Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

1. Anatomi dan fisiologi organ terkait dari kesadaran?


Jawaban:

Gambar. Gambaran ascending reticular activating system (ARAS)


pada batang otak (brainstem) memperlihatkan proyeksi
pada thalamus dan korteks serebral (Ganong, 2016) .[2]

Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri dengan
Ascending Reticular Activating System (ARAS) (kuantitas) yang terletak mulai dari
pertengahan bagaian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut saraf kolateral dari
jalas-jalas sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan secara difus ke kedua
korteks serebri. [1]
Formasi retikuler berperan penting dalam menentukan tingkat kesadaran.
RAS adalah jalur polysynaptic kompleks yang berasal dari batang otak (formasi retikuler)
dan hipotalamus dengan proyeksi ke intalaminar dan nucleus reticular thalamus yang
akan memproyeksi kembali secara menyeluruh dan tidak spesifik pada area luas dari
korteks termasuk frontal, pariental, temporal, dan oksipital.[1]
2. Bagaimana definisi kesadaran dan penurunan kesadaran?
Jawaban:
Kesadaran adalah suatu keadaan dimana seseorang sadar penuh atas dirinya
sendiri dan lingkungan sekitarnya. Komponen yang dapat dinilai dari suatu keadaan sadar
yaitu kualitas kesadaran itu sendiri dan isinya. Isi kesadaran menggambarkan keseluruhan
dari fungsi korteks serebri, termasuk fungsi kognitif dan sikap dalam merespon suatu
rangsangan. Pasien dengan gangguan isi kesadaran biasanya tampak sadar penuh, namun
tidak dapat merespon dengan baik beberapa rangsangan-rangsangan, seperti membedakan
warna, raut wajah, mengenali bahasa atau simbol, sehingga seringkali dikatakan bahwa
penderita tampak bingung. [3]
Penurunan kesadaran atau koma menjadi petunjuk kegagalan fungsi integritas
otak dan sebagai “final common pathway” dari gagal organ seperti kegagalan jantung,
nafas dan sirkulasi akan mengarah kepada gagal otak dengan akibat kematian. Jadi, bila
terjadi penurunan kesadaran maka terjadi disregulasi dan disfungsi otak dengan
kecenderungan kegagalan seluruh fungsi tubuh. Dalam hal menilai penurunan kesadaran,
dikenal beberapa istilah yang digunakan diklinik yaitu kompos mentis, somnolen, stupor
atau sopor, koma ringan dan koma. Terminologi tersebut bersifat kualitatif. Sementara
itu, penurunan kesadaran dapat pula dinilai secara kuantitatif, dengan menggunakan skala
koma Glasgow.[3]
3. Bagaimana etiologi terjadinya penurunan kesadaran?
Jawaban:
Etiologi
Gangguan kesadaran disebabkan oleh berbagai faktor etiologi, baik yang bersifat
intrakranial maupun ekstrakranial / sistemik. Penjelasan singkat tentang faktor etiologi
gangguan kesadaran adalah sebagai berikut:
1) Gangguan sirkulasi darah di otak (serebrum, serebellum, atau batang otak)
- Perdarahan, trombosis maupun emboli
- Mengingat insidensi stroke cukup tinggi maka kecurigaan terhadap stroke pada
setiap kejadian gangguan kesadaran perlu digarisbawahi.
2) Infeksi: ensefalomeningitis (meningitis, ensefalitis, serebritis/abses otak)
- Mengingat infeksi (bakteri, virus, jamur) merupakan penyakit yang sering
dijumpai di Indonesia maka pada setiap gangguan kesadaran yang disertai suhu
tubuh meninggi perlu dicurigai adanya ensefalomeningitis.
3) Gangguan metabolism
- Di Indonesia, penyakit hepar, gagal ginjal, dan diabetes melitus sering
dijumpai.
4) Neoplasma
- Neoplasma otak, baik primer maupun metastatik, sering di jumpai di Indonesia.
- Neoplasma lebih sering dijumpai pada golongan usia dewasa dan lanjut.
- Kesadaran menurun umumnya timbul berangsur-angsur namun progresif/ tidak
akut.
5) Trauma kepala
- Trauma kepala paling sering disebabkan oleh kecelakaan lalu-lintas.
6) Epilepsi
- Gangguan kesadaran terjadi pada kasus epilepsi umum dan status epilepticus
7) Intoksikasi
- Intoksikasi dapat disebabkan oleh obat, racun (percobaan bunuh diri),
makanan tertentu dan bahan kimia lainnya.
8) Gangguan elektrolit dan endokrin
- Gangguan ini sering kali tidak menunjukkan “identitas”nya secara jelas;
dengan demikian memerlukan perhatian yang khusus agar tidak terlupakan
dalam setiap pencarian penyebab gangguan kesadaran.

4. Bagaimana mekanisme penurunan kesadaran?


Jawaban:
Penurunan kesadaran disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh
misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan ARAS
dibatang otak terhadap formasio retikularis di thalamus, hipotalamus maupun
mesensefalon. Mekanisme fisiologis kesadaran dan koma mulai memperoleh titik terang
sejak penelitian yang dilakukan oleh Berger (1928) dan kemudian Brcmcr (1937).
Mereka menyimpulkan bahwa salah satu pusat kesadaran berlokasi di daerah forebrain
mengingat bahwa koma merupakan akibat yang terjadi secara pasif bilamana rangsang
sensorik spesifik pada forebrain dihentikan atau diputus. Pada masa berikutnya Morrison
dan Dempsey (1942) menemukan adanya talamokortikal difus yang tak terpengaruh
segala sistem sensorik primer yang spesifik, atau dengan kata lain ternyata disamping hal
di atas ada mekanisme nonspesifik lain yang dapat mempengaruhi kesadaran. [9]
Secara anatomik, letak lesi yang menyebabkan penurunan kesadaran dapat dibagi
menjadi dua, yaitu : supratentorial (15%), infratentorial (15%)., dan difus (70%) misalnya
pada intoksikasi obat dan gangguan metabolik.
1. Koma diensefelik
Koma akibat gangguan fungsi atau lesi struktural formasio retikularis di daerah
mesensefalon dan diensefalon (pusat penggalak kesadaran) disebut koma
diensefalik. Secara anatomik, koma diensefalik dibagi menjadi dua bagian utama,
ialah koma akibat lesi supratentorial dan lesi infratentorial.
- Lesi supratentorial pada umumnya berbentuk proses desak ruang atau space
occupying process, misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO atau stroke)
dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus
obstruktif. Proses desak ruang tadi menyebabkan tekanan intrakranial meningkat
dan kemudian menekan formasio retikularis di mesensefalon dan diensefalon
(herniasi otak).
Lesi infratentorial meliputi dua macam proses patologik dalam ruang
infratentorial (fossa kranii posterior).pertama, proses diluar batang otak atau
serebelum yang mendesak sistem retikularis, dan yang kedua merupakan proses di
dalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak sistem retikularis
batang otak.
2. Koma kortikal-bihemisferik
Fungsi dan metabolisme otak sangat bergantung pada terkecukupinya penyediaan
oksigen. Pada individu sehat dengan konsumsi okesigan otak kurang lebih
3,5ml/100gr otak/menit maka aliran darah otak kurang lebih 50ml/100gr
otak/menit. Bila aliran darah otak menurun menjadi 25-50ml/gr menit/otak,
mungkin akan terjadi kompensasi dengan menaikkan ekstraksi oksigen dari aliran
darah. Apabila aliran darah turun lebih rendah lagi maka akan terjadi penurunan
konsumsi oksigen secara proporsional.
Dengan demikian oksigen dan glukosa memegang peranan yang sangat
penting dalam memelihara keutuhan kesadaran. Namun demikian, walaupun
penyediaan oksigen dan glukosa tidak terganggu, kesadaran individu dapat
terganggu oleh adanya gangguan asam basa darah, elekrolit, osmolalitas, ataupun
defisiensi vitamin. [9]
a. Hipoventilasi diperkirakan berhubungan dengan hipoksemia, hiperkapnea,
gagal jantung kongestif, infeksi sistemik, serta kemampuan respiratorik yang
tidak efektif lagi.
b. Anoksia iskemik adalah suatu keadaan dimana darah masih cukup atau dapat
pula kurang cukup membwa oksigen tetapi aliran darah otak tak cukup untuk
memberi darah ke otak. Penyakit yang mendasari biasanya menurunkan curah
jantung, misalnya: infark jantung, aritmia, renjatan dan refleks vasofagal, atau
penyakit yang meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya oklusi
arterial atau spasme.
c. Anoksia anoksik merupakan gambaran tidak cukupnya oksigen masuk kedalam
darah. Dengan demikian baik isi maupun tekanan ioksigen dalam darah
menurun. Keadaan demikian ini terdapat pada tekanan oksigen lingkungan
yang rendah (tempat yang tinggi atau adanya gas nitrogen) atau oleh
ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler
alveoli.
d. Anoksia anemik disebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan
membawa oksigen dalam darah menurrun. Sementara oksigen yangm,asuk ke
dalam darah cukup. Keadaan ini terdapat pada anemia maupun keracunan
karbonmonoksida.
e. Hipoksi atau iskemia difus akut disebabkan oleh dua keadaan, ialah kadar
oksigen dalam darah menurun cepat sekali atau aliran darah otak menurun
secara mendadak. Penyebab utamanya antara lain: obstruksi jalan napas,
obstruksi serebral secara masif, dan keadaan yang menyebabkan menurunnya
curah jantung secara mendadak.
f. Gangguan metabolisme karbohidrat meliputi hiperglikemia, hipoglikemia dan
asidosis laktat. Diabetes melitus tidak mengangggu otak secara langsung.
Delirium, stupor dan koma biasanya merupakan gejala DM pada tahap tertentu.
g. Gangguan keseimbangan asam basa meliputi asidosis metabolik dan
respoiratorik serta alkalosis respiratorik dan metabolik. Dari 4 jenis gangguan
asam basa tadi, hanya asidosis respiratorik yang bertindak sebagai penyebab
langsung timbulnya stupor dan koma. Asidosis metabolik lebih sering
menimbulkan delirium dan obtundasi.
h. Uremia sering kali mengganggu kesadaran penderita. Namun demikian,
walaupun telah dilakukan penelitian yang cukup luas, penyebab pasti disfungsi
otak pada uremia belum diketahui. Urea itu sendiri bukan bahan toksik untuk
otak, karena infus dengan urea tidak menimbulkan gejala-gejala uremia;
sementara itu hemodialisis mampu memperbaiki gejala klinik uremia justru
kedalam cairan dialisis ditembahkan urea.
i. Koma hepatik sering dijumpai di klinik. Defisiensi atau bahan-bahan toksik
diperkirakan sebagai penyebab potensial koma hepatik, tetapi tidak satupun
yang memberi kejelasan tentang patofisiologinya. Meningkatnya kadar amonia
dalam darah di otak dianggap sebagai faktor utama terjadinya koma hepatic
j. Defisiensi vit. B sering kali mengakibatkan delirium, demensia dan mungkin
pula stupor. Defisiensi tiamin dianggap yang paling serius dalam diagnosis
banding koma.

5. Bagaimana klasifikasi penurunan kesadaran?


Jawaban:
Gangguan kesadaran dibagi 3:
a. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal dan kaku kuduk.
1) Gangguan iskemik
2) Gangguan metabolic
3) Intoksikasi
4) Infeksi sistemis
5) Hipertermia
6) Epilepsi
b. Gangguan kesadaran tanpa disertai kelainan fokal tapi disertai kaku kuduk
1) Perdarahan subarachnoid
2) Radang selaput otak (meningitis)
3) Radang selaput otak dan jaringan otak (meningoencefalitis)
c. Gangguan kesadaran dengan kelainan fokal
1) Tumor otak
2) Perdarahan otak
3) Infark otak
4) Abses otak
6. Interpretasi tingkat kesadaran?
Jawaban:
Tingkat kesadaran terbagi menjadi 2 :
a) Kualitatif [3]
- Kompos mentis berarti keadaan seseorang sadar penuh dan dapat menjawab
pertanyaan tentang dirinya dan lingkungannya.
- Apatis berarti keadaan seseorang tidak peduli, acuh tak acuh dan segan
berhubungan dengan orang lain dan lingkungannya.
- Somnolen berarti seseorang dalam keadaan mengantuk dan cenderung
tertidur, masih dapat dibangunkan dengan rangsangan dan mampu
memberikan jawaban secara verbal, namun mudah tertidur kembali.
- Sopor/stupor berarti kesadaran hilang, hanya berbaring dengan mata tertutup.
Pasien dalam keadaan tidur yang dalam atau tidak memberikan respon dengan
pergerakan spontan yang sedikit atau tidak ada dan hanya bisa dibangunkan
dengan rangsangan kuat yang berulang (rangsang nyeri).
- Koma berarti kesadaran hilang, tidak memberikan reaksi walaupun dengan
semua rangsangan (verbal, taktil, dan nyeri) dari luar. Pasien dalam keadaan
tidak sadar yang dalam,yang tidak dapat dibangunkan akibat disfungsi ARAS
di batang otak atau kedua hemisfer serebri. Karakteristik koma adalah tidak
adanya arousal dan awareness terhadap diri sendiri dan lingkungannya.
b) Kuantitatif
- Glasgow coma scale
-

7. Bagaimana penanganan awal pada pasien penurunan kesadaran?


Jawaban:
Berbagai upaya terapi komplementer telah dikembangkan untuk membantu
meningkatkan kesadaran pasien akibat cedera kepala salah satunya adalah stimulasi
sesnsorik. Stimulasi sensorik adalah metode terapeutik yang merangsang sistem aktivasi
retikuler di otak melalui pembuatan tautan saraf baru. Berbagai stimulasi sensorik yang
dapat diberikan, stimulasi sensorik auditori yang paling berpengaruh dalam
meningkatkan kesadaran, karena pendengaran merupakan fungsi indera paling akhir
berfungsi pada keadaan penurunan kesadaran sehingga memberikan stimulasi
pendengaran sangat penting untuk meningkatkan status kesadaran. [7]
Stimulasi auditori berefek menurunkan denyut jantung, tekanan darah, pola nafas,
membantu meningkatkan SpO2 dan tidak menghasilkan efek yang merugikan pada
parameter fisiologis pasien. Pemberian stimulasi auditori akan memberikan rangsangan
pada pasien dengan cidera otak dimana rangsangan itu akan mempengaruhi semua sistem
dalam tubuh melalui proses pengaktifan saraf simpatis, sehingga nilai GCS akan
mengalami perubahan dan menuju ke nilai yang lebih baik atau meningkat. [7]
Selain stimulasi auditori (musik), stimulasi auditori (suara keluarga terdekat atau
orang yang disayang) merupakan stimulasi yang paling banyak digunakan. Suara anggota
keluarga dapat meningkatkan kesadaran pasien koma dengan hematoma subdural akut,
selain dapat membantu meningkatkan status kesadaran dengan cara memberikan
rangsangan pada sistem RAS dan area kortek otak, stimulasi auditori juga memiliki
berbagai mekanisme neuroprotektif yang mencegah kerusakan sel otak akibat iskemi.
Oleh karena itu stimulasi sensorik auditori dapat dijadikan alternatif intervensi
keperawatan dalam upaya meningkatkan proses pemulihan pasien cedera kepala yang
ditandai dengan kenaikan skor GCS. [7]
8. Bagaimana penatalaksanaan yang sesuai dengan kasus tersebut?
Jawaban:
Pada prinsipnya, setiap gangguan di intrakranial yang mendesak ARAS, maupun
gangguan sistemik tubuh yang mengganggu neuron secara difus dapat menyebabkan
penurunan kesadaran. Maka pada setiap pasien dengan penurunan kesadaran, yang
pertama dicari adalah adanya gangguan intrakranial, oleh karena harus ditatalaksana
segera untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
a. Bebaskan jalan napas dengan suction jika terdapat lendir di jalan napas
atauposisikan pasien sehingga menghadap ke lateral.
b. Berikan oksigen dengan nasal kanul atau sungkup dan lakukan pemeriksaan
analisis gas darah jika dibutuhkan. Jika pasien diketahui terdapat hipoksia atau
hipoventilasi dan tidak memiliki kemampuan mencegah aspirasi, maka dapat
dipertimbangkan intubasi endotrakeal
c. Untuk mencegah kegagalan sirkulasi, pasang jalur intravena dan lakukan
pemeriksaan darah untuk mengetahui kadar glukosa, elektrolit, fungsi hati, fungsi
ginjal, atau kadar obat-obatan tertentu yang dicurigai menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran.
d. Jika terdapat tanda dan gejala peningkatan tekanan intrakranial akibat stroke atau
perdarahan, dapat diberikan manitol 25-50mg dalam solusio 20%intravena selama
10-20 menit, atau deksametason loading l0 mg IV jika diperkirakan akibat massa
atau infeksi intrakranial.
e. Antibiotik spektrum luas diberikan pada pasien dengan gejala dan tanda yang
mengarah pada meningitis atau ensefalitis bakterialis, jika pungsi lumbal tidak
dapat dilakukan segera.
f. Jika pasien kejang, berikan diazepam intravena perlahan.
g. Jika terdapat tanda dan gejala intoksikasi zat atau substansi tertentu, perlu
dilakukan bilasan lambung untuk diagnosis dan terapi. Namun, perlu diperhatikan
terdapat beberapa obat (salisilat, opiat, dan obatantikolinergik) yang dapat
menyebabkan atonia gaster sehingga bilasan lambung tidak dapat dilakukan
karena dapat mengakibatkan perforasi.
h. Jika pasien mengalami gangguan pengaturan suhu tubuh, perlu dilakukan koreksi
guna mencegah hipo- atau hipertermia.
i. Pemasangan kateter urin guna mencegah peningkatan intra-abdomen yang
berbahaya pada kasus penurunan kesadaran dengan peningkatan tekanan
intrakranial, juga berfungsi untuk memonitor balance cairan pasien.
j. Pemasangan pipa nasogastrik untuk memudahkan pemberian nutrisi dan
mencegah aspirasi.
k. Mobilisasi pasif dengan cara merubah posisi pasien miring ke kiri dan kanan
secara teratur tiap 2 jam untuk mencegah uikus dekubitus.
l. Jaga kebersihan konjungtiva dan mulut pasien untuk mencegah pertumbuhan
bakter

9. DD kasus diatas?
Jawaban:
Stroke non hemoragik atau strok iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke.Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau
penurunan aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinisnya,
dikelompokkan menjadi:
a. TIA (Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun trombosis.
b. RIND ( Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang dari 21
hari.
c. Stroke in Evolution
Strok yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu
d. Completed Strok
Kelainan neurologisnya bersifat menetap dan tidak berkembang lagi.
Stroke non hemoragik terbagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan,
yaitu:
1. Stroke Non Hemoragik Emboli
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain seperti jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus
yang berasal dari vena pulmonis.
2. Stroke Non Hemoragik Trombus
Pada stroke hemoragik terjadi keluarnya darah dari arteri ke dalam ruang
interstitial otak sehingga memotong jalur aliran darah di distal arteri tersebut
dan mengganggu vaskularisasi jaringan sekitarnya.

Tanda dan Gejala Stroke Non Hemoragik

Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum
dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu:

1. Gangguan motoric
a. Tonus abnormal (hipotonus/hipertonus)
b. Penurunan kekuatan otot
c. Gangguan gerak volunteer
d. Gangguan keseimbangan
e. Gangguan koordinasi
f. Gangguan tahanan
2. Gangguan sensorik
a. Gangguan propioseptik
b. Gangguan kinestetik
c. Gangguan diskriminatif
3. Gangguan kognitif, memori dan atensi
a. Gangguan atensi
b. Gangguan memori
c. Gangguan inisiatif
d. Gangguan daya perencanaan
e. Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan kemampuan fungsional
a. Gangguan dalam berkativitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke toilet dan
berpakaian
Faktor Resiko Stroke Non HemoragikStroke non hemoragik merupakan proses yang
multi kompleks dan didasari oleh berbagai macam faktor resiko. Ada faktor yang tidak
dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:
1. Tidak dapat ubah:
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Ras
d. Genetik
2. Dapat dirubah:
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Diabetes
d. Fibrilasi atrium
e. Hiperlipidemia
f. Obesitas
g. Aktivitas fisik

Penatalaksanaan Strok Non Hemoragik

1. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidim, clopidogrel, dipiridamol, cilostazol


2. Trombolitik : Altaplase (recombinant tissue plasminogen activator
a. Indikasi
Terapi trombolitik pada stroke non hemoragik akut. Terapi harus dilakukan
selama 3-4.5 jam sejak onset terjadinya simptom dan setelah dipastikan tidak
mengalami stroke perdarahan dengan CT Scan
b. Kontraindikasi
Tidak boleh digunakan pada pasien yang mengalami resiko tinggi perdarhaan,
pasien yang menerima antokoagulan oral (warfarin), menunjukkan atau
mengalami perburukan perdarahan, punya riwayat stroke atau susunan saraf
pusat, hemorrage retinopati, arterial hipertensi yang tidak terkontrol.

10. Apakah ada hubungan terjadinya riwayat stroke pasien dengan penurunan kesadaran?
Jawaban:
Hubungan terjadinya Riwayat stroke dengan penurunan kesadaran karena adanya
Lesi struktural pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan koma akibatnya terjadi
kerusakan sekunder akibat pergeseran struktur intrakranial, kompresi vaskular, atau
peningkatan tekanan intracranial
DAFTAR PUSTAKA

1. Wijdicks EF, Varelas PN, Gronseth GS, Greer DM, (2010) American Academy of N.
Evidence-based guideline update: Determining brain death in adults: Report of the
quality standards subcommittee of the American Academy of Neurology. Neurology;
74:1911-8.)
2. Ganong W.F (2016). Review of Medical Physiology, 25nd ed. Mc Graw-Hill, Boston.
3. Aprilia M, Wreksoatmodjo B. Pemeriksaan Neurologis pada Kesadaran menurun. Cdk-
233. 2015;42(10):780-6
4. Goysal, Y. 2010. PENURUNAN KESADARAN, Bagian/SMF Neurologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin RS WS Makassar.http:/med.unhas.ac.id/kedokteran /
wp- content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar Kesadaran-Menurun.pdf. (Akses 06 juli 2017).
5. Harris, S. 2004. Penatalaksanaan Pada Kesadaran Menurun .Updates in
Neuroemergencies.FKUI. Jakarta.
6. Harsono. (2008). Koma dalam Buku Ajar Neurologi. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 6. Price S.A, Wilson L.M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis, Proses-
proses Penyakit. Ed.6 Jilid 2. Jakarta : EGC. Hal 1183-88
7. Justhesya. Penurunan Kesadaran. Penurunan Kesadaran. 2015;(Septembet):0- 15
8. Kelly J. P. (2020). Loss of Consciousness: Pathophysiology and Implications in Grading
and Safe Return to Play. Journal of athletic training, 36(3), 249–252.
9. Lindsay, KW dan Bone I. 1997. Coma and Impaired Conscious Level. Neurology and
Neurosurgery Illustrated. Churchill Livingstone. UK.
10. Putri, JF, Fauziah (2017), Penurunan Kesadaran Ilmu Penyakit Saraf : Jakarta

11. Ratna, Mardiati. 2008. Susunan Saraf Otak Manusia. Jakarta: CV Sagung Seto.

12. Sidharta Priguna, Mardjono Mahar.2014.Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-


16.Jakarta:PT.Dian Rakyat.

Anda mungkin juga menyukai