KARSINOMA NASOFARING
Oleh:
Pembimbing:
2017
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
hidayah-Nya, penulisan laporan kasus stase syaraf ini dapat diselesaikan dengan
baik. Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW,
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada dr. Irawan,
Sp.S selaku pembimbing kami, yang telah membimbing dan menuntun kami dalam
Kami menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kami tetap membuka diri untuk kritik dan saran yang membangun. Akhirnya,
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel
nasofaring. Tumor ini bermula dari dinding lateral nasofaring (fossa rosenmuller
dan dapat menyebar ke dalam atau keluar nasofaring menuju dnding lateral,
posterosuperior, dasar tengkorak, palatum, kavum nasi dan orofaring serta
metastasiske kelenjar limfe leher. Indonesia termasuk salah satu Negara dengan
prevalensi penderita karsinoma nasofaring yang termasuk tinggi di luar China.
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Usia : 53 thn
Agama : Islam
Status : Menikah
Pekerjaan : Wiraswasta
2.2 Anamnesis
RPsos: -
Riw. Pengobatan : pasien rutin control ke poli THT karena terdapat faringitis kronis
2.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : Somnolen
GCS : 356
Vital Sign
Pemeriksaan IGD
Tekanan darah : 125/53 mmHg
Nadi : 75 x / menit
Frekuensi nafas : 25 x / menit
Temperatur : 36.4 0C
Pemeriksaan Ruangan
Tekanan darah : 121/86
Nadi : 97 x / menit
Frekuensi nafas : 21 x / menit
Temperatur : 36 0C
Status Generalis
Kepala/Leher
Inspeksi : anemia -, ictus -, sianosis -, dispsneu -, mata cowong -, KGB +, JVP -
Thorax
Paru : Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris,
retraksi -
Palpasi : Thrill -, fremissment -, krepitasi -
Perkusi : Sonor/sonor
Auskultasi : Suara nafas vesikuler/vesikuler
Rh -/-, Wh -/-
Jantung : Inspeksi : Ictus cordis -, voussure cardiac -
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat, thrill/fremissment -
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1S2 Tunggal, Murmur -, gallop –
Abdomen : Inspeksi : Flat
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium -, hepar lien tidak
teraba
Perkusi : Tymphany
Auskultasi : BU + N
Ekstremitas : Inspeksi : Deformitas (-) Edema (-)
Palpasi : Hangat, kering, merah, CRT<2 detik
Status Neurologis
Pemeriksaan Ruangan
1. Kepala
Posisi : Normal
Penonjolan : Tidak ada
Bentuk dan ukuran : Normocephali
Leher :Benjolan sinistra ukuran 3x3 cm, mobile,
konsistensi padat kenyal
2. Nervus Cranialis
Nervus I (olfakorius):
Penghidu : tidak dievaluasi
Nervus II (optikus)
Tajam Penglihatan : visus ODS > 2/60
Lapang pandang : dbn/dbn
Funduskopi : Tidak dievaluasi
Nervus III, IV, VI
Celah kelopak mata
Ptosis: : -/-
Exsoftalmus : -/-
Pergerakan bola mata : -/-
Pupil
Ukuran : 3 mm/3 mm
Bentuk : bulat / bulat
Reflek cahaya langsung : -/-
Reflek cahaya tidak langsung : -/-
Nistagmus: -/-
Nervus IV (Tokhlearis)
Posisi bola mata : normal ditengah / normal ditengah
Pergerakan bola mata : dbn / dbn
Nervus VI (Abdusens)
Pergerakan bola mata: dbn / dbn
Nervus V (Trigeminus)
Sensibilitas : N. V I : normal / normal
N. V II : normal / normal
N. V III : normal / normal
Motorik : Inspeksi : wajah simetris
Palpasi : normal / normal
Mengunyah : normal
Menggigit : normal
Reflek dagu / masseter : tidak dievaluasi
Reflek kornea : tidak dievaluasi
Nervus VII (fasialis)
Inspeksi : Normal simetris
Motorik
M. Frontalis : normal / normal
M. Orbicularis oculi : normal / normal
M. Orbicularis oris : normal / normal
Sensorik
Pengecapan 2/3 depan lidah: tidak dievaluasi
Nervus VIII (vestibulocochlearis)
Detik arloji : tidak dilakukan
Suara berbisik : normal / menurun
Tes weber : tidak dilakukan
Tes rinne : tidak dilakukan
Nervus IX (glossofaringeus)
Sensibilitas faring : tidak dilakukan
Pengecapan 1/3 belakang : tidak dilakukan
Nervus X (Vagus)
Posisi arkus faring : dalam batas normal
Reflek muntah : tidak dievaluasi
Nervus XI (aksesorius)
Mengangkat bahu : normal / normal
Memalingkan wajah : normal / normal
Nervus XII (Hipoglossus)
Deviasi lidah : atrofi, fasikulasi, parese N.XII tipe perifer
Fasikulasi :-
Tremor :-
Atrofi :-
3. Leher
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
Kaku kuduk :-
Brudzinsky I :-
Brudzinsky II :-
Brudzinsky III :-
Brudzinsky IV :-
Kernig’s sign :-
Kelenjar limfe: membesar
Arteri karotis: bruit -
Kelenjar gondok: tidak membesar
4. Abdomen
Reflek kulit dinding perut :-
5. Ekstremitas
Motorik
- Pergerakan : normal / normal
- Kekuatan : 5/5
5/5
- Tonus otot : normal
- Tremor :-
Reflek fisiologis :
- BPR : +2 / +2
- TPR : +2 / +2
- KPR : +2 / +2
- APR : +2 / +2
Reflek patologis :
- Hoffman-tromner : - / -
- Babinski :-/-
- Chaddock :-/-
- Gordon :-/-
- Schaefer :-/-
- Oppenheim :-/-
- Mendel Bechtrew : - / -
- Rossolimo :-/-
Sensibilitas
- Eksteroseptif
Nyeri : normal / normal
Suhu : tidak dievaluasi
Rasa raba halus : dalam batas normal / dalam batas normal
- Proprioseptif
Rasa sikap /posisi : dalam batas normal
Rasa getar : tidak dievaluasi
- Fungsi kortikal
Stereognosis : tidak dievaluasi
Barognosis : tidak dievaluasi
Gangguan koordinasi
- Tes jari hidung : dalam batas normal / dalam batas
normal
- Tes pronasi supinasi : dalam batas normal / dalam batas
normal
- Tes tumit lutut : tidak dievaluasi
Tes profokasi:
Patrick : tidak dievaluasi
Contra Patrick : tidak dievaluasi
Lasseque : tidak dievaluasi
Gait : tidak dievaluasi
Pemeriksaan fungsi luhur
- Afek / emosi : dalam batas normal
- Kemampuan bahasa : dalam batas normal
- Memori : dalam batas normal
- Visuospasial : dalam batas normal
- Intelegensia : tidak dievaluasi
2.4 Pemeriksaan Laboratorium
Gula Darah Acak : Hasil 152
Kalium Serum : Hasil 3.0 [3.6 – 5.5]
Natrium Serum : Hasil 140 [135 – 155]
Chlorida Serum : Hasil 104 [70 – 108]
Leukosit : Hasil 11.1 [4.0 – 11.0]
Neutropil : Hasil 85.3 [49.0 – 67.0]
Limposit : Hasil 11.6 [25.0 – 33.0]
Monosit : Hasil 3.1 [3.0 – 7.0]
Eosinopil : Hasil 0.0 [1.0 – 2.0]
Basofil : Hasil 0.0 [0.0 – 1.0]
Eritrosit : Hasil 5.12 [3.80 – 5.30]
Hemoglobin : Hasil 9.1 [ P 13.0 – 18.0, L 14.0 – 18.0]
Hematokrit : Hasil 29.7 [ L 40 – 54, P 35 – 47]
MCV : Hasil 85.00 [ 87.00 – 100.00]
MCH : Hasil 17.80 [ 28.00 – 36.00]
MCHC : Hasil 30.60 [ 31.00 – 37.00]
RDW : Hasil 14 [ 10 – 16.5]
Trombosit : Hasil 346 [ 150 – 450]
MPV : Hasil 7 [ 5 – 10]
LED1 : Hasil 58 [ 0 – 1]
LED2 : Hasil 74 [ 1 – 7]
CT scan kepala tanpa kontras : tidak dilakukan
CT scan kepala dengan kontras : tidak dilakukan
CT scan nasofaring : didapatkan massa nasofaring kiri dengan ukuran sekitar 3,3 x
4,3 yang meluas ke area musculus pterygoid kiri dan colli kiri sepanjang 8 cm, area
depan sampai submandibular kiri.
2.5 Ringkasan
2.6 Diagnosis
(-)
- Inj Ranitidin 2 x 50 mg
- Pasang DK
lateral. Ke depan berhubungan dengan dinding kaku diatas, belakang dan lateral.
hidung merupakan gangguan yang sering timbul. Demikian juga penyebaran tumor
melengkung ke atas dan ke depan dan terletak di bawah korpus os sfenoid dan
bagian basilar dari os oksipital. Di belakang atas torus tubarius terdapat resesus
faring atau fossa Rossenmuleri dan tepat di ujung atas posteriornya terletak foramen
laserum. Tumor dapat menjalar ke arah intrakranial dalam dua arah, masing–
melalui foramen laserum ke sinus kavernosus dan fossa kranii media menyebabkan
gangguan saraf otak III, IV, VI, dan kadang–kadang II. Sebaliknhya, penyebaran
retroparotis akan menyebabkan kerusakan saraf otak ke IX, X, XI dan XII. Saraf
Terdapat hubungan bebas melintasi garis tengah dan hubungan langsung dengan
menurut Munir (2010) karsinoma nasofaring adalah tumor ganas karsinoma berasal
dari epitel nasofaring. Biasanya tumor ganas ini tumbuh dari fossa rosenmuller dan
Gambar 3.1
Anatomi Nasofaring
penduduk. Namun relatif sering ditemukan di berbagai Asia Tenggara dan China.
ditemukan di Indonesia. Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan
karsinoma nasofaring, kemudian diikuti oleh tumor ganas hidung dan sinus
paranasal (18%), larynx (16%), dan tumor ganas rongga mulut, tonsil, hipofaring
terbanyak adalah 50-59 tahun (29,1%). Umur penderita yang paling muda adalah
21- tahun dan yang paling tua 77 tahun. Rata-rata umur penderita pada penelitian
penyebab yang masih belum dapat diungkap secara pasti dan mungkin berhubungan
Karsinoma nasofaring bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, factor
4p1511-q12.
termasuk asap sejenis kayu tertentu, kebiasaan memasak dengan bahan atau
Terdapat hubungan antara kadar nikel dalam air minum dan makanan
EBV adalah suatu virus yang sangat erat kaitannya dengan timbulnya
antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini
yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang
mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini
limfoepitelioma.
langsung merusak basis kranial. Juga dapat melalui foramen spinosum, kanalis
karotis internal atau sinus sfenoid dan selula etmoidal posterior dll. Lubang saluran
dalam orbita, juga dapat melalui intrakranium, fisura orbitalis superior atau kanalis
menginfiltrasi celah parafaring, fosa intratemporal dan kelompok otot kunyah dll.
limfe leher dari kanker nasofaring terjadi secara dini. Lokasi metastasis kelenjar
limfe tersering ditemukan pada kelenjar limfe profunda leher atas di bawah otot
digastrik, yang kedua adalah kelenjar limfe leher profunda kelompok tengah dan
kelompok gejala yaitu gejala hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial dan
primer ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii
VI, saraf III, saraf IV, sedangkan saraf II paling akhir mengalami gangguan.
N IX: gangguan pengecapan yang terjadi pada sepertiga belakang lidah dan
jackson, dan jika mengenai seluruh saraf otak disebut sindrom unilateral serta
lain.
Untuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC (2002) dikutip
dari buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher Roezin
(2010).
Stadium 0 T1s N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T2a N0 M0
Stadium IIB T1 N2 M0
T2a N1 M0
T2b N0,N1 M0
Stadium III T1 N2 M0
T2a,T2b N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0
Stadium IVb semua T N3 M0
Stadium IVc semua T semua N M1
Keterangan :
T :Tumor
T0 :Tidak tampak tumor.
T1 :Tumor terbatas di nasofaring.
T2 :Tumor meluas kejaringan lunak.
T2a :Perluasan tumor ke orofaring dan/atau rongga hidung tanpa perluasan ke
parafaring (perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah
postero-lateral melebihi fasia faring-basiler.
T2b :Disertai perluasan ke parafaring.
T3 :Tumor menginvasi struktur tulang dan/ atau sinus paranasal.
T4 :Tumor dengan perluasan intracranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf
cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator.
N :Nembesaran kelenjar getah bening.
NX :Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai.
N0 :Tidak ada pembesaran.
N1 :Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar
kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraclavicular.
N2 :Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar
kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraclavicular.
N3 :Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar,
atau terletak dalam fossa supraclavikular.
N3a :Ukuran lebih dari 6 cm.
N3b :Di dalam fossa supraclavicular.
M :Metastasis.
MX :Metastasis jauh tidak dapat dinilai.
M0 :Tidak ada metastasis jauh.
M1 :Terdapat metastasis jauh.
3.1.9 Diagnosis Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring dapat ditegakkan diagnosisnya secara dini, untuk itu
harus melakukan hal-hal berikut ini:
a. Tingkat kewaspadaan, perhatikan keluhan utama pasien
Pasien dengan epistaksis aspirasi balik, hidung tersumbat menetap, tuli
unilateral, lymphadenopathy leher tak nyeri, cephalgia, ruda paksa saraf
kranial dengan kausa tak jelas, dengan keluhan lain harus diperiksa teliti
rongga nasofaringnya dengan nasofaringoskop indirek atau elektrik.
b. Pemeriksaan kelenar limfe leher
Perhatikan pemeriksaan kelenjar limfe rantai jugularis interna, rantai nervus
aksesorius dan rantai arteri vena transversalis koli apakah terdapat
pembesaran.
c. Pemeriksaan nasofaring
Nasofaring diperiksa dengan cara rinoskopi posterior, dengan atau tanpa
menggunakan kateter.
Rinoskopi posterior tanpa menggunakan kateter
Nasofaringoskopi indirek menggunakan kaca dan lampu khusus untuk
menilai nasofaring dan area yang dekat sekitarnya.
Pada pasien dewasa yang tidak sensitif, pemeriksaan ini dapat dilakukan.
Tumor yang tumbuh eksofitik dan sudah agak besar akan dapat tampak
dengan mudah.
Rinoskop posterior menggunakan kateter
Nasofaringoskopi direk, dokter menggunakan sebuah fibreoptic scope
( lentur, menerangi, tabung sempit yang dimasukkan ke rongga hidung
atau mulut) untuk menilai secara langsung lapisan nasofaring.
Dua buah kateter dimasukkan masing-masing kedalam rongga hidung
kanan dan kiri, setelah tampak di orofaring, uung katater tersebut dijepit
dengan pinset dan ditarik keluar selanjutnya disatukan dengan masing-
masing ujung kateter yang lainnya.
d. Pemeriksaan saraf kranial
Ditujukan pada kecurigaan paralisis otot mata, kelompok otot kunyah dan lidah
kadang perlu diperiksa berulang kali barulah ditemukan hasil positif .
e. Pencitraan
Computed tomography (CT) scan nasofaring
Makna klinis aplikasinya adalah: (1) membantu diagnosis; (2)
memastikan luas lesi, penetapan stadium secara akurat; (3) secara tepat
menetapkan zona target terapi; merancang medan radiasi; (4) memonitor
kondisi remisi tumor pasca terapi dan pemeriksaan tindak lanjut .
Chest x-ray
Jika pasien telah didiagnosa karsinoma nasofaring, foto polos x-ray dada
mungkin dilakukan untuk menilai penyebaran kanker ke paru .
Magnetic resonance imaging (MRI) scan
MRI memiliki resolusi yang baik terhadap jaringan lunak, dapat serentak
membuat potongan melintang, sagital koronal, sehingga lebih baik dari
CT. MRI selain dengan jelas memperlihatkan lapisan struktur nasofaring
dan luas lesi, juga dapat secara lebih dini menunjukkan infiltrasi ke tulang.
Dalam membedakan antara pasca fibrosis pasca radioterapi dan rekurensi
tumor, MRI juga lebih bermanfaat.
Foto tengkorak (AP, lateral, dasar tengkorak dan waters)
Untuk memastikan adanya destruksi pada tulang dasar tengkorak serta
adanya metastasis jauh.
Pencitraan tulang seluruh tubuh
Berguna untuk diagnosis kanker nasofaring dengan metastasis ke tulang,
lebih sensitif dibandingkan ronsen biasa atau CT, umumnya lebih dini 3-
6 bulan dibandingkan ronsen. Setelah dilakukan bone-scan, lesi umumnya
tampak tampak sebagai akumulasi radioaktivitas; sebagian kecil tampak
sebagai area defek radioaktivitas .
PET (Positron emission tomography)
Disebut juga pencitraan biokimia molekular metabolik in vivo. Pasien
akan menerima injeksi glukosa yang terdiri dari atom radioaktif. Jumlah
radioaktif yang digunakan sangat rendah. Karena sel kanker di dalam
tubuh bertumbuh dengan cepat, kanker mengabsorpsi sejumlah besar gula
radioaktif.
f. Biopsy nasofaring
Penghapusan sel atau jaringan sehingga dapat dilihat dibawah mikroskop oleh
patologi untuk memastiakan tanda-tanda kanker.
g. Pemeriksaan histopatologi
Telah disetujui oleh WHO bahwa hanya ada 3 bentuk karsinoma (epidermoid)
pada nasofaring yaitu karsinoma sel skuamosa (berkeratinisasi), karsinoma
tidak berkeratinisasi dan karsinoma tidak berdiferensiasi.
h. Pemeriksaan serologis EBV
Bagi salah satu kondisi berikut ini dapat dianggap memiliki risiko tinggi
kanker nasofaring:
Titer antibodi (Viral Capsid Antigens-Imunoglobulin A) VCA-IgA >=
1:80;
Dari penelitian pemeriksaan VCA-IgA, (Early Antigen-Imunoglobulin)
EA-IgA dan EBV-DNAseAb, dua diantara tiga indikator tersebut positif.
Dari tiga indikator pemeriksaan diatas, salah satu menunjukkan titer yang
tinggi kontinu atau terus meningkat.
3.2 Nervus Cranialis
3.2.1 Anatomi Fisiologi Nervus Kranialis
12 pasang saraf cranial muncul dari berbagai bagian batang otak.
Beberapa saraf cranial hanya tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian
1. Nervus Olfaktorius ( N I )
2. Nervus Optikus ( N II )
Merupakan saraf sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina dibawa
ke badan sel akson yang membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar
dari bola mata pada bintik buta dan masuk ke rongga cranial melaui
pada sisi lateral nuclei genikulasi thalamus dan menonjol ke atas sampai
motorik. Neuron motorik berasal dari otak tengah dan membawa impuls
ke seluruh otot bola mata (kecuali otot oblik superior dan rektus lateral),
ke otot yang membuka kelopak mata dan ke otot polos tertentu pada
Adalah saraf gabungan , tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik
dan merupakan saraf terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal
dari langit-langit otak tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior
5. Nervus Trigeminus ( N V )
terdiri dari saraf sensorik. Bagian ini membentuk saraf sensorik utama
kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia
1.) Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak mata, bola mata,
kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi serta
kepala.
2.) Cabang maksilar membawa informasi dari kulit wajah, rongga oral
6. Nervus Abdusen ( N VI )
motorik. Neuron motorik berasal dari sebuah nucleus pada pons yang
menginervasi otot rektus lateral mata. Serabut sensorik membawa pesan
Neuron ini menginervasi otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata
Hanya terdiri dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi. Cabang koklear
orientasi kepala terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada
telinga dalam.
9. Nervus Glosofaringeal ( N IX )
menginervasi otot untuk wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid.
sepertiga bagian posterior lidah dan sensasi umum dari faring dan laring
motorik. Neuron motorik berasal dari dua area : bagian cranial berawal
dari medulla dan menginervasi otot volunteer faring dan laring, bagian
informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf motorik ;
motorik. Neuron motorik berawal dari medulla dan mensuplai otot lidah.
pendengaran.
gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung
ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga
dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-
lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita
radang.
(diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul
Pada laporan ini diajukan kasus penderita laki-laki berusia 53 tahun yang
datang ke IGD RSML dengan keluhan utama penurunan kesadaran. Keluhan
tersebut disertai dengan kelemahan kaki sebelah kanan serta parese pada nervus
VIII sinistra dan parese N XII dekstra. Dari riwayat anamnesis pasien memiliki
riwayat stroke 9 tahun yang lalu, hipertensi 10 tahun, dan diabetes mellitus
disangkal.
Pada pemeriksaan umum yang dilakukan saat pasien datang ke IGD
didapatkan GCS 356, tekanan darah 125/53, Nadi 75 x / menit, RR 25 x / menit
0
temp 36,4 C. Tidak didapatkan tanda-tanda anemis maupun ikterik pada
konjungtiva dan sklera juga pada pemeriksaan leher, thorax, abdomen dan
extrimitas dalam batas normal. Pada peneriksaan neurologis di IGD didapatkan
tanda meningeal sign negatif sedangkan pemeriksaan motorik kekuatan otot
ekstremitas atas 4/5 dan ekstremitas bawah 4/5 dan sensorik dalam batas normal.
Pasien juga terdapat gangguan pada nervus VIII sinistra dan parese nervus XII
dekstra.
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
kelompok gejala yaitu gejala hidung, telinga, keterlibatan saraf kranial dan
pembesaran kelenjar limfa leher. Gejala neurologis akibat penjalaran tumor primer
ke atas melalui foramen laserum dan ovale sepanjang fosa kranii medial sehingga
mengenai saraf cranial anterior berturut-turut yaitu saraf VI, saraf III, saraf IV,
parese saraf V. Sedangkan penjalaran yang mengenai saraf cranial posterior yaitu
saraf VII sampai XII dan cabang saraf simpatikus servikalis yang menimbulkan
sindroma Horner.
DAFTAR PUSTAKA