Anda di halaman 1dari 34

BAGIAN NEUROLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2022


UNIVERSITAS HALU OLEO

NON HEMMORAGIC STROKE

Oleh :
La Ode Naufal Arrouf Syahnasti (K1B1 22 044)
Nur Aksa (K1B1 22 045)

Pembimbing :
dr. Karman, M. Kes Sp. S

KEPANITERAAN KLINIK NEUROLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama / NIM : La Ode Naufal Arrouf Syahnasti (K1B122044),


Nur Aksa (K1B122045)
Judul : NHS
Bagian : Ilmu Penyakit Saraf
Fakultas : Kedokteran

Telah menyelesaikan laporan kasus dalam rangka kepaniteraan klinik pada


bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo pada
Desember 2021.

Raha, Juni 2022


Pembimbing

dr. Karman, M.Kes., Sp.S


BAB I
STATUS PASIEN NEUROLOGI

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. H
Umur : 47 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Guru
Alamat : Wakorambu
Agama : Islam
No. RM : 02 38 XX
Tanggal masuk RS : 29 Mei 2022
DPJP : dr. Karman, M.Kes, Sp.S.

B. ANAMNESIS
Keluhan utama : lemah separuh badan bagian sebelah kanan
Anamnesis terpimpin :
Pasien datang ke IGD RSU Muna dengan keluhan lemah separuh badan
sebelah kanan secara tiba-tiba saat berada di kamar mandi. Pasien ditemukan
oleh keluarga saat berusaha merangkak keluar dan mencari pertolongan.
Keluhan yang sama pernah dialami sebelumnya dan sempat dirawat di RS
kurang lebih 2 tahun yang lalu, pasein dirawat hingga keluhan berkurang dan
rutin control ke RS. Pasien juga mengeluh tidak dapat mengelurakan suara dan
berbicara. Tidak ada faktor yang memperberat dan memperingan keluahan.
Riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal oleh pasien, tidak ada
penurunan kesadaran. Keluhan nyeri kepala, mual, muntah, sesak, kejang
batuk, penglihatan kabur dan demam disangkal. Kebiasan minum kopi,
merokok, alkohol dan makan makanan berlemak disangkal. Pasien mengaku
mengkomsumsi susu kambing. BAB (-) semenjak masuk RS, BAK dalam batas
normal.
Riwayat penyakit dahulu : Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat
kolesterol (-), riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat keluarga : Riwayat stroke (-), riwayat hipertensi (-), riwayat
DM (-), riwayat penyakit jantung (-)
Riwayat kebiasaan : Merokok (-) Minum alkohol (-) Penggunaan
narkoba (-)
Riwayat pengobatan : rutin berobat pasca stroke sebelumnya
C. PEMERIKSAAN FISIS
Pemeriksaan Umum
• Kesan : Sakit sedang
• Kesadaran : Compos mentis
• Tanda-tanda vital
- TD : 120/90 mmHg - SpO2 : 99%
- Nadi : 67 x/m - BB : - kg
- Pernapasan : 24 x/m
- Suhu : 36,5ºC
• Kepala : Normocephal,
• Muka : tidak simetris, sulcus nasolabialis sebelah kanan lebih
dangkal.
• Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Raccon eyes
(-)
• Hidung : Rinore (-), epistaksis (-)
• Telinga : Otore (-)
• Mulut : Bibir pucat (-), atrofi papil lidah (-)
• Leher : Pembesaran KGB (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Arteri karotis : Palpasi (+), Auskultasi : bruit (-), posisi
trakea di tengah.
• Thoraks
- Inspeksi : Simetris kanan = kiri
- Palpasi : Nyeri tekan (-), massa (-)
- Perkusi : Sonor kanan = kiri
- Auskultasi : Bunyi napas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-)
• Jantung
- Inspeksi : IC tidak tampak
- Palpasi : IC tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung kanan : ICS IV linea parasternalis D
Batas jantung kiri : ICS V midclavicularis S
- Auskultasi : BJ I/II Murni regular, murmur (-), gallop (-)

• Abdomen
- Inspeksi : Datar, ikut gerak napas
- Auskultasi : BU (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (-), organomegali (-)

Pemeriksaan Psikiatris
• Reaksi emosi : baik • Penyerapan : baik
• Proses berfikir : baik • Kemauan : baik
• Kecerdasan : baik • Psikomotor : baik

Pemeriksaan Neurologi
GCS : E4M6V1
1. Kepala
Bentuk/ukuran : Normocephal
Penonjolan : (-)
2. Saraf Cranialis
N. I Kanan Kiri
Penghidu : Normosmia normosmia
N. II OS OD
Ketajaman penglihatan : Normal Normal
Lapangan penglihatan : Normal Normal
Funduskopi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. III, IV, VI D S
Celah kelopak mata Normal Normal
Ptosis : (-) (-)
Eksofthalmus : (-) (-)
Pupil
Bentuk/ukuran : 2,5 mm/bulat 2,5 mm/bulat
Isokor/unisokor : Isokor Isokor
RCL/RCTL : (+) (+)
Refleks akomodasi : Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Gerakan bola mata Normal Normal
Parese ke arah : (-) (-)
Nistagmus : (-) (-)
N. V
Sensibilitas : N.V1 : Normal
: N. V2 : Normal
: N. V3 : Normal
Motorik : Membuka mulut : Normal
Istrahat/menggigit : Normal
Refleks dagu/masseter : Normal
Refleks kornea : Normal
N. VII
Motorik : M.Frontalis M.Orbikulari okuli M.Orbikulari oris
Mimik : Tidak dilakukan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Pengecap 2/3 lidah anterior : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. VIII
Pendengaran : Kanan kiri normal
Tes Rinne/Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Fungsi Vestibularis : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. IX dan X
Arcus faring : Tidak dilakukan pemeriksaan
Deviasi uvula : Tidak dilakukan pemeriksaan
Refleks telan muntah : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pengecap 1/3 lidah posterior : Tidak dilakukan pemeriksaan
Suara :-
N. XI
Memalingkan kepala dengan/tanpa tahanan : Tanpa tahanan
Angkat Bahu : Normal
N. XII
Deviasi Lidah : ke kiri
Fasikulasi : Tidak ada
Atrofi : Tidak ada
Tremor : Tidak ada
Disartria : Tidak ada

3. Leher
Tanda-tanda perangsangan selaput otak : Kaku kuduk : (-)
Kernig’s sign : (-)
4. Abdomen
Refleks kulit dinding perut :
N N N

N N N

N N N

5. Kolumna vertebralis
Inspeksi : Normal
Palpasi : Normal
Perkusi : Normal
Pergerakan : Normal
6. Ekstremitas :
Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Pergerakan + + + +
Kekuatan - + - +
Tonus + + + +
Bentuk otot N N N N

Superior Inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Motorik 4 5 4 5
Sensoris N N N N

Refleks Fisiologis
Superior
Dextra Sinistra
Biceps - +
Triceps - +
Patella - +

Refleks Patologik
• Hoffmann : +/- Babinski : -/-
• Tromner : +/- Chadock : -/-
Gordon : -/-
Schaefer : -/-
Openheim : -/-

Sensibilitas
Eksteroseptif
Taktil : Normal / Normal
Nyeri : Normal / Normal
Suhu : Normal / Normal
Proprioseptif
Rasa sikap : Normal
Rasa nyeri dalam : Normal
Fungsi kortikal
Rasa diskriminasi : Normal
Stereognosis : Normal
Pergerakan abnormal spontan : (-)

Gangguan Koordinasi
• Tes jari hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Tes pronasi-supinasi : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Tes tumit : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Tes pegang jari : Tidak dilakukan pemeriksaan

Gangguan Keseimbangan
• Tes romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan
• Gait : Tidak dilakukan pemeriksaan
Pemeriksaan Fungsi Luhur
• Orientasi : Baik
• Registrasi : Baik
• Atensi : Baik
• Memori : Baik
• Bahasa : Baik
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
• Darah Rutin (29/05/2022)
Parameter Hasil Nilai Rujukan
RBC 4.680.000 uL 4.000.000-5.500.000 uL
Eritrosit - P : 4,0 – 5,5 juta
L : 4,5 – 6,0 juta
Hemoglobin 12.0 g/dl P : 12 – 16g/dl
L : 14- 18 g/dl
Hematokrit 37,3 % 37-48
MCV 80 Fl 80-97
MCH 25,6 PG 26,5-33,5
MCHC 32,2 % 31,5-35
Leukosit 14.560/µL 4.000-10.000/µL
Netrofil Segmen - 50-70
Limfosit - 20-40%
WBC 9.800 uL 3.400-9.600 sel/mcL
Monosit - 2-8%
Trombosit - 150.000-400.000 /µL
• Kimia darah (27/05/2022)
Parameter Hasil Rujukan

GDS 105 mg/dL < 126 mg/dL


Kreatinin 0,7 mg/dL P : 0,5-1 mg/dL
L : 0,6-1,3 mg/dL
Kolestrol total 187 mg/dL < 200 mg/dL

LDL 71 mg/dL < 100 mg/dL

TG 90 mg/dL 150 mg/dL

SGPT 22 µ/L 5-40 µ/L

SGOT 54 µ/L 7-56 µ/L

E. DIAGNOSIS KLINIS
Non Hemmoragic Stroke + Afasia
F. DIAGNOSIS KERJA
Topis : korteks sereberi
Etiologi : suspek stoke iskemik thrombus serebri
G. DIAGNOSIS BANDING
Hemoragic stroke
H. TERAPI
1. O2 2 Lpm
2. IVFD NACL 0,9% 28 Tpm
3. Citicoline 250 mg/12 jam/IV
4. Ranitidin 50 mg/12 jam/IV
5. Ketorolac 30 mg/8 jam/IV (k/p)
6. Farbion 1 amp/ 24 jam/IV drips
7. CPG 75 mg 1 x 1 siang
8. Amlodipine 5 mg
9. Simvastatin 20 mg
I. PROGNOS
Quo ad vitam : Dubia et bonam
Quo ad functionam : Dubia et bonam
Quo ad sanationam : Dubia et bonam
J. FOLLOW UP
Hari/ Tanggal Perjalanan Penyakit Rencana Terapi
Minggu, S : pasien masuk dengan 1. IVFD NACL 0,9% 20 tpm
29 Mei 2022 keluhan lemah separuh badan 2. Inj. Citicoline 250 mg/12 jam/iv
sebelah kanan. 3. Inj. Ketorolac 30 mg/8 jam/iv
O: KU: sakit sedang 4. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
Kesadaran: kompos mentis 5. Drips farbion 1 A/24 jam/iv
TD: 140/100 mmHg 6. CP 6 75 mg 1 x 1
N: 84 x/menit 7. Amlodipine 5 mg/p.o
P: 24 x/menit 8. Simvastatin 20 mg
S: 36,50C
SpO2 : 95%
GCS = E4M1V6
A: hemiparese dextra ec NHS
Senin , S : lemah separuh badab sebalah 1. O2 2-3 L
30 Mei 2022 kanan, pasien tidak dapat bicara. 2. RL 20 Tpm
O: KU: sakit sedang 3. Drips farbion 1 A/24 jam/iv
TD: 120/80 mmHg 4. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
N: 70 x/menit 5. Inj. Citicoline 250 mg/12 jam/iv
P: 22 x/menit 6. CP 6 75 mg 1 x 1
S: 36,50C 7. Amlodipine 5 mg
SpO2 : 95% 8. Simvastatin 20 mg
GCS = E4M1V6
A: hemiparese dextra ec NHS
Selasa , S : tidak bisa bicara, tidak dapat 1. RL 20 Tpm
31 Mei 2022 berjalan dan tidak dapat 2. Drips farbion 1 A/24 jam/iv
menggunakan badannya sebelah 3. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
kanan, lemas (+) 4. Inj. Citicoline 250 mg/12 jam/iv
O: KU: sakit sedang 5. CP 6 75 mg 1 x 1
TD: 150/100 mmHg 6. Amlodipine 5 mg
N: 80 x/menit 7. Simvastatin 20 mg
P: 20 x/menit
S: 36,20C
SpO2 : 95%
GCS = E4M1V6
A: hemiparese dextra ec NHS
Rabu , S : tidak bisa bicara, tidak dapat 1. RL 20 Tpm
1 Juni 2022 berjalan dan tidak dapat 2. Drips farbion 1 A/24 jam/iv
menggunakan badannya sebelah 3. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
kanan, lemas (+) 4. Inj. Citicoline 250 mg/12 jam/iv
O: KU: sakit sedang 5. CP 6 75 mg 1 x 1
TD: 130/80 mmHg 6. Amlodipine 5 mg
N: 72 x/menit 7. Simvastatin 20 mg
P: 20 x/menit
S: 36,80C
SpO2 : 95%
GCS = E4M1V6
A: hemiparese dextra ec NHS
Kamis , S : tidak bisa bicara, masih sulit 1. O2 2-3 L
2 Juni 2022 untuk berjalan dan tidak dapat 2. RL 20 Tpm
menggunakan badannya sebelah 3. Drips farbion 1 A/24 jam/iv
kanan, lemas (+) 4. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
O: KU: sakit sedang 5. Inj. Citicoline 250 mg/12 jam/iv
TD: 120/80 mmHg 6. CP 6 75 mg 1 x 1
N: 80 x/menit 7. Amlodipine 5 mg
P: 22 x/menit 8. Simvastatin 20 mg
S: 36,00C
SpO2 : 95%
GCS = E4M1V6
A: hemiparese dextra ec NHS

Jumat, 3 Juni S : tidak bisa bicara, pasien 1. RL 20 Tpm


2022 tampak gelisah, tidak dapat 2. Drips farbion 1 A/24 jam/iv
menggerakkan badannya 3. Inj. Ranitidine 50 mg/12 jam/iv
sebelah kanan. 4. Inj. Citicoline 250 mg/12 jam/iv
O: KU: sakit sedang 5. CP 6 75 mg 1 x 1
TD: 110/70 mmHg 6. Amlodipine 5 mg
N: 80 x/menit 7. Simvastatin 20 mg
P: 22 x/menit
S: 36,00C
SpO2 : 95%
GCS = E4M1V6
A: hemiparese dextra ec NHS
Sabtu, 4 Juni S : tidak bisa bicara, pasien 1. RL 20 Tpm
2022 tampak gelisah, tidak dapat 2. Citicoline 1x1
menggerakkan badannya 3. CP 6 75 mg 1x1
sebelah kanan. 4. Omenprazole 1x1
O: KU: sakit sedang 5. Asta plus
TD: 130/80 mmHg 6. Amlodipine 5 mg
N: 90 x/menit
P: 22 x/menit
S: 36,50C
SpO2 : 95%
GCS = E4M1V6
A: hemiparese dextra ec NHS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI DAN KLASIFIKASI


Stroke adalah gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. Gangguan fungsi saraf tersebut timbul secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) dengan gejala dan
tanda yang sesuai daerah fokal otak yang terganggu. Oleh karena itu manifestasi
klinis stroke dapat berupa hemiparesis, hemiplegi, kebutaan mendadak pada satu
mata, afasia atau gejala lain sesuai daerah otak yang terganggu.
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik merupakan 88% dari seluruh
kasus stroke. Pada stroke iskemik terjadi iskemia akibat sumbatan atau penurunan
aliran darah otak. Berdasarkan perjalanan klinis, dikelompokkan menjadi :
1. TIA ( Transient Ischemic Attack)
Pada TIA gejala neurologis timbul dan menghilang kurang dari 24 jam.
Disebabkan oleh gangguan akut fungsi fokal serebral, emboli maupun
trombosis.
2. RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologis pada RIND menghilang lebih dari 24 jam namun kurang
dari 21 hari.
3. Stroke In Evolution
Stroke yang sedang berjalan dan semakin parah dari waktu ke waktu.
4. Completed Stroke
Kelainan neurologisnya menetap dan tidak berkembang lagi.
Stroke non hemoragik terjadi akibat penutupan aliran darah ke sebagian otak
tertentu, maka terjadi serangkaian proses patologik pada daerah iskemik.
Perubahan ini dimulai dari tingkat seluler berupa perubahan fungsi dan bentuk sel
yang diikuti dengan kerusakan fungsi dan integritas susunan sel yang selanjutnya
terjadi kematian neuron.
Stroke non hemoragik dibagi lagi berdasarkan lokasi penggumpalan, yaitu :
1. Stroke non Hemoragik Embolik
Pada tipe ini embolik tidak terjadi pada pembuluh darah otak, melainkan di
tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik. Embolisasi
kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel.
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan
pada katup mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang
berasal dari vena pulmonalis. Kelainan pada jantung ini menyebabkan curah
jantung berkurang dan serangan biasanya muncul disaat penderita tengah
beraktivitas fisik seperti berolahraga.
2. Strok non Hemoragik Trombus
Terjadi karena adanya penggumpalan pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi
menjadi stroke pembuluh darah besar (termasuk sistem arteri karotis)
merupakan 70% kasus stroke non hemoragik trombus dan stroke pembuluh
darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Trombosis
pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang, biasanya ini terkait
dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit atherosklerosis.
B. EPIDEMIOLOGI
Jenis stroke yang terjadi adalah stroke non hemoragik 85 pasien (95,5%)
dan stroke hemoragik 4 orang (4,5%). Pada beberapa negara di dunia, penderita
stroke memiliki komposisi 70% stroke iskemik, 27% stroke hemoragik dan 3%
stroke dengan sebab yang tidak diketahui. Jumlah stroke hemoragik di Cina
berkisar 17,1 - 39,4%, di Jepang sampai 38,7%. Kejadian stroke iskemik memiliki
proporsi lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragik (Shafi'i dkk., 2016).
C. ETIOLOGI
Walaupun etiologi sering tidak mendasari terjadinya stroke, namun hal ini
sangat penting dalam pengurangan risiko rekurensi (Smith dkk., 2013).
1. Stroke Kardioemboli
Kardioemboli merupakan penyebab 20% strok iskemik. Strok yang
disebabkan oleh penyakit jantung biasnaya dikarenakan oleh emboli dari
pembentukan material trombotik pada dinding atrial atau ventrikular atau
katup jantung kiri. Trombus tersebut kemudian terlepas dan menjadi emboli
dalam sirkulasi arterial. Trombus bisa terpisah atau lisis dengan cepat,
menyebabkan TIA. Namun, jika oklusi arteri bertahan dalam waktu lama,
strok iskemik bisa terjadi. Strok emboli mempunyai onset yang mendadak,
dengan defisit neurologis yang berat. Dengan reperfusi yang diikuti dengan
iskemia berkepanjangan, perdarahan peteki bisa terajadi di daerah iskemi.
Hal ini biasanya mempunyai tanda klinis yang khas dan harus dibedakan
dengan HS (Smith dkk., 2013).
Emboli dari jantung biasanya tinggal di MCA, PCA, atau salah satu
percabangannya; jarang terdapat di ACA. Emboli cukup besar untuk
menyumbat cabang MCA (3-4 mm) yang menyebabkan infark yang luas dan
mencakup substansia grissea dan alba dan beberapa bagian di korteks dan
daerah di bawah substansia alba. Emboli yang lebih kecil dapat meyumbat
cabang arteri kortikal. Lokasi dan ukuran dari infark dalam daerah
perdarahan tergantung dari derajat sirkulasi kolateral (Smith dkk., 2013).
Penyebab yang paling umum dari strok kardioemboli adalah fibrilasi
atrium nonreumatik, infark miokard, katup prostetik, penyakit jantung
rematik, dan kardiomiopati iskemi (Smith dkk., 2013).
2. Artery-to-artery Embolic Stroke
Pembentukan trombus pada plak aterosklerotik bisa menyebabkan
emboli pada arteri intrakranial yang selanjutnya menjadi artery-to-artery
embolic stroke. Kasus yang tidak umum ialah penyakit vaskuler dapat
menyebabakan trombus secara akut. Tidak seperti pembuluh darah miokars,
emboli artery-to-artery termasuk mekanisme vaskiArteruuler dominan yang
menyebabkan iskemi seberal. Pembuluh darah yang patologis bisa menjadi
sumber emboli, termasuk arkus aorta, arteri karotis komunis, karotis interna,
vertebralis, dan basilaris. Aterosclerosis carotid bifurcatio merupakan sumber
emboli artery-to-artery, dan penatalaksanaan spesifik terbukti menurunkan
risiko (Smith dkk., 2013).
Tabel 1. Penyebab Strok Iskemi
Penyebab Umum Penyebab Tidak Umum

Trombosis Kelainan hiperkoagulasi


Strok lakunar (pembuluh darah Defisiensi protein C
kecil) Defisiensi protein S
Trombosis pembuluh darah besra Defisiensi antitrombin III
Dehidrasi Sindrom antifosfolipid
Oklusi emboli Mutasi faktor V Leiden
Artery-to-artery Mutasi protrombin G20210
Carotid bifurcation Keganasan sistemik
Arcus aorta Anemia sickle cell
Diseksi arterial Thalasemia
Kardioembolik Systhemic Lupus
Fibrilasi atrium Erythematous
Trombus mural Homosisteinemia
Infark miokard Thrombotic thrombocytopenic
Kardiomiopati purpura
Lesi valvuler Disseminated intravascular
Stenosis mitral coagulation
Katup mekanik Disproteinemia
Endokarditis bakterial Sindroma nefrotik
Emboli paradoksikal Inflammatory Bowel Disease
Atrial septal defect Kontrasepsi oral
Patent foramen ovale Trombosis sinus venosus
Aneurisma septum atrium Displasia fibromuskular
Vaskulitis
Vaskulitis sistemik (PAN,
granulmatosis dengan
polianglitis, Takayasu,
arteritis giant cell)
Vaskulitis primer CNS
Meningitis (sifilis,
tuberkulosis, jamur, bakteri,
zoster)
Kardiogenik
Kalsifikasi katup mitral
Miksoma atrial
Tumor intrakardiak
Endokarditis Marantic
Endokariditis Libman-Sacks
Perdarahan subaraknoid
Obat-obatan: kokain, amfetamin
Penyakit Moyamoya
Eklamsia

D. PATOFISIOLOGI
Stroke iskemik adalah tanda klinis gangguan fungsi atau kerusakan jaringan
otak sebagai akibat dari berkurangnya aliran darah ke otak, sehingga mengganggu
pemenuhan kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak.
Aliran darah dalam kondisi normal otak orang dewasa adalah 50-60 ml/100
gram otak/menit. Berat otak normal rata-rata orang dewasa adalah 1300- 1400 gram
(+ 2% dari berat badan orang dewasa). Sehingga dapat disimpulkan jumlah aliran
darah otak orang dewasa adalah + 800 ml/menit atau 20% dari seluruh curah
jantung harus beredar ke otak setiap menitnya. Pada keadaan demikian, kecepatan
otak untuk memetabolisme oksigen + 3,5 ml/100 gram otak/menit. Bila aliran darah
otak turun menjadi 20-25 ml/100 gram otak/menit 13 akan terjadi kompensasi
berupa peningkatan ekstraksi oksigen ke jaringan otak sehingga fungsi-fungsi sel
saraf dapat dipertahankan.
Glukosa merupakan sumber energi yang dibutuhkan oleh otak, oksidanya
akan menghasilkan karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Secara fisiologis 90%
glukosa mengalami metabolisme oksidatif secara lengkap. Hanya 10% yang diubah
menjadi asam piruvat dan asam laktat melalui metabolisme anaerob. Energi yang
dihasilkan oleh metabolisme aerob melalui siklus Kreb adalah 38 mol Adenoain
trifosfat (ATP)/mol glukosa sedangkan pada glikolisis anaerob hanya dihasilkan 2
mol Atp/mol glukosa. Adapun energi yang dibutuhkan oleh neuron-neuron otak ini
digunakan untuk keperluan:
1. Menjalankan fungsi-fungsi otak dalam sintesis, penyimpanan, transport dan
pelepasan neurotransmiter, serta mempertahankan respon elektrik.
2. Mempertahankan integritas sel membran dan konsentrasi ion di dalam/di luar
sel serta membuang produk toksik siklus biokimiawi molekuler.

Proses patofisiologi stroke iskemik selain kompleks dan melibatkan


patofisiologi permeabilitas sawar darah otak (terutama di daerah yang mengalami
trauma, kegagalan energi, hilangnya homeostatis ion sel, asidosis, peningkatan,
kalsium intraseluler, eksitotositas dan toksisitas radikal bebas), juga menyebabkan
kerusakan neumoral yang mengakibatkan akumulasi glutamat di ruang
ekstraseluler, sehingga kadar kalsium intraseluler akan meningkat melalui transpor
glutamat, dan akan menyebabkan ketidakseimbangan ion natrium yang menembus
membran.
Glutamat merupakan eksitator utama asam amino di otak, bekerja melalui
aktivasi reseptor ionotropiknya. Reseptor-reseptor tersebut dapat dibedakan
melalui sifat farmakologi dan elektrofisiologinya: a-amino-3-hidroksi5-metil-4-
isosaksol-propionic acid (AMPA), asam kainat, dan N-metil-D-aspartat (NMDA).
Aktivasi reseptor-reseptor tersebut akan menyebabkan terjadinya eksitasi
neumoral dan depolarisasi. Glutamat yang menstimulasi reseptor NMDA akan
mengaktifkan reseptor AMPA akan memproduksi superoksida.
Secara umum patofisiologi stroke iskemik meliputi dua proses yang terkait,
yaitu:
1. Perubahan fisiologi pada aliran darah otak
2. Perubahan kimiawi yang terjadi pada sel otak akibat iskemik.
E. FAKTOR RESIKO
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan didasari
oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak dapat dimodifikasi, dapat
dimodifikasi dan masih dalam penelitian yaitu:
1. Tidak dapat dirubah:
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras
- Genetik
2. Dapat dirubah:
- Hipertensi
- Merokok
- DM
- Kelainan Jantung
- Hiperlipidemia
- Nutrisi
- Obesitas
- Aktivitas Fisik
3. Dalam penelitian lebih lanjut:
- Sindroma metabolik
- Penyalahgunaan zat
- Kontrasepsi oral
- Obstructive sleep apnea
- Infeksi
- Inflamasi
F. MANIFESTASI KLINIS
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologis akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke non hemoragik
meliputi hemiparese, monoparese atau quadriparese, tidak ada penurunan
kesadaran, tidak ada nyeri kepala dan reflek babinski dapat positif maupun
negatif. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri namun
umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya gejala-
gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya pemberian
terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat membuat anamnesis menjadi sedikit
sulit untuk mengetahui gejala atau onset stroke seperti:
1. Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak
didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).
2. Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari
pertolongan.
3. Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
4. Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, perdarahan subdural, ensefalitis
dan hiponatremia.
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis
stroke non hemoragik. Non contrast computed tomography (CT)
scanning adalah pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk
evaluasi pasien dengan stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya
mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).
Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan
biasanya tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat
normal pada >50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi
perdarahan intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria
eksklusi untuk pemberian terapi trombolitik.
Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:
1. CT Angiografi
2. CT Scan Perfusion
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan


meningitis atau perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi
kecurigaan klinis tetap menjadi acuan
H. PENALAKSANAAN
1. Penatalaksanaan Umum
Ditujukan terhadap fungsi vital : paru-paru, jantung, ginjal,
keseimbangan elektrolit dan cairan, gizi, higiene. Pencegahan dan
pengobatan komplikasi Rehabilitasi Pencegahan stroke : tindakan
promosi, primer dan sekunder.
2. Penalaksanaan Khsusus
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya
diberikan:
a. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel,
dipiridamol, cilostazol
b. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen
activator (rt-PA))
c. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke
emboli)
d. Neuroprotektan.
3. Terapi komplikasi
a. Antiedema : larutan Manitol 20%
b. Antibiotik, antidepresan, antikonvulsan : atas indikasi
c. Anti trombosis vena dalam dan emboli paru.
4. Penatalaksanaan faktor resiko
a. antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
b. Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
c. Antidislipidemi : atas indikasi.
5. Terapi Non-Medikamentosa
a. Operatif
b. Phlebotomi
c. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik
d. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)
e. Edukasi (aktifitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet).
I. KOMPLIKASI
Trombosis
Dekubitus
Pneumonia
Atrofi dan kekakuan sendi
Depresi dan kecemasan
Hipoksia serebral
Penurunan aliran darah serebral
Emolisme serebral
J. PROGNOSIS
Stroke merupakan penyakit yang mempunyai risiko tinggi
terjadinya komplikasi medis, adanya kerusakan jaringan saraf pusat
yang terjadi secara dini pada stroke, sering diperlihatkan adanya
gangguan kognitif, fungsional, dan defisit sensorik. Pada umumnya
pasien pasca stroke memiliki komorbiditas yang dapat meningkatkan
risiko komplikasi medis sistemik selama pemulihan stroke. Komplikasi
medis sering terjadi dalam beberapa minggu pertama serangan stroke.
Pencegahan, pengenalan dini, dan pengobatan terhadap komplikasi
pasca stroke merupakan aspek penting. Beberapa komplikasi stroke
dapat terjadi akibat langsung stroke itu sendiri, imobilisasi atau
perawatan stroke. Hal ini memiliki pengaruh besar pada luaran pasien
stroke sehingga dapat menghambat proses pemulihan neurologis dan
meningkatkan lama hari rawat inap di rumah sakit. Komplikasi jantung,
pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca stroke, disfagia,
inkontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat umum pada pasien
stroke.
Pasien dengan stroke akut berisiko tinggi untuk terjadi infeksi.
Infeksi yang sering terjadi pada pasien stroke pada umumnya adalah
pneumonia dan infeksi saluran kemih. Kajian sistematis yang
melibatkan 137.817 pasien stroke pada Academic Medical Center di
Netherland menunjukkan bahwa angka kejadian infeksi secara
keseluruhan pada pasien stroke sebesar 30%, angka kejadian
pneumonia 10% dan angka kejadian infeksi saluran kemih sebesar
10%. Pneumonia secara bermakna dapat menyebabkan kematian di
rumah sakit dengan OR 3,62; 95% CI, 2,80-4,68 sedangkan infeksi
saluran kemih tidak menyebabkan kematian di rumah sakit.
Penatalaksanaan stroke yang terstruktur dan melibatkan tim
multidisiplin dapat menurunkan angka komplikasi stroke serta
pengawasan petugas yang lebih ketat terhadap kemungkinan terjadinya
komplikasi sangat mempengaruhi pencapaian luaran pasien stroke
menjadi lebih baik. Salah satu komplikasi medis yang paling sering
terjadi pada pasien stroke adalah pneumonia. Pneumonia merupakan
penyebab utama morbiditas dan mortalitas setelah stroke. Penelitian
oleh bahwa risiko pneumonia pasca stroke lebih tinggi terjadi pada
pasien dengan usia lanjut (>65 tahun) dengan (OR 3,9; 95% CI, 2,07,5),
gangguan bicara, tingkat keparahan kecacatan pasca stroke, gangguan
kognitif dan disfagia. Organisme yang menyebabkan pneumonia
biasanya resistensi terhadap antibiotik standar dan penilaian kesehatan
mulut sangat penting untuk mencegah pneumonia (Mutiarasari, 2019).
K. PENCEGAHAN
Pencegahan penyakit stroke terdiri dari pencegahan primer dan
sekunder. Pada pencegahan primer meliputi upaya – upaya perbaikan
pola hidup dan pengendalian faktor – faktor risiko. Pencegahan ini
ditujukan kepada masyarakat yang sehat dan belum pernah terserang
stroke, namun termasuk pada kelompok masyarakat risiko tinggi.
Upaya - upaya yang dapat dilakukan adalah
1. mengatur pola makan sehat
2. penanganan stress dan beristirahat yang cukup
3. pemeriksaan kesehatan secara teratur dan taat anjuran dokter (diet
dan obat)
Pencegahan sekunder, yakni dengan mengendalikan faktor
risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan dapat digunakan sebagai
penanda (marker) stroke pada masyarakat, sedangkan pengendalian
faktor risiko yang dapat dimodifikasi kita dapat melakukan evaluasi
kepada pasien stroke saat dirawat maupun ketika keluar dari RS.
Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan pada pasien stroke
iskemik akut.
1. pemeriksaan MRI pada beberapa pasien dapat dipertimbangkan
untuk mendapatkan informasi tambahan dalam penegakan diagnosis
dan dalam membuat perencanaan perawatan selanjutnya
2. pencitraan non invasif rutin dilakukan dalam waktu 24 jam sejak
pasien masuk RS, dimana hanya untuk pasien dengan Modified
Rankin Scale (MRS) 0-2
3. monitoring jantung harus dilakukan setidaknya selama 24 jam
pertama
4. pemeriksaan diabetes mellitus dengan pengujian glukosa plasma
darah, hemoglobin A1c atau tes toleransi glukosa oral
5. pengukuran kadar kolesterol darah pada pasien yang telah
medapatkan terapi statin
6. penilaian troponin awal dapat diberikan, tetapi tidak boleh menunda
alteplase IV atau trombektomi
7. pemberian antikoagulasi pada pasien yang memiliki hasil tes
koagulasi abnormal pasca stroke iskemik
8. pemberian antitrombotik pada pasien stroke iskemik akut non
kardioembolik, yakni pemilihan antiplatelet dapat mengurangi
risiko stroke berulang dan kejadian kardiovaskular lainnya
9. pemberian terapi statin pada pasien selama periode akut
10.revaskularisasi karotid dapat dilakukan untuk pencegahan sekunder
pada pasien stroke dengan Modified Rankin Scale (MRS) 0-2, jika
tidak ada kontraindikasi.
11. inisiasi intervensi di RS dengan menggabungkan farmakoterapi dan
dukungan terapi perilaku pada pasien stroke yang memiliki
kebiasaan merokok, serta melakukan konseling rutin agar membantu
pasien berhenti merokok.
12. memberikan pendidikan tentang stroke. Pasien harus diberikan
informasi, saran, dan kesempatan untuk berdiskusi mengenai
dampak stroke dalam kehidupan sehari-hari mereka (Mutiarasari,
2019).
L. PROGNOSIS
Prognosis dari NHS ialah sebagai berikut.
1. Quo ad vitam : dubia ad bonam
2. Quo ad sanationam : dubia ad bonam
3. Quo ad functionam : dubia ad bonam (PDSSI, 2016).
BAB III
ANALISIS KASUS

Strok adalah gangguan fungsional otak fokal maupun global akut, dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan
kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. Stroke iskemik disebabkan
oleh oklusi fokal pembuluh darah otak yang menyebabkan turunnya suplai
oksigen dan glukosa ke bagian otak yang mengalami oklusi. Oklusi dapat berupa
trombus, embolus, atau tromboembolus, menyebabkan hipoksia sampai anoksia
pada salah satu daerah percabangan pembuluh darah di otak tersebut. Biasanya
pasien datang ke rumah sakit apabila sudah ada gangguan fungsional misalnya
seperti adanya kelemahan separuh badan sehingga aktifitas sehari hari menjadi
terganggu.
Pasien perempuan umur 47 tahun datang ke IGD RS dengan keluhan lemah
separuh badan sebelah kanan secara tiba-tiba saat berada di kamar mandi. Pasien
ditemukan oleh keluarga saat berusaha merangkak keluar dan mencari pertolongan.
Keluhan yang sama pernah dialami sebelumnya dan sempat dirawat di RS kurang
lebih 2 tahun yang lalu, pasein dirawat hingga keluhan berkurang dan rutin control
ke RS. Pasien juga mengeluh tidak dapat mengelurakan suara dan berbicara.
Keluhan lain seperti nyeri kepala (-), kesadaran menurun (-), mual (-), muntah (-),
bicara (-). Riwayat pengobatan (+), Pasien memiliki Riwayat hipertensi(-), Riwayat
stroke sebelumnya (+), DM (-), penyakit jantung (-), peningkatan kadar kolesterol
(-). Riwayat penyakit yang sama dalam keluarga disangkal.
Stroke non hemoragik merupakan gangguan fungsi otak yang disebabkan
obstruksi aliran darah otak yang terjadi akibat pembentukan trombus di arteri
cerebrum atau embolis yang mengalir ke otak dan tempat lain tubuh. Pada Stroke
Non Haemoragik (SNH), dapat dibedakan menjadi stroke emboli dan
thrombolitik. Pada stroke thrombolitik Terjadi karena adanya penggumpalan
pembuluh darah ke otak. Dapat dibagi menjadi stroke pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) merupakan 70% kasus stroke non hemoragik
trombus dan stroke pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus
posterior). Trombosis pembuluh darah kecil terjadi ketika aliran darah terhalang,
biasanya ini terkait dengan hipertensi dan merupakan indikator penyakit
atherosklerosis. Pada stroke emboli, emboli tidak terjadi pada pembuluh darah
otak, melainkan di tempat lain seperti di jantung dan sistem vaskuler sistemik.
Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada penyakit jantung dengan shunt yang
menghubungkan bagian kanan dengan bagian kiri atrium atau ventrikel. Penyakit
jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis, fibrilasi atrium, infark kordis akut dan embolus yang berasal dari vena
pulmonalis. Atrial Fibrilasis merupakan faktor resiko terjadinya NHS dikarenakan
pemompaan darah yang tidak baik dari jantung, hal ini dapat menyebabkan
terbentuknya gumpalan didalam ventrikel. Gumpalan dan sumbatan ini kemudian
dapat lepas dan mengalir ke otak sehingga memblokir aliran darah kebagian otak
yang dapat menyebabkan stroke. Pada pasien ini ditemukan gejala kelumpuhan
pada separuh badannya yaitu sebelah kiri.
Beberapa faktor resiko yang berperan pada terjadinya stroke non haemoragik
(SNH) mempunyai riwayat keturunan keluarga yang terkena stroke, kemudian
juga berperan faktor yang dapat dimodifikasi, misalnya terdapat penyakit
hipertensi, penyakit jantung, kolesterol tinggi, obesitas, DM, polisitemia dan stress
emosional. Pasien ini memiliki beberapa faktor resiko yang mungkin berperan
terjadinya NHS, misalnya usia, memiliki kelainan jantung, dan memiliki riwayat
penyakit hipertensi.
Pada pasien ini memiliki faktor risiko kelainan jantung yaitu atrial fibrilasi,
dimana atrial fibrilasi menyebabkan aktivitas sistolik pada atrium kiri menjadi
tidak teratur sehingga terjadi penurunan kecepatan aliran darah atrium yang
menyebabkan aliran darah stasis pada atrium kiri dan memudahkan terbentuknya
trombus. Trombus pada jantung yang terdiri dari gumpalan darah (klot) dapat
lepas dari dinding pembuluh darah dan menjadi emboli. Emboli yang telah
terbentuk akan keluar dari ventrikel kiri dan mengikuti aliran darah menuju arkus
aorta. Aliran darah ini 90% akan menuju ke otak melalui arteri karotis komunis.
Emboli kebanyakan terdapat pada arteri serebri media karena arteri ini merupakan
percabangan langsung dari arteri karotis interna dan menerima 80% darah yang
berasal dari arteri karotis interna Emboli yang menyumbat aliran darah dapat
menyebabkan hipoksia neuron yang diperdarahinya. Sumbatan inilah yang akan
menyebabkan terjadinya stroke non hemoragik apabila perdarahan kolateral tidak
dapat mencukupi.
Fibrilasi atrium tidak hanya terlibat dalam pembentukan trombus intrakardial
tetapi juga penurunan curah jantung. Fibrilasi atrium menyebabkan otot atrium
tidak dapat berkontraksi dengan efektif dan aktif untuk menambah pengisian
ventrikel sehingga curah jantung dapat menurun. Penurunan curah jantung ini
terjadi lebih besar pada denyut ventrikel yang cepat dan mengakibatkan penurunan
perfusi serebral. Penurunan kapasitas untuk mempertahankan perfusi otak yang
adekuat dapat menjadi mekanisme kedua terjadinya kerusakan otak. Menurut
National Clinical of Stroke London sekitar seperempat pasien yang mengalami
stroke disebabkan oleh fibrilasi atrium.
Tanda dan gejala NHS yang timbul dapat berbagai macam tergantung dari berat
ringannya lesi dan juga topisnya. Namun ada beberapa tanda dan gejala yang
umum dijumpai pada penderita stroke non hemoragik yaitu Gangguan Motorik :
tonus abnormal, penurunan kekuatan otot, gangguan gerak volunter, gangguan
koordinasi dan gangguan ketahanan, serta Gangguan Sensorik : gangguan
propioseptik, gangguan kinestetik, gangguan diskriminatif, gangguan kemampuan
fungsional serta gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke
toilet dan berpakaian. Pasien ini sudah terjadi gangguan motorik pada salah satu
sisi (kiri) berupa kelumpuhan ekstremitas superior dan inferior, dengan kekuatan
motorik 0.
Temuan klinis yang khas akibat lesi di lokasi korteks serebri adalah paresis
ekstremitas atas bagian distal yang dominan, gangguan fungsional yang terberat
adalah gangguan control motorik halus. Kelemahan tersebut tidak total dan lebih
berupa gangguan flaksid, bukan spastik, karena jaras motorik tambahan
(nonpiramidalis) sebagian besar tidak terganggu. Lesi iritatif pada lokasi tersebut
dapat menimbulkan kejang fokal. Lesi yang merusak korteks piramidalis jarang
terbatas pada area 4 saja, melainkan melibatkan daerah di depan dan belakangnya
juga. Dalam hal itu gejala pengiring hemiplegia bisa berupa hipestesia atau
gangguan berbahasa. Pada kebanyakan orang dengan hemiplegia dextra akibat lesi
kortikal terdapat afasia motorik (tidak dapat mengutarakan pikirannya dengan
kata-kata) atau afasia sensorik (tidak memiliki lagi pengertian tentang bahasa).
Pada pasien ini terjadi hemiplegi, tidak dapat menggerakan tangan dan kaki
kirinya namun tidak ada gangguan berbahasa.
Setelah diagnosis klinis dari stroke akut dibuat, langkah-langkah berikut harus
diikuti: pastikan pasien stabil secara medis, evaluasi penyebab gejala neurologis
yang reversible, tentukan sifat stroke (iskemik vs hemoragik), pengobatan stroke,
dan tentukan penyebab stroke. Tatalaksana Umum Stabilisasi jalan nafas dan
pernapasan, Stabilisasi hemodinamik (infus kristaloid), Pengendalian tekanan
intrakranial (manitol jika diperlukan), Pengendalian kejang (terapi anti kejang jika
diperlukan), Analgetik dan antipiterik, jika diperlukan, Gastroprotektor, jika
diperlukan, Manajemen nutrisi, Pencegahan DVT dan emboli paru : heparin atau
LMWH. Tatalaksana Spesifik : Trombolisis intravena : alteplase dosis 0.6-0.9
mg/kgBB, pada stroke iskemik onset < 6 jam, Terapi endovascular : trombektomi
mekanik, pada stroke iskemik dengan oklusi karotis interna atau pembuluh darah
intrakranial, onset < 8 jam, Manajemen hipertensi (Nicardipin, ARB, ACE-
Inhibitor, Calcium Antagonist, Beta blocker, Diuretik), Manajemen gula darah
(insulin, anti diabetik oral), Pencegahan stroke sekunder (antiplatelet :aspirin,
clopidogrel, cilostazol atau antikoagulan : warfarin, dabigatran, rivaroxaban),
Neroprotektor (citicholin, piracetam, pentoxyfiline, DLBS 1033), Perawatan di
Unit Stroke, Neurorestorasi/Neurorehabilitasi. Tindakan Intervensi/Operatif,
Carotid Endartersctomy (CEA) sesuai indikasi, Carotid Artery Stenting (CAS)
sesuai indikasi, Stenting pembuluh darah intracranial sesuai indikasi. Pada pasien
ini
Pada pasien ini ditatalaksana dengan pembebasan jalan nafas, cairan kristaloid
RL dengan kecepatan 28 tetes per menit, injeksi citicolin (neuroprotektor dan
neurorepair) 250 mg setiap 12 jam per IV, injeksi ranitidine (menurunkan produksi
asam lambung) 50 mg setiap 12 jam per IV, injeksi ketorolac (agen anti inflamasi)
30 mg setiap 8 jam per IV, drips farbion 1 ampul setiap 24 jam per IV, CP 6 (anti
platelet) 75 mg setiap 1 kali sehari siang, dan amlodipine (anti hipertensi) 5 mg.
DAFTAR PUSTAKA

Candra, K. A, Titian Rakhma. 2016. Seorang Laki-Laki 60 Tahun Dengan Stroke Non
Hemoragik Dan Pneumonia. Magetan: rogram Studi Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhammadiyah Surakarta 2Bagian Neurologi RSUD
dr. Sayidiman Magetan. SSN: 2721-2882.

Dinata CA, Safrita Y, Sastri S. Gambaran faktor risiko dan tipe stroke pada pasien
rawat inap di bagian penyakit dalam rsud kabupaten solok selatan periode 1
Januari 2010-31 Juni 2012. J Kes Andalas. 2013; 2(2): 57-61.

Guo Y, Li P, Guo Q, KexinS, Yan D, Du S, et al. Pathophysiology and biomarkers in


acute ischemic stroke. Trop J Pharm Res. 2013; 12(6): 1097-105.

Indonesia: Yayasan Stroke Indonesia; 2012 [diakses tanggal 17 Oktober 2019].


Tersedia dari: http://www.yastroki.or.id/read.php?id=3 41.

Kanyal N. The science of ischemic stroke: pathophysiology & pharmacological


treatment. Int J Pharm Res Rev. 2015; 4(10):65-84.

Shafi’i J., Sukiandra R., Mukhyarjon. 2016. Correlation Of Stress Hyperglycemia With
Barthel Index In Acute Non-Hemorrhagic Stroke Patients At Neurology Ward
Of Rsud Arifin Achmad Pekanbaru. JOM. 3(1):1-10.

Smith WS, English JD, Johnston SC. 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine
3rd Edition. New York: McGraw Hill Education.

Anda mungkin juga menyukai