Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN KASUS

Spondylitis TB

OLEH :
Elbert Kow XC064191016

RESIDEN PEMBIMBING:
dr. Yulinda

DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2020
DEPARTEMEN NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN

STATUS NEUROLOGI
No. Status : ..........
No.Register RSWS/RSP/RSLB/RSIS/RSIF :

Nama : Ny. X Tgl. Pemeriksaan :


Umur : 45 tahun Oleh asisten/dr.bangsal :
Kelamin : Perempuan Bangsal/kamar :
Pekerjaan : Buruh pabrik Masuk RS. Tgl………...........jam....
HP : 081394223585 Keluar RS. Tgl......………….jam.....
Alamat : Jalan Tamalanrea no.99, BTP Meninggal Tgl......………….jam.....

DIAGNOSA MASUK : Susp. Spondylitis TB


DIAGNOSA KELUAR : Code :

I. ANAMNESE :
1. Keluhan utama : sulit berjalan karena lemah kedua tungkai

2. Anamnese terpimpin :
- Informasi mengenai keluhan utama

Seorang wanita 45 tahun, dating ke IGD dengan keluhan sulit berjalan karena lemah kedua
tungkai yang dialami sejak 1 bulan lalu dan memberat sejak 1 minggu terakhir. Pasien juga
mengeluhkan nyeri punggung belakang, dan BAB dan BAK suka tidak terasa.

- Informasi riwayat penyakit terdahulu (penyakit yang mungkin mendasari KU dan penyakit-
penyakit yang pernah diderita)

Pasien memiliki riwayat demam hilang timbul selama 6 bulan terakir. Pasien memiliki riwayat
konsumsi OAT selama 1.5 bulan. Pasien memiliki penurunan berat badan keitar 15 kg

- Anamnese sistimatis :

- Anamnese tentang pekerjaan/keluarga/hobbi dan sebagainya

1
II. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan Umum
- Kesan : Sakit Berat - Tensi : 115/85 mmHg - Anemi : (-)
- Kesadaran : Compos mentis - Nadi : 78x/ menit - Ikterus : (-)
- Gizi : Gizi baik (23.4) - Suhu : 37.8 C - Sianose : (-)
- NPRS : 5-6 - Pernafasan : 18x/menit
TORAKS : - Inspeksi : dalam batas normal
- Palpasi : dalam batas normal
* Paru-paru : - Perkusi : dalam batas normal
- Auskultasi : dalam batas normal
* Jantung : - Perkusi : dalam batas normal
- Auskultasi : dalam batas normal
ABDOMEN : - Inspeksi : dalam batas normal
- Palpasi/Perkusi : Lemas/tegang : lemas
Hepar : dalam batas normal
Lien : dalam batas normal
Pemeriksaan Psikiatris : tidak dilakukan
- Emosi dan effek : - Penyerapan :
- Proses berfikir : - Kemauan :
- Kecerdasan : - Psikomotor :

Status Neurologis : G C S = E4 M6 V5
1. Kepala : - Posisi : dalam batas normal - Bentuk/ukuran : normocephal
- Penonjolan : dalam batas normal - Auskultasi : dalam batas normal
2. Urat saraf kranial :
- N.I (olfaktorius) : Normal
- N.II (optikus) : OD OS
- Ketajaman penglihatan Baik Baik
- Lapangan penglihatan Baik Baik
- Funduskopi Baik Baik
- N.III, IV, VI
- Celah kelopak mata
- ptosis (-)
- exoftalmus (-)
- Ptosis bola mata (-)
- Pupil :-ukuran/bentuk bundar/2.5mm bundar/2.5mm
- isokor/anisokor isokor isokor
- Refleks cahaya langsung/
tak langsung (+)/(+) (+)/(+)
- refleks akomodasi Sulit dinilai
-Gerakan bola mata :
- Parese kearah (-)
2
- Nistagmus (-)

- N.V (Trigeminus) :
* Sensibilitas : - N.V1 : Baik
- N.V2 : Baik
- N.V3 : Baik
* Motorik : Inspeksi/palpasi : Baik
(istirahat/menggigit)
* Refleks dagu/masseter : Baik
* Refleks cornea : Baik
- N.VII (Facialis) :
* Motorik : m. frontalis m.orbik.okuli m.orbik.oris
- Istirahat : Baik
- gerakan mimik : Baik
* Pengecap 2/3 lidah bagian depan : Tidak dilakukan
- N.VIII (Auskultasi) :
* pendengaran : normal
* Test rinne/weber : normal
* Fungsi vestibularis : normal
- N.IX/X (Glossopharingeus/vagus) :
* Posisi arkus pharinks (istirahat/AAH) : normal
* Refleks telan/Muntah : normal
* Pengecap 1/3 lidah bahagian belakang : normal
*Suara : normal
* Takhikardi/bardikardi : normal
- N.XI (Accecorius) :
* Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : normal
* Angkat bahu : normal
- N.XII (Hypogosus) :
* Deviasi lidah : (-)
* Fasciculasi : (-)
* Atrofi : (-)
* Tremor : (-)
* Ataxia : (-)
3. L e h e r :
* Tanda-tanda perangsangan selaput otak : - kuduk kaku : negatif
- Kernig's sign : negatif
* Kelenjar lymphe : dalam batas normal
* Arteri karotis : palpasi : dalam batas normal
auskultasi : dalam batas normal
* Kelenjar gondok : dalam batas normal
4. A b d o m e n :
* Refleks kulit dinding perut : dalam batas normal
5. Kolumna vertebralis :
- Inspeksi : ditemukan Gibbus pada daerah torakal - Palpasi : Hipestesi hinggal Th 5
- Pergerakan : menurun - Perkusi : dalam batas normal
3
6. Ekstremitas : Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
- Motorik :
* Pergerakan normal normal menurun menurun
* Kekuatan 5 5 3 2
* Tonus otot normotonus normotonus meningkat meningkat
* Bentuk otot normal normal
- Otot yang terganggu :
- Refleks fisiologik :
* Biceps + + KPR +- ++
* Tripes + + APR +- ++
* Radius + +
* Ulna + +
- Klonus :
lutut : - -
Kaki : - -
- Refleks patologik :
* Hoffmann - Tromner: - - Babinski: + +
Chaddock: Tidak Dilakukan
Gordon: Tidak Dilakukan
Schaefer: Tidak Dilakukan
Oppenheim: Tidak Dilakukan
- Tropik -
- Sensibilitas :
* ekstroseptif :
- nyeri - - - -
- suhu - - - -
- rasa raba halus - - - -
* proprioseptif : Tidak dapat dilakukan
- rasa sikap …........... ……........ ……........ .......……..
- rasa nyeri dalam …........... ……........ ……........ .......……..
* Fungsi kortikal : Tidak dapat dilakukan
- rasa diskriminasi …........... ……........ ……........ .......……..
- stereognosis …........... ……........ ……........ .......……..
7. Pergerakan abnormal yang spontan : (-)
8. Gangguan koordinasi : Tidak dilakukan
- test jari hidung : - test tumit :
- test pronasi-supinasi : - test pegang jari :
9. Gangguan keseimbangan: Tidak dilakukan
- test Romberg :

4
10. G a i t : Sulit Dinilai

11. Pemeriksaan fungsi luhur : Tidak dilakukan


- Memori : - Fungsi Eksekutif :
- Fungsi Bahasa : - fungsi psikomotorik (praksia) :
- Visuospasial : - Kalkulasi :
- Gnosis :
12. Autonom : BAB dan BAK sering tidak terasa

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM :


- Darah : -

- Urine :-

- Liquor cerebrospinalis :-

IV. PEMERIKSAAN RADIOLOGIK dan PEMERIKSAAN LAIN-LAIN.

V. R E S U M E

Ny. X datang ke IGD rumah sakit dengan keluhan sulit berjalan karena lemahnya ekstremitas bawah.
Kelemahan dirasakan sejak sebulan yang lalu dan memberat dalam satu minggu terakhir, disertai nyeri
(NPRS:5-6) pada bagian punggung. Pasien memiliki riwayat demam hilang timbul selama 6 bulan, dan
pasien mengkonsumsi OAT selama 1,5 bulan terakhir. Pasien juga memiliki riwayat penurunan berat
badan 15kg dalam beberapa bulan terakhir.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien compos mentis dengan GCS E4M6V5. Pasien
memiliki penurunan pergerakan pada ekstremitas bawah, juga mengalami penurunan kekuatan motorik
pada ekstremitias bawah (D:3, S:2), kesan paraparesis. Pasien memiliki peningkatan tonus apda kedua
ekstremitas bawah. dengan reflex fisiologis mengalami penurunan pada ekstremitas bawah dextra dan
peningkatan pada extremitas bawah sinistra. Fungsi sensorik ekstremitas bawah pasien terganggu,
dengan hipestesi dari akral hingga setinggi dermatom Th 5-6, babinski (+) dextra dan sinistra.
Ditemukan gibbus pada inspeksi daerah torakal. Fungsi autonom terganggu, pasien mengeluhkan BAB
dan BAK kadang tidak terasa.

5
VI. D I A G N O S A
Kalau dapat ditetapkan :
- Diagnosis Klinis : Paraparese UMN
- Topis : medulla spinalis setinggi dermatom Th 5-6
- Etiologis : Suspect Spondylitis TB

VII. DIAGNOSA BANDING :

Tumor Spinal

VIII. T H E R A P I :

Therapi:
➢ Stabilisasi hemodinamik (NaCl 0.9% 20tpm)
➢ Pemasangan urinary catheter
➢ Mecobalamin 500mcg/8jam/oral
➢ Paracetamol 500mg/8jam/oral
➢ Lanjutkan terapi OAT
(Ubah jika hasil TCM menunjukkan resistensi obat)
➢ Ketorolak 10mg/4-6 jam (jika diperlukan)

Planning
➢ Konsul Departemen Neurologi
➢ Pemeriksaan gula darah sementara
➢ Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit
➢ Pemeriksaan TCM TB (untuk cek resistensi obat)
➢ Foto polos thorax
➢ Foto CV thoracal / MRI CV Thoracal (jika ada fasilitas)

IX. P R O G N O S A :
- Qua ad vitam : dubia ad bonam
- Qua ad functionam : dubia ad bonam
- Qua ad sanationem : dubia ad bonam

6
Tinjauan Pustaka

A. Definisi

Spondylitis TB atau bisa juga disebut “Pott’s Disease” adalah infeksi tuberkulosis yang

mempengaruhi satu atu lebih vertebra, yang pertamakali di deskripsikan oleh Pervical

Pott.1 Spondylitis TB adalah bentuk TB muskuloskeletal yang paling berbahaya kaerna

dapat menyebabkan kerusakan tulang, deformitas tulang, dan paraplegia. 1,2

B. Epidemiologi

Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di dunia sampai saat ini. Pada tahun

2012 WHO memperkirakan ada 8.6 juta kasus TB di dunia, dengan 13 persen kasus disertai

HIV. Di indonesia sendiri diperkirakan angka prevalensi tuberkulosis mencapai 647 kasus

per 100,000 penduduk, dengan 10 persen dari itu merupakan manifestasi tuberkulosis

extraparu, dan separuhnya adalah spondilitis TB. 3,4

Penyakit ini lebih sering terjadi pada pria, dengan perbandingan kasus 1.5-2:1.

Spondylitis TB banyak terjadi pada usia dewasa di negara negara maju sperti Amerika,

sedangkan di negara negar kurang berkembang Spondylitis TB lebih banyak dilaporkan

pada dewasa muda, dam predominan pada anak-anak menjelang remaja (15 tahun).Angka

kejadian Spondylitis TB lebih tinggi pada penderita HIV, tetapi gejala klinis yang muncul

sama dengan pasien negatif HIV. Angka insiden Spondylitis TB 500 kali lebih tinggi pada

pasien penderita HIV. Pada tahun 2015, data dari RSUD Dr. Doetomo menunjukkan

jumlah penderita Tuberkulosis sebanyak 1047 kasus dengan 74 (39 laki-laki, 35

perempuan) diantaranya menderita Spondylitis TB. 2,5,6


Vertebra torakal dan lumbosakral adlaha yang paling sering terlibat pada

Spondylitis TB. Dengan angka insiden 40-50% untuk vertebra torakal bawah, diikuti

dengan 35-45% vertebra lumbal, dan sekitar 10% pada vertebra servikal. 4,6

C. Etiologi

Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis, yang

berbentuk batang dan bersifat tahan asam, sehingga seing dikenal dengan basil tahan asam

(BTA). Sebagian besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan

menyebabkan TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ

tubuh lainnya seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ organ ekstraparu lainnya. 7

D. Patofisiologi

Spondylitis TB biasanya hasil dari infeksi yang berasal dari extraspinal, dan yang

menyebar secara hematogen. Spondylitis TB bermanifestasi sebagai kombinasi dari

osteomyelitis dan arthritis dan biasanya menyerang lebih dari satu vertebra. Daerah

anterior dari vertebra yang berdekatan dengan lempeng subkondral adalah yang biasanya

terpengaruh. Infeksi kemudian dapat menyebar ke diskus intervertebralis yang berdekatan.

Padda orang dewasa, penyakit pada diskus disebabkan oleh penyebaran dari vertebra,

sedangkan pada anak-anak bisa infeksi umumnya langsung terjadi pada diskus, karena

banyaknya vaskularisasi.8

Deformitas kyphotic terjadi karena kolapsnya anterior vertebra. Lesi pada vertebra

torakal lebih sering menyebabkan terjadinya kyphosis dibandingkan lesi pada vertebra

lubosacral. Abses dingin dapat terjadi jika infeksi meluas ke ligamen dan jaringan lunak
skitar yang berdekatan. Kerusakan tulang yang progresif menyebabkan kolapsnya tulang

belakang dan kyphosis. Ruang spinal kemudian dapat juga dipersempit oleh abses, jaringan

granulasi, atau invasi langsung pada dura, yang menyebabkan kompresi medula spinalis

dan defisit neurologis. 8

Defisit neurologis yang disebabkan oleh kompresi extradural medula spinalis dan

radiks terjadi akibat banyak proses: 6,9

1. Penyempitan kanal spinalis oleh abses paravertebral

2. Subluksasi sendi faset patologis

3. Jaringan granulasi

4. Vaskulitis, trombosis arteri atau vena spinalis

5. Kolaps vertebra

6. Abses epidural

7. Atau invasi dura secara langsung

E. Gejala Klinis

Gejala-gejala klinis yang terjadi pada stroke Spondylitis TB dapat berupa: 6,10

- Malaise

- Penurunan berat badan

- Keringat malam

- Kenaikan suhu di sore hari

- Nyeri punggung belakang dan kaku saat bergerak

- Spasme otot disekitar paraspinal yang melibatkan otot di sekeliling vertebra

- Penurunan funsi motorik

- Penurunan fungsi sensorik


F. Diagnosis

Diagnosis Spondylitis TB dini sulit ditegakkan dan sering disalahartikan sebagai tumor
spinal atau spondilitis piogenik lainnya. Diagnosis biasanya baru dapat ditegakkan saat
sudah terjadi deformitas tulang dan defisit neurologis, yaitu pada stadium lanjut. Gejala
Spondylitis TB dan TB sendi yang tidak spesifik secara klinis membuat seringnya
terjadinya keterlambatan diagnosis yang signifikan, sehingga destruksi tulang sudah
terjadi.11

Pemeriksaan radiologis sangat membantu dalam menemukan tuberkulosis


extraparu, utamanya pada kasus Spondylitis TB. Hanya 50 persen denga tuberkulosis
tulang dan sendi didapatkan gambaran infeksi TB pada foto polosnya. Pada fase awal, lesi
osteolitik akan tampak pada aterior badan vertebra dan juga osteoporosis regional.
Kerusakan diskus dapat terlihat dengan menyempitnya ruang diskus intervertebralis.
Pembengkakan jaringan lunak sekitarnya akan memberikan gambaran fusiformis. Pada
fase lanjut, angulasi kifotik (Gibbus) akan nampak dikarenakan kerusakan bagian anterior
yang semakin memberat.12

CT scan juga dapat digunakan untuk diagnosis tuberculosis tulkang, CT terutama


bermanfaat untuk memvisualisasi region torakal dan keterlibatan dari iga yang pada foto
polos sulit dilihat. Modalitas terbaik untuk Spondylitis TB adalah MRI, karena lebih
sensitif dari x ray dan CT. Jaringan lunak, dan keterlibatan diskus akan tampak jelas pada
MRI sehingga memiliki spesifisitas yang lebih besar. Dibandingkan metode konvensional
lainnya MRI juga dapat menampilkan diagnosis 4-6 bualn lebih awal. 13, 14

Pada spondilitis TB, pewarnaan tahan asam dan kultur kurang sensitif
dibandingkan pada sampel pernafasan. Nucleic acid amplification assay (NAA)
memainkan peran penting dalam diagnosis. Pada pemeriksaan hematologis pada umumnya
ditemukan anemia normokrom mormositik, trombositosis, peningkatan laju endap darah,
tapi hasil hematologi ini kurang spesifik dalam menunjukkan adanya infeksi radang kronis
granulomatosa TB. 14
G. Penatalaksanaan

- Terapi Medikamentosa 7

Penatalaksanaan medikamentosa spondylitis TB pada umumnya sama seperti TB paru

1. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap ini adalah dimaksudkan

untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman yang ada dalam tubuh pasien dan

meminimalisir pengaruh dari sebagian kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak

sebelum pasien mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien

baru, harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara teratur

dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun setelah pengobatan

selama 2 minggu pertama.

2. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman yang masih ada dalam

tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien dapat sembuh dan mencegah

terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan selama 4 bulan. Pada fase lanjutan

seharusnya obat diberikan setiap hari.

Dosis rekomendasi OAT lini pertama untuk dewasa


Pasien yang termasuk kategori kasus baru akan menerima pengobatan selama 6

bulan dengan regimen (2RHZE/4RH). Sedangkan untuk pasien dengan kasus pengobatan

ulang tanpan disertai resistensi obat, diberika pengobatan selama setidaknya 8 bulan

dengan regimen (2RHZES/1RHZE/5RHE). Untuk kasus spondylitis TB pada umumnya

fase lanjutan diberikan hingga 7-10 bulan.

- Terapi Operatif

Saat ini terapi bedah relatif ditinggalkan dan digantikan dengan OAT sebagai terapi

utama. Beberapa indikasi secara umum yaitu apabila adanya defisit neurologis akut

seperti paraplegia atau paraparesis, deformitas tulang belakang yang tidak stabil atau

disertai nyeri seperti adanya kifosis, tidak ada respons dari terapi OAT selama 4

minggu, abses yang luas, nyeri berat karena kompresi abses. Untuk pasien dengan

rencana operasi OAT dikonsumsi minimal 10 hari sebelum operasi. 14


Daftar Pustaka

1. Global Tuberculosis Report 2014. World Health Organization, 2014.

2. Williams A, Hussell T, Lloyd C. Immunology: mucosal and body surface defences.

Chichester, West Sussex; Hoboken, NJ: Wiley-Blackwell; 2012. xvii, p. 80.

3. Tjärnlund A. Does IgA play a role in protection against pulmonary tuberculosis? Sweden:

Stockholm University; 2005.

4. Abebe F, Bjune G. The protective role of antibody responses during Mycobacterium

tuberculosis infection. Clinical and experimental immunology. 2009; 157(2): 235–43.

5. Linden SK, Sutton P, Karlsson NG, Korolik V, McGuckin MA. Mucins in the mucosal

barrier to infection. Mucosal immunology. 2008; 1(3): 183–97.

6. Linden SK, Sutton P, Karlsson NG, Korolik V, McGuckin MA. Mucins in the mucosal

barrier to infection. Mucosal immunology. 2008; 1(3): 183–97.

7. Lillehoj ER, Kim KC. Airway mucus: its components and function. Archives of pharmacal

research. 2002; 25(6): 770–80.

8. KMK No Nomor Hk.01.07/Menkes/755/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan

Kedokteran Tata Laksana Tuberkulosis. 2019. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.

9. Jose A Hidalgo, MD. Pott Disease (Tuberculous (TB) Spondylitis). Accessed July 16,

2020. https://emedicine.medscape.com/article/226141-overview

10. de Larrea CF, de Waard JH, Giampietro F, Araujo Z. The secretory immunoglobulin A

response to Mycobacterium tuberculosis in a childhood population. Revista da Sociedade

Brasileira de Medicina Tropical. 2006; 39(5): 456–61.

11. Flynn JL. Immunology of tuberculosis and implications in vaccine development.

Tuberculosis. 2004; 84(1–2): 93–101.


12. Reljic R, Sibley L, Huang JM, Pepponi I, Hoppe A, Hong HA, et al. Mucosal vaccination

against tuberculosis using inert bioparticles. Infect Immun. 2013; 81(11): 4071–80.

13. Mayer AK, Dalpke AH. Regulation of local immunity by airway epithelial cells.

Archivum immunologiae et therapiae experimentalis. 2007; 55(6): 353–62.

14. Kusmiati T, Narendrani HP. POTT’S DISEASE. Jurnal Respirasi, 2016;2 (23): 99-109.

Anda mungkin juga menyukai