FAKULTAS KEDOKTERAN
9 Februari 2018
UNIV. AL-KHAIRAAT PALU
Disusun Oleh:
Pembimbing:
dr. Magdalena S. Sp.S
SKENARIO
Seorang laki-laki berusia 20 tahun masuk RS dengan keluhan lemah kedua
tungkai kurang lebih 2 minggu. Sebelumnya pasien pernah jatuh terduduk di
kamar mandi 2 bulan lalu karena terpeleset dan bagian punggung terbentur kloset.
Kepala tidak terbentur. Pusing (-) mual (-) muntah (-) demam (-). Setelah terjatuh,
pasien mulai merasakan kedua tungkainya berat dan tebal lama kelamaan tidak
bisa bergerak. Pasien juga mengeluh nyeri punggung kanan. Setelah terjatuh
pasien mengeluh sulit BAK. Tapi sekarang BAK lancar. BAB biasa
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum: sakit sedang
Gizi: baik
Kesadaran: compos mentis
Tanda-tanda vital:
Tekanan darah: 120/80 mmHg
Nadi: 78 x/menit
Suhu: 36
Pernapasan: 20 x/menit
Dada :
Paru-paru :
- Inspeksi : Simetris kiri dan kanan, Retraksi dinding dada (-)
- Palpasi : Vocal premitus sama pada dada kanan dan kiri, nyeri
tekan (-),
krepitasi (-), massa (-)
- Perkusi : Sonor kedua lapang paru
- Auskultasi : Vesikuler +/+, Rh -/- Wh -/-
Jantung :
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : batas jantung normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II regular, bising (-)
-
Perut :
- Inspeksi : Kesan cembung
- Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
- Perkusi : Timpani (+)
- Palpasi : Tidak ada nyeri tekan. Hepatomegali (-) splenomegali (-)
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
GCS: Tgl 6/2/17: E4M6V5
1. Kepala:
o Penonjolan: tidak ada penonjoan
2. N. cranialis:
o N. Olfactorius (I): normosmia
o N.Optikus:
Ketajaman penglihatan: 6/6 (OD) 6/6 (OS)
Lapangan penglihatan: sulit dinilai
N. Occulomotoris:
Ptosis: tidak ada
Exopthalmus: tidak ada
Pupil: ukuran: 2 mm/ bulat 2 mm/bulat
Isokor/anisokor: isokor
Reflex cahaya langsung/ tidak langsung: +/+
Reflex akomodasi: + +
Gerakan bola mata:
Parese kearah - -
Nistagmus - -
N. V (trigeminus):
o Sensibilitas: N.V1: N/N
N.V2: N/N
N.V3: N/N
o Motorik: Inspeksi: normal
N. VII:
o Motorik: M. Frontalis M. orbik.okuli M. orbik. Oris
Istirahat: simetris simetris simetris
Gerakan mimic: simetris simetris simetris
o Pengecap 2/3 lidah bagian depan: normal
N. VIII:
o Pendengaran:normal
o Tes bisik : +
o Tes rinne: tidak dilakukan pemeriksaan
o Test schwabach: tidak dilakukan pemeriksaan
o Tes weber: tidak dilakukan pemeriksaan
N. IX/X: (Glossopharingeus/vagus):
o Posisi arkus pharinks: simetris
o Reflex telan/muntah: tidak dilakukan pemeriksaan
o Pengecap 1/3 lidah bagian belakang: tidak dilakukan pemeriksaan
o Fonasi: normal
o Takikardi/bradikardi: normal
N. XI:
o Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan: normal
o Angkat bahu: normal
N.XII:
o Deviasi lidah: tidak ada
o Fasciculasi: tidak ada
o Atrofi: tidak ada
o Tremor: tidak ada
o Ataxia: tidak ada
3. Leher:
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
o Kaku kuduk: -
o Kernig’s sign: -
Arteri karotis:
o Palpasi: teraba
o Auskultasi:tidak ada bruit
Kelenjar gondok: dalam batas normal
4. Abdomen:
Reflex kulit dinding perut: +
5. Kolumna vertebralis: sulit dinilai
6. Ekstremitas:
Superior Inferior
D S D S
Motorik:
Pergerakan B B T T
Kekuatan 5 5 3 3
Tonus otot N N
Bentuk otot eutori eutrofi eutrofi eutrofi
Reflex fisiologi
1. Biceps ++ ++
2. Triceps ++ ++
3. Patella +++ +++
4. Achilles +++ +++
Klonus: Lutut: -/-
Kaki: +/+
Reflex patologis:
1. Hoffman: -/-
2. Tromner: -/-
3. Babinski: -/-
4. Chaddock: -/-
5. Gordon: -/-
6. Schaefer: -/-
7. Oppenheim:-/-
Sensibilitas:
o Ekstroseptif
Nyeri: sulit dinilai
Suhu: sulit dinilai
Rasa raba halus: sulit dinilai
o Propioseptif
Rasa sikap: sulit dinilai
Rasa nyeri dalam: sulit dinilai
o Fungsi Kortikal Luhur: sulit dinilai
7. Terdapat pergerakan abnormal yang spontan: tidak ada
8. Gangguan koordinasi: normal
9. Gangguan keseimbangan: tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN PENUNJANG
- LABORATORIUM
• GDS: 83 mg/dL
• K: 3,29 mg/dL
• Na: 134 mg/dL
• Cl: 94 mg/dL
• WBC 10,2
• RBC 4.3
• HB 10,8
• PLT 415
- RADIOLOGI
KATA KUNCI
- Laki-laki
- 20 tahun
- Lemah kedua tungkai
- Riwayat jatuh terduduk 2 bln lalu
- Punggung mengenai kloset
- Kepala tidak terbentur
- Demam (-), pusing (-), mual (-) muntah (-)
- Kedua tungkai berat lama kelamaan tidak bisa bergerak
- BAK tidak lancar setelah terjatuh, tapi sekarang membaik
PERTANYAAN
1. Jelaskan anatomi pada kasus yang terkait?
2. Definisi paraparese?
3. Sebutkan klasifikasi paraparese?
4. Patofisiologi dari paraparese?
5. Jelaskan definisi, klasifikasi dari trauma medulla spinalis?
6. Manifestasi klinis dari lesi traumatic?
7. Bagaimana penatalaksanan trauma medulla spinalis?
8. Jelaskan komplikasi trauma medulla spinalis?
9. Bagaimana prognosis pasien dengan trauma medulla spinalis?
10. Tujuan pengobatan pada trauma medulla spinalis?
11. Diagnosis banding pada kasus?
JAWABAN
1. Anatomi 1,2,3
Upper Motor Neuron (UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari
korteks motorik serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-
sarafnya ada di dalam sistem saraf pusat. Lower motor neuron (LMN) adalah
neuron-neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat
sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi dan
berakhir di otot rangka. Berkas UMN bagian medial, dibatang otak akan saling
menyilang. Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan pada sisi yang
sama sampai berkas lateral ini tiba di 9edulla spinalis. Di segmen 9edulla
spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN. Berkas tersebut akan
menyilang. Dengan demikian seluruh impuls motorik otot rangka akan
menyilang, sehingga kerusakan UMN diatas batang otak akan menimbulkan
kelumpuhan pada otot-otot sisi yang berlawanan.
Medula spinalis berfungsi sebagai pusat refleks spinal dan juga sebagai jaras
konduksi impuls dari atau ke otak. Medula spinalis merupakan perpanjangan dari
otak dalam menginervasi bagian bawah dari tubuh, karenanya komposisi medula
spinalis mirip otak yaitu terdiri dari substansia alba (serabut saraf bermielin)
dengan bagian dalam terdiri dari substansia grisea (jaringan saraf tak bermielin).
Substansia alba berfungsi sebagai jaras konduksi impuls aferen dan eferen antara
berbagai tingkat medulla spinalis dan otak. Substansia grisea merupakan tempat
integrasi refleks-refleks spinal. Medula spinalis dimulai dari akhir medula
oblongata di foramen magnum di bagian atas dan diteruskan pada bagian
bawahnya sebagai conus medullaris, kira-kira pada level T12-L1. Selanjutnya
diteruskan ke distal sebagai kauda equine (dibokong) yang lebih tahan terhadap
cedera. Pada setiap level akan keluar serabut syaraf yang disebut nerve root.
Lintasan traktus medulla spinalis terdiri dari traktus ascendens dan traktus
descendens. Traktus ascendens membawa informasi sensorik ke SSP dan dapat
berjalan ke bagian-bagian medulla spinalis dan otak. Traktus spinotalamikus
lateralis merupakan suatu traktus ascendens penting, yang membawa serabut-
serabut untuk jaras nyeri dan suhu. Jaras untuk raba halus, propiosepsi sadar, dan
getar mempunyai serabut-serabut yang membentuk kolumna dorsalis substansia
alba medulla spinalis. Impuls dari berbagai bagian otak yang menuju neuron-
neuron motorik batang otak dan medulla spinalis disebut traktus descendens.
Traktus kortikospinalis lateralis dan ventralis merupakan jaras motorik voluntar
dalam medulla spinalis. Traktus asosiatif merupakan traktus ascendens atau
descendens yang pendek; misalnya, traktus ini dapat hanya berjalan antara
beberapa segmen medula spinalis, sehingga disebut juga traktus intersegmental.
Traktus Somatosensorik Medulla Spinalis
Struktur somatosensori medulla spinalis dibagi menjadi 3, yaitu jaras lemniscus
bagian dorsal columna-medial (pengaturan sentuhan/proprioseptif/getaran), jaras
spinoserebelaris anterior posterior, dan sistem spinotalamikkus anterolateral
(pengaturan nyeri/temperatur). Ketiga jaras sensorik ini memiliki 3 neuron yang
berbeda untuk bekerja. Neuron-neuron ini terbagi menjadi neuron sensorik primer,
sekunder, dan tersier.
Traktus Lemniskus Dorsal Columna Medial
Pada jaras lemniscus bagian dorsal columna medial, akson neuron
primernya memasuki medulla spinalis dan menuju ke bagian dorsal dari kolumna.
Akson-akson pada medulla spinalis dibawah T6 akan memasuki jaras fasciculus
grasilis, sebaliknya bila akson terdapat setinggi T6 atau diatasnya, maka akan
memasuki jaras fasciculus cuneatus yang terletak di bagian lateral fasciculus
grasilis.
Traktus Spinoserebelaris
Traktus yang ketiga yang mengatur sistem somatosensorik adalah traktus
spinoserebelaris posterior dan anterior. Beberapa impuls aferen yang timbul di
organ sistem muskuloskeletal (otot, tendon dan sendi) berjalan melalui traktus
spinoserebelaris ke organ keseimbangan dan koordinasi, serebelum. Ada dua
traktus pada setiap sisi medulla spinalis, satu di bagian anterior dan satu lagi di
bagian posterior.
Pada traktus spinoserebelaris posterior, neuron primer menghantarkan impuls
dari spindel otot dan organ tendon. Setelah memasuki medulla spinalis, beberapa
serabut kolateral ini langsung membuat sinaps dengan neuron motorik yang besar
di kornu anterius medulla spinalis. Serabut kolateral lain yang muncul setingkat
vertebra torakal, lumbal, dan sakral berakhir di nukleus berbentuk tabung yang
terdapat di dasar kornu posterius setinggi vertebra C8-L2, dan memiliki nama
yang bervariasi, antara lain kolumna sel intermediolateralis, nukleus torasikus,
kolumna Clarke, dan nukleus Stilling. Neuron pasca-sinaps kedua dengan badan
sel yang terletak di nukleus ini merupakan asal traktus spinoserebelaris posterior.
Traktus spinoserebelaris posterior berjalan ke atas di dalam medulla spinalis sisi
ipsilateral di bagian posterior funikulus laterlis dan kemudian berjalan melalui
pedunkulus serebelaris inferior ke vermis cereberi. Serabut aferen yang muncul
setingkat servikal berjalan di dalam fasikulus kuneatus untuk membuat sinaps
dengan neuron kedua yang sesuai di nukleus kuneatus dan kemudian berjalan naik
ke serebelum.
Traktus spinoserebelaris anterior memiliki serabut aferen primer yang
memasuki medula spinalis membentuk sinaps dengan neuron funikularis di kornu
posterius dan di bagian sentral substansia grisea medula spinalis. Neuron kedua
ini, yang ditemukan setingkat segmen vertebra lumbalis bawah, merupakan sel
asal traktus spinosereblaris anterior, yang berjalan naik di dalam medula spinalis
baik di sisi ipsilateral maupun kontralateral dan berakhir di serebelum. Kebalikan
dengan traktus spinoserebelaris posterior, traktus ini menyilang di dasar ventrikel
ke empat ke otak tengah dan kemudian berbelok ke arah posterior untuk mencapai
vermis cerebeli.
Gambar 8.Traktus Spinoserebelaris
4. Patofisiologi paraparese 1
Lesi yang mendesak medulla spinalis sehingga merusak daerah jaras
kortikospinalis lateral dapat menimbulkan kelumpuhan UMN pada otot-otot
bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Lesi transversal medulla
spinalis pada tingkat servikal, misalnya C5 dapat mengakibatkan kelumpuhan
UMN pada otot-otot, kedua lengan yang berasal dari miotoma C6 sampai
miotoma C8, lalu otot-otot toraks dan abdomen serta seluruh otot-otot kedua
tungkai.
Akibat terputusnya lintasan somatosensoris dan lintasan autonom
neurovegetatif asendens dan desendens, maka dari tingkat lesi kebawah,
penderita tidak dapat melakukan buang air besar dan kecil, serta tidak
memperlihatkan reaksi neurovegetatif.
Lesi transversal yang memotong medulla spinalis pada tingkat torakal atau
tingkat lumbal atas mengakibatkan kelumpuhan yang pada dasarnya serupa
dengan lesi yang terjadi pada daerah servikal yaitu pada tingkat lesi terjadi
gangguan motorik berupa kelumpuhan LMN pada otot-otot yang merupakan
sebagian kecil dari otot-otot toraks dan abdomen, namun kelumpuhan yang
terjadi tidak begitu jelas terlihat dikarenakan peranan dari otot-otot tersebut
kurang menonjol. Hal ini dikarenakan lesi dapat mengenai kornu anterior
medula spinalis. Dan dibawah tingkat lesi dapat terjadi gangguan motorik
berupa kelumpuhan UMN karena jaras kortikospinal lateral segmen thorakal
terputus.
Gangguan fungsi sensorik dapat terjadi karena lesi yang mengenai kornu
posterior medula spinalis maka akan terjadi penurunan fungsi sensibilitas
dibawah lesi. Sehingga penderita berkurang merasakan adanya rangsang taktil,
rangsang nyeri, rangsang thermal, rangsang discrim dan rangsang lokalis.
Gangguan fungsi autonom dapat terjadi karena terputusnya jaras ascenden
spinothalamicus sehingga inkotinensia urin dan inkotinensia alvi.
Tingkat lesi transversal di medula spinalis mudah terungkap oleh batas
defisit sensorik. Dibawah batas tersebut, tanda-tanda UMN dapat ditemukan
pada kedua tungkai secara lengkap.
Paraparese dapat disebabkan oleh suatu infeksi, satu hingga dua segmen
dari medula spinalis dapat rusak secara sekaligus. Infeksi langsung dapat
terjadi melalui emboli septic, luka terbuka dari tulang belakang, penjalaran
osteomielitis, atau perluasan dari proses meningitis piogenik. Istilah mielitis
tidak saja digunakan untuk proses peradangan pada medulla spinalis namun
juga digunakan apabila lesinya menyerupai proses peradangan dan disebabkan
oleh proses patologi yang mempunyai hubungan dengan infeksi, adanya tumor
baik tumor ekstramedular maupun intramedular serta trauma yang
menyebabkan cedera medulla spinalis.
5. Definisi dan klasifikasi trauma medulla spinalis 3,7
Adalah trauma pada tulang belakang yang menyebabkan lesi di medulla
spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan
kecacatan menetap atau kematian. Trauma medulla spinalis merupakan
keadaan darurat neurologi yang memerlukan tindakan yang cepat, tepat dan
cermat untuk mengurangi angka kecacatan dan kematian