MENINGOENSEFALITIS
Oleh:
201710401011038
Pembimbing:
2017
BAB I
PENDAHULUAN
prevalensi penyakit. Inflamasi yang terjadi pada susunan saraf pusat meliputi tiga diagnosis
yang sulit dibedakan secara klinis, yaitu meningitis, ensefalitis dan meningoensefalitis.
Meningoensefalitis merupakan salah satu infeksi susunan saraf pusat yang merupakan
masalah serius dan membutuhkan pengenalan serta penanganan segera untuk memperkecil
Meningitis merupakan inflamasi yang terjadi pada meningens, etiologi penyakit ini
beragam, dapat disebabkan bakteri, virus dan jamur. Ensefalitis adalah inflamasi pada otak
yang umumnya menyebabkan pasien mengalami demam, sakit kepala dan perubahan status
mental. Sebagian besar pasien juga mengalami inglamasi pada meningens sehingga tampakan
Di Indonesia pada tahun 2010 jumlah kasus meningitis terjadi pada laki-laki
sebanyak 12.010 pasien, dan pada wanita sebanyak 7.371 pasien, dan dilaporkan pasien yang
meninggal dunia sebesar 1.025 pasien. Jumlah pasien meningitis di RSUD Dr. Soetomo pada
tahun 2010 sebesar 40 pasien. 60% diantaranya merupakan laki-laki dan 40% sisanya adalah
wanita dan dilaporkan sekitar 7% pasien meninggal dunia. Pada tahun 2011 dilaporkan 36
pasien dengan diagnosis meningitis, dan 11 pasien meninggal dunia, sekitar 67% pasien
pasien-pasiennya. Diagnosis sedini mungkin disertai dengan penanganan yang tepat dan
adekuat dapat menurunkan angka mortalitas. Dari latar belakang tersebut dalam laporan
kasus ini akan dibahas kasus meningoensefalitis pada salah satu pasien atas nama Ny. M
yang datang ke IGD RSML pada tanggal 13 Oktober 2017 dengan penurunan kesadaran.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas
Nama : Ny. M
Usia : 59 tahun
Suku : Jawa
Agama : Islam
Alamat : Lamongan
Status : Menikah
2.2 Anamnesis
Kesadaran : Somnolen
GCS : 356
Vital Sign
Temperatur : 37.10C
Status Generalis
Kepala/Leher
Thorax
Paru : Inspeksi : Bentuk dada normal, pergerakan dinding dada simetris, retraksi -
Perkusi : Sonor/sonor
Rh -/-, Wh -/-
Perkusi : Tympani
Auskultasi : BU + N
Status Neurologis
1. Kepala
Posisi : Normal
2. Nervus Cranialis
Nervus I (olfakorius):
Nervus II (optikus)
Ptosis: : -/-
Exsoftalmus : -/-
Pupil
Ukuran : 3 mm/ 3 mm
Nistagmus: -/-
Nervus IV (Tokhlearis)
Nervus VI (Abdusens)
Nervus V (Trigeminus)
N. V II : normal / normal
Mengunyah : normal
Menggigit : normal
Reflek dagu / masseter : tidak dievaluasi
Motorik
Sensorik
Nervus IX (glossofaringeus)
Nervus X (Vagus)
Nervus XI (aksesorius)
Deviasi lidah :-
Fasikulasi :-/-
Tremor :-
Atrofi :-/-
3. Leher
Kaku kuduk :+
Brudzinsky I :-
Brudzinsky II :-
Brudzinsky III :-
Brudzinsky IV :-
Kernig’s sign :-
4. Abdomen
5. Ekstremitas
Motorik
- Pergerakan : normal / normal
- Tremor : -
Reflek fisiologis :
- BPR : +2 / +2
- TPR : +2 / +2
- KPR : +2 / +2
- APR : +2 / +2
Reflek patologis :
- Hoffman-tromner : - / -
- Babinski :-/-
- Chaddock :-/-
- Gordon :-/-
- Schaefer :-/-
- Oppenheim :-/-
- Mendel B :-/-
- Rossolimo :-/-
Sensibilitas
- Eksteroseptif
- Proprioseptif
Gangguan koordinasi
Tes profokasi:
Patrick :-/-
Lasseque :-/-
GDA : Hasil 88
2.5 Ringkasan
Pasien datang ke IGD dengan nyeri kepala dan demam, selama MRS terjadi
penurunan kesadaran berangsur-angsur dan gelisah, dari anamnesis dan pemeriksaan
fisik didapatkan tanda-tanda dari infeksi meningen dan parenkim otak.
2.6 Diagnosis
- Lumbal pungsi
- CT scan
Terapi Umum
- Ondansenteron 8 mg IV prn
- Ranitidin inj. 2 x 50 mg IV
- Citicolin 3x250 mg IV
Terapi Spesifik
- Dexamethasone inj. 4 x 5 mg IV
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
pada araknoid dan piameter yang disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang
dapat terjadi secara akut dan kronis, sedangkan ensefalitis adalah radang jaringan otak yang
dapat disebabkan oleh bakteri, cacing, protozoa, jamur, ricketsia, atau virus. Meningitis dan
ensefalitis dapat dibedakan pada banyak kasus atas dasar klinik namun keduanya sering
mediator radang dan toksin dihasilkan dalam sel subaraknoid menyebar ke dalam parenkim
otak dan menyebabkan respon radang jaringan otak.Pada ensefalitis, reaksi radang mencapai
gejala-gejala yang berhubungan dengan ensefalitis dan pada beberapa agen etiologi dapat
Meningitis dibagi menjadi dua golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada
cairan otak yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.Meningitis serosa adalah radang
selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan yang jernih.Penyebab yang paling
virus.Meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak
aeuruginosa.
1 Virus
Togaviridae
Alfavirus
Virus Ensefalitis Equine Eastern
Virus Ensefalitis Equine Western
Virus Ensefalitis Equine Venezuela
Flaviviridae
Virus Ensefalitis St. Louis
Virus Powassan
Bunyaviridae
Virus Ensefalitis California
Virus LaCrosse
Virus Jamestown Canyon
Paramyxoviridae
Paramiksovirus
Virus Parotitis
Virus Parainfluenza
Morbilivirus
Virus Campak
Orthomyxoviridae
Influenza A
Influenza B
Arenaviridae
Virus khoriomeningitis limfostik
Picornaviridae
Enterovirus
Poliovirus
Koksakivirus A
Koksakivirus B
Ekhovirus
Reoviridae
Orbivirus
Virus demam tengu Colorado
Rhabdoviridae
Virus Rabies
Retroviridae
Lentivirus
Virus imunodefisiensi manusia tipe 1 dan tipe 2
Onkornavirus
Virus limfotropik T manusia tipe 1
Virus limfotropik T manusia tipe 2
Herpesviridae
Herpes virus
Virus Herpes simpleks tipe 1
Virus Herpes simpleks tipe 2
Virus Varisela zoster
Virus Epstein Barr
Sitomegalovirus
Sitomegalovirus manusia
Adenoviridae
Adenovirus
2 Bakteri
Haemophilus influenza
Neisseria menigitidis
Streptococcus pneumonia
Streptococcus grup B
Listeria monocytogenes
Escherichia coli
Staphylococcus aureus
Mycobacterium tuberkulosa
3 Parasit
Protozoa
Plasmodium falciparum,
Toxoplasma gondii,
Naegleria fowleri (Primary amebic
meningoencephalitis)
Granulomatous amebic encephalitis
Helminthes
Taenia solium,
Angiostrongylus cantonensis
Rickettsia
Rickettsia ( Rocky Mountain)
4 Fungi
Criptococcus neoformans
Coccidiodes immitis
Histoplasma capsulatum
Candida species
Aspergillus
Paracoccidiodes
atau muntahan penderita, serta dikeluarkan melalui urin penderita yang terinfeksi.
timbulnya gejala klinik. Diperlukan kontak yang lebih erat dengan penderita agar
atau Varicella-zoster.
Togavirus. Manusia adalah hospes alami Herpes simpleks virus, namun banyak strain
yang patogenik terhadap berbagai hewan percobaan, misalnya kelinci, tikus, marmot,
anak ayam dan kera. Virus ini mencapai otak melalui saraf olfaktorius, kemudian
menyebar dari sel ke sel sehingga menimbulkan nekrosis neuron yang luas.
Ensefalitis virus dibagi dalam 3 kelompok yaitu: ensefalitis primer yang bisa
disebabkan oleh infeksi virus kelompok Herpes simpleks, Virus Influenza, ECHO,
Coxsackie dan Arbovirus. Ensefalitis primer yang belum diketahui penyebabnya dan
ensefalitis para infeksiosa, yaitu ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit
virus yang sudah dikenal, seperti Rubela, Varisela, Herpes zooster, Parotitis
yaitu: di negara berkembang, penyebab terbesar yaitu herpes simplex type-1 (HSV-1),
virus gondok, enterovirus, herpes zooster, adenovirus dan virus Epstein –Barr. Di
Amerika Serikat terdapat ensefalitis St.Louis, West Nile virus, Eastern and Weastern
Jepang adalah penyebab ensefalitis yang paling banyak. Virus Valley fever di Afrika
dan Timur tengah, Amerika latin, dan berbagai belahan di dunia. Ensefalomieletis
pasca infeksi dapat mengikuti semua tetapi yang paling sering dikaitkan dengan
campak. Sindrom Guillane Barre telah dikaitkan dengan infeksi Virus Epstein Barr,
sangat rentan dengan virus tertentu yaitu orang-orang dengan sel imunitas yang
lemah termasuk pasien yang terinfeksi virus HIV dapat berkembang menjadi
ensefalitis yang disebabkan oleh Herpes zoster atau Cytomegalovirus.
granuloma yang besar atau yang kecil, yang akhirnya berkembang menjadi abses.
memperbanyak diri dengan cepat karena ruangan subaraknoid dan CSS tidak ada
komplemen, antibodi opsonin dan sel fagosit. Terbukti pada infeksi oleh H.
infeksi pada CSS. Bakteri Streptococcus dapat menyebabkan meningitis pada semua
kelompok umur, dan pada penderita umur lebih dari 40 tahun merupakan agen
Otak bertanggung jawab dalam mengurus organ dan jaringan yang terdapat di
kepala. Otak terdiri atas otak besar atau serebrum (cerebrum), otak kecil atau
cerebelum (cerebellum) dan batang otak (trunkus serebri). Jaringan otak dibungkus
oleh tiga selaput otak (meninges) yang dilindungi oleh tulang tengkorak dan
mengapung dalam suatu cairan yang berfungsi menunjang otak yang lembek dan
halus sebagai penyerap goncangan akibat pukulan dari luar terhadap kepala.
putih dan sebagian lagi berwarna agak gelap (kelabu). Atas dasar itu, susunan saraf
pusat dibagi menjadi substansia grisea yang berwarna kelabu dan substansia alba
yang berwarna putih. Warna kelabu ini disebabkan oleh banyaknya badan sel saraf di
bagian tersebut, sedangkan warna putih ditimbulkan oleh banyaknya serabut saraf
yang bermielin, sel saraf yang terdapat dalam susunan saraf pusat juga dapat dibagi
menjadi sel saraf dan sel penunjang. Sel penunjang merupakan sel jaringan ikat yang
tidak berfungsi untuk menyalurkan impuls. Pada sel saraf serabut dengan diameter
besar ditandai dengan nama serabut alpha atau A, beta atau B untuk yang lebih kecil
dan gamma untuk yang lebih kecil lagi pada ujung-ujung saraf yang membentuk
sinaps, ternyata terdapat gelembung yang menghasilkan macam- macam zat kimia.
Karena demikian banyaknya sinaps yang terdapat di otak, secara keseluruhan otak
struktur syaraf yang halus, membawa pembuluh darah dan sekresi cairan
dapat dibagi menjadi durameter cranialis yang membungkus otak dan durameter
spinalis yang membungkus medula spinalis. Di samping itu, durameter masih dapat
dibagi lagi menjadi 2 lapisan yaitu lapisan meningeal yang lebih dekat ke otak
(lapisan dalam) dan lapisan endostium yang melekat erat pada tulang tengkorak.
yang meliputi seluruh susunan saraf pusat. Ruangan di antara durameter dan araknoid
disebut ruangan subdural yang berisi sedikit cairan jernih menyerupai getah bening.
Pada ruangan ini terdapat pembuluh darah arteri dan vena yang menghubungkan
sistem otak dengan meningen serta dipenuhi oleh cairan serebrospinal, bagian ini
dapat dimanfaatkan untuk pengambilan cairan otak yang disebut lumbal fungsi.
Lapisan piameter merupakan selaput tipis yang kaya akan pembuluh darah
kecil yang menyuplai darah ke otak dalam jumlah yang banyak dan lapisan ini
melekat erat pada permukaan luar otak atau medula spinalis. Ruangan di antara
araknoid dan piameter disebut subaraknoid. Pada reaksi radang ruangan ini berisi sel
radang. Disini mengalir cairan serebrospinalis dari otak ke sumsum tulang belakang.
Terjadinya infeksi pada selaput otak dapat melalui beberapa cara, yaitu :
a. Hematogen atau bakterimia dari infeksi di nasofaring, faringitis, tonsilitis, pneumonia,
infeksi gigi.
b. Secara langsung melalui robeknya duramater pada fraktur basis kranii, tindakan bedah
kepala, implantasi benda asing (implant cochlea), VP shunt, deep brain stimulation dan
pungsi lumbal.
c. Fokus didekat kepala misalnya pada sinusitis, mastoiditis, furunkel di hidung dan didekat
orbita masuk melalui sinus cavernosus, biasanya merupakan meningitis yang purulenta.
d. Perluasan langsung dari tempat infeksi yang mengenai telinga tengah, sinus paranasalis,
e. Melalui faring terutama virus yang tetap berada di faring, bila daya tahan tubuh menurun
Proses masuknya bakteri ke dalam system saraf pusat merupakan mekanisme yang
kompleks. Awalnya bakteri melakukan kolonisasi nasofaring dengan berikatan pada sel epitel
menggunakan villi adhesive dan membran protein. Risiko kolonisasi epitel nasifaring
meningkat pada individu yang mengalami infeksi sistem pernafasan atau perokok.
sel epitel ke dalam ruang intreavaskuler dimana bakteri relatif terlindungi dari respons
Bakteri memasuki ruang subarakhnoid dan cairan serebrospinal melalui pleksus koroid
atau kapiler serebral. Perpindahan bakteri terjadi melalui kerusakan endotel yang
disebabkannya. Seluruh area ruang subarakhnoid yang meliputi otak, medulla spinalis dan
nervus optikus dapat dimasuki oleh bakteri dan akan menyebar dengan cepat. Hal ini
menunjukkan meningitis hampir pasti selalu melibatkan struktur serebro spinal baik secara
langsung melalui pleksus koroid maupun melalui refluks lewat foramina magendie dan
luscha/
komplemen CSS. komponen dinding bakteri atau toksin bakteri akan menginduksi proses
inflamasi di meningen dan parenkim otan. Akibatnya permeabilitas sawar darah otak
meningkat dan menyebabkan kebocoran protein plasma ke dalam CSS yang akan memicu
inflamasi dan menghasilkan eksudat purulen di dalam ruang subarakhnoid. Eksudat akan
menumpuk dengan cepat dan akan terakumulasi di bagian basal otak serta meluas ke
selubung saraf-saraf kranial. Selain itu, eksudat akan menginfiltrasi dinding arteri dan
iskemia serebral. Tunika adventitia arteriola dan venula subarakhnoid sejatinya terbentuk
Dinding vasa bagian luar sebenarnya sejak awal sudah mengalami proses inflamasi
Selanjutnya, dapat terjadi syok yang mereduksi tekanan darah sistemik, sehingga dapat
pada sinus venosus mayor dan tromboflebitis pada vena-vena kortikal. Eksudat purulen yang
terbentuk dapat menyumbat resorpsi CSS oleh vili vili arakhnoidalis atau menyumbat aliran
pada sistem ventrikel yang hidrosefalus obstruktif atau komunikans yang disertai edema
serebral intersisiel. Eksudat tersebut juga dapat mengelilingi saraf-saraf kranial dan
ensefalitis (demam, sakit kepala, kekakuan leher, vomiting) diikuti oleh perubahan kesadaran,
konvulsi, dan kadang-kadang tanda neurologik fokal, tanda-tanda peningkatan tekanan
paling mendasar dan parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat
kesadaran klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk
disfungsi sistem persarafan.Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien biasanya berkisar
pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.Apabila klien sudah mengalami koma maka
penilaian GCS (The Glasgow Coma Scale) sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran
klien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan. Dalam klinik
- Apatis : sikap acuh tak acuh terhadap lingkungan, tidak segera menjawab bila ditanya.
- Delirium : penurunan kesadaran disertai kekacauan motorik dan siklus tidur bangun yang
- Somnolen : mengantuk yang masih dapat dipulihkan bila diberi rangsangan tetapi saat
- Sopor : penurunan kesadaran yang dalam, dimana penderita hanya dapat dibangunkan
dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang
- Coma adalah penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan dan tidak
Pada riwayat pasien meliputi demam, muntah, sakit kepala, letargi, lekas marah, dan kaku
dewasa.Meningitis karena bakteri pada neonatus terjadi secara akut dengan panas tinggi,
mual, muntah, gangguan pernafasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat
berkurang, konstipasi, diare. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab
Haemophilus influenzae, 25% oleh Streptococcus pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10%
oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apatis, letargi, renjatan, koma. Pada
bayi dan anak-anak (usia 3 bulan hingga 2 tahun) yaitu demam, malas makan, muntah,
mudah terstimulasi, kejang, menangis dengan merintih, ubun-ubun menonjol, kaku kuduk
dan tanda Kernig dan Brudzinski positif. Pada anak-anak dan remaja terjadi demam tinggi,
sakit kepala, muntah yang diikuti oleh perubahan sensori, fotofobia, mudah terstimulasi dan
teragitasi, halusinasi, perilaku agresif, stupor, koma, kaku kuduk, tanda Kernig dan
Brudzinski positif. Pada anak yang lebih besar dan orang dewasa permulaan penyakit juga
terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan,
nyeri otot dan nyeri punggung.Biasanya dimulai dengan gangguan saluran pernafasan bagian
atas.Selanjutnya terjadi kaku kuduk, opistotonus, dapat terjadi renjatan, hipotensi dan
diikuti pembesaran kelenjar parotid sebelum terjadinya invasi ke susunan saraf pusat.Pada
meningitis yang disebabkan oleh Echovirus ditandai dengan keluhan sakit kepala, sakit
tenggorok, nyeri otot, dan demam, disertai dengan timbulnya ruam kulit makulo papular yang
tidak disertai gatal terdapat pada wajah, leher, dada dan badan.
Keluhan utama pada penderita ensefalitis yaitu sakit kepala, demam, kejang disertai
gejala yang sangat bervariasi, mulai dari yang tanpa gejala sampai terjadinya sindrom demam
akut disertai demam berdarah dan gejala-gejala sistem saraf pusat).Western Equine Virus
(WEE) pada umumnya menimbulkan infeksi yang sangat ringan, gejala pada orang dewasa
dapat berupa letargi, kaku kuduk dan punggung, serta mudah bingung dan koma yang tidak
tetap. Gejala berat pada anak berupa konvulsi, muntah dan gelisah, yang sesudah sembuh
akan menimbulkan cacat fisik dan mental yang berat. Gejala yang mungkin tampak dengan
penyebab Japanese B enchephalitis virus adalah panas mendadak, nyeri kepala, kesadaran
berupa uji serologis misalnya ELISA terhadap bahan atau cairan serebrospinal menunjukkan
adanya IgM.Uji fiksasi komplemen menunjukkan nilai titer yang meningkat 4 kali lipat.
Tanda Brudzinski: tanda ini didapat apabila leher klien difleksikan, maka hasilnya
fleksi lutut dan pinggul; bila dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas yang berlawanan.
Proses radang pada ensefalitis virus selain terjadi pada jaringan otak, juga sering
mengenai jaringan selaput otak. Pada umumnya terdapat 4 jenis atau bentuk manifestasi
klinik, yaitu:
pemeriksaan CSS.
Gejala berupa nyeri kepala, demam yang tidak tinggi, dan kaku kuduk
ringan.Umumnya terdapat gejala-gejala seperti infeksi saluran pernafasan bagian atas atau
gastrointestinal.
kematian. Pada stadium akut terdapat demam tinggi, nyeri kepala difus yang hebat, apatis,
kaku kuduk, sangat gelisah dan dalam waktu singkat masuk ke dalam koma yang dalam.
Bentuk ini mulai secara bertahap dengan gejala awal nyeri kepala ringan, demam,
gejala infeksi saluran nafas bagian atas, kemudian muncul tanda radang sistem saraf Pusat
(SSP) seperti kaku kuduk, tanda Kernig positif, gelisah, lemah, sukar tidur. Selanjutnya
kesadaran mulai menurun sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis,
nyeri kepala akut atau subakut, demam dan kadang kejang tetapi jarang ditemukan defisit
neurologis fokal.Gejala awal pada amuba meningoensefalitis adalah radang hidung dan sakit
tenggorokan yang diikuti oleh demam dan sakit kepala, muntah, kaku kuduk dan gangguan
a. Orang/Manusia
dapat terjadi pada segala umur, yang tersering adalah pada anak umur 6 bulan - 5
tahun.Insiden meningoensefalitis mumps lebih banyak ditemui pada laki-laki yaitu sekitar 3-5
kali lebih banyak.Usia yang tersering ialah tujuh tahun dan 40% berusia di atas 15 tahun.
menyerang anak berusia antara 3 tahun dan 15 tahun.Ensefalitis herpes virus dapat terjadi
pada semua umur, paling banyak kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.Ensefalitis
herpes virus memiliki angka mortalitas 15-20% dengan pengobatan dan 70-80% tanpa
imunitas itu lenyap dan bayi dapat mengidap gingivo-stomatitis virus herpes simpleks.Infeksi
dapat hilang timbul dan berlokalisasi pada perbatasan mukokutaneus antara mulut dan
imunitas maternal terhadap virus herpes simpleks atau apabila pada partus neonatus ketularan
virus herpes simpleks dari ibunya yang mengidap herpes genitalis, maka infeksi dapat
tahunan 32-71/100.000 anak di bawah 5 tahun.Insiden ini jauh lebih tinggi pada anak-anak
Indian Navayo dan Eskimo Alaska (masing-masing 173 dan 409/100.000/tahun). Insiden
yang tinggi pada populasi ini mungkin juga menggambarkan status sosio-ekonomi yang
rendah, yang beberapa cara tidak diketahui dapat mengurangi daya tahan terhadap
mikroorganisme ini. Insiden dengan infeksi H. influenzae juga empat kali lebih besar pada
b. Tempat
Frekuensi penyakit yang tinggi dilaporkan pada orang-orang Afrika-Amerika,
penduduk asli Amerika, dan masyarakat di daerah pedesaan.Sekitar 20.000 kasus ensefalitis
terjadi di Amerika Serikat setiap tahun, dengan ensefalitis herpes simpleks menyebabkan
sekitar 10% dari kasus ini.Meningoensefalitis yang disebabkan oleh Tick born encephalitis
Timur dari Korea sampai Indonesia, Cina, India dan Kepulauan Pasifik Barat.Infeksi West
Nile Virus meningkat di Amerika Serikat dengan kasus pertama dilaporkan di New York
pada tahun 1999. Tahun 2002 ada 4.161 kasus yang dilaporkan di 41 negara, dan dari catatan
8.500 kasus dilaporkan pada tahun 2003. Infeksi Plasmodium falciparum tersebar di
Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara.Taenia Solium tersebar di Amerika Latin dan
c. Waktu
karena penularan virus terjadi oleh arthropoda seperti nyamuk atau kutu yang aktif selama
waktu itu.Infeksi virus parotitis lebih sering pada akhir musim dingin dan awal musim
semi.Infeksi herpes virus dan virus imunodefisiensi manusia terjadi sporadis selama
setahun.Infeksi dengan mumps virus bersifat endemik sepanjang tahun.Di daerah 4 musim,
pada permulaan musim dingin dan musim semi, dan L. monocytogenes yang terjadi paling
sering pada bulan-bulan musim panas. Penjelasan atas pola musiman ini terletak pada cara
a. Host/Pejamu
Daya pertahanan susunan saraf pusat untuk menangkal infeksi mencakup kesehatan
umum yang sempurna, struktur sawar darah otak yang utuh dan efektif, aliran darah ke otak
yang adekuat, sistem imunologik humoral dan selular yang berfungsi sempurna. Neonatus
selamanya kekurangan antibodi IgM yang spesifik, oleh karena ia tidak dapat melintasi
plasenta. Maka dari itu, neonatus mudah terkena infeksi kuman enterik gram
dewasa, ensefalitis virus herpes simpleks merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang
latent.Virus herpes simpleks tersebut berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik,
mungkin di ganglion Gasseri.Reaktivitas virus herpes simpleks dapat disebabkan oleh faktor-
terjadi secara iatrogenik atau dapat terjadi sewaktu bepergian ke tempat-tempat yang tinggi
letaknya.
Kerentanan terhadap agent penyebab infeksi tidak hanya dipengaruhi oleh umur dan
genetik tetapi juga oleh defisiensi didapat atau kongenital dalam mekanisme pertahanan
hospes. Individu dengan defisiensi IgG atau komplemen, penderita yang mengalami
splenektomi, atau mereka yang asplenia kongenital menambah insiden septikimia dan
meningitis yang disebabkan oleh S. pneumoniae dan H.influenzae tipe B. Penderita dengan
anemia sel sikel dan hemoglobinopati akan berisiko terinfeksi meningitis karena fungsi limpa
yang tidak baik dan cacat pada jalur komplemen. Infeksi meningokokus beresiko pada individu
muda.Angka kejadian yang sukar dipastikan karena infeksi subklinis dari sistem saraf pusat
dilaporkan terjadi lebih dari 65% kasus. Bang dan Bang menemukan adanya peningkatan sel
yang abnormal pada cairan otak dari 62% kasus, dimana hanya 28% dari penderita
15% kasus aseptik meningitis di Amerika.Paramyxovirus ini memiliki infeksi yang tinggi
pada individu dengan sistem imun yang rendah.Kematian karena virus gondongan ini jarang,
mayoritas kematian (>50%) terjadi pada orang yang lebih tua dari 19 tahun.
Biasanya bentuk meningoensefalitis mumps jinak pada anak dan ditandai dengan
demam, muntah, kaku kuduk, letargi, parotitis, sakit kepala, konvulsi, nyeri perut, diare dan
imun didapat atau kongenital, hemoglobinopati sabit, asplenia, dan penyakit hati atau ginjal
b. Agent
Banyak bakteri dengan spektrum etiologi yang berbeda pada usia yang berbeda dan
pada kelompok pasien yang berbeda. Eschericia coli, Streptococcus grup B, Listeria biasanya
terjadi pada Neonatus, Haemophilus influenzae pada umur < 5 tahun, Neisseria meningitidis
Paramyxoviridae yang merupakan virus RNA. Virus mumps stabil pada Ph 5,8-8 dan tetap
hidup bertahun-tahun pada suhu < -200 - 700C. Virulensi virus mumps akan hilang bila virus
ini dipanaskan pada suhu 550C sampai dengan 600C, selama 20 menit. Virus mumps dapat
diisolasi dari kelenjar air liur, hasil swab dari orificium ductus Stensen atau dari mulut, darah,
kencing, air susu ibu dan cairan otak. Meningoensefalitis biasanya terjadi setelah 3-10 hari
dapat terjadi lebih awal, bahkan dapat terjadi tanpa adanya pembesaran kelenjar.
virus termasuk dalam kelompok virus yang ditularkan oleh serangga atau arthropoda lainnya,
serangga penular di Indonesia adalah nyamuk Culex tritaeniohynchus. Sebelum tahun 1974,
semua strain H. influenzae sensitif terhadap ampisilin.Pada waktu tersebut, akibat munculnya
strain penghasil ß-laktamase, terapi akibat organisme ini diperluas hingga meliputi ampisilin
dan kloramfenikol sampai uji kepekaan selesai.Beberapa belahan dunia sekarang melaporkan
bahwa insidensi organisme yang resisten terhadap ampisilin dan kloramfenikol sudah
melebihi 50%, sehingga regimen pengobatan ini sudah tidak dapat digunakan di daerah
tersebut. Menurut statistik dari 214 ensefalitis 54% (115 orang) dari penderita adalah
anak-anak. Virus yang paling sering ditemukan ialah virus Herpes simpleks (31%), yang
disusul oleh virus ECHO (17%). Ensefalitis primer dengan penyebab yang tidak diketahui
dan ensefalitis para-infeksiosa masing-masing mencakup 40% dan 41% dari semua kasus
neonatal, tetapi jarang menyebabkan ensefalitis pada bayi yang lebih tua, anak-anak atau
Infeksi saraf yang disebabkan oleh infeksi oportunistik telah dilaporkan menjadi
penularan penyakit dan patogenesis yang berbeda-beda. Bentuk takhizoit adalah bentuk
proliferatif yang ditemukan selama infeksi akut.Bentuk bradizoit ada dalam kista
sesudah mengalami sporulasi yang terjadi dari 1 sampai 21 hari pasca defekasi.Hanya sekitar
c. Lingkungan
Kolonisasi nasofaringeal dari N.meningitidis meningkat jumlahnya jika banyak anak muda
paut dengan berenang di danau segar yang mengandung amuba. Infeksi arbovirus terjadi jika
ada kontak dengan vektor yang berupa arthropoda yang telah terinfeksi.Binatang peliharaan
sering terinfeksi Toksoplasma gondii dan mudah menularkan infeksinya kepada manusia di
sekelilingnya.
memenuhi syarat kesehatan minimal, hidup dan tinggal atau tidur berdesakan, higiene yang
(tuberkulosa) tidak diobati, prognosisnya jelek sekali.Penderita dapat meninggal dalam waktu
6-8 minggu.Angka kematian pada umumnya 50%.Prognosisnya jelek pada bayi dan orang
tua.Prognosis juga tergantung pada umur dan penyebab yang mendasari, antibiotik yang
diberikan, hebatnya penyakit pada permulaannya, lamanya gejala atau sakit sebelum dirawat,
serta adanya kondisi patologik lainnya.Tingkat kematian virus mencakup 40-75% untuk herpes
simpleks, 10-20% untuk campak, dan 1% untuk gondok. Penyakit pneumokokus juga lebih
sering menyebabkan gejala sisa jangka panjang (kurang dari 30% kasus) seperti hidrosefalus,
palsy nervus kranials, defisit visual dan motorik, serta epilepsi. Gejala sisa penyakit terjadi
pada kira-kira 30% penderita yang bertahan hidup, tetapi juga terdapat predileksi usia serta
patogen, dengan insidensi terbesar pada bayi yang sangat muda serta bayi yang terinfeksi
oleh bakteri gram negatif dan S. pneumoniae. Gejala neurologi tersering adalah tuli, yang
terjadi pada 3-25% pasien; kelumpuhan saraf kranial pada 2-7% pasien; dan cedera berat
seperti hemiparesis atau cedera otak umum pada 1-2% pasien. Lebih dari 50% pasien dengan
gejala sisa neurologi pada saat pemulangan dari rumah sakit akan membaik seiring waktu,
dan keberhasilan dalam implan koklea belum lama ini memberi harapan bagi anak dengan
kehilangan pendengaran.
3.8. Komplikasi
buta karena atrofi N.II, kelumpuhan otot yang disarafi N.III, N.IV, N.VI,
hemiparesis.Komplikasi dari meningitis purulenta adalah efusi subdural, abses otak,
meningoensefalitis bagi individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan
pola hidup sehat. Pencegahan terhadap infeksi dilakukan dengan cara imunisasi pasif atau
aktif.
Kemoprofilaksis terhadap individu rentan yang diketahui terpajan pada pasien yang
dimusnahkan dengan memberikan kaporit pada air kolam secara teratur, hindari berenang
pada kolam air tawar yang mempunyai temperatur di atas 25º C. Meningoensefalitis dengan
tubuh dengan cara memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG. Hunian
sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, tidak over crowded (luas lantai > 4,5 m2/orang), dan
pada anak-anak, karena kelompok tersebut sensitif terhadap infeksi virus.Selain itu dilakukan
pencegahan terhadap gigitan nyamuk dan dilakukan prosedur pengamanan tindakan dan
pekerjaan laboratorium.
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih
tanpa gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan
penyakit.Deteksi dini anak-anak yang mengalami kelainan neurologis sangat penting karena
a. Diagnosis
a. Pada meningitis purulenta, diperoleh hasil pemeriksaan cairan serebrospinal yang keruh
karena mengandung pus, nanah yang merupakan campuran leukosit yang hidup dan mati,
b. Infeksi yang disebabkan oleh virus, terjadi peningkatan cairan serebrospinal, biasanya
adanya protein meningkat, warna jernih, tekanan meningkat, glukosa menurun, klorida
menurun.
normal atau turun. Penyebab dengan Criptococcal, tekanan cairan otak normal atau
Lumbal pungsi tidak dilakukan bila terdapat edema papil, atau terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Pada kasus seperti ini, pungsi lumbal dapat ditunda sampai
kemungkinan massa dapat disingkirkan dengan melakukan pemindaian CT scan atau MRI
kepala.
a. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin, jumlah dan jenis leukosit, kadar glukosa, kadar
ureum. Pada meningitis purulenta didapatkan peningkatan leukosit dengan pergeseran ke kiri
pada hitung jenis, biasanya terdapat kenaikan jumlah leukosit.Gangguan elektrolit sering
terjadi karena dehidrasi.Di samping itu hiponatremia dapat terjadi akibat pengeluaran
mononuklear yang dominan, pemeriksaan pada darah ditemukan jumlah leukosit meningkat
a. CT scan dan Magnetic Resonance Maging (MRI) otak dapat menyingkirkan kemungkinan
b. Untuk menegakkan diagnosa dengan penyebab herpes simpleks, diagnosa dini dapat
dibantu dengan immunoassay antigen virus dan PCR untuk amplifikasi DNA virus.
b. Pengobatan
Pengobatan suportif dalam kebanyakan kasus meningitis virus dan ensefalitis. Satu-
satunya pengobatan spesifik adalah asiklovir 10 mg/kg iv setiap 8 jam selama 10-14 hari
untuk infeksi herpes simpleks. Asiklovir juga efektif terhadap virus Varicella zoster. Tidak
ada manfaat yang terbukti untuk kortikosteroid, interferon, atau terapi ajuvan lain pada
ensefalitis virus, dan yang disebabkan oleh bakteri dapat diberikan klorampinikol 50-75
Meningitis pada neonatus (organisme yang mungkin adalah E.Coli, Steptococcus grup
mengurangi angka kematian akibat infeksi Naegleria fowleri, tetapi tidak berhasil mengobati
Pencegahan tertier merupakan aktifitas klinik yang mencegah kerusakan lanjut atau
mengurangi komplikasi setelah penyakit berhenti. Pada tingkat pencegahan ini bertujuan
untuk menurunkan kelemahan dan kecacatan, dan membantu penderita untuk melakukan
penyesuaian terhadap kondisi-kondisi yang tidak diobati lagi, dan mengurangi kemungkinan
untuk mengalami dampak neurologis jangka panjang misalnya tuli, ketidakmampuan belajar,
oleh karena itu fisioterapi dan rehabilitasi juga diberikan untuk mencegah dan mengurangi
kecacatan.
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada laporan ini diajukan kasus penderita seorang wanita berusia 59 tahun yang
datang ke IGD RSML dengan keluhan penurunan kesadaran. Dari riwayat anamnesis pasien
tidak memiliki riwayat trauma kepala, diabetes mellitus, penyakit hepar ataupun penyakit
ginjal, sehingga kemungkinan penurunan kesadaran yang terjadi lebih mengarah ke proses
dari intrakranial. Sebelum mengalami penurunan kesadaran, pasien mengalami gejala demam
Pada pemeriksaan umum yang dilakukan saat pasien datang ke IGD didapatkan
penurunan kesadaran dengan GCS 356, dengan tekanan darah 113/72 mmHg, nadi 61x per
menit, suhu badan 37.1 derajat celcius. Tidak didapatkan tanda-tanda anemis maupun ikterik
pada konjungtiva dan sclera, pada pemeriksaan leher, thorax, abdomen dan extrimitas dalam
batas normal.Pada pemeriksaan neurologis di IGD didapatkan tanda meningeal sign kaku
kuduk positif sedangkan pemeriksaan motorik didapatkan kesan lateralisasi dectra dan
sensorik dalam batas normal.Dari hasil pemeriksaan fisik dan anamnesis yang dilakukan,
penurunan kesadaran, nyeri kepala, dan kaku kuduk yang terjadi dapat mengkonfirmasi
meningen.
Meningoensefalitis kebanyakan disebabkan oleh agen infeksi akan tetapi pada sedikit
kasus dapat pula non infeksius seperti pada proses demyelinisasi pada acute disseminated
enchepalitis. Pada pasien ini, baik anamnesis maupun pemeriksaan fisik belum bisa
Selama masa perawatan, pasien mendapatkan terapi supportif berupa infus ringer
asetat 1500 cc dalam 24 jam, ceftriaxone 2 x 2 gram sebagai terapi antibiotik empiris untuk
2 x 50 mg untuk mencegah stress ulcer akibat faktor psikologis maupun akibat dari kerja
steroid.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
adalah oleh karena adanya infeksi bateri yang menyerang sistem saraf pusat dengan berbagai
mekanismenya.
Pada meningoensefalitis keradangan terjadi pada selaput otak maupun pada parenkim
otak itu sendiri, sehingga tanda klinis yang didapatkan adalah tanda-tanda keradangan selaput
otak yang paling mudah adalah ditandai dengan meningeal sign positif serta tanda-tanda
keradangan parenkim otak yang ditandai dengan berbagai gejala klinis seperti penurunan
Diagnosis yang tepat dan pemberian antibiotik empiris dapat memberikan perbaikan
meningitis harus dilakukan lumbal pungsi untuk tujuan diagnosis maupun penunjang terapi.
DAFTAR PUSTAKA
Bahrudin, Moch. 2012. Neuroanatomi dan Aplikasi Klinis Diagnosis Topis. Penerbit: UMM
press.
Bahrudin, Moch. 2014. Buku Ajar neurologi blok neuromuskuloskeletal. Penerbit: UMM
press.
Koppel BS. 2011. Bacterial, Fungal & Paracitic Infections of the Nervous System. In. Burst
JCM: Current Diagnosis & Treatment. The McGraw-Hill Companies, Inc: 2007; 403-
448.
Ross KL: Bacterial Meningitis. In. Evans RS: Saunders Manual of Neurologic Practice.
Philadelphia, Saunders: 2003; 699-713.
Verma A: Infections of the Nervous System. In Bradley WG, Daroff RB, Fenichel GM, et al:
Neurology in Clinical Practise. The Neurological Disorders. Butterworth Heinemann,
Philadelphia: 2004; 1473-1630.