Anda di halaman 1dari 6

F. Manifestasi klinis.

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah otak bergantung pada
berat ringannya gangguan dan lokasi. Gejala utama stroke non-hemoragik ialah timbulnya deficit
neurologic secara mendadak, didahului gejala prodromal, terjadi waktu istirahat atau bangun
tidur dan kesadaran biasanya tidak menurun (Dinanti dan Carolia, 2016).

Gejala Stroke Iskemik Stroke Hemoragik


Onset Sub-akut kurang Sangat akut/mendadak
Waktu Mendadak Saat aktivitas
Peringatan Bangun pagi/istiirahat -
Nyeri kepala +50% TIA +++
Kejang +/- +
Muntah - +
Kesadaran menurun - +++
Kadang sedikit
Kaku kuduk - ++
Tanda kening - +
Edema pupil - +
Pendarahan retina - +
Bradikardia Hari ke-4 Sejak awal
Penyakit lain Tanda adanya aterosklerosis Hampir selalu hipertensi,
di retina, coroner, perifer. asteroklerosis, penyakit
Emboli pada pada kelainan jantung hemolysis (HHD)
katub, fibrilasis, bising
korotis
Pemeriksaan darah pada LP - +
Rontgen + Kemungkinan pergeseran
glandula pineak
Angiografi Oklusi, stenosis Aneurisma AVM. Massa
intrahesmister/vasopasme
Ct scan Densitas berkurang Massa intracranial densitas
bertambah
Oftalmoskop Fenomena silang silver wire Pendarahan retinaatau korpus
art vitreum
Lumbal pungsi
Tekanan Normal Meningkat
Warna Jernih Merah
Entrosit <250 mm3 >1000 mm3
Anteriografi Oklusi Alat pergeseran
EEG Di tengah Bergeser dari bagian tengah

Gambaran 3.2: Perbedaan Antara Stroke Iskemik dan Stroke Hemoragik


Gambar 3.3: Perbedaan Stroke Infark Trombosis dan Emboli

Menurit Affandi dan Panggabean (2016), gejala klinis peningkatan TIK antara lain :
1. Nyeri kepala
Nyeri kepala terjadi karena dilatasi vena, sehingga terjadi traksi dan regangan struktur-
sensitif-nyeri, dan regangan arteribasalis otak. Nyeri kepala dirasakan berdenyut terutama pagi
hari saat bangun tidur. Kadangkala penderita merasa ada rasa penuh di kepala. Nyeri kepala
bertambah jika penderita bersin, mengejang, dan batuk.
2. Muntah
Muntah terjadi karena adanya distrosi batang otak saant tidur, sehingga biasanya muncul
pada pagi hari saat bangun tidur. Biasanya tidak disertai mual dan sering proyektil.
3. Kejang
Kecurigaan tumor otak disertai peningkatan TIK adalah jika penderita mengalami kejang
fokal menjadi kejang umum dan pertama kali muncul pada usia lebih dari 25 tahun.
4. Perubahan status mental dan penurunan kesadaran
Penderita sulit memusatkan pikiran, tampak lebih banyak mengantuk serta apatis.

Tanda dan gejala yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat ringannya lesi dan
juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum dujumpai pada penderita
stroke non hemoragik yaitu (Masayu, 2015) :
1. Gangguan motoric
Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)
Penurunan kekuatan otot
Gangguan gerak volunter
Gangguan keseimbangan
Gangguan koordinasi
Gangguan ketahanan
2. Gangguan sensorik
Gangguan propioseptik
Gangguan kinestetik
Gangguan diskriminatif
3. Gangguan kognitif, Memori dan Atensi
Gangguan atensi
Gangguan memori
Gangguan inisiatif
Gangguan daya perencanaan
Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan Kemampuan Fungsional
Gangguan dalamberaktifitas sehari-0hari seperti mandi, makan, ke toilet dan berpakaian.

G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan farmakologi untuk stroke non hemoragik atau stroke iskemik (Presley,
2014; Taufiqurrohman dan Sari, 2016):
1. Fibrinolitik/ trombolitik (rtPA/ recombinant tissue plasminogen activator) intravena
Golongan obat ini digunakan sebagai terapi reperfusi untuk mengembalikan perfusi darah
yang terhambat pada serangan stroke akut. Jenis obat golongan iniadalah alteplase, tenecteplase
dan reteplase, namun yang terjadi di Indonesia hingga saat ini hanya alteplase. Obat ini bekerja
memecah thrombus dengan mengaktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin. Efek samping
yang sering terjadi adalah risiko perdarahan seperti pada intracranial atau saluran cerna; serta
angioedema. Kriteria pasien yangdapat menggunakan obat ini berdasarkan rentang waktudari
onset gejala stroke dapat dilihat pada gambar 3.3 (onset gejala > 3 jam) dan gambar 3.4 (onset
gejala 3-4,5 jam). Waktu memegang perana penting dalam penatalaksanaan stroke iskemik akut
dengan fibrinolitik. Beberapa penelitian yang ada menunjukan bahwa rentang waktu terbaik
untuk dapat diberikan terapi fibrinolitik yang dapat memberikan manfaat perbaikan fungsional
otak dan juga terhadap angka kematian adalah < 3 jam dan rentang 3-4,5 jam setelah onset
gejala. Pada pasien yang menggunakan terapi ini, usahakan untuk menghindari penggunaan
bersamaobat antikoagulan dan antiplatelet dalam 24 jam pertama setelah terapi untuk
menghindari resiko perdarahan. Aturan penggunaan alteplese dapat dilihat pada gambar 3.5.
Gambar 3.3; Kriteria Indikasi dan Kontraindikasi Pasien Stroke Iskemik akut yang Dapat
Menggunakan rtPA dalam 3 jam Setelah Onset Gejala

Gambar 3.4; Kriteria Tambahan Indikasi dan Kontraindikasi Pasien Stroke Iskemik Akut
Yang Dapat Menggunakan rtPA dalam Rentang 3-4,5 Jam Setelah Onset Gejala

Gambar 3.5; Aturan Penggunaan rtPA (alteplase)

2. Antikoagulant
Unfractionated heparin (UFH) dan lower molecular weight heparin (LMWH) termasuk
dalam golongan obat ini. Obat golongan ini seringkali juga diresepkan untuk pasien stroke
dengan harapan dapat mencegah terjadinya kembali stroke emboli, namun hingga saat ini
literature yang mendukung pemberian antikoagulan untuk pasien stroke iskemik masih terbatas
dan belum kuat. Salah satu metra-analisis yang membandingkan LMWH dan aspirin menunjukan
LMWH dapat menurunkan resiko perdarahan, namun memiliki efek yang signifikan terhadap
angka kematian, kejadian ulang stroke dan juga perbaikan fungsi saraf. Oleh karena itu
antikoagulan tidak dapat menggantikan posisi dari aspirin untuk penggunaan rutin pada pasien
stroke iskemik. Tetapi antikoagulan dapat diberikan dalam 48 jam setelah onset gejala apabila
digunakan untuk pencegahan kejadian tromboemboli pada pasien stroke yang memiliki
keterbatasan mobilitas dan hundari penggunaannya dalam 24 jam setelah terapi fibrinolitik.
Bukti yang ada terkait penggunaanantikoagulan sebagai pencegahan kejadian tromboembolitik
atau DVT (deep vein thrombosis) pada pasien stroke yang mengalami paralisis pada tubuh
bagian bawah, dimana UFH dan LMWH memiliki efektifitas yang sama tapi juga perlu
diperhatikan terkait resiko terjadinya perdarahan. Berdasarkan analisis efektivitas biaya LMWH
lebih efektif dan resiko trombositopenia lebih kecil dibandingkan dengan UFH.

3. Antipletelet
Golongan obat ini sering digunakan pada pasien stroke untuk pencegahan stroke ulangan
dengan mencegah terjadinya agregasi platelet. Aspirin merupakan salah satu antiplatelet yang
direkomendasikan penggunaannya untuk pasien stroke. Penggunaan Aspirin dengan loading dose
325 mg dan dilanjutkan dengan dosis 75-100 mg/hari dalam rentang 2e4-48 jam setelah gejala
stroke. Penggunaannya tidak disarankan dalam 24 jam setelah terapi febrinolitik. Sedangkan
klopidogrel hingga saat ini masih belum memiliki bukti yang cukup kuat penggunaannya untuk
stroke iskemik jika dibandingkan dengan aspirin. Pada salah satu kajian sistimatis yang
membandingkan terapi jangka panjang antiplatelet monoterapi (aspirin atau klopidogrel) dan
kombinasi antiplatelet (aspirin dan klopidogrel) pada pasien stroke menunjukan bahwa
penggunaan antiplatelet tunggal efektif dengan resiko perdarahan yang lebih rendah
dibandingkan dengan kombinasi pasa pasien dengan stroke iskemik. Oleh karena itu,
padapedoman terapi stroke istemik oleh American Heart Association/American Stroke
Association tahun 2013 tidak direkomendasikan kombinasi antiplatelet karena masih belum
kuatnya bukti dan masih merekomendasikan penggunaan antiplatelet tunggal dengan aspirin.

4. Antihipertensi
Peningkatan nilai tekanan darah pada pasien stroke istemik akut merupakan suatu hal
yang wajar dan umumnya tekanan darah akan kembali turun setelah serangan stroke iskemik
akut. Peningkatan tekanan darah ini tidak sepenuhnya merugikan karena peningkatan tersebut
justru dapat menguntungkan pasien karena dapat memperbaiki perfusi darah ke jaringan yang
mengalami iskemik, namun perlu diingat peningkatan tekanan darah dan resiko perdarahan pada
stroke iskemik. Oleh kaetersebut juga dapat menimbulkan resiko perburukan edema dan resiko
perdarahan pada stroke iskemik. Oleh karena itu seringkali pada pasien yang mengalami stroke
iskemik akut, penurunan tekanan darah tidak menjadi prioritas awal terapi dalam 24 jam pertama
setelah onset gejala stroke, kecuali tekanan darah pasien > 220/120 mmHg atau apabila ada
kondisi penyakit penyerta terten dan juga insifisiensi ginjaltu yang menunjukan keuntungan
dengan menurunkan tekanan darah , hal ini dikarenakan peningkatan tekanan darah yang ekstrim
juga dapat beresiko terjadinya ensefalopati, komplikasi jantung dan juga insufisiensi ginjal.
Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan kecuali bila tekanan dsistolik = 220 mmHg,
diastolic = 120 mmHg, MAP = 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang waktu 30
menit) atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung kongestif serta gagal ginjal.
Penurunan tekanan darah maksimal adalah 20%, dan obat yang direkomendasikan adalah
natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfabeta, penyekat Angiotensin Converting Enzyme
(ACE) atau antagonis kalsium (Dinanti dan Carolia, 2016)
Salah satu penelitian menunjukan bahwa setiap penurunan tekanan darah 10 mmHg pada
pasien stroke yang masuk rumah sakit dengan tekanan darah sistolik < 180 mmHg dan juga
peningkatan tekanan darah 10 mmHg pada pasien stroke yang masuk dengan tekanan darah
sistolik > 180 mmHg dalam 24 jam pertama setelaah gejala stroke iskemik akut dapat berakibat
pada perburukan fungsi neurologis (penurunan > 1 poin pada Canadian atroke scale yang
mengukur beberapa aspek seperti kesadaran dan fungsi motoric) dan outcame yang lebih buruk
pada pasien stroke iskemik akut. Target penurunan tekanan darah pada pasien yang tidak
menerima terapi rtPA adalah penurunan tekanan darah 15% selama 24 jam pertama setelah
onset gejala stroke dengan disertai monitoring kondisi neurologis. Pilihan antihipertensi yang
dapat digunakan pada pasien stroke iskemik akut dapat dilihat pada gambar 3.6, sedangkan
setelah post stroke semua agen antihipertensi dapat digunakan dan untuk pilihannya disesuaikan
dengan penyakit penyerta dan komplikasi masing-masing pasien.
Gambar 3.6: Pilihan obat Antihipertensi dan Tekanan Darah pada Stroke Iskemik Akut

5. Obat neuroprotektif
Golongan obat ini seringkali digunakan dengan alasan untuk menunda terjadinya infark
pada bagian otak yang mengalami iskemik khususnya penumbra dan bukan untuk tujuan
perbaikan reperfusi ke jaringan. Beberapa jenis obat yang sering digunakan seperti citicoline,
flunarizine, statin, ataupentoxifilline.
Citicoline merupakan obat neuroprotektor yang lebih banyak diteliti dan digunakan untuk
pengobatan berbagai gangguan neurologis termasuk stroke iskemik. Citicoline aman digunakan
dan mungkin memiliki efek yang menguntungkan pada pasien stroke iskemik dan bias digunakan
untuk semua usia namun pada usia lansia efek pengobatannya mulai berkurang. Beberapa
penelitian belum mengatakan secara pasti apakah citicoline ini memiliki efek dalam pengobatan
atau tidak. Namun salah satu penelitian di Italia menunjukan peningkatan fungsi kognitif yang
lebih baik pada pasien gangguan vaskuler di otak yang diberikan citicoline.

Anda mungkin juga menyukai