TUTORIAL KLINIK
KEJANG
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Alfrida M. Wara, M.Kes, Sp.S
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Pendidikan Dokter
Universitas : Al-Khairaat Palu
Judul Tutorial : Kejang
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf
Pembimbing
SKENARIO
Seorang perempuan usia 26 tahun di bawa ke IGD RS Anutapura Palu
dengan keluhan kejang disertai badan kaku. Sejak 3 hari yang lalu (+). Saat
kejang air liur keluar dari mulut, bola mata mengarah keatas, extremitas atas flexi,
extremitas atas bawah kaku, penurunan kesadaran (+). Pasien mengalami demam
(+), Muntah (-), Sakit Kepala (-). Riwayat kejang sebelumnya (+) Riwayat trauma
(+) pada usia 3 tahun dimana kepala dan bokong terbentur. Riwayat keluarga (+)
kakak kandung mengalami keluhan yang sama.
PEMERIKSAAN
Kesan : Sakit sedang
Gizi : Baik
Kesadaran : compos mentis
Tekanan Darah: 80/60 mmHg
Nadi : 69 x/menit
Suhu : 36,2˚C
Pernapasan : 14x/menit
PEMERIKSAAN FISIK
TORAKS :
Paru-paru :
Inspeksi : simetris bilateral
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Suara napas vesikuler, ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
TORAKS :
Jantung :
Inspeksi : Tidak tampak iktus cordis
Palpasi : Tidak teraba iktus cordis
Perkusi : Batas jantung – paru dalam batas
normal
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler,
murmur (-)
ABDOMEN :
Inspeksi : tampak datar
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan.
Massa abnormal (-)
Perkusi : Dalam batas normal
Auskultasi : Peristaltik normal
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS: E4MxVx
1. Kepala: normocephal
2. N. cranialis:
N. I (Olfactorius): Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II (Optikus):
Visus : Sulit dinilai
Lapangan pandang : Tidak dilakukan pemeriksaan
Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. III (Occulomotoris):
Gerakan bola mata : Sulit dinilai
Nistagmus : tidak ada
Ptosis : tidak ada
Exopthalmus : tidak ada
Pupil : isokor bulat 2,5 mm/2,5 mm
Refleks pupil
o Langsung :+/+
o Tidak langsung :+/+
N. V (trigeminus):
Sensorik
o N-V1 (ophtalmicus) : Sulit dinilai
o N-V2 (maxillaris) :Sulit dinilai
o N-V3 (mandibularis) : Sulit dinilai
Motorik : Inspeksi (Istirahat)
Refleks dagu : Normal
Refleks kornea : TDP
N. VII (facialis):
Sensoris (indra pengecap): Tidak dilakukan pemeriksaan
Motorik
Dalam keadaan istirahat
o Angkat alis : simetris kiri=kanan
o Menutup mata : kiri=kanan
o Menggembungkan pipi: TDP
o Menyeringai : sulcus nasolabialis
kiri=kanan
o Gerakan mimik: TDP
N. VIII (vestibulocochlearis):
o Pendengaran: Sulit dinilai
o Tes rinne/weber: TDP
o Fungsi vestibularis: TDP
N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus):
o Posisi arkus faring: Sulit dinilai
o Reflex telan/muntah: TDP
o Pengecap 1/3 lidah bagian belakang :TDP
o Fonasi: Sulit dinilai
o Takikardi/bradikardi: Normal
N. XI (Accesorius):
o Kekuatan M. Sternocleidomastoideus : TDP
o Kekuatan M. Trapezius : TDP
N.XII (hypoglosus):
o Tremor lidah : TDP
o Atrofi lidah : TDP
o Deviasi lidah : TDP
o Fasikulasi : TDP
3.Pemeriksaan Motorik:
Superior Inferior
D S D S
Motorik:
Pergerakan sdn sdn sdn sdn
Kekuatan tdp tdp tdp tdp
Tonus otot N N
Bentuk otot Eutrofi Eutrofi Eutrofi Eutrofi
Reflex fisiologi
o Biceps N N N N
o Triceps N N N
N
o Patella N N
o Achilles N N N N
Klonus: Lutut: -/-
Kaki: -/-
Reflex patologis:
Hoffman: -/-
Tromner: -/-
Babinski: -/-
Chaddock: -/-
Gordon: -/-
Schaefer: -/-
Oppenheim: -/-
Rosolimo: -/-
Sensibilitas:
o Ekstroseptif
Nyeri: TDP
Suhu: TDP
Rasa raba halus: TDP
o Propioseptif
Rasa sikap: TDP
Rasa nyeri dalam: TDP
Sistem koordinasi
o Finger to nose test : TDP
o Telunjuk ke telunjuk : TDP
o Tes tumit : TDP
o Tes supinasi pronasi : TDP
Gangguan keseimbangan: tidak dilakukan pemeriksaan
Susunan saraf otonom
BAB : -
BAK : lancar
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Darah Lengkap:
WBC : 6,8
RBC : 4,9
HGB : 10,5 g/dL
HCT : 33.8
PLT : 397
Radiologi: (-)
KATA KUNCI
1. Perempuan usia 26 tahun
2. Keluhan kejang disertai badan kaku sejak 3 hari yang lalu
3. Saat kejang air liur keluar dari mulut, bola mata mengarah keatas
4. Extremitas atas flexi, extremitas atas bawah kaku, penurunan kesadaran
(+)
5. Pasien mengalami demam (+), Muntah (-), Sakit Kepala (-).
6. Riwayat kejang sebelumnya (+), Riwayat trauma (+) pada usia 3 tahun
dimana kepala dan bokong terbentur.
7. Riwayat keluarga (+) kakak kandung mengalami keluhan yang sama
PERTANYAAN
1. Definisi dan etiologi kejang
2. Klasifikasi kejang
3. Mekanisme terjadinya kejang
4. Langkah-langkah diagnosis kejang
5. Penatalaksanaan awal kejang
6. Diagnosis utama dan diagnosis banding terkait skenario
7. Prognosis kejang terkait skenario
JAWABAN
1. Bangkitan parsial/fokal
1) Bangkitan parsial sederhana (tanpa gangguan kesadaran)
a. Dengan gejala motorik
b. Dengan gejala sensorik
c. Dengan gejala otonomik
d. Dengan gejala psikik
2) Bangkitan parsial kompleks (dengan gangguan kesadaran)
a. Awalnya parsial sederhana, kemudian diikuti gangguan kesadaran
Bangkitan parsial sederhana, diikuti gangguan kesadaran
Dengan automatisme
b. Dengan gangguan kesadaran sejak awal bangkitan
Dengan gangguan kesadaran saja
Dengan automatisme
3) Bangkitan parsial yang menjadi umum sekunder (tonik-klonik, tonik
atau klonik)
a. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi bangkitan umum
b. Bangkitan parsial kompleks berkembang menjadi bangkitan umum
c. Bangkitan parsial sederhana berkembang menjadi parsial kompleks,
dan berkembang menjadi bangkitan umum
PATOMEKANISME KEJANG
Dasar serangan kejang ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan
transmisi pada sinaps. Ada duajenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter
eksitasi yang memudahkan depolarisasi muatan listrik dan neurotransmitter
inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang
menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih stabil dan tidak mudah
melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi dapat
disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan
neurotransmitter inhibisiyang terkenalialah gamma amino butyric acid (GABA)
danglisin. Jika hasil pengaruh kedua jenis melepas kan muatan listrik dan terjadi
transmisi impuls . Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai
potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Aksipotensial akan
mencetus kan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan melepaskan
muatan listrik. Oleh berbagai faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat
mengubah fungsi membran neuron sehingga membran mudah dilalui oleh ion
Cadangan Na dari ruangan ekstrake dan intra seluler. Influks Ca akan
mencetuskan letupan depolarisasi membran dan melepaskan muatan listrik
berlebihan, tidakteratur dan terkendali. Lepasnya muatan listrik dengan jumlah
besar neuron secara sinkron merupakan dasar suatu serangan kejang.Suatu sifat
khas serangan epilepsi ialah bahwa beberapa saat serangan berhenti akibat
pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah pengaruh neuron-neuron
sekitar tempat epileptic. Sela ini juga sistem-sistem inhibisi pra dan pasca sinaptik
yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus menerus melepaskan muatan.
Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah
kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.
1. Anamnesis
⁃ Pada anamnesis harus meliputi deskripsi mengenai aura atau gejala
prodromal jika ada, deskripsi bangkitan klinis, dan gejala post
iktal. Sangat pemnting untuk mendapatkan deksripsi detail
mengenai bangkitan pertama, kondisi pasien saat terjadi bangkitan
dan mengenai adanya perubahan jenis kejang terkait usia dan terapi
⁃ Perlu digali pula mengenai faktor presipitasi dan hal-hal yang
mempengaruhi kejang, misalnya ada stimulus emosional, siklus
bangun tidur, gangguan toksik, metabolik, dan kondisi fisiologis
termasuk menstruasi dan kehamilan
⁃ Perlu mengetahui ada riwayat kejang, penggunaan obat-obatan,
riwayat medis masa lalu, dan penggunaan obat-obatan terlarang.
2. Pemeriksaan fisik
⁃ Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaan fisik umum dan
pemeriksaan neurologis dengan memperhatikan deteksi defisit
fokal. Jika seseorang mengamati kejang, mereka mungkin melihat
mata terbuka, tidak ada respons terhadap rangsangan verbal atau
nyeri selama kejadian, dan gerakan motorik dalam fase berirama
konsisten dengan kejang tonik-klonik umum.
3. Pemeriksaan Penunjang
⁃ pemeriksaan laboratorium seperti darah lengkap
⁃ Radiologi: Ct-scan dan MRI
⁃ EEG untuk melihat aktivitas listrik otak
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah
dipastikan, terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien
dan keluarganya harus terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan
pengobatan dan efek samping dari pengobatan tersebut.
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai
dengan dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
2. Fenitoin : Blok sodium channel dan inhibisi aksi konduktan kalsium dan
klorida dan neurotransmitter yang voltage dependen
- Harus dilakukan secara bertahap, umumnya 25% dari dosis semula setiap bulan
dalam jangka waktu 3-6bulan.
- Epilepsi simtomatik
- Diagnosa utama
a. Diagnosa klinis: Seizure
b. Diagnosa topis: Korteks serebri
c. Diagnosa Etiologi: Epilepsi
- Diagnosis banding
a. Encephalitis : Inflamasi jaringan otak yang disebabkan oleh
mikroorganisme. Penyebab encephalitis virus tersering adalah herpes,
varicella zoster, cytomegalovirus. Gejala klinis encephalitis yaitu flu-like
syndrome dengan demam tinggi, sakit kepala berat, nausea-vomiting,
kejang, penurunan kesadaran dan defisit neurologis fokal.
b. Status epileptikus
Prognosis kejang tergantung dari jenis kejang yang dialami. Bangkitan pertama
tanpa provokasi memiliki angka rekurensi 23-71%. Pemberian terapi anti epilepsi
menurunkan dan menunda resiko kejang berulang namun tidak mempengaruhi
prognosis epilepsi dalam jangka panjang. Prognosis juga terkait dengan kepatuhan
minum obat pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
1. Huff JS, Murr N. Seizure. [Updated 2021 Jan 17]. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK430765/
2. Kelompok Studi Epilepsi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
(Perdossi). 2012. Pedoman Tatalaksana Epilepsy. Jakarta: Penerbit Perdossi;.