Anda di halaman 1dari 12

BAB II

LEMBAR KERJA PROSES / PENATALAKSANAAN OKUPASI TERAPI

A. INDENTITAS PASIEN

Pasien bernama L.A lahir pada 10 Juni 2011, berusia 6 tahun

beragama Islam berjenis kelamin laki-laki, bertempat tinggal di

Kulonprogo Yogyakarta. Pasien merupakan anak terakhir dari tiga

bersaudara putera bapak Syamsudin yang bekerja sebagai wirasawasta dan

ibu Winasih yang bekerja sebagai pegawai negeri sipil. Pengasuh utama

pasien adalah ayahnya dikarenakan ibu pasien tidak mempunyai cukup

waktu untuk mengasuh akibat dari tuntutan pekerjaan yang mengharuskan

ibu bekerja dari pagi hingga sore hari.

1. Diagnosa Medis pasien

Pasien terdiagnosa oleh dokter mengalami Global Development

Delay.Dari informasi keluarga pada usia 12 bulan pasien sudah mampu

berjalan namun pada usia 2 tahun pasien belum mampu bicara sehingga

keluarga memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit guna

mengetahui penyebabnya. Pada masa kehamilan ibu mengalami penyakit

diabetes, kemudian lahir diusia 8 bulan lebih 3 minggu dengan cara

operasi caesar yang disebabkan plasenta yang terlalu pendek sehingga

tidak memungkinkan untuk lahir secara normal.


2. Kerangka acuan yang dipilih

Pada kasus An. L.A kami menggunakan kerangka acuan SI

(Sensory Integrasi) yang mengacu pada SMD, SBMD,dan SDD. Pada

SMD (Sensory Modulation Disorder) pasien mengalami masalah pada

sistem modulasi dengan ciri tidak terdapat kontak mata saat berinteraksi,

tidak memiliki dorongan untuk bersosialisasi, dan bereksplorasi. Pada

SBMD (Sensory-Based Motor Disorder) pasien memilki gerakan postural

yang buruk, pada disfungsi ini pasien maengalami kesalahan dalam

menginterprestasikan input sensori yang berasal sistem vestibular dan

proprioseptif dengan ciri pasien mengalami kesulitan dalam melakukan

perilaku atau aktivitas baru (dyspraxia). Pasien juga mengalami kesulitan

dalam menstabilkan tubuh saat bergerak (postural disorder), seperti pada

saat pasien bermain lompat-lompat dengan menggunakan satu kaki

maupun dengan kedua kaki. Pada SDD (Sensory Discrimination Disorder)

pasien mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan rangsangan atau

stimulasi yang didapat, contohnya pada sistem visual dan auditori pasien

sulit dalam membedakan jenis warna dan sulit membedakan jenis instruksi

yang diberikan dari terapis, sehingga menyebabkan gangguan pada bahasa

dan belajar pasien.

3. Permeriksaan Terstandar yang dapat digunakan untuk memeriksa

pasien

Berdasarkan hasil pemeriksaan perkembangan anak terdapat

masalah pada area ADL yaitu pasien belum mampu melakukan aktivitas
mandi, gosok gigi secara mandiri, dan memakai pakaian berkancing. Pada

area produktifitas pasien belum mampu mengikuti aktifitas belajar seperti

anak seusianya. Pemeriksaan okupasi terapi pada kemampuan motorik

kasar dan halus terdapat masalah seperti pasien mengalami kesulitan

dalam menginterpretasikan input pada aktifitas baru, mengalami gangguan

dalam menstabilkan tubuh saat bergerak.

Pola menggenggam pensil atau bolpoin sering berganti-ganti.

Pasien mampu mengcopy bentuk seperti garis horizontal, lingkaran,

persegi, dan segitiga namun belum spesifik atau sempurna. Pasien mampu

melakukan aktifitas tanpa bantuan dengan cara mengulang-ulang aktifitas

tersebut namun membutuhkan waktu yang lama karena atensi dan

konsentrasi pasien lemah dan mudah terdikstraksi. Pada saat melakukan

aktifitas bermain terapis harus mencontohkan terlebih dahulu karena

pasien kesulitan dalam menginterpretasikan intruksi dan melakukan

perencanaan gerakan. Pasien hanya mampu melakukan aktifitas dengan

instruksi yang sederhana. Pasien hanya mau makan secara mandiri jika

makanan tersebut berkuah atau memiliki tekstur basah. Pada saat bermain

pasien tidak mau diganggu atau berbagi pada area yang digunakan, pasien

akan mengusir dengan berkata shuh...pergi.. pergi.

Hasil clinical observation of neuromotor performance

menunjukkan bahwa reaksi terhadap perubahan posisi tubuh normal

namun terdapat kesulitan dalam menyeimbangkan tubuh. Pasien

cenderung pasif atau tidak mencari pengalaman baru dan menantang.


Mudah terdikstraksi jika mendengar kegaduhan. Kesulitan dalam transisi

dari pasif ke aktif. Terdapat kesulitan melakukan prone extension melawan

gravitasi. Pada posturalnya anak cenderung membungkuk, terdapat

kelemahan pada tonus ektensor. Pasien belum mampu menentukan sisi

dominan, sehingga terkadang menggunakan tangan kanan dan terkadang

menggunakan tangan kiri. Kesulitan dalam mengidentifikasi arah seperti

kanan dan kiri. Pasien mampu melompatdengan kedua kaki secara

berurutan. Kesulitan dalam menggerakkan lengan secara segmental saat

melompat ritmis. Mampu mengekstensikan anggota gerak saat kehilangan

keseimbangan.

Hasil tes retardasi mental pada gross motor skills menunjukkan

hasil 67 point dari 100 point yang dimana anak masih mengalami

gangguan pada motor skillsnya.

Masalah OT
PERFORMANCE AREAS
pasien belum mampu melakukan aktivitas mandi, gosok
ADL / Selfcare
gigi secara mandiri, dan memakai pakaian berkancing
pasien belum mampu mengikuti aktifitas belajar seperti
Productivities /Academic
anak seusianya
Tidak bisa melompat dengan menggunakan satu kaki,
Leisures / Play
tidak bisa menyusun balok, tidak bisa menangkap bola
PERFORMANCE COMPONENTS
SENSORIK
Sensory awareness Pasien mampu membedakan panas dan dingin
Sensory processing Pasien mampu membedakan tajam dan tumpul
Perceptual Pasien tidak dapat membedakan warna dan bentuk
NEUROMUSCULOSKELETAL
Refleks -
LGS -
Kekuatan otot -
Pasien mampu mempertahankan endurance selama 30
Endurance
menit
Postural Control Pasien mampu duduk, merangkak, berdiri, jalan
Postural Alignment Pasien cenderung membungkukkkan tubuh
Soft Tissue Integrity -
MOTORIK
Motorik kasar pasien secara keseluruhan baik namun
Gross motor terdapat masalah saat berdiri dengan satu kaki dan
melompat dengan satu kaki
Fine motor Tidak ada masalah
Crossing the midline Tidak ada masalah
Laterality Tidak ada masalah
Bilateral Integration Tidak ada masalah
Motor control
Praxis Pasien tidak dapat merencanakan gerakan yang baru
Coordination
Dexterity
KOGNITIF
Level arousal
Orientasi
Recognition
Rentang tensi
Inisiatif
Penyelesaian tugas
Memory
Squensis/urutan
Kategorisasi
Konsep Bentuk/formasi
Hubungan spatial
Problem solving
Learning
Generalisasi
JIWA
Value -
Interest/ ketertarikan -
Konsep diri -
Peran /Role performance -
Social conduct -
Interpersonal skills -
Ekspresi -
Coping skills -
Time management -
Self-control -
PERFORMANCE CONTEXTS
Temporal
Fisik
Sosial
Budaya

4. Prioritas masalah pasien

Masalah yang diprioritaskan adalah pada kemampuan perencanaan

gerakan dan kemampuan visual persepsi. Dengan memperbaiki keduanya

diharapkan dapat memperbaiki performance pasien dalam aktifitas sehari-

hari.

5. Tujuan Terapi untuk pasien

Tujuan jangka panjang

LTG : Pasien mampu memakai baju berkancing dalam 15 kali sesi terapi.

Tujuan jangka pendek

STG 1 : Pasien mampu melompat sesuai pola, berjalan di vestibular board,

memanjat climbing wall dalam 5 kali sesi terapi.

STG 2 : Pasien mampu memasangkan berbagai puzzle, merangkai robot

kayu dalam 5 kali sesi terapi.

STG 3 : Pasien mampu memakai baju berkancing dalam 5 kali sesi terapi.

6. Rencana Terapi untuk Pasien

Aktivitas
Frekuensi : Terapi dilakukan secara rutin sebanyak dua kali sesi

terapi dalam seminggu

Durasi : Durasi dalam setiap sesi terapi kurang lebih 45 menit.

Tempat : RSUP DR. SARDJITO

Alat : Media terapi yang digunakan untuk menunjang

tercapainya tujuan terapi di atas selama pelaksanaan terapi antara lain

a. Kotak gabus

b. Climbing wall c. seluncur / prosotan


d. Papan vestibular e. Robot Kayu

f. Puzzle

g. Pasak geometri h. Simulasi baju beerkancing

Teknik/Strategi : Strategi dan teknik yang digunakan pada sesi terapi

adalah dengan memperbaiki kemampuan praksis pasien melalui

bermain lompat melompat dengan berbagai pola, berjalan dipapan


vestibular,memanjat di climbing wall. Aktifitas tersebut

dikombinasikan dengan aktifitas memasangkan berbagai puzzle dan

mainan robot kayu untuk memperbaiki kemampuan visual persepsi,

mendiskriminasi dan mengidentifikasi warna dan bentuk dari mainan

tersebut.

7. Intervensi

Adjunctive Therapy : Aktivitas yang diberikan pada level ini

adalah dengan menyapa anak kemudian memberikan kebebasan anak

dalam memilih mainan apa yang akan dimainkannya pada sesi terapi.

Enabling Therapy : Aktivitas yang diberikan pada level ini

adalah pasien diminta melompat pada kotak gabus yang sudah

disiapkan terapis dengan pola bervariasi, kemudian anak berjalan

melewati papan vestibular dilanjutkan dengan menaiki tangga

seluncuran lalu mengambil mainan berbagai keeping puzzle dan

balok-balok berbentuk robot sesuai intruksi dari terapis. Kemudian

pasien turun membawa keeping puzzle dan balok tersebut dengan

meluncur dan kembali melompat pada kotak gabus yang sudah

disediakan dan memasangkan pecahan balok tersebut pada tempat

yang benar. Aktifitas selanjutnya adalah pasiendiminta memanjat

climbing wall, mengambil mainan yang disiapkan, kemudian turun

dan memasang mainan pada tempatnya.

Purposeful Activity : Aktivitas yang diberikan pada level ini

adalah dengan meminta pasien memperagakan aktifitas memakai baju


berkancing dengan alat simulasi memakai baju. Terapis memberikan

bantuan verbal atau arahan ketika pasien agak kesulitan.

Occupational Activity : Pada level ini diharapkan pasien mampu

melakukan aktivitas mengancingkan baju secara mandiri.

8. Rencana Evaluasi

a. Data Subjektif

Berdasarkan hasil wawancara pada tanggal 22 Agustus 2017. Pasien


masih belum mampu mandi secara mandiri, belum mampu memakai
pakaian berkancing secara mandiri. Namun pasien lebih cepat mengerti
perintah yang diberikan oleh orang tua, sudah menoleh saat dipanggil
walaupun belum konsisten.
b. Data Objektif

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan pada tanggal 22 Agustus


2017, rentang atensi pasien mulai membaik dengan kisaran waktu 6 menit.
Terdapat kontak mata dengan kisaran waktu 1-3 detik saat dipanggil.
Mampu melompat dengan menggunakan satu kaki namun masih terdapat
kesulitan dalam menyeimbangkan tubuh. Belum mampu mengidentifikasi
warna.

c. Hasil Pencapaian

Sebelum mengikuti program terapi Sesudah mengikuti program terapi


Pasien belum mampu mandi secara Pasien belum mampu mandi secara
mandiri mandiri

Pasien belum mampu memakai Pasien belum mampu memakai


pakaian berkancing secara mandiri pakaian berkancing secara mandiri

Atensi yang dimiliki berkisar 2-4 Atensi yang dimiliki kisaran waktu 6
menit. menit.

Tidak terdapat kontak mata saat Terdapat kontak mata saat dipanggil
dipanggil berkisar 1-3 detik

Belum mampu menfidentifikasi warna Belum mampu mengidentifikasi warna

Belum mampu melompat dengan Mampu melompat dengan


mengunakan satu kaki menggunakan satu kaki namun
terdapat kesulitan dalam
menyeimbangkan tubuh.

d. Follow up

Karena pada tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang belum
tercapai sebaiknya pasien tetap mengikuti program yang diberikan. Belum
tercapainya tujuan pada terapi ini dipengaruhi beberapa factor yaitu
kapasitas memory anak yang rendah, keterbatasan level kognitif anak,
keterbatasan ilmu terapis, dan peran orang tua yang kurang mendukung
anak untuk beraktivitas secara mandiri dengan alasan tidak tega dan takut
jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan ketika anak beraktivitas mandi
secara mandiri
9. Home Program

Program terapi yang disarankan adalah latihan bermain dengan

intruksi atau dengan aturan dari orang tua ataupun dari keluarga pasien.

Mengulang-ulang aktivitas seperti latihan mengancingkan baju, latihan

mandi secara mandiri, dan menggosok gigi secara mandiri

Anda mungkin juga menyukai