Disusun Oleh :
Hubert Subekti
00000012115
Pembimbing:
IDENTITAS
Nama : Ny. M
Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 20-06-1968
Usia : 51 tahun
Agama : Islam
Nomor rekam medis : 00-30-18
Tanggal masuk : 11 April 2019
Tanggal pemeriksaan : 12 April 2019
Informasi diperoleh dengan autoanamnesis dan alloanamnesis dari pasien dan
anak kandung pasien
ANAMNESIS
Keluhan Utama:Kelemahan anggota gerak sisi kanan sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Sp, PD untuk melakukan kontrol rutin setiap bulannya. Pada
hari tersebut, pasien dilakukan pengecekan GDS dan didapatkan hasil 630 mg/dL.
Atas dasar tersebut, dokter Sp, PD menyarankan untuk dilakukan rawat inap.
Pasien mengeluhkan adanya kelemahan pada anggota gerak kanan sejak 1
minggu SMRS. Rasa lemah muncul secara mendadak ketika pasien bagun tidur.
Pasien mengaku sempat terjatuh di kamar mandi dua hari setelah gejala muncul,
dikarenakan rasa lemah pada tubuh bagian kanan, namun tidak terbentur kepala.
Selain itu, pasien juga mengaku adanya rasa keram dan denyutan pada anggota
gerak kanan yang membuat pasien terbangun di malam hari. Tidak ada faktor
yang memperparah dan memperingan rasa lemah tersebut. Pasien juga merasakan
adanya rasa kebas pada bagian mulut dan berbicara pelo sejak 4 bulan SMRS ( 1
Januari 2019). Gejala tersebut muncul setelah merasakan lemas pada seluruh
bagian tubuh dan membuat pasien terjatuh. Namun setelah itu, pasien tidak
merasakan adanya kelemahan pada anggota gerak. Keluhan lain seperti demam,
1
mual, muntah, pusing berputar, nyeri kepala, gangguan BAB dan BAK disangkal
oleh pasien.
2
Kesan : riwayat sosial dan kondisi lingkungan baik, ekonomi menengah.
Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi apapun.
PEMERIKSAAN FISIS
Dilakukan pada tanggal 12 April 2019
Keadaan umum:Tampak sakit sedang
Kesadaran :Compos Mentis (GCS E4M6V5 = 15)
Tanda Vital
Laju nadi : 70x/menit, irregular, kuat angkat
Laju napas : 20x/menit, reguler dan dalam
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36.50C
Sp O2 : 99%
Status Generalis
Sistem Deskripsi
3
Leher Dalam batas normal
4
Saraf kranialis :
Nervus I: tidak dilakukan
Nervus II:
Visus >2/60 untuk kedua mata.
Lapang pandang: dalam batas normal
Warna: dalam batas normal
Fundus: tidak dilakukan
Nervus III, IV, VI:
Sikap bola mata: OD dan OS ditengah (orthotropia)
Pupil: isokor sinistra dan dekstra, ukuran 3mm/3mm.
RCL: +/+, RCTL +/+
Nystgamus: -/-
Pergerakan bola mata: tidak ada tahanan kesegala
arah
OD OS
Nervus V:
Motorik: inspeksi dan palpasi baik, gerakan rahang
dan membuka mulut baik
Sensorik: sensibilitas V1, V2, V3 terkesan baik
Refleks korneal: pemeriksaan tidak dilakukan
Nervus VII:
Sikap mulut dalam istirahat simetris. Dapat
Neurologis
mengangkat alis dan menutup kedua mata dengan
kuat
Rasa kecap 2/3 anterior: tidak dilakukan
Gerakan senyum simetris.
Nervus VIII:
Nervus cochlearis: terkesan normal.
Nervus vestibularis:
Berdiri dengan satu kaki :
Mata tertutup : tidak dilakukan
Mata terbuka : normal.
Berdiri dengan dua kaki :
Mata tertutup tidak dilakukan
Mata terbuka : normal.
Roomberg dipertajam : tidak dilakukan
Tandem gait : tidak dilakukan
Fukuda : tidak dilakukan.
Nervus IX and X:
Arkus faring dan uvula ditengah, disfoni (-), disfagia
(-)
Nervus XI:
Kesan otot sternocleidomastoideus dan trapezius
normal. 5
Nervus XII:
Sikap lidah dalam mulut: deviasi (-), tremor (-),
atrofi (-), fasikulasi (-)
Julurkan lidah: tidak dapat dilakukan kesan baik
Nervus XII :
Lidah : deviasi (-), atrofi (-), fasikulasi (-).
Tonus:
Normal Normal
Normal Normal
Kekuatan:
4444 5555
4444 5555
Refleks fisiologis:
Kanan Kiri
Biceps +++ ++
Triceps +++ ++
Brachioradialis ++ ++
Neurologis
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Refleks patologis:
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-),
Gordon (-/-), Schaffner (-/-), Hoffman Trommer (-/-)
Sensorik :
Eksteroseptif
Raba :Kesan normal
Nyeri : Kesan normal
Suhu: tidak dilakukan.
Proprioseptif:
Posisi sendi: dalam batas normal
Getar: tidak dilakukan
Koordinasi:
Tes tunjuk-hidung: dalam batas normal
Tes tumit-lutut: tidak dilakukan
Disiadokinesis: dalam batas normal
Otonom:
Miksi, defekasi, dan sekresi keringat normal.
6
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Reference
Test Results Unit
Ranges
GDS 633 mg/dL <200
Ureum 39 mg/dL 10-50
Creatinine 2,00 mg/dL 0,6-1,2
Asam urat 5,7 mg/dL 2,4-6,1
Reference
Test Results Unit
Ranges
Glukosa
Glukosa Puasa 228 mg/dL <70-105
Trigliserida 282 mg/dL <175
Cholestrol total 334 mg/dL <200
Cholestrol HDL 41 mg/dL 45-65
Cholestrol LDL 237 mg/dL <130
Asam Urat 6,27 mg/dL 2-7
Urinalisa
Urin lengkap
Warna Kuning Kuning Kuning
Kejernihan jernih Jernih Jernih
Leukosit esterase + - -
Berat Jenis 1,015 1015-1025 1015-1025
pH 6,0 6-7 6-7
Protein 1+ - -
Glukosa 2+ - -
Keton 1+ - -
Urobilinogen 0,2 Eu/dl 0,2-2
Bilirubin - - -
Leukosit 1-2 /LPB 0-5
Eritrosit 3-6 /LPB 0-1
Epitel + - -
Bakteri - - -
Siilinder - - -
7
Kristal - - -
8
Hasil bacaan :
Jaringan lunak extravalcaria dan calvaria masih memberikan bentuk dan
densitas normal.
Sulci, gyri corticalis dan fissura sylvii tampak melebar
Tampak lesi hipodens pada substansia alba periventrikuler lateralis kiri
dan capsula interna kiri.
Ventrikel lateralis bilateral terutama kiri dan ventrikel 3 melebar
9
Tidak tampak midline shift
Sistem sisterna tidak tampak melebar
Tampak kalsifikasi fisiologis di daerah glandula pineal dan pleksus
choroideus bilateral
Daerah sela tursika dan daerah cerebellopontine angle kanan dan kiri
dalam batas normal.
Bulbus oculi dan ruang retrobulber bilateral dalam batas normal
Cabum nasi dan septum nasi dalam batas normal
Mastoid air cell bilateral dalam batas normal.
Kesimpulan :
Infark pada substansia alba periventrikuler lateralis kiri dan capsula
interna kiri.
Hydrocephalus ex vacuo.
Tidak tampak perdarahan intracranial.
RESUME
Pasien Ny. M datang ke poli IPD untuk kontrol setiap bulan dan dilakukan
pemeriksaan GDS dengan hasil 630 mg/dL. Atas dasar tersebut pasien disarankan
untuk rawat inap. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa lemas pada anggota gerak
kanan sejak 1 minggu SMRS. Rasa lemas muncul secara tiba- tiba setelah pasien
bangun tidur. Pasien sempat terjatuh di kamar mandi dikarenakan rasa lemas
pada tubuh bagian kanan, namun tidak terbentur kepala. Pasien juga mengeluhkan
adanya rasa baal dan berbicara pelo sejak 4 bulan SMRS. Pasien memiliki riwayat
stroke iskemik pada tahun 2013. Pasien juga memiliki riwayat penyakit diabetes
dan hipertensi yang terkontrol dengan obat. Selain itu, pasien memiliki riwayat
penyakit jantung aritmia.Keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa.
Ayah dan ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabetes. Kebiasaan merokok dan
alkohol disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik, TTV dalam batas normal,
namun ditemukan adanya detak jantung irreguler, GCS 15, pemeriksaan status
generalis, didapatkan konjunctiva anemis dan lainya dalam batas normal.
Pemeriksaan saraf kranial juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan motorik
ekstremitas ditemukan adanya hemiparesis dengan kekuatan motorik ekstremitas
10
atas kanan 4444/5555 normotonus dan ekstremitas bawah 4444/5555 normotonus.
Pemeriksaan sensorik dalam batas normal. Refleks fisiologis ekstremitas atas
3+/2+ dan ekstremitas bawah 2+/2+. Didapatkan refleks patologis berupa babinski
(+/-), oppenheim (+/-), dan chadock (+/-). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya hiperglikemia dan hipercholestrolemia serta hiperglukosuria
dan proteinuria. Pada pemeriksaan ct scan ditemukan adanya lesi hipodense pada
substansia alba periventrikular kiri dan kapsula interna kiri.
DIAGNOSIS
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : capsula interna sinistra.
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.
DIAGNOSIS KERJA
Hemiparesis ekstremitas kanan et causa CVDNH
11
- Skor NIHSS : 3 ( Minor Stroke)
Hiperglikemia
Hipertensi
CKD dd AKI
DIAGNOSIS BANDING
CVDH
PENATALAKSANAAN
Terpasang akses IVFD 1 line di ekstremitas kanan atas dengan abocath ukuran
20G dan infusion set loading NaCl 0.9% 200 ml dilanjutkan dengan maintenance
500 ml/12 jam.
Pasien sudah diberikan ( dari Sp, PD):
Apidra bolus 12 iu (IV)
Miniaspilet 1 x 80 mg (PO)
Valsartan 1 x 80 mg (PO)
12
Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
Bisoprolol 1 x 5 mg ( PO)
ISDN 5 mg 3 x 1 K/P (PO)
Prorenal 3x2 (PO)
Tambahan terapi dari Sp,S :
Clopidogrel 1 x 75 mg (PO)
Citicolin 2 x 500 mg ( IV)
Simvastatin 1 x 20 mg ( PO)
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
FOLLOW UP
Tanggal Hasil follow up
13-04-2019 S : kelemahan pada ekstremitas kanan, mulut terasa kebas dan
sulit berbicara.
O : KU : tampak sakit sedang, Kes : CM ( GCS 15), TD 130/90
mmHg, HR 72 bpm, RR 19 bpm, S 36,4°C.
Status generalis dalam batas normal.
Status neurologis
GCS 15 ( E4M6V5)
CN : dalam batas normal
Motorik :
Inspeksi : euatrofi pada keempat ekstremitas, fasikulasi (-)
Tonus : dalam batas normal pada keempat ekstremitas
Kekuatan :
4444/5555
4444/5555
Refleks fisiologis :
Biceps +++/++, tricep +++/++
13
KPR : ++/++, APR : ++/++
Refleks patologis :
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-)
Sensorik : +/+
Terpasang akses vena
GDS (pagi) : 212 mg/dL
Glukosa puasa (pagi) : 117 mg/dL ( normalnya <70-105)
Glukosa sewaktu ( malam) : 159 mg/dL ( normalnya <200)
A:
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : kapsula interna sinistra
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.
Diagnosis Kerja : CVDNH, Hiperglikemia pada DM II, HT, CKD
P:
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Injeksi Opidra 3 x 10 iu
Injeksi Citicolin 2 x 500 mg
Oral Valsartan 1 x 80 mg
Oral Bisoprolol 1 x 5 mg
Oral Miniaspilet 1 x 80 mg
Oral ISDN 3 x 5 g
Oral Prorenal 3 x 2 tablet
Oral CPG 1 x 70 mg
Oral Simvastatin 1 x 10 mg
14
Status neurologis
GCS 15 ( E4M6V5)
CN : dalam batas normal
Motorik :
Inspeksi : euatrofi pada keempat ekstremitas, fasikulasi (-)
Tonus : dalam batas normal pada keempat ekstremitas
Kekuatan :
4444/5555
4444/5555
Refleks fisiologis :
Biceps +++/++, tricep +++/++
KPR : ++/++, APR : ++/++
Refleks patologis :
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-)
Sensorik : +/+
Glukosa puasa (pagi) : 215 mg/dL ( normalnya <70-105)
Glukosa puasa ( malam) : 184 mg/dL ( normalnya < 70-105)
Glukosa sewaktu ( siang) : 319 mg/dL ( normalnya <200)
A:
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : kapsula interna sinistra.
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.
Diagnosis Kerja : CVDNH, Hiperglikemia pada DMII, HT, CKD
P:
Aff infus
Omeprazole 1 x 20 mg PO
Acarbose 3 x 100 mg
Lantus 20 iu
Miniaspilet 1 x 80 mg PO
Clopidogrel 1 x 75 mg
Sinvastatin 1 x 20 mg
15
15-04-2019 S : Rasa baal pada mulut, kelemahan sudah berkurang.
O : KU : tampak sakit sedang, Kes : CM ( GCS 15), TD 140/90
mmHg, HR 70 bpm, RR 19 bpm, S 36,5°C.
Status generalis dalam batas normal.
Status neurologis
GCS 15 ( E4M6V5)
CN : dalam batas normal
Motorik :
Inspeksi : euatrofi pada keempat ekstremitas, fasikulasi (-)
Tonus : dalam batas normal pada keempat ekstremitas
Kekuatan :
4444/5555
4444/5555
Refleks fisiologis :
Biceps +++/++, tricep +++/++
KPR : ++/++, APR : ++/++
Refleks patologis :
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-)
Sensorik : +/+
A:
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : kapsula interna sinistra.
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.
Diagnosis Kerja : CVDNH, Hiperglikemia pada DMII, HT, CKD
P:
Aff infus
Miniaspilet 1 x 80 mg PO
Clopidogrel 1 x 75 mg
Sinvastatin 1 x 20 mg
Boleh pulang.
Kontrol pada 18-04-2019
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai timbulnya defisit neurologis fokal atau global
yang berlangsung lebih dari 24 jam. Keadaan ini disebut juga sebagai
cerebrovascular accident ( CVA) atau apopleksi. Stroke akut mengacu pada onset
24 jam pertama sejak serangan. Defisit neurologis fokal yang berlangsung kurang
dari 24 jam ( biasanya 5-20 menit) yang dikenal sebagai Transient Ischemic
Attack. (1)
2.2. Epidemiologi
Insidens stroke di Indonesia mengalami peningkatan baik dalam hal
kejadian, kecacatan, maupun kematian. Angka kejadian stroke sebesar 51,6 /
100.000 penduduk. Sekitar 4,3% penderita stroke mengalam kecacatan yang
memberat. Angka kematian berkisar antara 15-27% pada semua kelompok usia.
Stroke lebih banyak dialami laki-laki dibandingkan perempuan.
2.3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu iskemik (
87%) atau perdarahan ( 13%). Iskemik stroke disebakan karena adanya
penyumbatan pada arteri serebralis ( thrombotik atau aterosklerotik ( 50%),
embolik ( 25%) dan oklusi mikroarteri “ stroke lacunar” ( 25%). Stroke
perdarahan paling sering disebabkan oleh ruptur spontan dari pembuluh darah
atau aneurisma, dan AVM.
Terdapat 4 bentuk klinis dari stroke non hemoragik :
a. Serangan Iskemik Sementara / Transient Ischemic Attack gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak yang akan
menghilang dalam waktu < 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemia Sementara / Reversible Ischemic neurological
Deficit ( RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih dari 24 jam hingga < 21 hari.
17
c. Stroke progressif ( Progressive Stroke / Stroke in Evolution) Gejala
neurologik yang semakin memberat.
d. Stroke Komplet ( Completed Strke / Permanent Stroke) gejala klinis
yang sudah menetap.
18
2.5. Patofisiologi Stroke Iskemia(5)
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras /etnik
- Hipertensi
- DM
- Atrial fibrilasi/PSVT
- Alkohol
- Metabolic syndrome
- Physical inactivity
Aterosklerosis thrombus/emboli
Cardioemboli
PARP
Oklusi arterial otak
Glutamate iskemia
release
Apoptosis
Energy failure
Glutamate Kerusakan
receptor mitokondrial
Ca2+/Na+
influks
iNOS
proteolysis
Free radical
formation
Membrane and
cytoskeletal breakdown
Kematian sel
19
Ada terdapat tiga mekanisme utama yang mendasari adanya stroke iskemia :
- Oklusi pembuluh darah intrakranial karena emboli yang berasal dari
tempat jauh ( cardioemboli karena atrial fibrilasi atau artery-to-artery
emboli dari plak aterosklerosis arteri karotid atau diseksi arteri karotid
interna atau arteri vertebralis)
- Thrombosis in situ pada pembuluh darah intrakranial, biasanya melibatkan
arteri penetrasi kecil.
- Hipoperfusi karena flow-limitng stenosis dari pembuluh darah
ekstrakranial ( internal karotid) atau pembuluh darah intrakranial yang
menyebabkan “watershed” ischemia.
Terdapat dua zona pada jaringan serebrovaskuler yang mengalami iskemia :
(a) Inner core of severe ischemia dimana aliran darah < 10-25%.
(b) Outler layer of less severe ischemia ( penumbra) diperdarahi oleh
pembuluh darah kolateral dan dapat diselamatkan jika dilakukan
intervensi.
Penurunan aliran darah serebral hingga 0mL/100 gr dapat menyebabkan kematian
sel otak dalam 4-10 menit; < 16-18 mL/100 gr jaringan otak dapat menyebabkan
infark sel dalam 1 jam, dan < 20 mL/100gr jairngan otak dapat menyebabkan
iskemia tanpa infark, kecuali jika penuruan aliran yang berkelanjutan hingga
beberapa jam atau hari. Daerah core dan penumbra dapat terlihat dengan
menggunakan pencitraan perfusion-diffusion MRI.
20
Gambar 2. Perfusion Diffusion MRI Imaging.
21
Gambar 4. Territorial dari ACA, MCA, PCA
22
Cortical sensory loss pada bagian ekstremitas bawah
kontralateral sensory area of foot and leg
Inkontinensia urin area sensorimotor pada paracentral
lobule.
Abulia ( akinetic mutism), alien hand ( involuntary movement).
b. Arteri Koroidalis
Arteri ini berasal dari arteri karotis interna dan memperdarahi
posterior limb dari kapsula interna, hippokampus, amigdala, uncus,
optic tract. Apabila terdapat oklusi pada arteri ini, dapat menyebabkan
gejala hemiplegia, hipoesthesia, dan homonimus hemianopia
kontralateral. Namun karena bagian ini juga diperdarahi oleh
penetrating vessels dari proksimal MCA, Pcom, dan arteri koroidali
posterior, gejala yang muncul biasanya ringan dan dapat pulih
kembali.
c. Arteri Serebralis Media ( MCA)
Cabang kortikal dari MCA memperdarahi bagian lateral dari
hemisphere, kecuali (1) bagian frontal dan batas superomedial antara
lobus parietal dan frontal yang diperdarahi oleh ACA, dan (2) lobus
tempral bawah dan oksipital yang diperdarahi oleh PCA. Cabang
proksimal dari MCA ( segmen M1) disebut juga lenticulostriate vessel
memperdarahi putamen, globus pallidus bagian luar, posterior limb of
internal capsule, nukleus caudatus. Pada Sylvian fissure, MCA
bercabang menjadi superior dan inferior ( M2). Cabang inferior
memperdarahi bagian lobus parietal inferior dan temporal meliputi
visual radiation, korteks visual bagian makular, area wernicke,
sedangkan cabang superior memperdarahi lobus parietal atas dan
frontal, meliputi bagian motor dan senossrik bagian wajah, lengan,
tangan, dan area broca.
Jika terjadi oklusi pada asal ( origin) dari MCA maka akan
menimblkan gejala :
Kontralateral hemiplegia
Kontralateral hemianesthesia
Homonymous hemianopia
23
Dysarthria karena kelemahan otot wajah
Global aphasia bila terkena lobus dominan
Anosognosia, constructional apraxia, neglect lobus
nondominan.
Hemiparesis kontralalteral
Gangguan sensorik kontralateral pada wajah, lengan dan
tangan
Afasia broka
24
- Stroke pada sirkulasi posterior :
25
aphasia). Infarksi bilateral pada PCA distal dapat menyebabkan
buta kortikal ( kebutaan dengan refleks pupil yang intak).
b. Arteri Basilaris
26
Ataksia ipsilateral dan dismetria ( kerusakan pada inferior
cerebellar peduncle).
Kehilangan sensasi nyeri dan suhu ipsilateral pada tubuh
dikarenakan kerusakan pada descending spinothalamic tract.
Vertigo, mual, muntah, dan nistagmus kerusakan pada
nukelus vestibularis.
c. Ventral Pontine Syndrome ( Milard-Gubler)
Terjadi karena infarksi pada pons paramedian :
Paresis ipsilateral dari otot rectus lateralis kerusakan dari
CN VI dengan diplopia.
Paresis ipsilateral dari otot wajah bagian atas dan bawah
kerusakan CN VII.
Hemiplegia kontralateral kerusakan pada traktus
kortiokospinalis tanpa bagian wajah.
d. Dorsal Pontine Syndrome ( Foville’s )
Terjadi karena infarksii atua esi pada bagian dorsal tegmentum dari
pons :
Paresis ipsilaeral dari otot wajah keseluruhan kerusakan dari
nucleus CN VII
Hemiplegia kontralateral.
e. Ventral Midbrain Syndrome ( Weber’s)
Terjadi karena oklusi dari median dan paramedian perforating
branches dari arteri basilaris.
Paresis okulomotor ipsilateral, ptosis, dilatasi pupil
keruskaan pada CN III dan fiber parasimpatetik.
Hemiplegia kontralateral, termasuk pada bagian bawah
wajah kerusakan pada kortikospinal dan kortikobulbar.
f. Dorsal Midbrain Syndrome ( Benedikt’s )
Terjadi lesi atau oklusi pada paramedian branches dar basilar dan atau
posterocereblar arteries atau keduanya
Paresis okulomotor ipsilateral, ptosis, dilatasi pupil
keruskaan pada CN III dan fiber parasimpatetik.
27
Involuntary movement kontralateral, tremor, ataxia, dan chorea
keruskan pada red nucleus.
g. Lock in syndrome
Terjadi karena lesi pada ventral pontin bilateral.
Quadriplegi
Tidak bisa berbicara dan tidak bisa menggerakkan wajah
Terbatasnya gerakan mata horizontal karena kerusakan pada
CN VI
Penurunan kesadaran
Namun masih ada gerakan mata ke atas dank e bawah, bisa
berkomunikasi dengan menggerakan mengedipkan mata.
a. Anamnesis
Terdapat beberapa riwayat klinis yang harus ditanyakan kepada pasien dengan
curiga stroke menurut AHA/ASA :
- Tanda dan gejala, serta onset gejala sakit kepala hebat?, mual?,
muntah?, tanda awal stroke ( FAST : face drop, arm weakness, slurred
speech, time to call help), sejak kapan? Onset terkahir normal kapan?
Gejala tambahan? Yang memperingan dan memperparah?, kejang?
- Penyakit yang dialami dalam waktu dekat ACS, trauma, operasi,
perdarahan
- Riwayat penyakit dahulu ( komorbit) : Hipertensi, Diabetes,
hiperkolestrol, hiperkoagulabilitas, riwayat penyakit jantung ( aritmia),
merokok, alkohol, riwayat stroke sebelumnya.
- Riwayat pengobatan : antihipertensif, antikoagulan, obat DM, obat
kolestrol.
b.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dinilai adalah jalan napas, respirasi, sirkulasi. Pada
pemeriksaan jalan napas, dinilai apakah paten atau tidak, membutuhkan intubasi
atau tidak. Pada bagian respirasi, dinilai apakah ada tanda retraksi otot dada, sesak
28
atau tidak, pemeriksaan saturasi oksigen, penilaian suara napas dan suara jantung.
Pada bagian sirkulasi, dilakukan pemeriksaan tekananan darah, denyut nadi, suhu,
capillary refill time pada ekstremitas. Dilanjutkan dengan pemerriksaan
neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan saraf
kranialis, rangsang meninges, sistem motorik dan sensorik, refleks baik fisiologis
maupun patologis dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan adalah
NIHSS ( National Institutes of Health Stroke Scale).
29
Gambar 5. NIHSS score.
Skor Severitas
0 Tidak ada gejala stroke
1-4 Minor stroke
5-15 Moderate stroke
16-20 Moderate to severe stroke
21-42 Severe stroke
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium ( seperti
complete blood count, fungsi ginjal, PT, APTT, gula darah, urinalisis, analisa gas
darah, elektrolit, fungsi hepar. Pemeriksaan lainnya yang tidak kalah penting
adalah elektrokardiogram, untuk melihat apakah terdapat aritmia jantung atau
tidak. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan rontgen thorax, untuk melihat pakah
terdapat perbesaran pada jantung atau tidak. Serta yang terakhir adalah
30
pemeriksaan CT Scan /MRI untuk mengetahui apakah terdapat stroke hemoragik
atau stroke non hemoragik.
d.Tatalaksana
1. Tatalaksana di Ruang Gawat darurat
- Airway, Breathing, and Oxygenation
Penggunaan ventilator and airway support direkomendasikan
untuk pasien stroke akut dengan penuruan kesadaran atau memiliki
disfungsi bulbar yang dapat menyumbat jalan napas.
Suplementasi oksigen harus diberikan untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%.
Intubasi ETT atau MMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (
pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg) atau syok atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu.
Jika pipa terpasang lebih dari 2 minggu trakeostomi.
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam
72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
- Sirkulasi
Hipotensi dan hipovolemia harus diperbaiki untuk
mempertahankan perfusi sistemik.
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena.
Pengendalian tekanan darah :
- Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% ( sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam
pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (
TDS) > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik ( TDD) >
120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan
diberikan terapi trombolitik ( rtPA), tekanan darah
diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110
mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau hingga
31
TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam
pemberian rTPA.
32
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus
dilakukan kultur dan hapusan ( trakea, darah, dan urin) dan
diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler,
analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
Glukosa Darah
- Bukti penelitian menunjukkan ahwa hiperglikemia dalam
24 jam pertama setelah AIS berhubungan dengan kondisi
yang lebih buruk dibandingkan dengan normoglikemia.
Untuk itu perlu dilakukan penanganan pada hiperglikemia
dengan target 140-180 mg/dL, dan harus dimonitor untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia pada pasien AIS.
- Hipoglikemia ( < 60 mg/dL) harus diobati pada pasien
dengan AIS.
IV Alteplase
- IV alteplase ( 0,9 mg/kgBB, dengan dosis maksimum 90
mg dalam 60 menit, dengan inisial 10% dari dosis
diberikan secara bolus dalam waktu 1 menit),
direkomendaiskan pada pasien stroke iskemik dala 3-4,5
jam setelah muncul gejala.
- Pada pasien yang menjalani terapi fibrinolitik, harus juga
siap untuk menangani komlikasi lain, seperti perdarahan
dan angioedema yang dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas.
- Indikasi alteplase :
i. Onset : 3 jam ( 3-4,5 jam)
ii. Usia : ≥18 tahun. IV alteplase dalam 3 jam juga
direkomendasikan pada pasien berusia < 80 atau >
80 tahun.
iii. Keparahan : pada pasien dengan gejala stroke yang
berat, IV alteplase diindikasikan dalam 3 jam sejak
onset iskemik stroke. Meskipun risiko untuk
terjadinya perdarahan meningkat, terbukti masih
33
ada keuntungkan secara klinis pada pasien dengan
gejala stroke berat.
iv. Pemberian alteplase dalam 3-4,5 jam
direkomendasikan pada pasien yang berusia ≤ 80
tahun, tidak ada riwayat diabetes dan stroke
sebelumnya, NIHSS ≤ 25, tidak mengkonsumsi
antikoagulan oral, dan tidak ada bukti secara
radiologis adanya iskemik yang melibakan lebih
dari 1/3 teritori MCA.
v. Urgensi : harus dimasukkan sesegera mungkin.
vi. TD : < 185/110 mmHg.
vii. Glukosa : level glukosa inisial > 50 mg/dL.
viii. CT : IV alteplase harus diberikan apda early
ischemic change pada NCCT dengan ekstensi
ringan-sedang.
ix. Antiplatelet sebelumnya : iv alteplase
direkomendasikan apda pasien yang mengkonsumsi
antiplatelet monoterapi maupun kombinasi ( cth.
Aspirin + clopidogrel ) sebelum stroke.
x. End stage renal disease : pada pasien dengan
ESRD dengan dialisis dan aPTT normal, IV
alteplase diirekomendasikan.
- Kontraindikasi :
i. Onset : > 3-4,5 jam
ii. CT : tidak boleh diberikan jika adanya perdarahan
intrakranial akut.
iii. Stroke iskemik dalam 3 bulan
iv. Trauma kepala berat dalam 3 bulan
v. Operasi intrakranial atau intraspinal dalam 3 bulan
vi. Riwayat perdarahan intrakranial.
vii. Perdarahan subaraknoid.
viii. Keganasan pada GI/ perdarahan GI dalam 21 hari.
34
ix. Koagulopati : platelet < 100.000/mm3, INR > 1,7,
aPTT > 40s, atau PT > 15 detik.
x. LMWH : iv alteplase tidak boleh diberikan pada
pasien yang mendapatkan terapi LMWH dalam 24
jam sebelumnya.
xi. Thrombin inhibitors atau Factor Xa inhibitors : iv
alteplase tidak boleh diberikan, terkecuali jika
dilakukan pemeriksaan aPTT, INR, platelet, clotting
time, thrombin time, appropriate direct factor Xa
activity dalam batas normal, dan tidak mendapatkan
terapi dalam waktu > 48 hr.
xii. Infektif endokarditis
xiii. Diseksi aorta
xiv. Keganasan intraaxial intracranial.
35
Thrombektomi Mekanikal
- Pasien harus mendapatkan terapi trombektomi mekanikal
dengan stent retriver jika memenuhi kriteria berikut :
i. Skor mRS prestroke 0-1
ii. Oklusi berada pada karotid interna atau segmen
MCA 1 ( M1)
iii. Usia > 18 tahun
iv. NIHSS score ≥ 6
v. Penanganan dapat diberikan dalam 6 jam sejak
onset gejala.
- Pada pasien dengan AIS dalam 6-16 ( 16-24) jam dan
memiliki LVO pada sirkulasi anterior dan memenuhi
kriteria DAWN atau DEFUSE 3, mekanikal trombektomi
direkomendasikan.
Antiplatelet : pemberian aspirin direkomendasikan pada pasien
dengan AIS dalam 24-48 jam setelah onset. Bagi yang
mendapatkan pengobatan alteplase, pemberian aspirin harus
ditunda hinggal 24 jam kemudian.
2. Penatalaksanaan pada Ruang Rawat ( Stroke Unit)
Suplemental oksigen : harus pertahankan saturasi > 94%
Cairan :
i. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
untuk menjga euvolemi.
ii. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (
parenteral atau enteral).
iii. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak
dirasakan ( produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairanyang tidak tampak dan ditambah lagi 400
ml per derajat celcius pada penderita panas).
iv. Elektrolit harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi
kekurangan sampai tercapai nilai normal.
36
v. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan
analisa gas darah.
vi. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa
hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia
Nutrisi
i. Nutrisi enteral paling lambat harus diberikan dalam 7 hari , nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan membaik
ii. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun,nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik. Jika diperkirakan penggunaan
NGT > 2-3 minggu ganti dengan perkutaneous gastrostomy.
iii. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi :
- Karbohidrat 30-40% dari total kalori’
- Lemak 20-35% ( pada gangguan nafas dapat lebih tinggi
35-55%)
- Protein 20-30% ( pada keadaan stress kebutuhan protein
1,4-2,0 g/kgBB/hari ( pada gangguan fungsi ginjal <
0,8g/kgBB/hari)
iv. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-
obatan yang diberikan. Contohya hiindarkan makanan yang banyak
mengandung vit K pada pasien yang mendapatkan warfarin.
Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
Profilaksis DVT : penggunaan intermittent pneumatic compression
sebagai tambahan pada aspirin dan hidrasi direkomendasikan untuk
mencegah DVT.
Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Jika hiperglikemia
titrasi insulin. Jika hipoglikemia dekstrose.
Jika gelisah, dilakukan terapi psikologi, kalau peril diberikan obat seperti
benzodiazepine short acting atau propofol.
Analgesic dan antimuntah sesuai indikasi.
Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan intermittent kateterisasi.
Rehabilitasi
37
BAB III
ANALISA KASUS
38
Diabetes dan hiperkolestrolemia dapat merusak endothel pembuluh darah
penumpukan LDL atheroma rupture plak thrombosis. Faktor risiko
embolik meliputi Premature Ventricular Contraction. Menurut Studi AHA 2014,
PVC dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya thromboemboli. Hal ini
disebabkan karena PVC berhubungan dengan fungsi abnormal dari ventrikel kiri
jantung dan memiliki potensi untuk terjadinya remodelling dari jantung, sehingga
meningkatkan risiko untuk terjadinya tromboemboli. Pada pasien ini, penyebab
dari stroke iskemik lebih ke arah trombotik, karena adanya infark lakunar pada
otak kiri, progresifitas penyakit yang lambat, defisit neurologis yang tidak
maksimal, tidak adanya penurunan kesadaran yang menjadi ciri dari stroke
embolik. Diagnosis banding stroke pendarahan juga dapat disingkirkan karena
pasien tidak tiemukan gejala- gejala peningkatan tekanan intracranial, yaitu nyeri
kepala mendadak dan hebat, muntah proyektil, serta penuruan kesadaran.
Berdasarkan hasil skor Siriraj, pasien ini juga dicurigai mengalami stroke
iskemik, dan skor Gajah Mada menunjukkan adanya stroke iskemik.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa :
1. Kelemahan pada tangan dan kaki kanan dengan kekuatan 4444/5555 pada
bagian tangan, dan 4444/5555 pada bagian kaki.
2. Hipereflex pada tangan kanan.
3. Reflex patologis positif pada kaki kanan.
Berdasarkan guidline AHA, pasien dengan stroke harus dinilai keparahannya
dengan menggunakan skor NIHSS ( National Institute of Health Science Scale).
Skor NIHSS pada pasien ini adalah :
0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 1 + 0 + 1 + 0 + 0 + 0 + 0 + 1 + 0 = 3 ( minor stroke).
Dari pemeriksaan fsik neurologis, ditemukan adanya hemiparesis dektra tanpa
wajah. Dengan ditemukannya gejala seperti ini, dapat dipikirkan bahwa lesi pada
pasien ini berada di hemisfer sinistra. Kelemahan pada pasien sama terjadi pada
bagian tangan dan kaki, oleh karena itu dipikirkan lesi yang mengenai pembuluh
darah lentriculostriate yang memperdarahi kapsula interna sinistra. Pemeriksaan
radiologis pada pasien stroke bertujuan untuk menyingkirkan perdarahan, menilai
derajat kerusakan otak, mengenali lesi yang bertanggung jawab dalam munculnya
defisit neurologis. CT scan kepala tanpa kontras merupakan gold standard untuk
stroke perdarahan. Untuk stroke iskemik, MRI dinilai lebih senstif dibandingkan
39
CT, terutama untuk onset < 24 jam. Hasil CT scan tanpa kontras terkadang baru
dapat menunjukkan lesi iskemik yang jelas setelah onset 24 jam. Namun pada
kasus akut, CT scan non contrast merupakan pilihan utama karena cost effective
dan waktu yang relatif cepat. Pada pasien ini ditemukan adanya infark pada
substansia alba periventrikuler lateralis kiri dan capsula interna kiri. Dari hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang, terdapat keseuaian kecurigaan letak lesi yaitu
kapsula interna sinistra.
Tatalaksana
Tatalaksana pada pasien dengan stroke akut terbagi menjadi dua, yaitu tatalaksana
secara umum, berupa stabilisasi jalan napas, oksigenasi, pemberian cairan,
pengendalian tekanan darah, pengendalian glukosa darah, serta pengendalian suhu
tubuh. Tatalaksana khusus itu tergantung pada jenis stroke yang dialami. Jika
stroke iskemik akut maka pilihannya adalah antara rTPA atau trombektomi
mekanikal. Pemberian rTPA harus memenuhi persyaratan seperti onset 3-4,5 jam,
usia diatas 18 tahun, NIHSS < 25, tekanan darah < 185/110, glukosa > 50 mg/dL,
CT scan menunjukkan luas lesi yang ringan hingga berat. Jika pasien yang tidak
memenuhi syarat tersebut, bisa disarankan untuk terapi trombektomi mekanikal,
dengan syarat skor mRS prestroke 0-1, oklusi pada arteri carotid interna atau
segmen M1 dari MCA, usia diatas 18 tahun, NIHSS > 6, dalam 6 jam sejak onset
gejala, ataupun 6-24 jam pada pasien dengan LVO pada ACA. Pada pasien ini
tidak dilakukan rTPA maupun trombektomi mekanikal dikarenakan :
a. Onset serangan / munculnya gejala sudah ± 1 minggu, sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan rTPA atau trombektomi mekanikal.
b. NIHSS skor pada pasien adalah 3. Dengan NIHSS score tersebut tergolong
stroke minor, dan bukan indikasi untuk dilakukan terapi rTPA ataupun
mekanikal trombektomi.
Oleh karena itu, maka tatalaksana yang dapat dilakukan adalah terapi untuk
mencegah episode stroke selanjutnya. Menurut guidline AHA 2014, tentang The
Prevention of Stroke in Patients with Stroke and Transient Ishemic Stroke,
merekomendasikan untuk pemberian antiplatet, Aspilet dan Clopidogrel dalam 24
jam setelah onset stroke untuk mencegah episode stroke berulang. Selain itu,
untuk dislipidemia, AHA merekomendasikan untuk penggunaan obat golongan
40
statin jika stroke diperikaran berasal dari aterosklerosis dan LDL > 100 mg/dL.
Untuk faktor risiko lainnya seperti diabetes, direkomendasikan untuk penggunaan
obat gula oral. Pada pasien ini, pengobatan yang diberikan adalah aspilet,
clopidogrel, sinvastatin, dan citicolin. Citicolin berfungsi untuk neuroprotektif
yang mempertahankan integritas membrane neuron.
Selain dengan obat-obatan, pasien juga diedukasi untuk latihan menggerakan
ekstremitas yang lemah secara perlahan-lahan, agar kekuatan otot dapat kembali
normal. Selain itu perlu diperhatikan juga makanan yang dimakan. Perbanyak
makan makann yang dapat membantu menurunkan kadar kolestrol, seperti beras
merah, oat, kacang-kacangan, buah-buahan, dsb. Pasien juga disarankan untuk
istirahat yang cukup, yaitu 6-8 jam per hari. Pasien juga harus diberikan edukasi
untuk mengontrol faktor risiko seperti gula darah, kolestrol, tekanan darah setiap
bulannya. Pada pasien DM, Hba1c < 7%, LDL < 100 mg/dL, tekanan darah
<130/80.
41
Referensi
1. Wittenauer BR, Smith L. Priority Medicines for Europe and the World “ A
Public Health Approach to Innovation ” Update on 2004 Background Paper
Written by Eduardo Sabaté and Sunil Wimalaratna Background Paper 6 . 6
Ischaemic and Haemorrhagic Stroke. 2012;(December).
2. Ackerson T, Adeoye OM, Brown M, Demaerschalk BM, Hoh B, Leslie-
mazwi TM, et al. AHA / ASA Guideline 2018 Guidelines for the Early
Management of Patients With Acute Ischemic Stroke. 2018. 46-99 p.
3. Misbach , J., Rusdi L., Amiruddin, A., Basyiruddin, A., Suroto, Adelina,
Y., et al. PERDOSSI Guidline Stroke. Jakarta : PERDOSSI 2011.
4. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors, Culebras A. An
updated definition of stroke for the 21st century: a statement for healthcare
professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2013.
5 Adams HP, Jr., del Zoppo, Furlan A et al. Guidelines for the ealry
management of adults with ischemic stroke : a guidline from the Amerian
Heart Association. American Stroke Association Stroke Counil, Clinical
Cardiology Council, Cardiovasular Radiology and Intervention Council,
and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality of Care
Outcomes in Research Interdisciplinary Working Groups : The American
Academy of Neurology affirms the value of this guildline educational tool
for neurologists. Circulation. 2007 : 115:e478-e534.
42
43