HEMIPHARESIS DEXTRA
Disusun oleh :
Bahtiar Dwi Santoso P27228017 235
Fahra Diany Nurahma P27228017 243
Ja’far Maulana P27228017 250
Saskia Ayu Salsabilla P27228017 270
PENALARAN KLINIS I
Umur : 61 tahun
bawah sebelah kanan sulit untuk digerakkan karena stroke yang di alaminya. Ny. S mengalami
serangan stroke pertama kali pada tahun 2012 pada saat sedang memasak tiba-tiba sisi tubuh
bagian kanan terasa lemas, keesokan harinya pasien mendatangi RS Panti Waluyo dengan
keluhan kepala pusing dan sisi tubuh sebelah kanan sulit digerakkan. Pada saat interview pasien
mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit keluarga yang mengalami stroke, namun pasien
memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Dalam melakukan aktivitas sehari-
hari seperti makan, mandi, berhias, toileting pasien mampu melakukan dengan mandiri. Namun
untuk berjalan pasien masih menggunakan alat bantu seperti tongkat atau kadang dibantu oleh
keluarganya. Dengan keterbatasan yang dimiliki sekarang, pasien berharap beliau mampu
berjalan dengan mandiri tanpa bantuan orang lain. Sebelumnya pasien sudah pernah
mendapatkan terapi dari fisioterapi dan okupasi terapi.
b. Observasi klinis
bersih dan rapi, pasien juga kooperatif dalam berkomunikasi namun intonasi suaranya kurang
keras. Postur tubuh Ny. S sedikit bungkuk. Setelah terkena stroke pasien mengalami kesulitan
dalam berbicara. Saat berbicara suara pasien terdengar pelan dan intonasinya tidak jelas. Ny.S
memlikiri sensoris dan reflek yang normal. Pasien memiliki keseimbangan yang kurang baik, hal
tersebut menyebabkan pasien takut untuk berdiri dengan durasi yang lama.
PEMERIKSAAN
pemantauan tanda-tanda vital adalah komponen penting dari tinjauan sistem dalam pemeriksaan
terapi okupasi untuk individu dengan dan tanpa cardiopulmonary disease yang terdokumentasi.
Pengukuran tekanan darah memberikan informasi terapis mengenai status kardiovaskular dasar
pasien, respons terhadap olahraga / aktivitas, dan panduan resep olahraga (Ann Intern Med,
2007).
Tujuan pemeriksaan tekanan darah ini adalah untuk memberikan informasi kepada
terapis tentang status fisiologis pasien dan dapat membantu terapis untuk mengetahui apakah ada
respon abnormal terhadap aktivitas yang dapat menjadi pemicu penyakit jantung.
Tekanan darah sangat labil. Kegiatan yang paling tidak signifikan dapat menyebabkan
perubahan besar dalam pembacaan tekanan darah. Dengan demikian, terlepas dari apakah
metode manual atau otomatis digunakan untuk mengukur tekanan darah, para profesional medis
harus selalu mempersiapkan pasien dan lingkungan dengan baik sebelum manset dipasang .
Pertama Minta pasien untuk melonggarkan pakaian ketat apa pun atau melepas pakaian lengan
panjang sehingga memungkinkan untuk mengakses lengan atas. Jangan gunakan lengan yang
mungkin memiliki masalah medis. Tempatkan manset di lengan atas dan rekatkan. Letakkan
lengan pasien di atas permukaan yang sejajar dengan lengan mereka. Tempatkan stetoskop di
atas arteri brakialis dan dengarkan nadi. Pompa manset secara perlahan dan dengarkan ketika
nadi menghilang. Ini merupakan indikasi untuk berhenti menggembungkan manset. Mulailah
mengempiskan manset dengan sangat lambat sambil mengamati tingkat merkuri dalam
ketika suara nadi muncul kembali: catat ini sebagai tekanan sistolik. Pompa kembali manset
lebih jauh hingga denyut nadi hilang: catat pembacaan ini sebagai tekanan diastolik. Catat kedua
pengukuran ini, pertama sistolik dan kemudian diastolik (mis., 120/80), dalam catatan atau bagan
pasien. Beri tahu pasien tentang tekanan darah yang sudah diperiksa. (Dianne, 2013)
Tujuan pemeriksaan lingkup gerak sendi adalah untuk menilai fungsi lengan
pasien dengan stroke selama rehabilitasi dan dalam penelitian klinis, terapis fisik secara
teratur menilai rentang gerak pasif (PROM) sendi dengan alat goniometry. Secara
khusus, derajat rotasi eksternal bahu pasif dan abduksi dan ekstensi pergelangan tangan
biasanya digunakan sebagai ukuran hasil untuk mengevaluasi efek intervensi.
Dalam metode manual digunakan untuk mengukur lingkup gerak sendi, para
professional medis harus selalu mempersiapkan pasien dan lingkungan dengan baik
sebelum melakukan sesi terapi. Untuk urutan pengukurannya adalah, pertama minta
pasien untuk berbaring di atas bad. Tempatkan goniometer pada aksis yang berada di hip
kemudian minta pasien untuk melakukan flexi hip semaksimal mungkin. kedua letakkan
goniometer di aksis ankle lalu minta pasien untuk melakukan flexi ankle semaksimal
mungkin. Yang terakhir letakkan gonio di anksis dorsal lalu minta paisen untuk
melakukan flexi dan extensi.
Pemeriksaan Formal
1. Barthel index
The Barthel Index digunakan untuk mengukur kinerja dalam aktivitas kehidupan sehari-hari
(ADL). Skala ini diperkenalkan pada tahun 1965, terdapat skor 0-100. Instrumen Ini
menggunakan sepuluh variabel yang menggambarkan ADL dan mobilitas seperti: makan, mandi,
kerapian/penampilan, berpakaian, buang air besar, buang air kecil, pengunaan kamar kecil,
pengunaan kamar mandi/ toilet, berpindah tempat (dari tempat tidur ke tempat duduk atau
sebaliknya), mobilitas (berjalan pada permukaan yang rata, menaiki/ menurunkan tangga).
Jumlah waktu dan bantuan fisik untuk melakukan setiap item digunakan untuk menentukan
Berdasarkan data yang ada diatas, penalaran klinis yang digunakan ialah procedural
reasoning. Alasan di mana terapis mempertimbangkan dan menggunakan intervensi rutin untuk
kondisi yang diidentifikasi, mungkin berdasarkan ilmu pengetahuan atau dapat mencerminkan
The Barthel Index telah menunjukan tingkat reliabilitas tinggi (0,95) dan reliabilitas tes-tes
ulang (0,89) serta korelasi tinggi (0,74-0,8) dengan ukuran kecacatan fisik lainnya. Untuk
Validitas, PET-MBI menunjukkan validitas terkait kriteria yang kuat terhadap BI, dengan
reliabilitas tinggi Sistem penilaian ini dapat menjadi alat yang nyaman yang memungkinkan
The Barthel Index merupakan suatu pengkajian instrument untuk mengukur kemandirian
fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria
dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan
keseimbangan. Namun pada umumnya instrument ini digunakan untuk pasien yang mengalami
Instrumen The Bathel Index terdapat sepuluh variabel tentang aktivitas harian pasien,
variabel terdiri dari nilai 0, 5, 10, dan 15. Kemudian terapi menanyakan beberapa pertanyaan
dalam instrumen bathelindex satu persatu dan memberikan skor pada setiap subtes tersebut ,
setelah itu terapi menjumlahkan semua skor dan diinterprestasikan berdasarkan kategori yang
ada di bathelindex. Sehingga kita dapat menilai apakah pasien masih memerlukan bantuan atau
- Hasil pemeriksaan :
2. Interest ceklist
Interest Checklist (Matsutsuyu, 1969) dirancang untuk menunjukkan tingkat minat klien
dalam berbagai kegiatan. NPI Interest Checklist terdiri dari 80 aktivitas yang mana digolongkan
activities, physical sports, dan social recreational activities. Hal ini menunjukkan kategori
minat yang dimiliki klien (rogers,1988). Kielhofner dan Neville (1983) memodifikasi NPI
Interest Checklist untuk mengetahui perubahan minat klien dari waktu ke waktu dan prioritas
Berdasarkan data yang ada diatas, penalaran klinis yang digunakan ialah procedural
reasoning. Alasan di mana terapis mempertimbangkan dan menggunakan intervensi rutin untuk
kondisi yang diidentifikasi, mungkin berdasarkan ilmu pengetahuan atau dapat mencerminkan
Interest Checklist digunakan untuk mengetahui minat dan kesukaan dari pasien baik dulu,
sekarang, dan yang akan datang. Interest Checklist dapat digunakan oleh pada usia remaja
Cara pengisian Interest Checklist adalah dengan memilih aktivitas yang disukai kemudian
mencentang kolom yang tersedia. Pasien mencentang kolom sesuai dengan masa aktivitas itu
dilakukan (Dahulu, Sekarang, dan Yang Akan datang). Pastikan klien memahami apa yang
harus dilakukan. Terapis atau pendamping dapat membantu apabila klien tidak bisa
melakukannya sendiri.
Hasil pemeriksaan :
Tujuan Jangka Panjang
Tujuan jangaka panjang 1: Pasien mampu berjalan jauh secara mandiri tanpa diseret selama 8
kali terapi.
a. Tujuan jangka pendek 1 : Pasien mampu menekuk lutut dan hip dengan menggunakan
b. Tujuan jangka pendek 2 : Pasien mampu berjalan jauh secara mandiri tanpa diseret dalam
Tujuan jangka panjang yang kami pilih diatas berdasarkan hasil pemeriksaan yang sudah
kami lakukan menggunakan pemeriksaan formal yaitu The Bhartel Index dan Interest Cheklist.
Tujuan utama penderita stroke adalah menjadi mampu berjalan secara mandiri dan mengelola
Berdasarkan hasil dari The Barthel Index pasien mengalami keterbataasan dalam
mobilitas dengan skor 10 yaitu berjalan dengan bantuan dengan orang lain. Dan dapat kami
simpulkan bahwa pasien kesulitan untuk melakukan mobilitas secara mandiri. Tujuan jangka
panjang yang dapat diambil dari limitasi pasien adalah pasien mampu berjalan secara mandiri
tanpa diseret.
Berdasarkan pemeriksaan lingkup gerak sendi, pasien dapat menggerakan hip sebesar.....,
lutut sebesar...., ankle sebesar....Dengan mengetahui hasil dari lingkup gerak sendi pasien yang
terbatas kami menyimpulkan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi pada hip, lutut, dan ankle
Prosedur pemberian : Pasien diposisikan dalam keadaan duduk. Letakan kaca diantara 2
kaki. Kaki kanan (affected limb) berada di depan kaca. Letakan bola dibawah kaki lalu injak
bola tersebut. Gerakan lutut kearah fleksi dan ektensi sebanyak 20-50 repetisi. Lalu gerakan
Durasi : 10 menit
Prosedur pemberian : Pasien diposisikan dalam keadaan duduk. Letakan kaca diantara 2
kaki. Kaki kanan (affected limb) berada di depan kaca. Letakan bola didepan kaki. Laluu
Durasi : 10 menit
pasien. Gunakan kaki kanan (affected limb) untuk menendang bantal kearah depan. Ulangi
Durasi : 10 menit
Prosedur pemberian : Pasien diposisikan dalam keadaan berdiri. Letakan bantal disamping
kaki pasien. Gunakan kaki kanan (affected limb) untuk menendag kearah samping . ulangi
Durasi : 10 menit
Sebagai bagian dari manajemen konvensional, terapi motorik untuk ekstremitas bawah yang
inhibisi, dan aktivasi kontrol key point untuk mengembangkan kontrol motorik dan motor
learning.
Mirror Therapy memungkinkan seseorang untuk memiliki pengalaman gerak yang normal,
bahkan untuk anggota gerak yang mengalami kelumpuhan (Colmer & Llorens, 2016). Selain itu
metode rehabilitasi lainnya tidak efektif untuk mendorong gerakan normal tanpa kompensasi.