Anda di halaman 1dari 115

Case Report Session

Multiple Cranial Nerve Palsy (CN 1,2,3,4,5,7 Sinistra dan


6 & 8 Bilateral) ec SOL susp. Ca Nasofaring
Disusun Oleh:
Selvi Octavia 12100116192
Tri Kusyantini 12100117002
Febi Ramdhani R. 12100117143
Cika Elnandari 12100117150

Preseptor :
dr. Roslaini, Sp. S

SMF ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNISBA
RS AL ISLAM BANDUNG
2018
LAPORAN KASUS
 IDENTITAS

 Nama : Tn. A
 Usia : 58 tahun
 Jenis Kelamin : Laki-laki
 Pekerjaan : Wiraswasta
 Status Pernikahan : Menikah
 Alamat : Bandung
 Tanggal Pemeriksaan : 2 Oktober 2018
ANAMNESIS

Keluhan Utama

Kelopak mata kiri tidak dapat


dibuka
Riwayat Perjalanan Penyakit

Pasien datang ke poli saraf Rumah Sakit Al-Islam


Bandung dengan keluhan kelopak mata kiri tidak
dapat dibuka sejak 2 bulan lalu. Keluhan ini dirasakan
tiba-tiba pada saat pasien bangun tidur. Keluhan
dirasakan terus-menerus sehingga pasien hanya dapat
melihat menggunakan mata kanannya. Keluhan ini
belum pernah diobati dan dibawa ke dokter
sebelumnya.
Keluhan disertai dengan adanya nyeri kepala kiri sejak 1 tahun
yang lalu. Nyeri kepala seperti tertusuk benda tajam dan nyeri
kepala makin memburuk. Pasien juga mengeluhkan bagian mata
kiri tidak dapat melihat disertai tidak dapat digerakan
kemanapun sejak 2 bulan lalu, keluhan terjadi setelah adanya
mata kabur berbayang dan kelopak mata tidak dapat dibuka.
Mata sebelah kanan tidak dapat digerakan kesebelah kanan.
Pasien juga merasakan adanya baal pada sisi wajah sebelah kiri
sejak 2 bulan lalu. Pasien mengatakan mulutnya menjadi
mencong ke kanan. Pasien mengeluhkan adanya penurunan
pendengaran pada kedua telinga sejak 1 tahun lalu. Pasien juga
mengatakan terdapat penurunan BB sejak beberapa bulan
terakhir.
Pasien menyangkal adanya kelumpuhan anggota badan
pada bagian kanan maupun kiri. Pasien menyangkal menjadi
tidak tahan dingin, tidak bersemangat dan cepat lelah. Pasien
menyangkal terdapat perubahan ukuran pada kaki dan
tangannya, lidahnya, dan keringat yang berlebih. Pasien
menyangkal adanya keluhan haus yang berlebihan dan sering
buang air kecil terutama pada malam hari.
Pasien mengatakan 1 tahun yang lalu dirawat di RS
selama 4 bulan akibat sinusitis. Pasien memiliki kebiasaan
merokok dan telah berhenti sejak 6 bulan terakhir. Pasien
menyangkal memiliki riwayat stroke sebelumnya, darah tinggi,
kencing manis, asam urat, ataupun kolesterol. Pasien tidak
memiliki kebiasaan meminum alkohol. Pasien tidak memiliki
kebiasaan memakan ikan asin, ataupun makan makanan
yang berpengawet. Pasien menyangkal pernah melakukan
operasi didaerah kepala sebelumnya. Pasien juga
menyangkal kepalanya pernah terbentur. Pasien menyangkal
mengonsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang.
Riwayat Penyakit Pasien Terdahulu

 Riwayat penyakit TIA dan stroke sebelumnya (-)


 Riwayat Darah TInggi (-)
 Riwayat Peningkatan Gula darah (-)
 Riwayat peningkatan Kolesterol (-)
 Riwayat penyakit jantung (-)
 Riwayat penyakit ginjal (-)
 Riwayat penyakit hati (-)
 Riwayat asam urat (-)
 Riwayat vertigo (-)
 Riwayat penyakit sinusitis (+)
Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga pasien yang memiliki


keluhan sama seperti pasien.
Riwayat Kebiasaan, Pekerjaan dan
Keadaan Sosial
 Pasien memiliki kebiasaan merokok dan telah berhenti sejak 6
bulan terakhir.
 Pasien tidak memiliki kebiasaan meminum alkohol.
 Pasien tidak memiliki kebiasaan memakan ikan asin, ataupun
makan makanan yang berpengawet.
PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan Umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis
 Status Gizi : Baik

Tanda vital
 Tekanan darah : 110/80 mmHg
 Nadi : 80 x/menit
 Respirasi : 18 x/menit
 Suhu : afebris
STATUS INTERNA
 Kepala
 Normocephal
 Wajah : tidak simetris
 Mata : simetris, edema palpebra (-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat 3mm/3mm, isokor, refleks
cahaya (+/+)
 Hidung : simetris, deviasi septum (-), massa (-), sekret (-)
 Telinga : deformitas (-), luka (-), sekret (-)
 Mulut: mukosa oral basah, perdarahan gusi (-), lidah bersih, frenulum
lingual ikterik (-)
 Leher
 JVP tidak meningkat
 Tidak ada pembesaran KGB
 Tidak ada pembesaran tiroid
 Kaku kuduk (-)
 Thoraks
 Inspeksi : bentuk normal, simetris, retraksi (-)
 Palpasi : pergerakan simetris, VF kanan=kiri
 Paru-paru : VBS kanan = kiri, Ronchi -/-, Wheezing -/-
 Jantung : S1S2 murni, regular, murmur (-), gallop (-)

 Abdomen
 Inspeksi : datar, lembut
 Auskultasi : BU (+) normal
 Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan limpa tidak terdapat
pembesaran
 Perkusi : tympanic (+) disemua regio

 Ekstremitas : akral hangat, crt <2 detik, edema -/-, varises -/-
FUNGSI LUHUR
 Tangan dominan : tidak dinilai
 Orientasi Waktu : baik
 Orientasi Orang : baik
 Orientasi Tempat : baik
 Ingatan Jangka Pendek : baik
 Ingatan Jangka Panjang : baik
 Kalkulasi : tidak dinilai
STATUS NEUROLOGIS
 Pemeriksaan Umum :
 Tingkat Kesadaran : GCS 15 (Eye : 4, Verbal: 5, Motor: 6)
 Kepala : Normocephal
 Collumna vertebra : Kesan tidak ada deformitas

 Tanda Rangsang Meningeal


 Kaku kuduk : (-)
 Kuduk kaku : (-)
 Brudzinski I : (-)
 Brudzinski II : (-)
 Brudzinski III : (-)
 Brudzinski IV : (-)
 Laseque : (-), tidak terbatas
 Kernig : (-), tidak terbatas
 Saraf Kranial
 CN I (Olfaktorius) :
Kanan : dalam batas normal
Kiri : hiposmia

 CN II (Optikus) :

OD OS

Tajam Pandangan Dalam batas normal hemiopropria

Lapang Pandang tidak dilakukan tidak dilakukan


pemeriksaan pemeriksaan

Funduskopi tidak dilakukan tidak dilakukan


pemeriksaan pemeriksaan
CN III, IV, VI (Okulomotor, Koklear dan
Abdusen) :
OD OS
Fisura Palpebra dalam batas normal tidak dapat dinilai
Ptosis - +
Posisi Mata orthoporia orthoporia
Gerakan Bola Mata Gerakan baik ke Terbatas, mata tidak
segala arah kecuali ke dapat digerakkan ke
arah lateral segala arah
Eksoftalmus - -
Enoftalmus - -
Diplopia - -
Tekanan Bola Mata tidak dilakukan tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Nystagmus - -
Pupil (Ukuran, Bentuk) 3mm, bulat 3mm, bulat
Reaksi Cahaya
• Direct + -
• Indirect tidak dapat dinilai -
CN V (Trigeminal)
Motorik : m. maseter dan m. temporalis dalam batas
normal
Sensorik :

Kanan Kiri
N. Oftalmik normal hipestesia
N. Maksilaris normal hipestesia
N. Mandibularis normal hipestesia

Kornea reflek : tidak dilakukan pemeriksaan


Jaw-jerk refleks : tidak dilakukan pemeriksaan
CN VII (Facialis)
 Motorik :
 Bibir deviasi ke arah kanan
 Kerut dahi simetris
 Kedua mata masih dapat menutup kuat

 Sensorik : tidak dilakukan pemeriksaan


CN VIII (Vestibulokoklear)
 Koklear :
 Rinne : tidak dilakukan pemeriksaan
 Weber : tidak dilakukan pemeriksaan
 Swabach : tidak dilakukan pemeriksaan
 Vestibular : tidak dilakukan pemeriksaan
Kesan : penurunan pendengaran saat ditanya-tanya

CN IX dan X (Glosofaringeal dan vagus)


Suara : dalam batas normal
Menelan : dalam batas normal
Palatum : simetris
Uvula : posisi di tengah
Refleks muntah : tidak dilakukan pemeriksaan
CN XI (Assesoris)
 Strenocleidomastoid : dalam batas normal
 Trapezius : dalam batas normal

CN XII (Hipoglossus)
• Simetris, tidak ada deviasi
• Atropi : tidak ada
• Fasikulasi : tidak ada
SISTEM MOTORIK

Inspeksi :
 Keadaan otot : atrofi (-) , fasikulasi (-)
 Gerakan involunter : (-)

Palpasi :
 Tonus : dalam batas normal
 nyeri tekan : (-)
 Kekuatan kontraksi : 5 5
5 5
Perkusi
 Fasikulasi : (-)
SISTEM SENSORIK
 Anggota badan atas : normal
 Batang tubuh : tidak dilakukan
 Anggota badan bawah : normal
Refleks

Fisiologis
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Radiobrachialis ++ ++
Patella ++ ++
Achiless ++ ++
Patologis
Kanan Kiri
Babinski - -
Chaddock - -
Oppenheim - -
Gordon - -
Hoffman Trommer - -
Rossolimo - -
Mendel-Bechterew - -
RESUME

Pasien datang ke poli saraf Rumah Sakit Al-Islam Bandung


dengan keluhan ptosis sejak 2 bulan lalu. Keluhan ini dirasakan
tiba-tiba pada saat pasien bangun tidur. Keluhan dirasakan terus-
menerus sehingga pasien hanya dapat melihat menggunakan
mata kanannya. Keluhan disertai dengan adanya cephalgia,
hemiopropria. Mata sebelah kanan tidak dapat digerakan
kesebelah kanan, hipestesia unilateral pada facial sinistra, mulut
deviasi ke arah kanan, dan penurunan pendengaran.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran
komposmentis, tanda-tanda vital dalam batas normal,
fungsi luhur baik, pada wajah tidak simetris, paresis CN 1, 2,
3, 4, 5 kiri dan paresis CN 6 dan 8 bilateral. Fungsi motorik
dan sensorik ekstrimitas atas dan bawah masih dalam
batas normal.
USULAN PEMERIKSAAN
Hematologi Rutin (Hb, Ht, Leukosit,
Trombosit)
Pemeriksaan Darah: LED, CRP
CT – Scan : sudah dilakukan
Audiometri
MRI Kepala dengan kontras
Hasil CT Scan
 Jaringan lunak ekstrakarvarial tidak tampak kelainan.
 Tidak tampak fraktur tulang cranium.
 Lesi isodens di sinus maksilaris, ethmoidalis kiri dan sinus
sphenoidalis.
 Sulci dan giri kortikalis tidak tampak kelainan.
 Fissura sylvii kiri kanan, sisterna ambient dan sisterna basalis
melebar.
 Ventrikel lateralis kiri kanan melebar, ventrikel III dan IV tidak
tampak kelainan.
 Tidak tampak pergeseran struktur garis tengah.
 Lesi hipodens kecil di nukleus lentiformis kiri.
 Tidak tampak lesi hiperdens patologik di epidural, subdural,
subarachnoid, intraventrikuler, intraserebral, intraserebellum maupun
di batang otak.
 Pemeriksaan post kontras tidak tampak lesi patologik intrakranial.
 Trombus (5,2 mm) di sinus transversus kiri.
Diagnosis Banding

 Multiple Cranial Nerve Palsy (CN 1,2,3,4,5,7 sinistra dan 6 & 8


bilateral) ec SOL susp. Ca Nasofaring
 Multiple Cranial Nerve Palsy (CN 1,2,3,4,5,7 sinistra dan 6 & 8
bilateral) ec SOL
Diagnosis Kerja

 Multiple Cranial Nerve Palsy (CN 1,2,3,4,5,7 sinistra dan 6 & 8


bilateral) ec SOL susp. Ca Nasofaring
PENATALAKSANAAN
1) Umum:
Edukasi kepada keluarga pasien tentang penyakitnya
(penyebab, faktor risiko, komplikasi, terapi dan prognosisnya)

2) Khusus:
Analgetik : Asam Mefenamat 500mg 3x1/hari (prn)
Vitamin Saraf : Mecobalamin B12 500mg 3x1
Fisioterapi
Konsul Spesialis Mata dan THT
PROGNOSIS

 Quo ad vitam : ad bonam


 Quo ad functionam : ad malam
 Quo ad sanationam : dubia
PEMBAHASAN
Anatomi Nervus
Cranialis
Cranium

 Cranium disusun oleh disusun tulang-tulang (ossa


craniales)
 ketebalan bervariasi
 bentuk tidak teratur & rumit
 sepasang/tunggal
 Dihubungkan oleh sutura, articulus
temporomandibularis
 Neurocranium = cranium cerebrale : membentuk
cavum cranii, yang ditempati encephalon (otak)
 Dikelompokan terdiri dari:

– Calvaria, disusun oleh :

– Pars squamosa ossis temporalis dextra & sinistra

– Squama frontalis

– Os parietale dextra dan sinistra

– Squama occipitalis

– Basis Cranii

– Basis cranii interna, tersusun oleh 3 fossa

– Basis cranii eksterna


Fossa cranialis anterior Fossa cranialis media Fossa cranialis
- ditempati lobus frontalis
cerebri - ditempati lobus posterior
temporalis cerebri
- dibentuk: - Terletak di
- dibentuk:
 Pars orbitalis ossis
frontalis • Foramen opticum
posterior, paling
 Lamina cribrosa ossis
• Fissura orbitalis dalam dan paling
superior (Orbita)
ethmoidalis
• Foramen
luas
 Ala parva (minor) ossis rotundum (fossa
sphenoidalis pterygopalatina) - Ditempati oleh
 Foramen caecum &
• Foramen spinosum cerebellum, pons
Lamina cribrosa ossis • Foramen ovale
ethmoidalis (cavitas (fossa dan medulla
infratemporale)
nasi)
• Foramen lacerum oblongata
Cranial Nerve
CN
I Olfactory
II Optic
III Oculomotor
IV Thochlear
V Trigeminal
VI Abducent
VII Facial
VIII Vestibuloco
chlear
IX Glossophary
ngeal
X Vagus
XI Accessory
XII Hypoglossal
Tempat keluar dan masuknya
Nervus Cranialis kedalam Basis
Cranii

NI Bulbus Olfaktorius

N II Corpus
Geniculatum
Lateral
N III dan IV Mesencephalon

N V, VI, VII, Pons


VIII
N IX, X, XI, XII Medulla
Oblongata
Fungsi Cranial Nerve
Saraf kranial Komponen Fungsi
I. Olfaktorius Sensorik Penciuman
II. Optikus Sensorik Penglihatan
 Mengangkat kelopak mata atas
III. Okulomotorius Motorik  Konstriksi pupil
 Sebagian besar gerakan ekstraokular
IV. Troklearis Motorik Gerakan mata ke bawah dan ke dalam
Otot temoralis dan maseter (menutup
V. Trigeminus Motorik
rahang dan mengunyah) gerakan rahang ke lateral
 Kulit wajah, dua pertiga depan kulit
kepala, mukosa mata, mukosa hidung
dan rongga mulut, lidah dan gigi.
Sensorik  Reflex kornea / reflex mengedip,
komponen sensorik dibawa oleh saraf
cranial V, respon motorik melalui saraf
cranial VII
VI. Abdusen Motorik Deviasi mata ke lateral
 Otot otot ekspresi wajah termasuk otot
VII. Fasialis Motorik dahi, sekeliling mata serta mulut
 Lakrimasi dan salivasi
Pengecapan dua pertiga depan lidah (rasa, manis, asam,
Sensorik
dan asin)
VIII. Cabang
Sensorik Keseimbangan
vestibularis
Cabang koklearis Sensorik Keseimbangan
Faring : menelan, reflex muntah
IX. Glosofaringeus Motorik
Parotis : salivasi
Faring, lidah posterior, termasuk rasa
Sensorik
pahit
Faring, laring, reflex muntah, fonasi,
X. Vagus Motorik
visera abdomen
Faring, laring, reflex muntah, visera leher,
Sensorik
thoraks dan abdomen
Otot sternokleidomastoideus dan bagian
XI. Asesorius Motorik atas dari otot trapezius, pergerakan kepala
dan bahu
XII. Hipoglosus Motorik Pergerakan lidah
Multiple Cranial
Nerve Palsy
Definisi

Neuropati kranial multiple (multiple cranial


neuropathies) atau yang lebih sering dikenal dengan
kelemahan saraf kranial multiple (multiple cranial nerve
palsies) adalah bentuk dari kelemahan yang melibatkan
kerusakan lebih dari satu saraf kranial.
Epidemiologi
 Berdasarkan data
penelitian yang
dilakukan oleh James R
Keane bagian
departemen neurologi
Pendidikan Kedokteran
Universitas California
Selatan, Los Angeles
menganalisa 979 kasus
multiple cranial
neuropathy. Dari hasil
tersebut didapatkan
data pasien
berdasarkan etiologi
Etiologi

 Tumor : Schwannoma, Metastasis, Meningioma, Lymphoma,


Glioma pontin, Karsinoma nasofaring, Adenoma pituitary,
Chordoma, Leukemia, Epidermoid, Glomus jugulare.
 Penyakit vaskuler
 Trauma
 Infeksi
 Sindrom Guillain Barre
 Sindrom Fisher
 Komplikasi operasi
 Multiple Sklerosis
 Diabetes mellitus
 Idiopatik
CRANIAL NERVE I PALSY

 Paresis Nervus
Olfaktorius atau paralisis
nervus olfaktorius
adalah gangguan
fungsi sensorik akibat
adanya lesi jaringan
saraf pada nervus
olfaktorius.
Etiologi
 Trauma (paralysis parsial traumatic)
Trauma Kapitis (daerah frontal atau oksipital)

 Gangguan pada susunan olfaktorik (Bulbus, Traktus dan Korteks


Reseptifnya)
Disebabkan oleh proses intrakranium seperti tumor serebri, meningitis,
ensefalitis dan proses degeneratif.
 Neuritis olfaktorii
Neuritis olfaktorii dapat timbul pada penderita dengan influenza atau rinitis
yang menahun.
 Kelainan degeneratif seperti dapat tampak pada penderita anemia
pernisiosa.
 Infiltrasi sel-sel karsinoma anaplastik dari nasofaring.
 Meningioma di fosa kranii posterior (misalnya olfaktorius meningioma)
akan dapat menimbulkan sindrom dari Foster-Kennedy, yaitu:
 Anosmia di sisi tumor
 Buta dan atrofi papil primer di sisi tumor.
 Papil edema di sisi kontralateral.

 Infeksi virus yang menyebabkan kerusakan pada nervus olfaktorius.


Manifestasi Klinis
 Anosmia : hilangnya daya penghidu secara total.
 Hiposmia : hilangnya daya penghidu sebagian atau daya
penghidu berkurang.
 Parosmia :
Penciuman bau yang sangat berbeda dengan yang
seharusnya dan biasanya tercium bau yang tidak enak dan
kadang-kadang sensasi bau dapat timbul spontan, keadaan ini
lebih sering ditemukan pada keadaan pasca trauma.
CRANIAL NERVE II PALSY
Paresis Nervus Optikus atau paralisis
nervus optikus adalah gangguan
fungsi sensorik akibat adanya lesi
jaringan saraf pada nervus optikus.

Kelainan pada nervus optikus dapat


menyebabkan gangguan
penglihatan, yaitu gangguan visus
dan gangguan lapang pandang. Bila
terjadi kelainan berat maka dapat
berakhir dengan kebutaan.
 Etiologi
 Trauma kepala
 Tumor serebri (craniofaringioma, tumor hipofisis, meningioma,
astrositoma)
 Kelainan pembuluh darah (trombosis arteri karotid)
 Infeksi

 Manifestasi Klinis
 Anopsia : buta di kedua sisi (tidak memiliki lapang
pandang)
 Hemiopropia : hilang lapang pandang di satu sisi
 Penurunan visus
CRANIAL NERVE III, IV, VI
PALSY

Cranial nerve III, IV, VI


palsy adalah gangguan
pada fungsi motorik
 Etiologi oculomotor palsy
- aneurisma (sekitar 30%),
- tumor (sekitar 15%),
- dan lesi vaskular (termasuk diabetes, sekitar 15-20%).
- Other :
- Meningitis (meningitis tuberkulosa, luetika, dan purulenta).
- Infiltrasi karsinoma anaplastik dari nasofaring.
- Stroke (infark atau perdarahan di mesensefalon).
- Trauma kapitis.
- Aneurisma pada sirkulasi arteriosus Willis.
- Perbesaran dari aneurisma a.komunikan posterior dapat
menyebabkan paralisis n.III tipe isolated yang sangat nyeri.
- Neuritis reumatika.
- Herpes zoster oftalmikus.
 Etiologi Trochlear Nerve Palsy
- Trauma,
- kompresi aneurisma, dan
- kompresi neoplastik

 Etiologi Abducens nerve palsy


- tumor atau lesi vaskular
- Other, meningitis, perdarahan subarachnoid, dan
akibat tingginya tekanan intrakranial.
 Manifestasi Klinis
- Strabismus : deviasi satu atau kedua mata
- Diplopia (double vision)
- Ptosis (lid drop): gangguan N. III, kelemahan otot
levator palpebra
- Ophthalmoplegia : paralisis N. III, IV, atau VI
KELAINAN
CRANIAL NERVE V
Classic Rar Intraoral or Each Sharp, Light touch provoked (e.g., Discrete
trigemin e extraoral in episode of shooting, eating, washing, talking) trigger zones
al trigeminal pain lasts for moderate
neuralgi region seconds to to very
a minutes; severe
refractory
periods, and
long periods
of no pain

Atypical Rar Intraoral or Sharp Sharp, Light touch provoked, but May have
trigemin e extraoral in attacks shooting, continuous-type pain not so small trigger
al trigeminal lasting moderate clearly provoked areas,
neuralgi region seconds to to severe variable
a minutes, but also pattern
more dull,
continuous- burning,
type continuous
background mild
pain, less backgroun
likely to d pain
Trigeminal Neuralgia
Definisi

Menurut International Association For The Study Of Pain


(IASP) trigeminal neuralgia adalah nyeri di wajah yang
timbulnya mendadak, nyeri singkat dan berat seperti
ditusuk. Trigeminal neuralgia merupakan nyeri neuropatik
(rasa sakit yang terkait dengan cedera saraf) pada
umumnya terjadi remisi dalam jangka waktu yang
bervariasi.
Epidemiologi

Laporan dari The National Institute of Neurological


Disorder and Stroke mengatakan bahwa penyakit ini
dapat terjadi pada semua umur namun yang terbanyak
adalah umur 50 tahun keatas.
Klasifikasi

Neuralgia Trigeminal ini dapat dibagi menjadi dua tipe,


yaitu tipe klasik dan tipe atipikal.
 Neuralgia tipe 1 ditandai dengan nyeri, rasa terbakar
yang hebat dan tiba tiba pada wajah bagian
manapun,
 Neuralgia tipe 2 ditandai dengan rasa nyeri, terbakar
atau tertusuk pada wajah namun dengan intensitas
nyeri yang lebih rendah daripada neurlagia tipe 1
namun lebih konstan.
Menurut klasifikasi IHS ( International Headache Society )
 Neuralgia Trigeminal klasik adalah semua kasus yang
etiologinya belum diketahui ( idiopatik )
 Neuralgia Trigeminal simptomatik dapat akibat tumor,
multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.
Perbedaan neuralgia
trigeminus idiopatik dan
simptomatik
Neuralgia Trigeminus Idiopatik Neuralgia Trigeminus simptomatik
•Nyeri bersifat paroxysmal dan terasa Nyeri berlangsung terus menerus dan
diwilayah sensorik cabang maksilaris, terasa dikawasan cabang optalmikus atau
sensorik cabang maksilaris dan atau nervus infra orbitalis.
mandibularis Nyeri timbul terus menerus dengan
•Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
menit yang berikutnya menyusul antara Disamping nyeri terdapat juga
beberapa detik sampai menit. anethesia/hipestesia atau kelumpuhan
•Nyeri merupakan gejala tunggal dan saraf kranial, berupa gangguan autonom (
utama. Horner syndrom ).
•Penderita berusia lebih dari 45 tahun, lebih Tidak memperlihatkan kecendrungan
serimg terjadi pada wanita pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.
Gejala

 Sensasi yang dapat muncul antara lain rasa nyeri,


tertusuk, terbakar scara tiba tiba pada wajah, dapat
muncul secara mendadak. Setelah rasa nyeri biasa
disertai dengan periode bebas nyeri. Rasa ini dapat
muncul oleh rangsangan pada triger zone yang biasa
dilakukan pada saat menyikat gigi, mengenakan
makeup, shaving, cuci muka, bahkan pada saat ada
getaran ketika sedang berlari atau berjalan. Rasa nyeri
dapat berlangsung detik hingga menit. serangan –
serangan paroxysmal pada wajah atau nyeri di frontal
yang berlangsung beberapa detik tidak sampai 2 menit.
 Gejala yang dirasakan pada Neuralgia trigeminal tipe I
(klasik) biasanya mempunyai periode remisi yang cukup
lama, sedangkan pada neuralgia trigeminal tipe II
(atipikal) periode remisi biasanya jarang dan lebih susah
untuk diterapi.
Diagnosis

Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:


 Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N
trigeminus, tersering pada cabang mandibularis atau
maksilaris.
 Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba , kuat, tajam ,
superficial, serasa menikam atau membakar.
 Intensitas nyeri hebat , biasanya unilateral.
 Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas
sehari seperti makan, mencukur, bercakap cakap,
mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu
dapat ipsilateral atau kontralateral.
 Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
Diagnosis

Pada pemeriksaan fisik neurologi dapat ditemukan


sewaktu terjadi serangan, penderita tampak menderita
sedangkan diluar serangan tampak normal. Reflek
kornea dan test sensibilitas untuk menilai sensasi pada
ketiga cabang nervus trigeminus bilateral. Membuka
mulut dan deviasi dagu untuk menilai fungsi otot
masseter (otot pengunyah) dan fungsi otot pterygoideus.
Pada neuralgia trigeminal biasa didapatkan sensibilitas
yang terganggu pada daerah wajah.
Pemeriksaan penunjang

 CT scan kepala dari fossa posterior bermanfaat untuk


mendeteksi tumor yang tidak terlalu kecil dan
aneurisma.
 MRI sangat bermanfaat karena dengan alat ini dapat
dilihat hubungan antara saraf dan pembuluh darah
juga dapat mendeteksi tumor yang masih kecil, MRI
juga diindikasikan pada penderita dengan nyeri yang
tidak khas distribusinya atau waktunya maupun yang
tidak mempan pengobatan.
Tatalaksana

 Terapi farmakologi
Dalam guidline EFNS ( European Federation of
Neurological Society ) disarankan terapai neuralgia
trigeminal dengan :
1st line
carbamazepin ( 200-1200mg sehari ) dan oxcarbazepin (
600 1800mg sehari).
2nd baclofen dan lamotrigin.
 Terapi non-farmakologi
 Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada
juga pasien yang tidak bereaksi.
 Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah
prosedur ganglion gasseri, dan dekompresi
mikrovaskuler.
KELAINAN
CRANIAL NERVE VII
Bell’s Palsy
Definisi

Merupakan suatu kelumpuhan saraf fasialis perifer yang


bersifat unilateral, penyebabnya tidak diketahui
(idopatik), akut dan tidak disertai oleh gangguan
pendengaran, kelainan neurologi lainnya atau kelainan
local.
Etiologi

Etiologinya belum diketahui secara pasti (idiopatik).


Terdapat asumsi bahwa penyebabnya dikarenakan
penurunan system imun atau dikarenakan virus.
Virus herpes simpleks adalah penyebab paling umum
dan herpes zoster mungkin merupakan penyebab viral
paling umum kedua.
Epidemiologi

 Prevalensi rata-rata berkisar antara 10–30 pasien per


100.000 populasi per tahun dan meningkat sesuai
pertambahan umur.
 Insiden meningkat pada penderita diabetes.
 Sekitar 8-10% kasus berhubungan dengan riwayat
keluarga pernah menderita penyakit ini.
Tanda dan gejala

 Mulut tampak moncong terlebih pada saat meringis


 Kelopak mata tidak dapat dipejamkan (lagoftalmos)
 Waktu penderita disuruh menutup kelopak matanya
maka bola mata tampak berputar ke atas (Bell
phenomen).
 Penderita tidak dapat bersiul atau meniup, apabila
berkumur atau minum maka air keluar melalui sisi
mulut yang lumpuh.
Diagnosis

Umumnya diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan


gejala klinik adanya kelumpuhan nervus fasialis perifer
diikuti pemeriksaan untuk menyingkirkan penyebab lain
dari kelumpuhan nervus fasialis perifer.
Penunjang

 Uji kepekaan saraf (nerve excitability test)


Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah
kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan
rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik
dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakan n.fasialis
ireversibel.
 Uji konduksi saraf (nerve conduction test)
Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan
cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada nervus
fasialis kiri dan kanan.
 Elektromiografi
Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau
tidaknya otot-otot wajah.
Penunjang

 Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah


Gilroy dan Meyer (1979) menganjurkan pemeriksaan fungsi
pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula),
rasa asam dan rasa pahit (pil kina). Elektrogustometri
membandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit
dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap
rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP
menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau
proksimalnya.
 Uji Schirmer
Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang di
letakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan
kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada
kertas filter; berkurang atau mengeringnya air mata
menunjukkan lesi n.fasialis setinggi ggl. genikulatum.
Tatalaksana

 Istirahat terutama pada keadaan akut


 Medikamentosa
Prednison : pemberian sebaiknya selekas- lekasnya
terutama pada kasus BP yang secara elektrik menunjukkan
denervasi. Tujuannya untuk mengurangi odem dan
mempercepat reinervasi. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg
BB/hari sampai ada perbaikan, kemudian dosis diturunkan
bertahap selama 2 minggu.
 Fisioterapi
Sering dikerjakan bersama-sama pemberian prednison,
dapat dianjurkan pada stadium akut. Tujuan fisioterapi
untuk mempertahankan tonus otot yang lumpuh. Cara
yang sering digunakan yaitu : mengurut/ massage otot
wajah selama 5 menit pagi- sore atau dengan faradisasi
 Operasi
 Tindakan operatif umumnya tidak dianjurkan pada anak-
anak karena dapat menimbulkan komplikasi lokal
maupun intracranial.
 Tindakan operatif dilakukan apabila :
 Tidak terdapat penyembuhan spontan
 Tidak terdapat perbaikan dengan pengobatan prednisone
 Pada pemeriksaan elektrik terdapat denervasi total.
Beberapa tindakan operatif yang dapat dikerjakan pada BP
antara lain dekompresi n. fasialis yaitu membuka kanalis
fasialis pars piramidalis mulai dari foramen stilomastoideum
nerve graft operasi plastik untuk kosmetik (muscle sling,
tarsoraphi).
KELAINAN
CRANIAL NERVE
VIII
Tuli konduktif Tuli Saraf
Ketulian ini disebabkan oleh Tuli saraf merupakan bagian
gangguan dari penyaluran dari tuli sensorineural yang
gelombang suara ke endolimfe. Hal spesifik terhadap gangguan
pada saraf vestibulokolearnya.
ini bisa dikarenakan penutupan
Akan tetapi kondisi ini jarang
dari meatus akustikus eksternus, ditemukan karena persarafan
kerusakan membran timpani, dari nukleus saraf yang bilateral
kelainan pada gerakan tulang (dua arah).
pendenganran, dislokasi rantai
tulang pendengaran, penyakit
sendi tulang pendengaran,dll. Acoustic neuroma
Tuli Sensorineural Merupakan keganasan yang
mengenai sel schwann pada
Ketulian ini disebabkan gangguan saraf vestibular di sudut antara
pada koklea, saraf vestibulokoklear, cerebelar dan pons. Jika tumor
ataupun jalur auditori. Jenis tuli ini tersebut tumbuh ke dalam
harus dibedakan dengan jenis tuli meatus akustikus maka ia akan
konduktif karena sifatnya yang menekan saraf vestibulokoklear
dan saraf fasialis yang dapat
lebih ireversible. Salah satu contoh
menyebabkan ketulian saraf
tuli sensorineural yakni presbyacusis dan terkadang disertai juga
(tuli karena usia). dengan fasial palsy sesisi.
Hiperakusis Mabuk kendaraan
Kelainan yang biasa
Meupakan keadaan yang ditemukan pada orang
disebabkan kelainan pada yang berada dalam
tulang stapedius. Kondisi ini bisa perjalanan. Gejala yang
paling menonjol adalah
mengakibatkan sensasi bergema rasa mual dan muntah. Hal
yang ganjil pada penderita, ini menunjukkan hubungan
walau tidak selamanya dari jalur vestibular dan
cerebelum dengan pusat
terdengar terlalu keras muntah di medulla.
(hiperakusis).
Nistagmus
Penyakit Meniere
Merupakan keadaan yang Penyakit Meniere
disebabkan kelainan dari sistem menunjukkan kondisi yang
vestibular, cerebelum, dan terdiri dari beberapa
gejala yakni serangan
fasiculus longitudinal media dari ketulian,vertigo, dan tinitus.
batang otak. Kondisis nistagmus Hal ini disebabkan kelainan
ditunjukkan dengan adanya dari endolimfe, dan gejala
yang ditimbulkan juga
gerakan mata lambat pada satu menunjukkan kontinuitas
arah yang diikuti gerakan cepat dari endolimfe
pada bagian mata yang lainnya. antara koklea,sakula,utrikel
, dan saluran semisirkularis.
Kelainan CN IX dan X
 Gangguan pada komponen sensorik dan motorik dari N. IX dan N. X
dapat mengakibatkan hilangnya refleks menelan yang berisiko terjadinya
aspirasi paru, pneumonia aspirasi, sepsis dan Adult Respiratory Distress
Syndome (ARDS) kondisi demikian bisa berakibat pada kematian.
 Gangguan nervus IX dan N. X menyebabkan persarafan otot-otot
menelan menjadi lemah dan lumpuh.
 Kelainan yang dapat menjadi penyebab antara lain : Lesi batang otak
(Lesi N IX dan N. X) Syringobulbig (cairan berkumpul di medulla
oblongata) Pasca operasi trepansi serebelum, Pasca operasi di daerah
kranioservikal
Pyramidal Lession

 Laring dan faring di suplai oleh area korteks yang


berbeda, lesinya dapat menyebabkan berbagai gejala.
 Insiden disfagia setelah stroke akut telah dilaporkan dari
37% hingga 78%, meningkatkan risiko kejadian aspirasi
pneumonia.
 Nukleus saraf kranial IX dan X menerima dari korteks,
dan lesi unilateral seringnya asimtomatik. Lesi bilateral
dari traktus kortikobulbar menghasilkan pseudobulbar
palsy.
 Gejalanya lambat, bicara dysarthric dan disfagia
variabel, Gejala yang muncul pada pasien adalah
emosial yang labil ditandai dengan tangisan atau tawa
yang tidak jelas.
Extrapyramidal Movement Disorder

 Kontribusi ekstrapiramidal untuk saraf kranial IX dan


X tidak jelas, tetapi bisa menjadi penyebab yang
signifikan yaitu disfungsi laring dan faring. Gangguan
gerakan laring termasuk Parkinson, tremor esensial,
dan disfonia spasmodik. Disebabkan oleh kontrol
motorik yang tidak adekuat dari otot laring,
mengakibatkan ketegangan otot yang tidak teratur,
kontraksi spasmodik, atau tremor. Pasien mengalami
produksi vokal tidak teratur termasuk ketegangan
suara, tremor, atau variabilitas pitch.
Medullary Lession

 Nukleus ke saraf kranial IX dan X terletak di medula


oblongata, dan lesi di batang otak dapat
menyebabkan tanda-tanda dan gejala neuron motorik
atas dan bawah. Sindrom postpolio, syringomyelia,
dan malformasi Arnold-Chiari dapat menyebabkan
paralisis laring dan disfagia. Penyakit neuron motorik
termasuk sklerosis lateral primer, amyotrophic lateral
sclerosis, palsi bulbar progresif, dan atrofi otot tulang
belakang progresif juga dapat menyebabkan patologi
laring
Pheriperal Nerve Lession
 Syaraf glossopharyngeal dan vagus melewati cerebellopontine angle (CPA)
sebelum keluar dari tengkorak. Lesi massa dalam CPA dapat
menyebabkan keterlibatan saraf cranial yang lebih rendah. Schwannomas
vestibular lebih dari 90% dari semua tumor CPA, dan biasanya hadir
dengan gangguan pendengaran sensorineural dan disequilibrium.
 Serabut glossopharyngeal, vagus, dan aksesori keluar dari dasar tengkorak
bersama melalui foramen jugularis. Infeksi seperti osteomilitis tengkorak
dasar, fraktur dasar tengkorak, atau neoplasma dapat mempengaruhi tiga
saraf, mengakibatkan lipatan vokal ipsilateral, palatum, dan kelemahan
bahu. Selain gejala di atas, lesi dalam ruang retropharyngeal juga dapat
melibatkan saraf hypoglossal, yang mengakibatkan kelemahan lidah dan
sindrom Horner.
 Insidensi lesi nervus vagus yang pasti tidak diketahui.30 Banyak pasien
dengan imobilitas pita suara tidak bergejala dan tidak mencari perhatian
medis. Selain itu, beberapa pasien dengan kanker paru atau keganasan
torakal lainnya memiliki masalah medis yang lebih mendesak lainnya, dan
suara serak dapat diabaikan sementara
Neuromuscular Junction
Disorder
 Myasthenia gravis (MG) adalah gangguan autoimun
yang menyebabkan kelelahan otot cepat karena
penghancuran reseptor acetylcholine. Pasien paling
sering hadir dengan diplopia, ptosis, atau kelemahan
umum. Gejala mungkin juga terbatas pada laring, dan
paling sering termasuk suara serak dan kelelahan
vokal. Pemeriksaan laring menunjukkan defek
mobilitas, dan mungkin juga termasuk fase asimetri
atau disfonia ketegangan otot. Pengobatan adalah
dengan pyridostigmine sistemik.
 Diagnosis didasarkan pada presentasi klinis. Jika
neuralgia glossopharyngeal dicurigai, dokter dapat
meminta MRI, MRA, atau CT scan. Dokter mungkin
juga mencoba memicu episode dengan menyentuh
bagian belakang mulut atau amandel. Jika itu
menyebabkan rasa sakit, anestesi topikal diterapkan
ke bagian belakang mulut dan tes diulang. Jika nyeri
tidak dipicu setelah anestesi topikal diterapkan,
neuralgia glossopharyngeal didiagnosis.
Kelainan CN XI

 Gangguan N. XI mengakibatkan kelemahan otot bahu (otot


trapezius) dan otot leher (ototsterokleidomastoideus). Pasien
akan menderita bahu yang turun sebelah serta kelemahan
saatleher berputar ke sisi kontralateral.Kelainan pada nervus
asesorius dapat berupa robekan serabut saraf, tumor dan
iskemia akibatnyapersarafan ke otot trapezius dan otot
stemokleidomastoideus terganggu.
 Persarafan supranuclear ke neuron motorik tampaknya berasal
dari sumber yang berbeda. Serat supranuklear dari gyrus
precentral yang ditujukan untuk sternokleidomastoid turun di
batang otak tegmentum, sementara serat yang menuju ke
neuron motor trapezius berada di batang otak ventral.
Akibatnya, lesi yang berada di lokasi ini dapat menghasilkan
kelemahan dari kedua otot.
Gejala Letak lesi Manifestasi klinis Manifestasi tambahan Etiologi
CN IX dan X neurologi
Wallenberg Lateral medula Ipsilateral paralisis Ipsilateral kehilangan Infark, neoplsma
dan anesthesia refleks kornea,
pada laring. kehilangan rasa sakit
Menyebabkan : dan sensasi suhu.
disfonia dan Ipsilateral Horner's
disfagia Syndrome. Kehilangan
nyeri dan sensasi suhu
secara kontralateral
pada badan dan
ekstremitas.

Centan- Lateral/medial Ipsilateral dan Sama dengan Trombisis pada


Chenais medulla paralisis dan Wallenberg’s syndrome, arteri vertebra
anethesi pada dengan adanya proximal sampai
faring dan laring. kontralateral PICA origin
Menyebabkan : hemiplegia
disfonia dan
disfagia
Vernet Jugular foramen Ipsilateral dan Ipsilateral paralysis Neoplasma,
paralisis dan pada CN XI infeksi, skull base
anethesi pada menyebabkan paralysis fracture
faring dan laring. pada
Menyebabkan : sternocleidomastoid
disfonia dan dan trapezius muscles.
disfagia
Collet-Sicard Extra cranial di Ipsilateral dan Ipsilateral paralysis pada Neoplasma,
jugular foramen paralisis dan CN XI menyebabkan infeksi, skull base
anethesi pada paralysis pada fracture
faring dan laring. sternocleidomastoid
Menyebabkan : dan trapezius muscles.
disfonia dan
disfagia
Garcin Jugular foramen Ipsilateral dan Keterlibatan progresif Neoplasma,
paralisis dan saraf kranial multipel infeksi,
anethesi pada
faring dan laring.
Menyebabkan :
disfonia dan
disfagia
villaret Parapharyngeal Ipsilateral dan Ipsilateral paralysis pada Neoplasma,
space paralisis dan CN XI, XII menyebabkan infeksi,
anethesi pada paralysis pada otot
faring dan laring. sternocleidomastoid,
Menyebabkan : trapezius dan otot lidah
disfonia dan
disfagia
Tapia Persimpangan Ipsilateral dan Ipsilateral paralysis pada Neoplasma,
CN X dan XII di paralisis dan CN XII menyebabkan infeksi,
bawah nodose anethesi pada paralysis otot lidah
ganglia faring dan laring.
Menyebabkan :
disfonia dan
disfagia
Kelainan CN XII

 Kerusakan nervus hipoglossus dapat disebabkan


oleh kelainan di batang otak, kelainan pembuluh
darah, tumor dan syringobulbia. Kelainan tersebut
dapat menyebabkan gangguan proses pengolahan
makanan dalam mulut, gangguan menelan dan
gangguan proses pengolahan makanan dalam mulut,
gangguan menelan dan gangguan bicara (disatria)
jalan nafas dapat terganggu apabila lidah tertarik ke
belakang. Pada kerusakan N. XII pasien tidak
dapat menjulurkan, menarik atau mengangkat
lidahnya. Pada lesi unilateral, lidah akan membelok
kearah sisi yang sakit saat dijulurkan. Saat istirahat
lidah membelok ke sisi yang sehat di dalam mulut.
 Pseudobulbar palsy. Lesi supranuklear bilateral dari CN XII
yang terlihat pada pseudobulbar palsy menghasilkan
ketidakmampuan fungsi lidah dari sedang hingga berat.
 Myotrophic lateral sclerosis (ALS). Seperti yang diharapkan,
onset bulbar ALS lebih mungkin mempengaruhi lidah daripada
onset ekstremitas. ALS memiliki fitur kerusakan motorik atas
dan bawah. Beberapa pasien juga akan menunjukkan
keterlibatan neuron motorik atas dari saraf hypoglossal, dan
jika ini adalah satu-satunya manifestasi itu disebut sebagai
pseudobulbar palsy. Kelompok yang lebih kecil dari pasien ALS
akan hadir awalnya dengan kerusakan neuron motorik yang
lebih rendah, dengan keterlibatan bulbar primer. Pasien
tersebut akan menunjukkan bukti kelemahan lidah, atrofi, dan
fasikulasi. Ini disebut sebagai bulbar palsy.
Location of Lesion Cranial nerves involved and Eponym
clinical manifestations
Superior orbital fissure III, IV, V (1 divisi), VI; Rochon-Duvigneaud
ophthalmoplegia, nyeri dan
hypoestesia di divisi pertama
dari V, exophtalmos,
gangguan vegetative
Cavernous sinus III, IV, V, VI; Foix-Jefferson
ophthalmoplegia,
exophthalmos
Apex of petrous temporal V dan VI; neuralgia, Lannois-Lannois
gangguan sensorimotor,
diplopia
Petrosphenoidal region II, III, IV, V, VI; Jacod
ophthalmoplegia, amaurosis,
neuralgia trigeminal
Cerebellopontine sudut V, VII, VIII, IX sampai NA
dengan XII; ketulian, vertigo,
nystagmus, peningkatan
tekanan intrakranial, gejala
batang otak
CA Nasofaring
 Tumor ganas yang
berasal dari epitel
nasofaring. Bermula
dari dinding lateral
nasofaring (fossa
rossenmuller) yang
menyebar ke dalam
atau luar, postero-
superior, basis cranii,
palatum, nasal cavity
dan orofaring serta
metastasis ke lymph
node leher.
 Tumor ganas yang
tumbuh di daerah
nasofaring dengan
predileksi di fossa
rossenmuller dan atap
nasofaring.
Epidemiologi
 Menduduki urutan no.1 keganasan di bidang THT
 Berkaitan dengan infeski EBV (Epstein Barr Virus)
 Rasio L : P = 3: 1
 Frekuensi tinggi pada usia 45-50 tahun
 Frekuensi tersering Ras mongoloid terutama penduduk
Cina (provinsi Kwantung), dimana berkaitan dengan
genetik yakni di HLA-A2, keadaan sosio-ekonomi yang
rendah dan ventilasi rumah yang buruk. Negara lain
yang berkaitan juga seperti Hongkong, Vietnam,
Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia (RSCM :
100 kasus/tahun. RSHS: 60 kasus/tahun)
 Pengkonsumsi makanan fermentasi, seperti ikan asin
yang mengandung nitrosamine
Etiologi dan Patogenesis
2. Lingkungan
3. Epstein Barr-Virus
Klasifikasi (TNM)
Stage T N M
0 Tis No Mo
I T1 No Mo
II T1 N1 Mo
T2 No Mo
T2 N1 Mo

Primary Tumor (T) Regional Lymph Nodes (N)


Tx : Primary tumor belum dapat No : Tidak ada regional lymph node
ditentukan metastasis
To : Tidak ada tanda primary tumor N1 : Unilateral metastasis pada
Tis : Carcinoma in situ cervical lymph node = 6 cm
T1: Tumor terbatas pada nasopharynx N2 : Bilateral metastasis pada
atau tumor meluas ke oropharynx dan cervical lymph node = 6 cm pada
/atau nasal cavity tanpa perluasan ukuran terbesar, diatas
parapharyngeal supraclavicular fossa
T2 : Tumor dengan perluasan
parapharyngeal
III T1 N2 Mo
T2 N2 Mo
T3 No Mo
T3 N1 Mo
T3 N2 Mo
IV A T4 No Mo
T4 N1 Mo
T4 N2 Mo
IV B T any N3 Mo
IV C T any N any M1

N3 : Metastasis pada lymph node > 6


T3 : Tumor meliputi struktur tulangdari cm dan/atau supraclavicular fossa
skull base dan / atau paranasal sinus N3a : Ukuran> 6 cm
T4 : Tumor dengan perluasan N3b : Perluasan ke supraclavicular
intracranial dan / atau melibatkan fossa
cranial nerve, hypopharynx, atau orbit,
atau dengan perluasan ke
infratemporal fossa / masticator space
Diagnosis
Anamnesis Pemeriksaan Penunjang
 Riwayat penyakit sebelumnya  Rinoskopi Posterior
 Kebiasaan / gaya hidup  Endoskopi
(alcohol, rokok)
 CT-Scan
 Pekerjaan
 MRI
 Situasi social ekonomi
 Gejala yang pertama kali
dirasakan
 Perubahan berat badan

Pemeriksaan Fisik
 Pemeriksaan lengkap bidang
THT
Terapi
1. Radioterapi
 Radioterapi = pengobatan
dengan sinar peng-ion
 Tujuan: mengeradikasi tumor
dengan memberikan sejumlah
dosis radiasi yang diperlukan
secara tepat pada daerah
target radiasi, tanpa
menimbulkan kerusakan
jaringan sekitar.
2. Chemoterapi
 Indikasi : Stadium lanjut regional disertai kecurigaan
metastasis jauh, tumor persisten yang rekuren
 Dapat diberikan :
 Neoadjuvant (sebelum) terapi radiasi
 Concurrent (bersamaan) terapi radiasi
 Adjuvant (setelah) terapir adiasi
 Paling sering digunakan adalah kombinasi
cisplatindan 5-fluorouracil
3. Medication
 Antineoplastic agent : Chemotherapy
 Antiemetic agent : ondansetron
 Colony stimulating factor : filgrastim

4. Terapi Pembedahan
 Berperan kecil pada terapi KNF
 Indikasi : residual tumor, recurrent atau Ca yang tidak
terkontrol setelah terapi radiasi
 Yang biasa dilakukan : neck dissection
 Yang jarang : nasofaringektomy
 Untuk otitis media serosa : miringotomy
5. Diet
 Dilarang makanan yang dapat mengiritasi mukosa :
Citrus fruits, spicy, salty, dll
 Dianjurkan : milk shake, mashed potatoes, dll

6. Activity
 Jauhi pekerjaan/ olah raga berat
 Jauhi kontak infeksius
Penatalaksanaan berdasarkan stadium (UI)

Stadium I Radiotherapy

Stadium II dan III Kemoradiasi

N < 6 cm Kemoradiasi

Stadium IV Kemoradiasi +
N > 6 cm
kemotherapy
Prognosis
Secara keseluruhan 5 years 5 year OS rate with radiation
survival rate (45%) memburuk alone
pada :
 Stage I : 85 – 95 %
 Stadium lebih tinggi
 Stage II : 70 – 80%
 Laki-laki
 Stage III dan IV : 24 – 80%
 Usia > 40tahun
 Ras Cina (hongkong)
5 year OS rate (WHO)
 Pembesaran kelenjar leher
 Type I : 60 – 80 %
 Paresis saraf kranialis
 Type II & III : 20 – 40 %
 Erosi basis kranii
 Metastasis jauh
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai