Disusun oleh :
KELOMPOK 17
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Praktik Fisioterapi
Komprehensif I
Disusun oleh :
Isnaeny Era Kartika P3.73.26.1.15.063
Ardia Putri Gita Pramesti P3.73.26.1.15.005
Berlinda Nurcahya Febrianti P3.73.26.1.15.008
Marthalia Faustina P3.73.26.1.15.033
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk
dipertahankan dihadapan penguji
LAPORAN KASUS
Laporan kasus ini telah diujikan dalamkonferensi kasus pada tanggal 1 bulan 10
tahun 2018
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Ynag Mah Esa atas rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun laporan konferensi kasus yang berjudul
“Penatalaksanaan Fisioterapi pada Kasus Gangguan Tumbuh Kembang Usia 8
Tahun akibat CP Spastik Diplegi di Jakarta CP Center (YPAC Jakarta)” dengan
lancar.
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas komprehensif I
semester VII. Dalam menyelesaikan laporan kasus ini penulis banyak sekali
mendapatkan bantuan bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat :
1. Ratu Karel Lina, SST.Ft, SKM, MPH selaku Ketua Jurusan dan Nia Kurniawati,
SST.Ft, M.Fis selaku Sekretaris Jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Jakarta
III
2. Direktur CP Center (YPAC Jakarta) yang telah mengizinkan kami melakukan
praktik klinik komprehensif II di unit fisioterapi.
3. Staff dan Jajaran manajemen CP Center (YPAC Jakarta).
4. Ibu Qoryatullistya, SST.Ft selaku Pembimbing Lahan Fisioterapi CP Center
(YPAC Jakarta).
5. Ibu Zahra Sativani, S.Tr.Ftr., M.Kes selaku Pembimbing Akademik Poltekkes
Jakarta III.
6. Seluruh Fisioterapis Jakarta CP Center (YPAC Jakarta) yang telah memberikan
ilmu serta pengalaman yang berharga.
7. An. A dan keluarga yang telah berkenan untuk menjadi pasien kami.
8. Orangtua kami tercinta yang sudah mendukung kami dalam bentuk moril dan
materi.
Harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan
bagi para pembaca mengenai Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Kasus Gangguan
Tumbuh Kembang Usia 8 Tahun Akibat Cerebral Palsy Spastik Diplegi.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam makalah
ini, tetapi makalah ini telah memberikan pengalaman berharga dimana penulis
dapat mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kebaikan di masa
mendatang. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Tim Penulis
i
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR ISI
LAPORAN KASUS
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR DIAGRAM ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................... 3
D. Manfaat Penulisan ........................................................................................ 3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Biomekanik ............................................................................ 4
B. Definisi Osteoarthritis ................................................................................ 15
C. Definisi Valgus .......................................................................................... 16
D. Epidemiologi .............................................................................................. 17
E. Etiologi ....................................................................................................... 18
F. Patofisiologi ............................................................................................... 19
G. Manisfestasi Klinik .................................................................................... 21
H. Prognosis .................................................................................................... 21
I. Teknologi Fisioterapi ................................................................................. 22
J. Penatalaksanaan Fisioterapi ....................................................................... 25
K. Kerangka Pikir Studi Kasus ....................................................................... 33
BAB III URAIAN KASUS
A. Identitas Pasien........................................................................................... 34
B. Asesmen / Pemeriksaan.............................................................................. 34
C. Diagnosa Fisioterapi................................................................................... 37
D. Perencanaan Fisioterapi ............................................................................. 38
E. Intervensi Fisioterapi .................................................................................. 39
F. Evaluasi ...................................................................................................... 42
BAB IV PEMBAHASAN
A. Hasil penatalaksanaan Fisioterapi .............................................................. 53
B. Keterbatasan ............................................................................................... 54
BAB V PENUTUP
A. Simpulan .................................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 56
LEMBAR KONSULTASI .................................................................................... 59
ii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR GAMBAR
iii
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR TABEL
iv
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR DIAGRAM
v
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cerebral Palsy pertama kali dijelaskan pada tahun 1862 oleh seorang ahli
bedah ortopedi bernama william James Little. Sebuah gangguan motorik yang
di sebabkan oleh kerusakan yang tidak progresif pada perkembangan otak. Pada
dari kerusakan korteks serebral atau kerusakan subkortikal yang terjadi selama
awal tahun kehidupan. Cerebral palsy sangat beresiko tinggi terjadi pada bayi
premature (1)
Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis bilateral
(Dorlan, 2005). Diplegi merupakan salah satu bentuk CP yang mengenai kedua
belah kaki. Cerebral Palsy Spastik Diplegi adalah suatu gangguan tumbuh
kembang motorik anak yang disebabkan karena adanya kerusakan pada otak
yang terjadi pada periode sebelum, selama dan sesudah lelahiran yang ditandai
dengan kelemahan pada anggota gerak bawah yang lebih berat dari pada anggota
tergantung pada bentuk dan besarnya hasil dan juga pada tingkat perkembangan
system saraf pusat (Molnar, 1992). Terdapat tiga jenis lesi neuropati (1) lesi yang
enchepalopathy yang disebabkan oleh anoxia dan hypoxia, (3) neuropathy akibat
postural, control gerak, dan mengajarkan pola gerak yang benar. Cara yang
2007).
B. Identifikasi Masalah
1. Terdapat beberapa masalah yang timbul akibat kasus cerebral palsy spastik
a. Spastisitas
b. Inactive trunk
c. Immobility pelvic
2
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
e. Sitting imbalance
f. Standing imbalance
2. Pembatasan Masalah
balance.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan umum
balance.
2. Tujuan khusus
D. Manfaat Penulisan
3
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Ikut serta dalam menambah wawasan dan wacana ilmu pengetahuan
3. Bagi Pasien
4
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
gangguan motorik yang menetap, tidak progresif, yang terjadi pada anak kecil
yang disebabkan oleh kerusakan otak akibat trauma lahir atau patologi intra
(2005), CP adalah suatu kelainan gerak dan postur tubuh yang tidak progresif,
dan disebabkan oleh karena kerusakan atau gangguan disel-sel motorik pada
Spastik adalah suatu keadaan dimana tonus otot lebih tinggi dari normal.
Menurut kamus kedokteran dorlan (2005), spastik adalah bersifat atau ditandai
dengan spasme dan hipertonik, dengan demikian otot-otot kaku dan gerakan
kaku. Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh, paralisis
bilateral. Diplegia merupakan salah satu bentuk CP yang utama mengenai kedua
disebabkan karena adanya kerusakan pada otak yang terjadi pada periode
sebelum, selama dan sesudah kelahiran yang ditandai dengan kelemahan pada
anggota gerak bawah yang lebih berat daripada anggota gerak atas, dengan
5
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
karakteristik tonus postural otot yang tinggi terutama pada regio trunk bagian
Otak merupakan organ tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat
darisemua anggota gerak tubuh. Otak adalah inti sistem saraf yang terdiri dari 3
bagian yaitu cerebrum, cerebellum, batang otak dan medulla spinalis (Irfan,
2012)
1. Cerebrum
menonjol, terletak di dalam cavum cranii. Cerebrum itu sendiri terdiri dari 2
Cerebri Dextra oleh suatu lekuk atau celah dalam yang disebut fissura
disebut sebagai cortex cerebri dan pada bagian dalamnya terdapat centrum
a) Lobus frontalis
tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara (area broca
area asosiasi motorik (area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca
6
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
yang mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
Pada lobus frontalis terdiri dari beberapa area yaitu area 4 Brodmann yang
pergerakan mata dan juga perubahan pupil, serta area 9, 10, 11, dan 12
b) Lobus temporalis
ke bawah dari fisura lateralis dan sebelah posterior dari fisura parieto-
oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk mengatur daya ingat
merupakan korteks auditoris sekunder atau asosiatif. Area 38, 40, 21, dan
c) Lobus parietalis
post sentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran
(White, 2008). Pada lobus parietalis terdiri dari area 3, 1, dan 2 yang
d) Lobus oksipitalis
7
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
lain & memori (White, 2008). Pada lobus ossipitalis terdiri dari area 17
yang merupakan korteks striata, korteks visual yang utama, serta area 18,
Gambar 2.1. Lobus dari Cerebrum, dilihat dari atas dan samping
2. Basal Ganglia
Istilah Basal Ganglia (nukleus basalis) secara umum dipakai untuk lima
struktur di kedua sisi otak, yaitu nukleus kaudatus, putamen, globus palidus,
8
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
kompleks dalam mengontrol gerakan. Basal ganglia penting dalam
menghambat tonus otot di seluruh tubuh (tonus otot yang sesuai biasanya
3. Cerebellum
9
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
otot di luar kesadaran yang merupakan suatu mekanisme saraf yang
berbagai gerakan.
10
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
korteks. Ini juga merupakan bagian cerebellum yang menyimpan
ingatan prosedural.
4. Brainstem
medulla spinalis dan otak. Batang otak tersusun empat segmen yaitu:
(Syaifuddin, 2006)
Sumber : pmc.anatomy
11
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
b Mesensefalon, terdiri dari empat bagian. Dua di bagian atas
trigeminus.
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
12
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk
sel.
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri serebri anterior dan
arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis internal, dari pembuluh
darah ini keluar arteri communicans posterior yang bersatu kearah kaudal
berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
13
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar 2.4. Vaskularisasi Otak
b. Sistem Karotis
komunis pada region region midservikal. Bagian proksimal dari arteri ini
14
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
berjalan anteromedial arteri karotis interna, namun selaras berjalan naik
lateral oleh septum berupa jaringan ikat atau menyerupai tulang pipih),
(Marjono M, 2004)
c. Sistem Vertebralis
15
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
menjadi a. basilaris yang berjalan di tengah permukaan ventral pons dan
C. Epidemiologi
quadriplegia, monoplegia dan triplegia relatif jarang. Ada tumpang tindih yang
besar pada daerah yang terkena. Dalam 2 kebanyakan studi, diplegia adalah
bentuk paling umum (30% - 40%), hemiplegia adalah 20% - 30%, dan untuk
16
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
quadriplegia terhitung 10% - 15%. Dalam sebuah analisis dari 1.000 kasus CP
dari India, ditemukan bahwa quadriplegia dengan kejang merupakan 61% kasus
diikuti oleh diplegia 22% (Sankar et al., 2005). Prevalensi CP terus meningkat
dari 1,5 anak per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1960an menjadi 2,5 anak per
1000 kelahiran hidup pada tahun 1990an (Odding et al., 2006). Menurut Cans et
al., (2008), bahwa prevalensi terjadinya CP di Eropa adalah 2 per 1000 anak, dan
D. Etiologi
klasifikasi yang luas yang meliputi terminology tentang anak yang secara
neurologic sakit sejak dilahirkan, anak yang lahir kurang bulan dengan berat
badan lahir rendah yang beresiko cerebral palsy dan terminology tentang anak
yang lahir dalam keadaan sehat dan mereka yang mengalami resiko cerebral
otak dikelompokan dalam 3 katergori yaitu masa prenatal, perinatal, dan post
1. Prenatal
17
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c. anoxia janin yang disebabkan oleh perdarahan akibat pemisahan plasenta
2. Perinatal
diantaranya :
e. solutio placentae
f. placentae previa
g. prematuritas.
3. Post natal
diantaranya :
b. cedera kepala
18
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
d. keadaan toksik seperti keracunan Pb (plumbum / timah hitam),
f. serangan epilepsy
g. tumor
h. cardiac arrest
E. Patofisiologi
neurologis yang di sebabkan oleh cedera pada otak yang terjadi sebelum
dua tahun pertama. Cerebral palsy dapat di sebabkan oleh cedera otak yang
terjadi selama periode prenatal , perinatal, dan postnatal. Trauma cerebral yang
menyangkut trauma dari arteri cerebral media adalah rangkaian patologis yang
paling sering di temukan dan dikonfirmasi dari pasien dengan cerebral palsy
atrofi) dengan atau tanpa gliosis. Beberapa anak dengan cerebral palsy
ketidaknormalan pada white matter. Pada pasien dengan cerebral palsy bergejala
quadriplegia, gangguan motorik yang terjadi pada kaki bisa sama sampai lebih
berat daripada tangan. Yang terkait dengan cerebral palsy bentuk ini adalah
adanya rongga yang terhubung dengan ventrikel lateral , multiple cystic lesion
19
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
pada white matter, diffuse cortical atrophy, dan hydrocephalus. Cerebral palsy
pada cukup 12 bulan, dystonia dari ekskremitas juga sering terjadi bersama
spastisitas tapi cenderung tidak dikenali. Hipotonus yang menetap atau atonic
Long-track signs seperti reflex deep-tendon cepat dan respon plantar extensor
swedia, dan united kingdom pada tahun 1970 seiring dengan meningkatnya
koagulatif pada white matter yang dekat dari ventrikel lateral , dengan
matter secara virtual seperti kedua area hiperechoic (echodense) dan hipoechoic
(echolusent). Bayi yang lahir pada umur kehamilan kurang dari 32 minggu
20
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Gambar Area pada Otak yang Menyebabkan Diplegi. Pada diplegia
F. Manisfestasi Klinik
anggota gerak bawah. Adanya spastisitas pada tungkai bawah. Adanya gangguan
pola jalan. Pada gangguan pola jalan terdapat ciri khas yaitu pola jalan
menggunting (scissor gait) dengan fleksi hip dan knee, endorotasi dan adduksi
dari faktor etiologi dan berdasarkan distribusi dan tipe gangguan klinik (diplegia,
1843 dan 1862 Little telah mendeskripsikan tiga kategori dari paralysis yaitu
21
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
gangguan pergerakan. Hemiplegia rigidity disebut sebagai kongenital
hemiplegia . kategori Little yang kedua yaitu paraplegia atau generalized rigidity
mendeskripsikan gerakan yang tidak disadari pada jari yang terlihat pada
reaksi postural primitive atau reflex, seperti reflex tonus leher, assimetris dan
simetris ,reflex moro, dan reaksi berjalan dan penempatan otomatis. Berat dan
persisten nya reaksi tersebut beberapa hal berhubungan dengan berat dan tipe
dari cerebral palsy . faktor penting lainnya dalam hal pengklasifikasian seorang
anak dengan cerebral palsy adalah ada dan beratnya kecacatan yang di sebabkan
oleh gangguan motorik. Oleh karena itu retardasi mental dan epilepsy biasa
terjadi pada anak dengan 14 cerebral palsy dan kecacatan bisa menjadi lebih
gawat dari gangguan motorik itu sendiri dalam hal terbatasnya potensi untuk
perbaikan fungsional.
1. Disfungsi Motorik
22
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
neck reflex muncul lebih lama dari normal namun jarang terlihat jelas,
permanent dan tidak hilang selama tidur. Peningkatan tonus otot tidak
melintang di telapak tangan. kaki adduksi, panggul dan lutut flexi, kaki
tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. 15
yang sama
tonus otot terutama pada brain stem . bayi pada golongan ini pada usia
bulan pertama tampak flaksid dan berbaring dengan posisi seperti katak
23
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
daari rendah hingga tinggi. Bila dibiarkan berbaring tampak flaksid dan
diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastis .reflex otot normal atau
positif maupun tidak. Karakteristik dari cerebral palsy tipe ini adalah
reflex neonatus dan tonic neck reflex menetap, kadang terbawa hingga
masa kanak-kanak. Reflex tonus otot dan reflex moro sangat jelas.
disadari dan sikap yang abnormal. Pasien biasanya flaccid pada 6 bulan
ataxia. Pasien dengan kondisi ini biasanya flaccid ketika bayi dan
24
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
menunjukkan perkembangan retardasi motorik. Menjelang akhir tahun
2. Disfungsi Nonmotorik
evaluasi. Tipe lain dari gangguan perkembangan motorik bisa terlihat pada
tidak di duga.
25
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
hemiparesis, ukuran tangan,kaki, kuku yang tidak sama adalah tanda
pada hemiparesis.
pada anak dengan asphyxia pada periode perinatal yang berat, scar setelah
G. Prognosis
Di Negara yang telah maju misalnya inggris dan skandinvia terdapat 20-
dengan gejala motorik ringan adalah baik. Makin banyak gejala penyertanya dan
dengan cerebral palsy berat dan keterbelakangan mental juga kadang mengalami
epilepsy dan beresiko tinggi mengalami chest infection, status epilepticus dan
26
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
masalah lainnya. Cerebral palsy berat juga menyebabkan prognosis yang buruk
pada pasien yang lebih tua. Perkiraan yang tepat dari kelangsungan hidup dari
cerebral palsy berat sangat sulit, tapi yang penting adalah perencanaan untuk
H. Teknologi Fisioterapi
gerak untuk sisi hemiparetik, berjalan di antara bar paralel, dan terapi okupasi
dan asuhan keperawatan. Selain itu, kegiatan trunk yang terintegrasi dalam
kontrol postural dan gerakan yang diarahkan tugas dilakukan. (Valdes & Calafat,
I. Penatalaksanaan Fisioterapi
fisioterapi yang harus dilakukan yaitu pengkajian data identitas pasien, asesmen
evaluasi.
27
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c. Tempat/Tanggal Lahir f. Alamat
e. Nama ibu
2. Anamnesis
a. Keluhan
1) Keluhan utama
sehingga ini akan menjadi goal dari intervensi yang dilakukan terapis.
2) Keluhan penyerta
pasien.
b. Riwayat
28
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Tahapan anamnesa bagian inilah yang paling penting untuk
sekarang.
kehamilan ibu yang mencakup kejadian yang dialami oleh ibu mulai dari
atau tidak, apakah saat hamil ibu mengalami terpapar virus, ketuban
bayi pada saat ini, Informasi tersebut mencakup usia kehamilan, lahir
secara normal atau Caesar, langsung menangis atau tidak. Dan saat lahir
apakah anak berwarna biru atau kuning tidak, masuk inkubator atau
tidak,dll.
29
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Mendapatkan riwayat penyakit keluarga dengan menanyakan
penyakit orang tuanya atau riwayat kakek atau nenek, sehingga dapat
yang sama.
f. Riwayat imunisasi
g. Pemeriksaan
1) Pemeriksaan umum
a) Kesadaran
perabaan normal.
30
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
(4) Sopor adalah sudah tidak mengenali lingkungan, kantuk
(5) Sopor koma adalah keadaan seperti tertidur lelap. Reflek motoris
(6) Koma adalah tidak bisa dibangunkan, tidak ada repon terhadap
muntah).
b) Denyut nadi
brachialis pada siku bagian dalam, arteri karotis pada leher, arteri
Prematur 120-170
31
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
6-12 tahun 60-95
(Agrawal, 2008)
c) Pernapasan
dinding dada atau perut. Hal ini sangat penting bahwa pasien tidak
Usia Pernapasan
Prematur 40-70
(Agrawal, 2008)
d) Suhu tubuh
lingkaran luar.
e) Lingkar kepala
32
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk menilai pertumbuhan
kelamin.
f) Berat badan
g) Tinggi badan
2) Pemeriksaan khusus
a) Inspeksi
33
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
(1) Cara datang
b) Palpasi
rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan atau organ tubuh
c) Pemeriksaan fungsi
(1) Sensorik
dan gustatori.
(2) Keseimbangan
tubuh.
anak.
d) Deformitas
e) Tes khusus
(1) Antropometri
34
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Antropometrii merupakan ilmu pengukuran komposisi tubuh
melalui patella
Nilai Kriteria
35
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
sepanjang ROM, dan gerak pasif sulit.
digerakan.
crutches, and canes) dan alat bantu beroda, dan kualitas dari
36
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Pembagian derajat fungsional CP menurut GMFCS, dibagi
kelompok, yaitu kurang dari 2 tahun, antara 2-3 tahun, antara 4-6
tahun, dan antara 6-12 tahun. Berikut klasifikasi pada umur 6-12
tahun: (Hahn)
Level 1
koordinasi berkurang.
Level 2
37
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
kasar, seperti berlari atau melompat
yang minimal.
Level 3
Level 4
38
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
mobilitas sendiri dengan kursi roda
bertenaga listrik.
Level 5
membutuhkan adaptasi.
(4) Reflek
39
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Level Reflek Keterangan
Reflek
jari-jari mencengkram
(0-3 bulan)
yang digosokan.
(4-6 bulan)
sama.
(0-2 bulan)
40
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Reflex fleksi tungkai pada satu sisi
(2-4 bulan)
(0-6 bulan)
atau pasif.
(0-6 bulan)
41
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
permukaan (tempat tidur atau
(6-9 bulan)
(0-6 bulan)
3) Pemeriksaan penunjang
3. Diagnosis fisioterapi
42
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
normal, transfer dan ambulasi dalam ketidakmampuan dalam bersosialisasi
4. Perencanaan fisioterapi
masalah utama atau segera. Tujuan jangka panjang harus realistis sesuai
yang utama. Dalam membuat tujuan jangka pendek ini harus disertai
5. Intervensi fisioterapi
Program latihan yang diberikan kepada pasien yang dapat dilakukan sendiri
atau dengan bantuan keluarga dirumah agar latihan menjadi lebih maksimal
7. Evaluasi
43
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Dilakukan oleh fisioterapis sesuai tujuan perencanaan intervensi, dapat
44
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB III
URAIAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : An. A
B. Anamnesis
1. Keluhan
a. Utama
b. Penyerta
2. Riwayat
Usia ibu saat hamil 33 th dan 2 tahun sebelum hamil An. A, ibu
sudah keluar air ketuban saat usia kandungan 8 bulan di RS Harapan Ibu
45
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Medan. Saat lahir An. tidak menangis dan saat ditepuk-tepuk tidak
menangis. Ibu Medan. ASI (+), imunisasi lengkap, pada usia 18 bulan
ortopedi.
a. Riwayat prenatal
Usia ibu saat hamil An. A 33 tahun setelah 2 tahun sebelum hamil
keluhan.
b. Riwayat perinatal
Lahir prematur saat usia kandungan 8 bulan secara Caesar. An. tidak
c. Riwayat postnatal
Tidak ada
46
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Ke duduk usia 2 tahun
6. Riwayat imunisasi
BCG : Dilakukan
Polio : Dilakukan
DPT : Dilakukan
Hepatitis B : Dilakukan
Campak : Dilakukan
C. Pemeriksaan
1. Pemeriksaan umum
Denyut nadi :
Pernapasan :
Lingkar kepala : 54 cm
Berat badan :
Tinggi badan :
2. Pemeriksaan khusus
a. Inspeksi
1) Cara datang
47
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
2) Kemampua pasien
3) Pola postural
b. Palpasi
48
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
c. Pemeriksaan fungsi
1) Sensorik
sesuatu
Auditory : Hipersensitif
padat
2) Keseimbangan
saat ini
49
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
d. Deformitas
f. Tes khusus
(-) Skor
1 Tes reflek
Level spinal:
Babinsky -
Gallant -
Extensor thrust -
Level brainstem:
ATNR -
STNR -
Level midbrain:
50
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Neck righting -
Level kortikal:
Paracute
Foot placement
2 Asworth scale
3 Antropometri
- True length
Dextra 63 cm
Sinistra 68 cm
- Apprence length
Dextra 74 cm
Sinistra 74 cm
berpegangan dengan
orang lain
3. Pemeriksaan penunjang
Tidak ada
D. Prognosis
51
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
- Shortening tendon achilles
2. Activity limitation
3. Participation restriction
Berdasarkan ICF
F. Intervensi
(FIT) Teknik
1 Mobilisasi pelvic
G. Home program
H. Evaluasi
52
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Body structure/Function Activities limitation Participation restriction
Impairment
Subjektif
sepak bola
Objektif
dengan seimbang
- Berjalan dengan
Contextual Faktors
53
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
3`Kognisi baik 2. Tenaga kesehatan sangat
54
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah dilakukan treatment dan evaluasi yang dilakukan satu kali pada An.
scale dan GMFCS pada level 4 belum didapatkan perubahan yang signifikan.
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian tindakan bahwa kondisi awal pasien
saat ditangani adalah belum dapat mempertahankan posisi trunk pada saat duduk
dan berdiri. Sampai saat ini, kondisi pasien masih tetap sama.
B. Keterbatasan
55
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
B. Saran
1. Bagi pasien
2. Bagi peneliti
Dapat memberikan program latihan atau intervensi dengan dosis dan teknik
yang tepat, sesuai dengan permasalahan pasien agar dapat menghasilkan goal
yang diinginkan.
56
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
DAFTAR PUSTAKA
57
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan, Edisi 3.
(M. Ester, Ed.) Jakarta: EGC.
Tecklin, S. (2001). Pediatric Physical Therapy (5 ed.). Wolters Kluwer.
Valdes, R., & Calafat, C. (2015). The Effect of Additional Core Stability
Exercises on Improving Dynamic Sitting Balance and Trunk Control for
Subacute Stroke Patients: A Randomized Controlled Trial. Clinical
Rehabilitation, 1-10.
Waluyo, T. (2010). Pengaruh Mobilissi Trunk Terhadap Penurunan. Jurnal Pena,
19(1), 69-77.
58
Poltekkes Kemenkes Jakarta III
Lampiran 1
LEMBAR KONSULTASI
LEMBAR KONSULTASI
LAPORAN KASUS
NAMA MAHASISWA :
Ardia Putri Gita Pramesti
Berlinda Nurcahya Febrianti
Isnaeny Era Kartika
Marthalia Faustina
NAMA PEMBIMBING :
No Tanggal Bahan Rekomendasi Tanda
Konsultasi Pembimbing Tangan