Anda di halaman 1dari 6

The itch scratch cycle

Etiologi gatal dapat dibagi menjadi 4 yaitu (Rinaldi, 2019; Harrison dan Spada,
2019):

1. Pruritoperceptive (dermatologis)
Juga dikenal sebagai dermatologis, gatal merujuk pada mekanisme
seluler yang berasal dari lapisan kulit yang memproduksi sensasi gatal
somatik. Kondisi ini merupakan penyebab pruritus yang paling umum.
Histamin merupakan pruritogen yang pertama dan paling banyak diteliti.
Faktanya pemberian antihistamin pada gatal yang diinduksi oleh histamin
menunjukkan keberhasilan terapi. Tetapi antihistamin juga sering memberikan
pengurangan terhadap gatal yang buruk pada kondisi gatal kronis, contohnya
pada dermatitis atopik. Hal ini mendukung teori bahwa terdapat keterlibatan
mediator yang lain, dimana mekanisme gatal dermatologis sangat luas dan
melibatkan berbagai pruritogen, reseptor serta sinyal kimia.

2. Neurogenik (sistemik)
Gatal neurogenik yang merupakan gatal sistemik, merupakan gatal
yang berasal dari organ tanpa bukti kerusakan saraf perifer atau penyebab
psikiatris. Kondisi yang sering menyebabkan gatal neurogenic yaitu penyakit
hematologis, hepatobilier dan gagal ginjal kronis. Gatal hematologis dapat
terlihat pada polisistemia vera, penyakit myeloproliferatif atau myelofibrosis;
gatal pada penyakit-penyakit ini sering dipicu oleh paparan air hangat.
Kondisi ini diduga berhubungan dengan peningkatan reseptor serotonin
sehingga threshold meningkat.
Pruritus kolestatik yang terjadi pada penyakit hepatoseluler
disebabkan oleh akumulasi garam empedu pada kulit yang memicu pelepasan
histamine dan asam lisofosfatid yang merupakan pruritogen poten. Selain itu,
kadar opioid endogen juga meningkat yang berkontribusi pada gatal sistemik
dan pemberian antagonis opioid menunjukkan pengurangan rasa gatal. Hal
yang sama terjadi pada pasien gagal ginjal kronis yang mengalami
peningkatan opioid endogen. Meskipu begitu, penggunaan antagonis opioid
masih perlu pengkajian mengenai efikasi, keamanan dan resiko adiktifnya.

3. Neuropatik
Gatal neuropatik merujuk pada kerusakan saraf aferen sentral dan
perifer. Tipe gatal ini sering disertai dengan gejala neuropatik lokal seperti
nyeri dan parestesia. Mekanisme pada gatal tipe ini masih diperdebatkan
antara stimulasi oleh sinyal pruritik atau kerusakan neuron yang menginhibisi
gatal. Gatal neuropatik muncul dalam berbagai bentuk dari postherpetik
hingga prutitus brakioradial. Sehingga perlu adanya kerjasama antara
neurologis dan dermatologis, pengobatan neuropati menggunakan gabapentin
menunjukkan hasil yang menjanjikan pada gatal kronis dengan berbagai
etiologi.

4. Psikologis
Gatal psikologis merupakan diagnosis dimana penyebab lain dari gatal
telah dieksklusi dan ditemukannya gejala gangguan mental. Gatal dapat
muncul pada kondisi seperti halusinasi parasitosis, depresi atau sindrom
menggaruk kompulsif. Selain itu, juga dapat berhubungan dengan stress gaya
hidup yang menimbulkan kekambuhan berupa dermatitis, urtikaria dan
psoriasis. Patofisiologi gatal psikogenik masih belum pasti dan diduga
berhubungan dengan ketidakseimbangan serotonin, opioid dan dopamin.
Pasien dengan depresi menunjukkan peningkatan substansi P pruritogen pada
cairan serebrospinal. Hal ini menunjukkan bahwa gatal psikiatrik tidak hanya
berupa ilusi di dalam pikiran pasien tetapi benar-benar terdapat stimulasi
serabut saraf aferen gatal akibat imbalans pruritogen sentral.
Gambar 2. Itch pathway (Harison dan Spada, 2019)

Persepsi gatal dimulai ketika terdapat zat yang menimbulkan gatal yang
disebut pruritogen. Pruritogen dapat berasal dari luar (eksogen) maupun dari dalam
(endogen). Pruritogen eksogen masuk ke stratum korneum dan terikat pada
reseptornya, serarub saraf sensori aferen atau C-Fibers yang kemudian akan
mentransmisikan signal ke sistem saraf pusat diman otak akan menerjemahkannya
sebagai rasa gatal dan menginisiasi respon menggaruk. Pruritogen endogen juga
dapat diproduksi oleh keratinosit dan sel-sel imun seperti sel mas yang memproduksi
histamin. Pada penderita dermatitis atopic, serabut saraf intraepidermal ini ajuh lebih
banyak, lebih tebal dan lebih padat sehingga menimbulkan respon gatal yang
kambuhan (Harison dan Spada, 2019).
Siklus Gatal-Garuk

Menggaruk diketahui dapat berperan sebagai proteksi mekanik dan


pertahanan inflamasi terhadap elemen yang berbahaya diatas kulit. Namun
menggaruk juga dapat merusak barrier epidermal dan menyebabkan infeksi. Pendapat
yang lain menyatakan bahwa alasan kita menggaruk yaitu untuk mengurangi rasa
gatal dengan cara melokalisasi nyeri, yang menunjukkan bahwa lebih baik merasakan
nyeri yang ringan dibandingkan perasaan gatal. Lebih jauh lagi, mengurangi rasa
gatal melalui garukan menimbulkan perasaan kenikmatan akibat hilangnya gatal dan
pelepasan serotonin saat menggaruk. Meskipun tampaknya tubuh kita memberi
“reward” untuk garukan, garukan yang berulang memicu gatal yang lebih lama
menetap dalam berbagai kondisi penyakit. Stimulus gatal ini mengaktivasi region
striatum dan limbic pada kortek yang merupakan pusat reward dan motivasi, memicu
siklus gatal-garuk (itch-scratch cycle) yang merusak (Rinaldi, 2019; Harison dan
Spada, 2019).

Gambar 3. Siklus garuk gatal (Mack dan Kim, 2018).


Gambar di atas menunjukkan siklus garuk gatal. Kebiasaan menggaruk dapat
menyebabkan eksaserbasi sensasi gatal karena rusaknya sel epitel kulit setelah
digaruk. Stress pada sel epitel ini memicu pelepasan sitokin, protease dan AMPs yang
mengaktifkan sel-sel imun pro inflamasi. Keratinosit juga dapat mengaktifkan neuron
sensoris gatal melalui mediator yang terlarut yaitu sitokin dan protease. Pelepasan
neuropeptide dari neuron juga dapat menimbulkan inflamasi neurogenik. Sedangkan
sitokin dan protease yang dihasilkan oleh sel-sel imun, berinteraksi dengan sistem
saraf sensoris memediasi rasa gatal (Mack dan Kim, 2018; Yosipovitch et al., 2018).

Edukasi pasien untuk berhenti menggaruk mengindikasikan bahwa pada


dasarnya respon menggaruk pada manusia merupakan respon innate. Pasien juga
sadar bahwa siklus garuk gatal dapat merusak kulit, namun tetap menggaruk karena
efek singkatnya yang melegakan gatal. Aktivitas menggaruk meningkat pada malam
hari akibat suhu sikardian kulit yang meningkat, peningkatan transepidermal
waterloss, penurunan kadar kortikosteroid anti inflamasi dan respon gatal yang tidak
terinhibisi. Peningkatan garukan pada malam hari ini dapat menyebabkan pasien
terbangun di malam hari, hingga kekurangan tidur yang berpengaruh pada kesehatan
jangka panjang. Dalam hal ini, nyeri dan gatal menimbulkan respon yang berbeda
pada tubuh. Nyeri cenderung menimbulkan withdrawal response, menghindari
stimulus nyeri sedangkan gatal menimbulkan respon attention-drawing yang
menstimulus seseorang untuk melukai area tersebut (Rinaldi, 2019).

Patogenesis liken simplek kronis

Daftar pustaka

Yosipovitch G, Rosen JD dan Hashimoto T, MD (2018). Itch: From mechanism to


(novel) therapeutic approaches. Journal of Allergy and Clinical Immunology,
142: 1375-90.
Wolz MM dan Burge Susan (2014). The Itch-Scratch Cycle: Quality of Life
Assessment and Management of Atopic Eczema in Children. Pediat
Therapeut, 4: 198.

Rinaldi G (2019). The Itch-Scratch Cycle: A Review of the Mechanisms. Dermatol


Pract Concept, 9(2): 3.

Mack MR dan Kim BS (2018). The Itch–Scratch Cycle: A Neuroimmune


Perspective. Trends in Immunology, 1-12.

Harrison IP dan Spada F (2019). Breaking the Itch–Scratch Cycle: Topical Options
for the Management of Chronic Cutaneous Itch in Atopic Dermatitis.
Medicines, 6 (76): 1-14.

Anda mungkin juga menyukai