PENDAHULUAN
Tetani laten atau spasmofilia merupakan keadaan dimana saraf sangat peka
terhadap keadaan iskemik (tanda Trousseau, spasme karpal), perkusi saraf (tanda
Chvostek), stimulasi listrik (tanda Erb) atau alkalosis (spasme karpal) dan tanda-
tanda ini sangat umum didapat pada orang-orang yang mengalami tetani oleh
sebab apapun.1-3 Penderita sangat mudah untuk mengalami spasme, tetani dan
kejang. Di sini keadaan hiperiritatif neuromuskuler merupakan sifat dasar
spasmofilia.
1
BAB II
LAPORAN KASUS
2.2 Anamnesis
Penderita datang ke bagian neurologi RSMH karena mengalami kejang
kaku pada ujung-ujung kedua tangan dan kaki.
Sejak 3 bulan os mengeluh sering merasakan kejang kaku pada ujung-
ujung kedua tangan dan kaki. Keluhan ini dirasakan semakin sering sehingga
menganggu aktivitas sehari-hari. Kejang berupa kaku durasi lebih dari 10 menit,
frekuensi sering, bisa timbul keluhan kejang kaku lebih dari 2 kali dalam sehari.
Keluhan ini dirasakan hilang timbul, terutama timbul pada saat os kelelahan atau
pada saat banyak pikiran. Mata mendelik ke atas tidak ada, mulut berbusa tidak
ada, lidah tergigit tidak ada, penurunan kesadaran tidak ada. Sebelum kejang os
sadar, saat kejang os sadar, setelah kejang os sadar. Kelemahan sesisi tubuh tidak
ada, mulut mengot tidak ada. Sebelumnya os sering megeluh sakit kepala yang
dirasakan hilang timbul, dengan sifat seperti berdenyut, mual ada namun tidak ada
muntah, nyeri didaerah ulu hati terkadang sering dirasakan dan makin memberat
apabila os mengalami kecemasan dan kelelahan. Gangguan sensibilitas berupa
kesemutan sering dirasakan dikedua tangan dan kaki. Keluhan sulit tidur tidak
ada, gangguan menelan tidak ada, BAB cair tidak ada.
Riwayat kejang sebelumnya tidak ada, riwayat kejang pada saudara
sekandung tidak ada, riwayat menstruasi teratur, riwayat persalinan secara normal
lahir cukup bulan, tumbuh kembang baik. Riwayat mengkonsumsi obat-obat an
2
tidak ada, Riwayat sakit jantung tidak ada, riwayat darah tinggi tidak ada, riwayat
kencing manis tidak ada.
Keluhan ini dialami untuk pertama kalinya.
3
2.3.2 Status Neurologis
N. III,
IV, VI
OD OS
Trismus (-), refleks menggigit (+), sensorik dahi, pipi, dagu
N. V
tidak ada kelainan
N. VII Lipatan dahi simetris, lagoftalmus (-), plica
nasolabialis simetris, sudut mulut tidak tertinggal
N. VIII Tinitus (-), Nistagmus (-)
N. IX, X Arcus pharynx simetris, uvula di tengah, refleks
muntah (+)
N. XI Tortikolis (-), mengangkat bahu simetris
N. XII Deviasi lidah tidak ada, disatria tidak ada
Fungsi Motorik:
Penilaian Lengan Lengan kiri Tungkai kanan Tungkai kiri
kanan
Gerakan C C C C
Kekuatan 5 5 5 5
Tonus
Klonus - -
Refleks fisiologis
Refleks patologis - - - -
4
Fungsi Sensorik : parasthesia
Fungsi Vegetatif : tidak ada kelainan
Fungsi Luhur : tidak ada kelainan
GRM : Kaku kuduk (-), Neck sign (-) , Cheek sign (-), Lasseque
(-/-), Kerniq (-/-), Brudinski I (-/-), Brudinski II (-/-),
Sympisis sign (-)
Gerakan abnormal : tidak ada
Gait dan Keseimbangan : tidak ada kelainan
Pada tes iskemik didapatkan gelombang patologis berupa duplet, triplet, multiplet
dan obstetrik hand
Pada tes hiperventilasi didapatkan gelombang patologis berupa duplet, triplet,
multiplet dan obstetrik hand
2.5 Diagnosis
Diagnosis klinis : Spasme otot
Paresthesia
5
Diagnosis topik : Neuromuscular junction
Diagnosis etiologi : Spasmofilia
Dd/ :
- Epilepsi idiopatik
- Psikogenik
2.6 Penatalaksanaan
Non Farmakologi
- Cek Laboratorium (darah rutin, darah kimia, elektrolit, fungsi tiroid)
- Pemeriksaan ENMG
- Rencana konsul psikologi
Farmakologi
Terapi disesuaikan dengan etiologi
2.7 Prognosis
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
6
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Tetani laten atau spasmofilia merupakan keadaan dimana saraf sangat peka
terhadap keadaan iskemik (tanda Trousseau, spasme karpal), perkusi saraf (tanda
Chvostek), stimulasi listrik (tanda Erb) atau alkalosis (spasme karpal) dan tanda-
tanda ini sangat umum didapat pada orang-orang yang mengalami tetani oleh
sebab apapun.1-3 Penderita sangat mudah untuk mengalami spasme, tetani dan
kejang. Di sini keadaan hiperiritatif neuromuskuler merupakan sifat dasar
spasmofilia. Pada keadaan spasmofilia ditemukan hipokalsemi sebagai inti
gangguan pada susunan saraf, walaupun pada keadaan tetani laten yang idiopatik
kadar kalsium dalam darah hampir selalu normal sehingga bentuk ini dinamakan
juga spasmofilia.
7
3.2 Etiologi
8
tubules dengan potensial aksi terkonduksi. Depolarisasi ini merubah konformasi
voltage-sensitive calcium channel di membran transverse tubules, lalu kalsium
keluar dari retikulum sitoplasma dan membanjiri sitoplasma. Pada saat istirahat,
tropomyosin mengganggu formasi jembatan antara myosin dan aktin. Kalsium
yang terlepas berikatan dengan protein troponin, interaksi ini menggeser posisi
tropomyosin di molekul aktin, menyebabkan myosin mudah bergabung dengan
molekul aktin. Cross-bridges myosin-aktin terbentuk, menarik filamen aktin
melalui filamen myosin, lalu terjadi kontraksi. Bergabungnya myosin dan aktin
sehingga menimbulkan kontraksi, membutuhkan hidrolisis dari satu molekul
ATP.5,6
Kelemahan otot difus atau kedutan otot, spasme dan kram biasanya
berhubungan dengan abnormalitas elektrolit serum. Gangguan-gangguan ini
menggambarkan konsentrasi elektrolit pada cairan intra dan ekstraselluler.
Apabila konsentrasi plasma potasium menurun dibawah 2,5 mEq/L atau
meningkat lebih dari 7 mEq/L, menyebabkan kelemahan otot ekstremitas dan
trunkus. Apabila konsentrasinya dibawah 2 mEq/L atau di atas 9 mEq/L, hampir
selalu terjadi paralysis flaksid pada otot-otot ini dan otot respirasi. Refleks tendon
juga menurun atau hilang. Hipokalsemia 7 mg/dl atau kurang (seperti pada
riiketsia atau hipoparatiroid) atau penurunan relatif ion kalsium ( seperti pada
hiperventilasi) menyebabkan meningkatnya iritabilitas otot dan pelepasan spontan
serabut syaraf sensorik dan motorik (misalnya tetani) dan kadang konvulsi.
Hiperkalsemia lebih dari 120 mg/dl (seperti terjadi pada intoksisitas vitamin D,
hiperparatiroid, keganansan, sarcoid dan multiple myeloma) menyebabkan
kelemahan dan letargi. Rendahnya konsentrasi magnesium plasma juga dapat
menyebabkan tremor, kelemahan otot, spasme otot tetanik dan konvulsi;
9
peningkatan level magnesium menyebabkan kelemahan otot dan depresi fungsi
syaraf sentral.5
Hipokalsemia yang sering terjadi pada spasmofili atau tetani laten terjadi
akibat kelainan sistem regulasi homeostatik konsentrasi kalsium darah. Di dalam
darah 45% total kalsium darah terikat dengan albumin, 10% sebagai ion kompleks
dan 45% sisanya dalam bentuk ion. Fraksi ion diatur oleh hormon paratiroid dan
10
vitamin D, ini ternyata sangat berpengaruh terhadap fungsi neuromuskular dan
neuropsikiatrik secara fisiologis dan klinis, hipokalsemi sering terjadi karena
kekurangan hormon paratiroid, vitamin D, metabolit aktifnya atau respon yang
abnormal dari tulang, usus dan ginjal (target organ).8
Tempat asal aktivitas tetani masih diselidiki, yang jelas bahwa tempatnya
bukanlah pada otot itu sendiri dan diduga jaringan saraf yang berperan dalam
11
aktivitas tetani adalah pusat spinal, motor end plate atau motor neuron di kornu
anterior, sedangkan para psikolog menganggap bahwa hiperiritabel
neuromuskuler merupakan suatu fenomena perifer yang meliputi motor neuron
sampai motor end plate. Konsentrasi kalsium pada cairan serebrospinalis ternyata
tetap konstan pada keadaan hipokalemi dan hiperkalsemi, di sini mungkin factor
lain berperanan penting dalam mengatur jumlah kalsium pada jaringan otak.
Perubahan kadar kalsium ternyata tidak menunjukkan perubahan pada
elektroensefalografi. Keluhan neurologi atau neuromuskuler paling sering sebagai
manifestasi dari keadaan hipokalsemi kronis yang tidak diobati.
Gejala klinis yang sering dikeluhkan sangat bervariasi dan tidak khas
misalnya: spasme laring, spasme karpopedal, epilepsi, migren, psikosis, nyeri
perut, nyeri kepala, kelelahan, emosi labil, vertigo, nyeri haid, kram otot dan lain-
lain. Serangan yang khas biasanya didahului oleh perasaan tingling pada
ekstremitas terutama tangan dan daerah mulut disertai oleh parestesi di bibir dan
lidah. Perasaan tingling ini bertambah nyata dan menyebar ke proksimal sampai
daerah muka, beberapa saat kemudian timbul rasa tegang dan spasme pada otot-
otot mulut, tangan dan tungkai bawah. Keadaan spasme ini juga meluas sampai ke
muka bahkan ke bagian tubuh lainnya.
12
jari dalam keadaan aduksi dan ibu jari dalam keadaan aduksi dan ekstensi
sedangkan pada kaki dijumpai plantar fleksi dipergelangan kaki dan aduksi jari-
jari kaki. Pada rangsangan yang lebih hebat, otot-otot yang spasme menjadi lebih
luas, pada ekstremitas atas siku menjadi fleksi; dan bahu mengalami aduksi. Pada
tungkai terjadi fleksi sendi lutut dan aduksi paha. Otot-otot kepala juga
mengalami spasme dengan trismus dan retraksi pada sudut mulut (risus
sardonikus) mata agak tertutup (blefarospasme) dan bila otot-otot bulber kena
terutama laring maka terjadi laringospasme dengan stridor. Spasme pada otot-otot
tubuh dan leher memberi gambaran opistotonus serta sering didapatkan kejang
tonik klonik.
1. Tanda Trousseau’s
Tanda Trousseau ditemukan pada hipokalsemia apabila level ion kalsium 1,75
– 2,25 mmol/L. Tangan menjadi berbentuk yang khas ketika manset
sphygmomanometer ditempatkan diatas tekanan darah sistolik selama 3 menit.
Mula-mula timbul rasa kesemutan pada distal ekstremitas, kemudian timbul
kejang pada jari-jari dan tangan yang membentuk suatu konus. Sendi
metakarpopalangeal terfleksi, sendi interpalangeal jari-jari dan ibu jari
13
terekstensi dan ibu jari membentuk posisi berlawanan. Tanda Trousseau lebih
spesifik daripada Tanda Chvostek untuk tetani laten, yang dapat disebabkan
oleh hipokalsemia, hipomagnesium dan alkalosis metabolik. Tanda Trousseau
dapat dilihat pada 1% - 4% orang sehat. Sensitifitas tanda ini tidak diketahui,
tetapi tanda ini dapat tidak muncul pada pasien yang jelas hipokalsemia
Modifikasi teknik ini dengan teknik Von Bonsdorff dimana manset tensimeter
dipertahankan selama 10 menit kemudian dibuka dan dilakukan hiperventilasi
akan mengakibatkan spasme yang khas (spasme karpopedal) yang lebih cepat
pada lengan yang iskemik dibanding dengan yang lain.
2. Tanda Chvosteck’s
Tanda Chvostek ditimbulkan melalui ketukan pada bagian lunak dari
pertengahan garis ujung telinga ke ujung mulut tepat di bawah apofisis
zigomatikus. Reaksi positif terdiri atas kontraksi muskulus orbikularis oris
yang nyata pada bagian tengah bibir. Tanda Chvostek terdiri 3 tingkatan,
yaitu:
3. Tanda Erbs
14
Erb’s phenomenon terjadi pada overeksitabilitas system syaraf perifer dengan
stimulasi galvanik.
5. Schultze’s Sign
Stimulasi mekanik dari lidah yang dikeluarkan (misalnya mengetuknya
dengan perkusi hammer) diikuti dengan depresi singkat atau cekungan pada
sisi stimulasi.
7. Escherich’s Sign.
Reaksi yang meningkat pada stimulasi mukosa oral dan lidah, dan kontraksi
bibir, masseters, dan lidah setelah perkusi bagian dalam bibir atau perkusi
lidah.
8. Hochsinger’s Sign
Tekanan pada bagian dalam otot bisep menyebabkan spasme dan kontraksi
tangan. Maneuver ini akan menekan arteri brakhialis, karenanya tanda ini
disebut sebagai variasi dari Trousseau’s sign.
15
a. Elektromiografi
Pemeriksaan elektromyografi untuk otot skeletal biasanya dilakukan empat
tahap:6,10-13
1. Elektroda jarum diletakkan pada otot dan aktivitas elektrik dengan insersinya
dievaluasi (aktivitas insersi).
2. Otot dievaluasi pada saat istirahat, yaitu dengan menahan jarum pada otot
yang relaksasi (aktivitas spontan).
3. Potensial otot yang dibangkitkan dengan discharges terisolasi dari motor
neuron direkam dengan kontraksi volunter ringan dari otot (motor unit
potentials).
4. Perubahan pada potensial elektrik diukur sebagai level kontraksi otot secara
bertahap meningkat dan bahkan mencapai maksimum (recruitment dan
interference pattern).
Pada aktivitas insersi, serabut otot depolarisasi dalam ledakan ringan yang normal
selama beberapa ratus milliseconds (ms), yang dikenal dengan aktivitas insersi
normal. Peningkatan aktivitas insersi dapat terlihat pada kondisi neuropatik dan
myopatik. Semua aktivitas spontan pada elektromyografi adalah abnormal kecuali
pada potensial yang terjadi di region endplate (yaitu NMJ). Aktivitas spontan di
sekitar neuromuscular junction, dapat terjadi dua tipe yaitu endplate noise dan
endplate spike. Aktivitas spontan yang muncul dari serabut otot adalah potensial
fibrilasi, positive sharp waves, complex repetitive discharges, myotonic discharge.
Sedangkan aktivitas spontan yang muncul dari motor neuron yaitu potensial
fasikulasi, doublets, triplets, multiplets, myokymic discharges, cramp discharges,
neuromyotonic discharges. Setelah pemeriksaan aktivitas insersi dan spontan,
dilanjutkan dengan evaluasi MUAPs volunter. Pada MUAPs dinilai karakteristik
morfologi, stabilitas, dan firing. Bentuk MUAP yang abnormal biasanya
menunjukkan apakah kelainannya merupakan neuropatik atau myopatik, dan
sering membantu dalam menentukan waktu kejadian (akut atau kronik) dan
keparahan lesi.6,10-13
16
Elektromiografi pada spasmofilia
Turpin dan Kugelberg adalah orang yang pertama kali meneliti tentang
elektromiografi pada penderita tetani. Pada tetani terjadi abnormalitas kalsium
yang mengontrol channel natrium. Akson akan menjadi hipereksitabilitas karena
membran menjadi depolarisasi dan ambang potensial aksi yang menurun. Pada
tetani juga terjadi discharge repetitive spontan, dengan frekuensi umum 5-15 Hz.
Gambaran elektromiografi pada spasmofilia ini merupakan gambaran yang khas
dari manifestasi neuromuskuler perifer dan dimulai dengan adanya fibrilasi dan
fasikulasi serta bersamaan dengan meningkatnya frekuensi akan terlihat twitching
otot.
17
Gambar 2. Rekaman needle electromyographic dengan spontaneous motor
unit discharges pada doublets dan triplets dan discharges serabut otot yang lebih
kecil dari medial gastrocnemius pada pasien dengan continuous motor activity dan
delayed muscle relaxations
18
Doublets, triplets, dan multiplets adalah MUAPs spontan yang muncul
berkelompok. Potensial ini pada dasarnya sama dengan yang terjadi pada
potensial fasikulasi yang memberikan depolarisasi spontan pada motor unit atau
aksonnya. Doublets, triplets, dan multiplets dapat terlihat pada keadaan dimana
potensial fasikulasi terjadi (misalnya kondisi neuropati).
Cara melakukan tes provokasi untuk spasmofilia yaitu dengan tes iskemi
selama 5 menit pada 180 mmHg (160 mmHg pada anak-anak), yang disusul
dengan hiperventilasi selama 3 menit.
19
Derajat spasmofili:8
1. Negatif : bila tidak muncul gelombang repetitif atau muncul setelah 3 menit
fase HV, atau muncul 1-3 potensial repetitif perdetik selama kurang dari 1
menit.
2. Positif 1:
- bila muncul 1-3 potensial repetitif pada 1-2 menit fase HV
- bila muncul 4-6 potensial repetitif pada 2-3 menit fase HV
- bila muncul 1-3 potensial repetitif pada 2-3 menit fase HV
3. Positif 2:
- bila muncul 1-3 potensial repetitif sebelum 1 menit fase HV
- bila muncul 4-6 potensial repetitif pada 1-2 menit fase HV
- bila muncul >6 potensial repetitif pada 2-3 menit fase HV
4. Positif 3:
- bila muncul >6 potensial repetitif sebelum 1 menit fase HV
- bila muncul >6 potensial repetitif pada 1-2 menit fase HV
- bila muncul 4-6 potensial repetitif sebelum 1 menit fase HV
Gradasi Spasmofilia:
20
Gambar 5. Doublets dari abductor pollicis brevis setelah dua menit setelah
hiperventilasi diikuti dengan 1,5 menit iskemia. Kaliberasi 100 ms and 100 uV7
21
2.6 Pengobatan
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Kasus ini adalah seorang wanita berusia 16 tahun datang dengan sering
merasakan kejang kaku pada ujung-ujung kedua tangan dan kaki yang semakin
lama dirasakan semakin sering sejak 3 bulan terakhir sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari. Kejang berupa kaku ini dirasakan frekuensi sering, bisa
timbul keluhan lebih dari 2 kali dalam sehari. Keluhan dirasakan paling sering
terutama pada saat os mengalami kelelahan atau pada saat banyak pikiran.
Sebelumnya os sering mengeluh nyeri kepala yang dirasakan hilang timbul
dengan sifat seperti berdenyut dan disertai mual. Nyeri di daerah ulu hati sering
dirasakan terutama pada saat os mengalami kecemasan. Dari klinis yang
didapatkan ini, terdapat suatu manifestasi klinis tetani yaitu spasme dan kontraksi
tonik otot skeletal terutama otot distal ekstremitas. Dapat terjadi kontraksi otot
pergelangan tangan dan jari, akibatnya terjadi spasme karpal (yang dikenal dengan
obstetrical hand atau accoucheur’s hand) dan otot kaki dan jari kaki,
menyebabkan spasme pedal. Adanya hiperiritabilitas dari seluruh sistem saraf
perifer, begitu juga otot-otot bahkan dengan stimuli yang minimal. Pada pasien ini
juga terdapat gangguan sensibilitas berupa kesemutan pada kedua tangan dan
kaki, menandakan saraf sensorik juga terkena. Pada pemeriksaan juga didapatkan
tanda chovtek positif dan terdapat Tanda Trousseau’s. Klinis tersebut
mengambarkan suatu gejala klinis dari spasmofilia. Jenis kelamin pada pasien ini
adalah perempuan, yang mana perempuan merupakan epidemiologi terbanyak dari
spasmofilia yaitu perbandingan dengan laki-laki adalah 4:1. Salah satu gejala
klinis yang ada pada pasien ini terdapat kecemasan dan sering mengeluhkan nyeri
kepala dengan sifat berdenyut yang merupakan keluhan yang tidak khas dari
spasmofilia. Terdapat banyak gejala klinis yang sangat bervariasi dan tidak khas
seperti spasme pada laring, psikosis, emosi labil, nyeri haid dll tidak ditemukan
pada pasien. Dalam bentuk laten dapat memberikan gambaran hiperiritabel
neuromuskular dalam bentuk yaitu berupa gangguan digestif dengan kolik
23
lambung, bentuk neurologis berupa serangan kejang epilepsi dan penurunan
kesadaran.
Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan elektromiografi yang didapatkan
hasil berupa didapatkan gelombang patologis berupa duplet, triplet, multiplet dan
obstetric hand pada tes iskemik dan hiperventilasi. Hipoksia akan mencetuskan
spasmofilia, karena pada keadaan hipoksia akson akan lebih rentan untuk
mengalami depolarisasi. Keadaan ini merupakan komponen penting untuk
terjadinya perubahan eksitabilitas yang menyebabkan gangguan neuromuskular
kompleks yang terjadi pada spasmofilia. Hasil pemeriksaan klinis dan secara
elektromiografi mendukung bahwa adanya suatu spasme otot dan hiperiritabilitas
saraf perifer.
Pada pasien ini disarankan untuk di lakukan pemeriksaan elektrolit yang
mana pada spasmofilia akan didapatkan hasil hipokalsemia atau hipomagnesium.
Pada pasien ini juga di diagnosis banding dengan epilepsi idiopatik karena pasien
datang dengan keluhan kejang kaku pada tangan dan kaki, namun setelah
dilakukan anamnesis yang terarah tidak ditemukan tanda-tanda true seizure
sehingga diagnosis epilepsi dapat disingkirkan. Diagnosis psikogenik juga masih
menjadi diagnosis banding karena efek psikologis cukup besar pada kasus-kasus
seperti ini.
Pada wanita dengan spasmofilia, prinsip terapi adalah sesuai dengan
etiologi penyebabnya. Maka sangat penting untuk mencari tahu etiologi nya, pada
kondisi yang disebabkan oleh keadaan hipokalsemia, pada keadaan akut dapat
diberikan kalsium, terutama kalsium glukonas 10% sebanyak 10-20 mililiter
intravena atau secara oral diberikan kalsium laktat 12 gram/hari atau kalsium
glukonas 16 gram/hari. Bila hipokalsemi sangat berat dapat diberikan 100 mililiter
kalsium glukonas 10% dalam 1 liter dektrose 5% secara lambat, lebih dari 4 jam.
Bila masih belum dapat mengatasi tetani, dapat diberikan magnesium karena
tetani sering berhubungan dengan hipomagnesia dengan dosis 2 mililiter
magnesium sulfat 50% secara intramuskuler.
24
BAB V
KESIMPULAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26
15. C Bonciocat, et all. Electical activity induced by ischemia in the skeletal
muscle of patient with spasmophilia. Jounral Physiologie 25(1-2), 1988
27