang tinggi menghambat aktivitas karena gerakan yang
akan dilakukan tidak sesuai dengan yang diperintahkan otak.
Penderita stroke tidak mempu mengontrol gerakan dan untuk
mengarahkan tubuhya harus dengan tenaga yang kuat dan harus
berfikir dahulu, gerakan tidak bisa secara otomatis. Reflek postural
digunakan untuk mempertahankan postur tubuh dan untuk
keseimbangan tubuh saat melakukan aktivitas. Reflek postural
berfungsi untuk memfasilitasi gerakan disadari.
Treatment yang digunakan untuk kondisi stroke yang sudah lama
dan kondisi pasien yang kehilangan / penurunan mekanisme reflek
posturalnya serta adanya spastisitas yang tinggi, maka dilakukan
dengan methode bobath dengan menerapkan teknik-teknik dari
metode bobath Reflex inhibiting pattern,dan weight bearing.
Terapi dilakukan di rumah pasien sebanyak 4 kali dengan durasi
30-45 menit tiap sesinya. Tujuan jangka panjang yang direncanakan
pada awal sesi terapi belum berhasil. Pasien sudah mampu berjalan
selama 13 detik dari sebelum sesi terapi dimulai yaitu 20 detik. Hal ini
karena ada faktor penghambat yaitu prognosa pasien yang memiliki
usia sudah cukup tua yaitu 65 tahun yang pada tahap perkembanganya
mengalami kemunduran pada fungsional tubuh, kognitif, dan
regenerasi perbaikan pada bagian tubuh yang rusak akan
membutuhkan waktu yang lama. Selain itu pasien tidak memiliki
dukungan dari keluarga karena pasien tinggal sendiri di rumah dan
tidak memiliki suami maupun anak, pasien hanya mendapatkan
dukungan dari tetangganya.
REFERENSI

Kielhofner, Gary. (2009). Conceptual Foundation of Occupational Therapy


Practice. (ed.4). Philadelphia: F.A Davis Company. Website :
https://books.google.co.id/books?id=WWX2AAAAQBAJ&pg=PA201&lp
g=PA201&dq=Bobath+Trombly&source=bl&ots=AOcDa-
TA5p&sig=R3ng7nt1VT6r50MObN7UIswZPjw&hl=en&sa=X&ved=0ah
UKEwjD183q5JnRAhXKN48KHfqRDXMQ6AEIIDAB#v=onepage&q=
Bobath%20Trombly&f=false

Mulyono, L.J. (2008). Latihan Berjalan Pada Pasien Paska Stroke Hemiparase
Sinistra. Surakarta: Poltekkes Surakarta

Noviano, Andry. (2012). Gambaran Keseimbangan Dan Pola Berjalan Pada


Lansia Di Desa Sobokerto Ngemplak Boyolali. Surakarta: Poltekkes
Surakarta
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai