Anda di halaman 1dari 11

TUGAS 1 PERTIMBANGAN KLINIS I PADA KASUS POST STROKE

HEMIPHARESIS DEXTRA

Disusun oleh :
Bahtiar Dwi Santoso P27228017 235
Fahra Diany Nurahma P27228017 243
Ja’far Maulana P27228017 250
Saskia Ayu Salsabilla P27228017 270

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan


Menyelesaikan Mata Kuliah Pertimbangan Klinis I

PROGRAM STUDI DIV OKUPASI TERAPI

JURUSAN OKUPASI TERAPI


POLITEKNIK KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2018/2019
TUGAS 2

PENALARAN KLINIS I

Inisial nama klien : Ny. S

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 61 tahun

Diagnosis : Stroke Hemisphere Dekstra

Ringkasan hasil wawancara dan observasi

a. Interview (keluhan, riwayat kondisi pasien, harapan)

Berdasarkan interview yang dilakukan pada tanggal .......pasien mengeluhkan ekstremitas

bawah sebelah kanan sulit untuk digerakkan karena stroke yang di alaminya. Ny. S mengalami

serangan stroke pertama kali pada tahun 2012 pada saat sedang memasak tiba-tiba sisi tubuh

bagian kanan terasa lemas, keesokan harinya pasien mendatangi RS Panti Waluyo dengan

keluhan kepala pusing dan sisi tubuh sebelah kanan sulit digerakkan. Pada saat interview pasien

mengatakan bahwa tidak ada riwayat penyakit keluarga yang mengalami stroke, namun pasien

memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes melitus. Dalam melakukan aktivitas sehari-

hari seperti makan, mandi, berhias, toileting pasien mampu melakukan dengan mandiri. Namun

untuk berjalan pasien masih menggunakan alat bantu seperti tongkat atau kadang dibantu oleh

keluarganya. Dengan keterbatasan yang dimiliki sekarang, pasien berharap beliau mampu

berjalan dengan mandiri tanpa bantuan orang lain. Sebelumnya pasien sudah pernah
mendapatkan terapi dari fisioterapi dan okupasi terapi.

b. Observasi klinis

Berdasarkan observasi yang kami dilakukkan pada tanggal...... pasien berpenampilan

bersih dan rapi, pasien juga kooperatif dalam berkomunikasi namun intonasi suaranya kurang

keras. Postur tubuh Ny. S sedikit bungkuk. Setelah terkena stroke pasien mengalami kesulitan

dalam berbicara. Saat berbicara suara pasien terdengar pelan dan intonasinya tidak jelas. Ny.S

memlikiri sensoris dan reflek yang normal. Pasien memiliki keseimbangan yang kurang baik, hal

tersebut menyebabkan pasien takut untuk berdiri dengan durasi yang lama.

PEMERIKSAAN

Pemeriksaan Non Formal

a. Tekanan Darah/ Blood Pressure

Sebagaimana dinyatakan dalam Panduan Occupational Therapy Practice, penilaian dan

pemantauan tanda-tanda vital adalah komponen penting dari tinjauan sistem dalam pemeriksaan

terapi okupasi untuk individu dengan dan tanpa cardiopulmonary disease yang terdokumentasi.

Pengukuran tekanan darah memberikan informasi terapis mengenai status kardiovaskular dasar

pasien, respons terhadap olahraga / aktivitas, dan panduan resep olahraga (Ann Intern Med,

2007).

Tujuan pemeriksaan tekanan darah ini adalah untuk memberikan informasi kepada

terapis tentang status fisiologis pasien dan dapat membantu terapis untuk mengetahui apakah ada

respon abnormal terhadap aktivitas yang dapat menjadi pemicu penyakit jantung.

Tekanan darah sangat labil. Kegiatan yang paling tidak signifikan dapat menyebabkan
perubahan besar dalam pembacaan tekanan darah. Dengan demikian, terlepas dari apakah

metode manual atau otomatis digunakan untuk mengukur tekanan darah, para profesional medis

harus selalu mempersiapkan pasien dan lingkungan dengan baik sebelum manset dipasang .

Pertama Minta pasien untuk melonggarkan pakaian ketat apa pun atau melepas pakaian lengan

panjang sehingga memungkinkan untuk mengakses lengan atas. Jangan gunakan lengan yang

mungkin memiliki masalah medis. Tempatkan manset di lengan atas dan rekatkan. Letakkan

lengan pasien di atas permukaan yang sejajar dengan lengan mereka. Tempatkan stetoskop di

atas arteri brakialis dan dengarkan nadi. Pompa manset secara perlahan dan dengarkan ketika

nadi menghilang. Ini merupakan indikasi untuk berhenti menggembungkan manset. Mulailah

mengempiskan manset dengan sangat lambat sambil mengamati tingkat merkuri dalam

sphygmomanometer. Perhatikan pembacaan sphygmomanometer (jumlah merkuri telah tercapai)

ketika suara nadi muncul kembali: catat ini sebagai tekanan sistolik. Pompa kembali manset

lebih jauh hingga denyut nadi hilang: catat pembacaan ini sebagai tekanan diastolik. Catat kedua

pengukuran ini, pertama sistolik dan kemudian diastolik (mis., 120/80), dalam catatan atau bagan

pasien. Beri tahu pasien tentang tekanan darah yang sudah diperiksa. (Dianne, 2013)

b. Lingkup Gerak Sendi/ Range of Motion

Tujuan pemeriksaan lingkup gerak sendi adalah untuk menilai fungsi lengan
pasien dengan stroke selama rehabilitasi dan dalam penelitian klinis, terapis fisik secara
teratur menilai rentang gerak pasif (PROM) sendi dengan alat goniometry. Secara
khusus, derajat rotasi eksternal bahu pasif dan abduksi dan ekstensi pergelangan tangan
biasanya digunakan sebagai ukuran hasil untuk mengevaluasi efek intervensi.

Dalam metode manual digunakan untuk mengukur lingkup gerak sendi, para
professional medis harus selalu mempersiapkan pasien dan lingkungan dengan baik
sebelum melakukan sesi terapi. Untuk urutan pengukurannya adalah, pertama minta
pasien untuk berbaring di atas bad. Tempatkan goniometer pada aksis yang berada di hip
kemudian minta pasien untuk melakukan flexi hip semaksimal mungkin. kedua letakkan
goniometer di aksis ankle lalu minta pasien untuk melakukan flexi ankle semaksimal
mungkin. Yang terakhir letakkan gonio di anksis dorsal lalu minta paisen untuk
melakukan flexi dan extensi.
Pemeriksaan Formal

1. Barthel index

The Barthel Index digunakan untuk mengukur kinerja dalam aktivitas kehidupan sehari-hari

(ADL). Skala ini diperkenalkan pada tahun 1965, terdapat skor 0-100. Instrumen Ini

menggunakan sepuluh variabel yang menggambarkan ADL dan mobilitas seperti: makan, mandi,

kerapian/penampilan, berpakaian, buang air besar, buang air kecil, pengunaan kamar kecil,

pengunaan kamar mandi/ toilet, berpindah tempat (dari tempat tidur ke tempat duduk atau

sebaliknya), mobilitas (berjalan pada permukaan yang rata, menaiki/ menurunkan tangga).

Jumlah waktu dan bantuan fisik untuk melakukan setiap item digunakan untuk menentukan

nilai dari setiap item (Mahoney, FI &Barthel, DW, 1965).

Berdasarkan data yang ada diatas, penalaran klinis yang digunakan ialah procedural

reasoning. Alasan di mana terapis mempertimbangkan dan menggunakan intervensi rutin untuk

kondisi yang diidentifikasi, mungkin berdasarkan ilmu pengetahuan atau dapat mencerminkan

kebiasaan dan budaya pengaturan intervensi.

The Barthel Index telah menunjukan tingkat reliabilitas tinggi (0,95) dan reliabilitas tes-tes

ulang (0,89) serta korelasi tinggi (0,74-0,8) dengan ukuran kecacatan fisik lainnya. Untuk

Validitas, PET-MBI menunjukkan validitas terkait kriteria yang kuat terhadap BI, dengan

reliabilitas tinggi Sistem penilaian ini dapat menjadi alat yang nyaman yang memungkinkan

siapa saja untuk menilai ADL.

The Barthel Index merupakan suatu pengkajian instrument untuk mengukur kemandirian

fungsional dalam hal perawatan diri dan mobilitas serta dapat juga digunakan sebagai kriteria
dalam menilai kemampuan fungsional bagi pasien-pasien yang mengalami gangguan

keseimbangan. Namun pada umumnya instrument ini digunakan untuk pasien yang mengalami

gangguan fungsional atau aktivitas sehari-hari.

Instrumen The Bathel Index terdapat sepuluh variabel tentang aktivitas harian pasien,

variabel terdiri dari nilai 0, 5, 10, dan 15. Kemudian terapi menanyakan beberapa pertanyaan

dalam instrumen bathelindex satu persatu dan memberikan skor pada setiap subtes tersebut ,

setelah itu terapi menjumlahkan semua skor dan diinterprestasikan berdasarkan kategori yang

ada di bathelindex. Sehingga kita dapat menilai apakah pasien masih memerlukan bantuan atau

pasien mandiri melakukan aktivitas sehari- hari.

- Hasil pemeriksaan :

2. Interest ceklist

Interest Checklist (Matsutsuyu, 1969) dirancang untuk menunjukkan tingkat minat klien

dalam berbagai kegiatan. NPI Interest Checklist terdiri dari 80 aktivitas yang mana digolongkan

menjadi 5 kelompok yaitu : Activity of Daily Living, manual Skills, Cultural/educational

activities, physical sports, dan social recreational activities. Hal ini menunjukkan kategori

minat yang dimiliki klien (rogers,1988). Kielhofner dan Neville (1983) memodifikasi NPI
Interest Checklist untuk mengetahui perubahan minat klien dari waktu ke waktu dan prioritas

kegiatan klien di masa yang akan datang.

Berdasarkan data yang ada diatas, penalaran klinis yang digunakan ialah procedural

reasoning. Alasan di mana terapis mempertimbangkan dan menggunakan intervensi rutin untuk

kondisi yang diidentifikasi, mungkin berdasarkan ilmu pengetahuan atau dapat mencerminkan

kebiasaan dan budaya pengaturan intervensi.

Interest Checklist digunakan untuk mengetahui minat dan kesukaan dari pasien baik dulu,

sekarang, dan yang akan datang. Interest Checklist dapat digunakan oleh pada usia remaja

sampai usia lanjut, baik perempuan maupun laki-laki.

Cara pengisian Interest Checklist adalah dengan memilih aktivitas yang disukai kemudian

mencentang kolom yang tersedia. Pasien mencentang kolom sesuai dengan masa aktivitas itu

dilakukan (Dahulu, Sekarang, dan Yang Akan datang). Pastikan klien memahami apa yang

harus dilakukan. Terapis atau pendamping dapat membantu apabila klien tidak bisa

melakukannya sendiri.

Hasil pemeriksaan :
Tujuan Jangka Panjang

Tujuan jangaka panjang 1: Pasien mampu berjalan jauh secara mandiri tanpa diseret selama 8

kali terapi.

a. Tujuan jangka pendek 1 : Pasien mampu menekuk lutut dan hip dengan menggunakan

Mirror Therapy selama 4 kali sesi terapi.

b. Tujuan jangka pendek 2 : Pasien mampu berjalan jauh secara mandiri tanpa diseret dalam

waktu 4 kali sesi terapi.

Tujuan jangka panjang yang kami pilih diatas berdasarkan hasil pemeriksaan yang sudah

kami lakukan menggunakan pemeriksaan formal yaitu The Bhartel Index dan Interest Cheklist.

Tujuan utama penderita stroke adalah menjadi mampu berjalan secara mandiri dan mengelola

untuk dalam kegiatan sehari-hari (Ditunno, 2005).

Berdasarkan hasil dari The Barthel Index pasien mengalami keterbataasan dalam

mobilitas dengan skor 10 yaitu berjalan dengan bantuan dengan orang lain. Dan dapat kami

simpulkan bahwa pasien kesulitan untuk melakukan mobilitas secara mandiri. Tujuan jangka

panjang yang dapat diambil dari limitasi pasien adalah pasien mampu berjalan secara mandiri

tanpa diseret.

Berdasarkan pemeriksaan lingkup gerak sendi, pasien dapat menggerakan hip sebesar.....,

lutut sebesar...., ankle sebesar....Dengan mengetahui hasil dari lingkup gerak sendi pasien yang

terbatas kami menyimpulkan untuk meningkatkan lingkup gerak sendi pada hip, lutut, dan ankle

sebagai tujuan jangka pendek.


Intervensi

1. Nama aktifitas : Ball rolling

Tujuan : knee flexion-extenxion dan hip external-internal rotasi

Prosedur pemberian : Pasien diposisikan dalam keadaan duduk. Letakan kaca diantara 2

kaki. Kaki kanan (affected limb) berada di depan kaca. Letakan bola dibawah kaki lalu injak

bola tersebut. Gerakan lutut kearah fleksi dan ektensi sebanyak 20-50 repetisi. Lalu gerakan

hip kearah internal dan ekternal rotasi sebanyak 20-50 repetisi.

Durasi : 10 menit

Frekuensi : 2 kali seminggu

2. Nama aktifitas : Ball kicking

Tujuan : knee ektenxion

Prosedur pemberian : Pasien diposisikan dalam keadaan duduk. Letakan kaca diantara 2

kaki. Kaki kanan (affected limb) berada di depan kaca. Letakan bola didepan kaki. Laluu

tendang bola tersebut ke arah depan. Ulangi sebanyak 20-50 repetisi.

Durasi : 10 menit

Frekuensi : 2 kali seminggu

3. Nama aktivitas : Pushing pillow forward

Tujuan : Knee flexion-extention, ankel dorsi-plantar flexion


Prosedur pemberian : Pasien diposisikan dalam keadaan berdiri. Letakan bantal didepan kaki

pasien. Gunakan kaki kanan (affected limb) untuk menendang bantal kearah depan. Ulangi

sebanyak 10 repetisi x 3-4 set.

Durasi : 10 menit

Frekuensi : 2 kali seminggu

4. Nama aktivitas : Pushing pillow side-ward

Tujuan : hip abduction

Prosedur pemberian : Pasien diposisikan dalam keadaan berdiri. Letakan bantal disamping

kaki pasien. Gunakan kaki kanan (affected limb) untuk menendag kearah samping . ulangi

sebanyak 10 repetisis x 3-4 set.

Durasi : 10 menit

Frekuensi : 2 kali seminggu

Sebagai bagian dari manajemen konvensional, terapi motorik untuk ekstremitas bawah yang

mengalami kelemahan diberikan dengan menggunakan prinsip-prinsip pendekatan

neurofisiologis (Brunnstorm dan Bobath). Pendekatan Bobath memanfaatkan handling, fasilitasi,

inhibisi, dan aktivasi kontrol key point untuk mengembangkan kontrol motorik dan motor

learning.

Mirror Therapy memungkinkan seseorang untuk memiliki pengalaman gerak yang normal,

bahkan untuk anggota gerak yang mengalami kelumpuhan (Colmer & Llorens, 2016). Selain itu

metode rehabilitasi lainnya tidak efektif untuk mendorong gerakan normal tanpa kompensasi.

Anda mungkin juga menyukai