Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT SARAF

Disusun Oleh :

Hubert Subekti

00000012115

Pembimbing:

Dr. Imam Suhada, Sp.S.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 8 APRIL – 11 MEI 2019
RUMAH SAKIT TNI AL MARINIR CILANDAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PENLITA HARAPAN
LAPORAN KASUS

IDENTITAS
Nama : Ny. M
Kelamin : Perempuan
Tanggal lahir : 20-06-1968
Usia : 51 tahun
Agama : Islam
Nomor rekam medis : 00-30-18
Tanggal masuk : 11 April 2019
Tanggal pemeriksaan : 12 April 2019
Informasi diperoleh dengan autoanamnesis dan alloanamnesis dari pasien dan
anak kandung pasien

ANAMNESIS
Keluhan Utama:Kelemahan anggota gerak sisi kanan sejak 1 minggu SMRS.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli Sp, PD untuk melakukan kontrol rutin setiap bulannya. Pada
hari tersebut, pasien dilakukan pengecekan GDS dan didapatkan hasil 630 mg/dL.
Atas dasar tersebut, dokter Sp, PD menyarankan untuk dilakukan rawat inap.
Pasien mengeluhkan adanya kelemahan pada anggota gerak kanan sejak 1
minggu SMRS. Rasa lemah muncul secara mendadak ketika pasien bagun tidur.
Pasien mengaku sempat terjatuh di kamar mandi dua hari setelah gejala muncul,
dikarenakan rasa lemah pada tubuh bagian kanan, namun tidak terbentur kepala.
Selain itu, pasien juga mengaku adanya rasa keram dan denyutan pada anggota
gerak kanan yang membuat pasien terbangun di malam hari. Tidak ada faktor
yang memperparah dan memperingan rasa lemah tersebut. Pasien juga merasakan
adanya rasa kebas pada bagian mulut dan berbicara pelo sejak 4 bulan SMRS ( 1
Januari 2019). Gejala tersebut muncul setelah merasakan lemas pada seluruh
bagian tubuh dan membuat pasien terjatuh. Namun setelah itu, pasien tidak
merasakan adanya kelemahan pada anggota gerak. Keluhan lain seperti demam,

1
mual, muntah, pusing berputar, nyeri kepala, gangguan BAB dan BAK disangkal
oleh pasien.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien memiliki riwayat stroke iskemik pada tahun 2013. Pada saat itu, pasien
merasakan adanya kelemahan pada anggota gerak kanan secara tiba-tiba dan
membuat pasien terjatuh. Pasien dirawat di RS Marinir Cilandak, dan dipulangkan
dengan keadaan tidak adanya kelemahan pada anggota gerak. Pasien memiliki
riwayat penyakit hipertensi yang terkontrol dengan Amlodipine 10 mg 1x1.
Pasien juga memiliki riwayat diabetes mellitus, dan mengonsumsi obat
Glimepirid 4 mg 1x1. Selain itu, pasien juga memiliki riwayat penyakit aritmia
jantung berupa premature ventricular contraction sejak 2 tahun yang lalu. Pasien
mengonsumsi Captopril untuk penyakit jantungnya.

Gambar 1. EKG tampak adanya Premature Ventricular Contraction ( 18 Maret


2018).
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki gejala yang serupa dengan pasien.
Ayah dan Ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabtetes mellitus. Ayah pasien
meninggal karena serangan jantung, dan ibu pasien meninggal karena komplikasi
diabetes mellitus.

Riwayat Kebiasaan, Ekonomi, dan Kondisi Lingkungan:


Pasien tinggal bersama anaknya berdua di rumah pribadi daerah Depok. Kondisi
rumah cukup bersih dan teratur dengan ventilasi dan pencahayaan yang cukup.
Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol. .

2
Kesan : riwayat sosial dan kondisi lingkungan baik, ekonomi menengah.

Riwayat Alergi
Pasien tidak memiliki alergi apapun.

PEMERIKSAAN FISIS
Dilakukan pada tanggal 12 April 2019
Keadaan umum:Tampak sakit sedang
Kesadaran :Compos Mentis (GCS E4M6V5 = 15)

Tanda Vital
Laju nadi : 70x/menit, irregular, kuat angkat
Laju napas : 20x/menit, reguler dan dalam
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu : 36.50C
Sp O2 : 99%

Status Generalis

Sistem Deskripsi

Kulit Warna kecoklatan, lesi (-), perdarahan (-),jaundice (-).

Kepala Normosefali, rambut hitam, tersebar merata.

Wajah Normofascies, simetris, pucat (+), ikterus (-), sianosis (-)

Konjungtiva anemis (-/-)


Sklera ikterik (-/-)
Mata Pupil sinistra dan dekstra bulat, isokor 3 mm/3 mm,
RCL/RCTL (+/+)
Gerakan bola mata baik.

Bibir merah, lembab, cyanosis (-), pucat (-), angular chelitis


(-).
THT Hidung dan telinga sekret (-), serumen ()
T1/T1, arkus faring simetris (+), faring hiperemis (-),
detritus (-)

3
Leher Dalam batas normal

Bentuk normal simetris, retraksi (-). Tulang rusuk prominent


Dada
(+)
Inspeksi: perkembangan rongga dada saat statis dan dinamis
simetris (+/+)
Palpasi: pengembangan dada simetris kanan dan kiri
Paru-paru
Perkusi: sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler +/+, ronchi -/+, wheezing -/-, slem
(stridor) -/-

Iktus kordis tidak terlihat, teraba


Jantung Bunyi jantung S1 & S2 ireguler
Murmur (-), gallop (-)

Inspeksi: bentuk datar, distensi (-), lesi (-), scar (-)


Auskultasi: BU (+) 6x/min
Abdomen Perkusi: timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi: NT (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Turgor kulit balik cepat, < 2 detik sedikit melambat
Massa (-), lesi (-)
Punggung
Deformitas (-)
Akral hangat, CRT <2 detik
Ekstremitas
Edema (-/-)

GCS: E4M6V5 compos mentis

Tanda rangsang meningeal:


Kuduk kaku (-)
Neurologis
Kaku kuduk(-)
Brudzinski I(-), II (-/-)
Laseque>70o/>70o ;
Kernique >135o/>135o

4
Saraf kranialis :
Nervus I: tidak dilakukan
Nervus II:
 Visus >2/60 untuk kedua mata.
 Lapang pandang: dalam batas normal
 Warna: dalam batas normal
 Fundus: tidak dilakukan
Nervus III, IV, VI:
 Sikap bola mata: OD dan OS ditengah (orthotropia)
 Pupil: isokor sinistra dan dekstra, ukuran 3mm/3mm.
 RCL: +/+, RCTL +/+
 Nystgamus: -/-
 Pergerakan bola mata: tidak ada tahanan kesegala
arah

OD OS

Nervus V:
 Motorik: inspeksi dan palpasi baik, gerakan rahang
dan membuka mulut baik
 Sensorik: sensibilitas V1, V2, V3 terkesan baik
 Refleks korneal: pemeriksaan tidak dilakukan
Nervus VII:
 Sikap mulut dalam istirahat simetris. Dapat
Neurologis
mengangkat alis dan menutup kedua mata dengan
kuat
 Rasa kecap 2/3 anterior: tidak dilakukan
 Gerakan senyum simetris.
Nervus VIII:
 Nervus cochlearis: terkesan normal.
 Nervus vestibularis:
 Berdiri dengan satu kaki :
 Mata tertutup : tidak dilakukan
 Mata terbuka : normal.
 Berdiri dengan dua kaki :
 Mata tertutup tidak dilakukan
 Mata terbuka : normal.
 Roomberg dipertajam : tidak dilakukan
 Tandem gait : tidak dilakukan
 Fukuda : tidak dilakukan.
 Nervus IX and X:
 Arkus faring dan uvula ditengah, disfoni (-), disfagia
(-)
Nervus XI:
 Kesan otot sternocleidomastoideus dan trapezius

 normal. 5
Nervus XII:
 Sikap lidah dalam mulut: deviasi (-), tremor (-),
atrofi (-), fasikulasi (-)
 Julurkan lidah: tidak dapat dilakukan kesan baik
Nervus XII :
 Lidah : deviasi (-), atrofi (-), fasikulasi (-).

Tonus:

Normal Normal
Normal Normal

Kekuatan:
4444 5555
4444 5555

Refleks fisiologis:
Kanan Kiri
Biceps +++ ++

Triceps +++ ++

Brachioradialis ++ ++
Neurologis
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Refleks patologis:
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-),
Gordon (-/-), Schaffner (-/-), Hoffman Trommer (-/-)
Sensorik :
Eksteroseptif
Raba :Kesan normal
Nyeri : Kesan normal
Suhu: tidak dilakukan.
Proprioseptif:
 Posisi sendi: dalam batas normal
 Getar: tidak dilakukan
Koordinasi:
 Tes tunjuk-hidung: dalam batas normal
 Tes tumit-lutut: tidak dilakukan
 Disiadokinesis: dalam batas normal
Otonom:
 Miksi, defekasi, dan sekresi keringat normal.

6
PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium Darah (11/04/2019)

Reference
Test Results Unit
Ranges
GDS 633 mg/dL <200
Ureum 39 mg/dL 10-50
Creatinine 2,00 mg/dL 0,6-1,2
Asam urat 5,7 mg/dL 2,4-6,1

Kesan: hiperglikemia, curiga AKI ( CKD).

2. Laboratorium Darah (11/04/2019)

Reference
Test Results Unit
Ranges
Glukosa
Glukosa Puasa 228 mg/dL <70-105
Trigliserida 282 mg/dL <175
Cholestrol total 334 mg/dL <200
Cholestrol HDL 41 mg/dL 45-65
Cholestrol LDL 237 mg/dL <130
Asam Urat 6,27 mg/dL 2-7
Urinalisa
Urin lengkap
Warna Kuning Kuning Kuning
Kejernihan jernih Jernih Jernih
Leukosit esterase + - -
Berat Jenis 1,015 1015-1025 1015-1025
pH 6,0 6-7 6-7
Protein 1+ - -
Glukosa 2+ - -
Keton 1+ - -
Urobilinogen 0,2 Eu/dl 0,2-2
Bilirubin - - -
Leukosit 1-2 /LPB 0-5
Eritrosit 3-6 /LPB 0-1
Epitel + - -
Bakteri - - -
Siilinder - - -

7
Kristal - - -

3.Laboratorium Darah ( 12/04/2019)

Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan


Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin 12,3 g/dL 12,0-16,0
Hematokrit 37 Vol% 37,0-47,0
Leukosit 10,00 Ribu/ul 5-10
Trombosit 393 Ribu/ul 130-400
Kimia
Glukosa Darah 383 mg/dL 70-115
Puasa

GDS 513 mg/dL


GDS 494 mg.dL

4. CT Scan Head Non Contrast (12/04/2019)

8
Hasil bacaan :
 Jaringan lunak extravalcaria dan calvaria masih memberikan bentuk dan
densitas normal.
 Sulci, gyri corticalis dan fissura sylvii tampak melebar
 Tampak lesi hipodens pada substansia alba periventrikuler lateralis kiri
dan capsula interna kiri.
 Ventrikel lateralis bilateral terutama kiri dan ventrikel 3 melebar

9
 Tidak tampak midline shift
 Sistem sisterna tidak tampak melebar
 Tampak kalsifikasi fisiologis di daerah glandula pineal dan pleksus
choroideus bilateral
 Daerah sela tursika dan daerah cerebellopontine angle kanan dan kiri
dalam batas normal.
 Bulbus oculi dan ruang retrobulber bilateral dalam batas normal
 Cabum nasi dan septum nasi dalam batas normal
 Mastoid air cell bilateral dalam batas normal.
Kesimpulan :
 Infark pada substansia alba periventrikuler lateralis kiri dan capsula
interna kiri.
 Hydrocephalus ex vacuo.
 Tidak tampak perdarahan intracranial.

RESUME
Pasien Ny. M datang ke poli IPD untuk kontrol setiap bulan dan dilakukan
pemeriksaan GDS dengan hasil 630 mg/dL. Atas dasar tersebut pasien disarankan
untuk rawat inap. Pasien juga mengeluhkan adanya rasa lemas pada anggota gerak
kanan sejak 1 minggu SMRS. Rasa lemas muncul secara tiba- tiba setelah pasien
bangun tidur. Pasien sempat terjatuh di kamar mandi dikarenakan rasa lemas
pada tubuh bagian kanan, namun tidak terbentur kepala. Pasien juga mengeluhkan
adanya rasa baal dan berbicara pelo sejak 4 bulan SMRS. Pasien memiliki riwayat
stroke iskemik pada tahun 2013. Pasien juga memiliki riwayat penyakit diabetes
dan hipertensi yang terkontrol dengan obat. Selain itu, pasien memiliki riwayat
penyakit jantung aritmia.Keluarga pasien tidak memiliki keluhan yang serupa.
Ayah dan ibu pasien memiliki riwayat penyakit diabetes. Kebiasaan merokok dan
alkohol disangkal oleh pasien. Pada pemeriksaan fisik, TTV dalam batas normal,
namun ditemukan adanya detak jantung irreguler, GCS 15, pemeriksaan status
generalis, didapatkan konjunctiva anemis dan lainya dalam batas normal.
Pemeriksaan saraf kranial juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan motorik
ekstremitas ditemukan adanya hemiparesis dengan kekuatan motorik ekstremitas

10
atas kanan 4444/5555 normotonus dan ekstremitas bawah 4444/5555 normotonus.
Pemeriksaan sensorik dalam batas normal. Refleks fisiologis ekstremitas atas
3+/2+ dan ekstremitas bawah 2+/2+. Didapatkan refleks patologis berupa babinski
(+/-), oppenheim (+/-), dan chadock (+/-). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan adanya hiperglikemia dan hipercholestrolemia serta hiperglukosuria
dan proteinuria. Pada pemeriksaan ct scan ditemukan adanya lesi hipodense pada
substansia alba periventrikular kiri dan kapsula interna kiri.

DIAGNOSIS
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : capsula interna sinistra.
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.

DIAGNOSIS KERJA
Hemiparesis ekstremitas kanan et causa CVDNH

- Siriraj Score : ( 2.5 x derajat kesadaran) + ( 2 x muntah) + ( 2 x nyeri


kepala dalam 2 jam ) + ( 0,1 x diastolic) – ( 3 x artheroma) – 12
Pada pasien ini : ( 2,5 x 0) + ( 2 x 0) + ( 2 x 0) + ( 0,1 x 80) – ( 3 x 1) – 12
= -7 ( stroke non hemoragik)
Interpretasi :
Skor > 1 : stroke hemoragik
Skor < -1 : stroke non hemoragik
Skor -1 sd 1 : meragukan

- SKOR GAJAH MADA

11
- Skor NIHSS : 3 ( Minor Stroke)

Hiperglikemia
Hipertensi
CKD dd AKI
DIAGNOSIS BANDING
CVDH
PENATALAKSANAAN
Terpasang akses IVFD 1 line di ekstremitas kanan atas dengan abocath ukuran
20G dan infusion set loading NaCl 0.9% 200 ml dilanjutkan dengan maintenance
500 ml/12 jam.
Pasien sudah diberikan ( dari Sp, PD):
 Apidra bolus 12 iu (IV)
 Miniaspilet 1 x 80 mg (PO)
 Valsartan 1 x 80 mg (PO)

12
 Omeprazole 1 x 40 mg (IV)
 Bisoprolol 1 x 5 mg ( PO)
 ISDN 5 mg 3 x 1 K/P (PO)
 Prorenal 3x2 (PO)
Tambahan terapi dari Sp,S :
 Clopidogrel 1 x 75 mg (PO)
 Citicolin 2 x 500 mg ( IV)
 Simvastatin 1 x 20 mg ( PO)

PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP
Tanggal Hasil follow up
13-04-2019 S : kelemahan pada ekstremitas kanan, mulut terasa kebas dan
sulit berbicara.
O : KU : tampak sakit sedang, Kes : CM ( GCS 15), TD 130/90
mmHg, HR 72 bpm, RR 19 bpm, S 36,4°C.
Status generalis dalam batas normal.
Status neurologis
GCS 15 ( E4M6V5)
CN : dalam batas normal
Motorik :
 Inspeksi : euatrofi pada keempat ekstremitas, fasikulasi (-)
 Tonus : dalam batas normal pada keempat ekstremitas
 Kekuatan :
4444/5555
4444/5555
 Refleks fisiologis :
Biceps +++/++, tricep +++/++

13
KPR : ++/++, APR : ++/++
 Refleks patologis :
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-)
Sensorik : +/+
Terpasang akses vena
GDS (pagi) : 212 mg/dL
Glukosa puasa (pagi) : 117 mg/dL ( normalnya <70-105)
Glukosa sewaktu ( malam) : 159 mg/dL ( normalnya <200)
A:
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : kapsula interna sinistra
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.
Diagnosis Kerja : CVDNH, Hiperglikemia pada DM II, HT, CKD
P:
IVFD NaCl 0,9% 500 cc/12 jam
Injeksi Omeprazole 1 x 40 mg
Injeksi Opidra 3 x 10 iu
Injeksi Citicolin 2 x 500 mg
Oral Valsartan 1 x 80 mg
Oral Bisoprolol 1 x 5 mg
Oral Miniaspilet 1 x 80 mg
Oral ISDN 3 x 5 g
Oral Prorenal 3 x 2 tablet
Oral CPG 1 x 70 mg
Oral Simvastatin 1 x 10 mg

14-04-2019 S : kesemutan pada bibir, kelemahan sedikit membaik.


O : KU : tampak sakit sedang, Kes : CM ( GCS 15), TD 110/80
mmHg, HR 76 bpm, RR 20 bpm, S 36°C.
Status generalis dalam batas normal.

14
Status neurologis
GCS 15 ( E4M6V5)
CN : dalam batas normal
Motorik :
 Inspeksi : euatrofi pada keempat ekstremitas, fasikulasi (-)
 Tonus : dalam batas normal pada keempat ekstremitas
 Kekuatan :
4444/5555
4444/5555
 Refleks fisiologis :
Biceps +++/++, tricep +++/++
KPR : ++/++, APR : ++/++
 Refleks patologis :
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-)
Sensorik : +/+
Glukosa puasa (pagi) : 215 mg/dL ( normalnya <70-105)
Glukosa puasa ( malam) : 184 mg/dL ( normalnya < 70-105)
Glukosa sewaktu ( siang) : 319 mg/dL ( normalnya <200)
A:
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : kapsula interna sinistra.
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.
Diagnosis Kerja : CVDNH, Hiperglikemia pada DMII, HT, CKD
P:
Aff infus
Omeprazole 1 x 20 mg PO
Acarbose 3 x 100 mg
Lantus 20 iu
Miniaspilet 1 x 80 mg PO
Clopidogrel 1 x 75 mg
Sinvastatin 1 x 20 mg

15
15-04-2019 S : Rasa baal pada mulut, kelemahan sudah berkurang.
O : KU : tampak sakit sedang, Kes : CM ( GCS 15), TD 140/90
mmHg, HR 70 bpm, RR 19 bpm, S 36,5°C.
Status generalis dalam batas normal.
Status neurologis
GCS 15 ( E4M6V5)
CN : dalam batas normal
Motorik :
 Inspeksi : euatrofi pada keempat ekstremitas, fasikulasi (-)
 Tonus : dalam batas normal pada keempat ekstremitas
 Kekuatan :
4444/5555
4444/5555
 Refleks fisiologis :
Biceps +++/++, tricep +++/++
KPR : ++/++, APR : ++/++
 Refleks patologis :
Babinski (+/-), Chaddock (+/-), Oppenheim (+/-)
Sensorik : +/+
A:
Klinis : hemiparesis ekstremitas kanan.
Topis : kapsula interna sinistra.
Etiologi : vascular.
Patologis : infark.
Diagnosis Kerja : CVDNH, Hiperglikemia pada DMII, HT, CKD
P:
Aff infus
Miniaspilet 1 x 80 mg PO
Clopidogrel 1 x 75 mg
Sinvastatin 1 x 20 mg
Boleh pulang.
Kontrol pada 18-04-2019

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Stroke didefinisikan sebagai timbulnya defisit neurologis fokal atau global
yang berlangsung lebih dari 24 jam. Keadaan ini disebut juga sebagai
cerebrovascular accident ( CVA) atau apopleksi. Stroke akut mengacu pada onset
24 jam pertama sejak serangan. Defisit neurologis fokal yang berlangsung kurang
dari 24 jam ( biasanya 5-20 menit) yang dikenal sebagai Transient Ischemic
Attack. (1)

2.2. Epidemiologi
Insidens stroke di Indonesia mengalami peningkatan baik dalam hal
kejadian, kecacatan, maupun kematian. Angka kejadian stroke sebesar 51,6 /
100.000 penduduk. Sekitar 4,3% penderita stroke mengalam kecacatan yang
memberat. Angka kematian berkisar antara 15-27% pada semua kelompok usia.
Stroke lebih banyak dialami laki-laki dibandingkan perempuan.

2.3. Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, stroke dibagi menjadi dua, yaitu iskemik (
87%) atau perdarahan ( 13%). Iskemik stroke disebakan karena adanya
penyumbatan pada arteri serebralis ( thrombotik atau aterosklerotik ( 50%),
embolik ( 25%) dan oklusi mikroarteri “ stroke lacunar” ( 25%). Stroke
perdarahan paling sering disebabkan oleh ruptur spontan dari pembuluh darah
atau aneurisma, dan AVM.
Terdapat 4 bentuk klinis dari stroke non hemoragik :
a. Serangan Iskemik Sementara / Transient Ischemic Attack  gejala
neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak yang akan
menghilang dalam waktu < 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemia Sementara / Reversible Ischemic neurological
Deficit ( RIND). Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih dari 24 jam hingga < 21 hari.

17
c. Stroke progressif ( Progressive Stroke / Stroke in Evolution)  Gejala
neurologik yang semakin memberat.
d. Stroke Komplet ( Completed Strke / Permanent Stroke)  gejala klinis
yang sudah menetap.

2.4. Faktor Risiko(4)


Yang tidak dapat Yang dapat dirubah
dirubah
Stroke Iskemik Usia Hipertensi
Jenis kelamin Current smoking
Ras / etnik Waist-to-hip-ratio
Diet
Aktivitas fisik (
sedentary life)
Hiperlipidemia
Diabetes Melitus
Konsumsi alkohol
Penyakit jantung, seperti
atrial fibrillation,
Paroxysmal
Supraventricular
tachycardias without
fibrillation
Apolipoprotein B to A1
Genetik
Stroke Hemorragik Usia Hipertensi
Jenis Kelamin Current smoking
Ras Waist-to-hip-ratio
Konsumsi alkohol
Diet
Genetik

18
2.5. Patofisiologi Stroke Iskemia(5)
- Usia
- Jenis kelamin
- Ras /etnik
- Hipertensi
- DM
- Atrial fibrilasi/PSVT
- Alkohol
- Metabolic syndrome
- Physical inactivity

Aterosklerosis  thrombus/emboli

Cardioemboli

PARP
Oklusi arterial otak

Glutamate iskemia
release
Apoptosis

Energy failure
Glutamate Kerusakan
receptor mitokondrial
Ca2+/Na+
influks
iNOS

proteolysis

Free radical
formation
Membrane and
cytoskeletal breakdown

Kematian sel

19
Ada terdapat tiga mekanisme utama yang mendasari adanya stroke iskemia :
- Oklusi pembuluh darah intrakranial karena emboli yang berasal dari
tempat jauh ( cardioemboli karena atrial fibrilasi atau artery-to-artery
emboli dari plak aterosklerosis arteri karotid atau diseksi arteri karotid
interna atau arteri vertebralis)
- Thrombosis in situ pada pembuluh darah intrakranial, biasanya melibatkan
arteri penetrasi kecil.
- Hipoperfusi karena flow-limitng stenosis dari pembuluh darah
ekstrakranial ( internal karotid) atau pembuluh darah intrakranial yang
menyebabkan “watershed” ischemia.
Terdapat dua zona pada jaringan serebrovaskuler yang mengalami iskemia :
(a) Inner core of severe ischemia  dimana aliran darah < 10-25%.
(b) Outler layer of less severe ischemia ( penumbra)  diperdarahi oleh
pembuluh darah kolateral dan dapat diselamatkan jika dilakukan
intervensi.
Penurunan aliran darah serebral hingga 0mL/100 gr dapat menyebabkan kematian
sel otak dalam 4-10 menit; < 16-18 mL/100 gr jaringan otak dapat menyebabkan
infark sel dalam 1 jam, dan < 20 mL/100gr jairngan otak dapat menyebabkan
iskemia tanpa infark, kecuali jika penuruan aliran yang berkelanjutan hingga
beberapa jam atau hari. Daerah core dan penumbra dapat terlihat dengan
menggunakan pencitraan perfusion-diffusion MRI.

Beberapa kasus stroke infark karena emboli dapat menjadi hemoragik,


meyebabkan Hemorrhagic Infarction ( HI), dimana perdarahan terjadi dalam
jaringan otak yang mengalami nekrosis. HI terjadi karena lisis dari emboli secara
spontan yang menyebabkan adanya reperfusi dan aliran darah pada area yang
iskemik/ “injured”. Ada tiga faktor yang mempengaruhi HI, yaitu ukuran dari
infark, pembuluh darah kolateral, dan penggunaan antikoagulan dan terapi
intervensi dengan agen trombolitik.

20
Gambar 2. Perfusion Diffusion MRI Imaging.

2.7. Manifestasi Klinis

Gambar 3. Circle of Willis

21
Gambar 4. Territorial dari ACA, MCA, PCA

- Stroke pada Sirkulasi Anterior


a. Arteri Serebral Anterior (ACA)
ACA terbagi menjadi dua segment, yaitu Precomunal Circle of Willis
(A1), yang menghubungkan internal carotid artery dengan Anterior
Communicating Artery, dan Postcommunal ( A2) yang berada distal
dari Anterior Communicating Artery. Segmen A1 memperdarahi
anterior limb dari capsula interna, anterior perforate substance,
amygdala, hipotalamus anterior, bagian inferior dari kepala dari
nukleus kaudatus. Oklusi pada segment A1 biasanya tidak begitu
buruk karena adanya aliran kolateral melalui anterior communicating
artery, MCA dan PCA. Segmen A2 memperdarahi bagian korteks
parasagittalis, bladder inhibitory / micturitin center. Jika oklusi terjadi
hanya pada salah satu segment dari A2, maka akan memunculkan
gejala kontralateral, seperti :
 Paralisis dari ekstremitasa bawah kontralateral  motor leg
area

22
 Cortical sensory loss pada bagian ekstremitas bawah
kontralateral  sensory area of foot and leg
 Inkontinensia urin  area sensorimotor pada paracentral
lobule.
 Abulia ( akinetic mutism), alien hand ( involuntary movement).
b. Arteri Koroidalis
Arteri ini berasal dari arteri karotis interna dan memperdarahi
posterior limb dari kapsula interna, hippokampus, amigdala, uncus,
optic tract. Apabila terdapat oklusi pada arteri ini, dapat menyebabkan
gejala hemiplegia, hipoesthesia, dan homonimus hemianopia
kontralateral. Namun karena bagian ini juga diperdarahi oleh
penetrating vessels dari proksimal MCA, Pcom, dan arteri koroidali
posterior, gejala yang muncul biasanya ringan dan dapat pulih
kembali.
c. Arteri Serebralis Media ( MCA)
Cabang kortikal dari MCA memperdarahi bagian lateral dari
hemisphere, kecuali (1) bagian frontal dan batas superomedial antara
lobus parietal dan frontal yang diperdarahi oleh ACA, dan (2) lobus
tempral bawah dan oksipital yang diperdarahi oleh PCA. Cabang
proksimal dari MCA ( segmen M1) disebut juga lenticulostriate vessel
memperdarahi putamen, globus pallidus bagian luar, posterior limb of
internal capsule, nukleus caudatus. Pada Sylvian fissure, MCA
bercabang menjadi superior dan inferior ( M2). Cabang inferior
memperdarahi bagian lobus parietal inferior dan temporal meliputi
visual radiation, korteks visual bagian makular, area wernicke,
sedangkan cabang superior memperdarahi lobus parietal atas dan
frontal, meliputi bagian motor dan senossrik bagian wajah, lengan,
tangan, dan area broca.
Jika terjadi oklusi pada asal ( origin) dari MCA maka akan
menimblkan gejala :
 Kontralateral hemiplegia
 Kontralateral hemianesthesia
 Homonymous hemianopia

23
 Dysarthria  karena kelemahan otot wajah
 Global aphasia  bila terkena lobus dominan
 Anosognosia, constructional apraxia, neglect  lobus
nondominan.

Oklusi pada lentriculostriate vessel menyebabkan small vessel


stroke ( lacunar) didalam kapsula interna menyebabkan pure
motor stroke : kelemahan pada bagian wajah, yang diikuti dengan
lengan dan kaki. Infark lakunar yang mengenai globus pallidus dan
putamen memiliki tanda dan gejala yang minimal, namun dalam
beberapa kasus dilaporkan adanya parkinsonism dan
hemibalismus.

Jika terjadi oklusi pada divisi superior maka dapat menimbulkan


gejala :

 Hemiparesis kontralalteral
 Gangguan sensorik kontralateral pada wajah, lengan dan
tangan
 Afasia broka

Jika terjadi oklusi pada divisi inferior, maka dapat menimbulkan


gejala :

 Homonimus hemianopia kontralateral


 Graphesthesia dan stereognosis kontralateral
 Anosognosia
 Apraxia
 Afasia wernicke.

d. Arteri Karotis Interna


Gejalanya bisa asimptomatik atau gabungan dari gejala dan tanda
stroke ACA dan MCA

24
- Stroke pada sirkulasi posterior :

a. Arteri Serebral Posterior


Terdapat dua sindrom klinis yang sering ditemukan pada oklusi PCA :
(1) P1 syndrome midbrain, subthalamus, dan thalamus,
dikarenakan adanya lesi pada segmen P1. Infarksi biasanya terjadi
pada ipsilateral subthlamus dan medial thalamus dan pada
ipsilateral cerebral penducle dan midbrain. Lesi pada daerah
tersebut dapat memunculkan gejala seperti palsy nervus cranialis
III dengan ataxia kontralateral ( Claude’s Syndrome). Infarksi yang
luas pada bagian midbrain dan subthalamik terjadi pada oklusi
proksimal PCA bilateral , dapat menyebabkan koma, bilateral
pyramidal signs, dan deserebrasi. Jika terjadi oklusi pada cabang
thalamik dan thalamogeniculate bisanya menyebabkan Thalamic
Dejerine-Roussy sydnrome ( hemisensory loss kontralateral, diikuti
dengan agonizing, searing or burning pain.
(2) P2 syndrome  oklusi pada distal PCA menyebabkan infarksi
pada lobus medial temporal dan oksipital. Manifestasi yang paling
sering adalah homonimus hemianopsia kontralaleral dengan
macula sparing. Terkadang, hanya upper quadrant of visual field
upper quadrant of visual field yang terkena. Jika hemisphere
dominan yang terkena dan infark meluas ke bagian splenium dari
korpus kallosum, pasien bisa mengalami alexia tanpa agraphia, bisa
juga terjadi visual agnosia terhadap wajah, benda, simbol
matematika, warna dan anomia dengan paraphasic error ( amenstic

25
aphasia). Infarksi bilateral pada PCA distal dapat menyebabkan
buta kortikal ( kebutaan dengan refleks pupil yang intak).

b. Arteri Basilaris

Jika terjadi oklusi pada bagian proksimal, bisa menyebabkan gejala


brainstem bilateral dan gangguan cerebellar, unilateral atau
bilateral abducens nerve palsy, gangguan pada gerakan bola mata
horizontal, vertical nystagmus, hemiplegia atau quadriplegia,
locked in syndrome, koma.

Jika terjadi oklusi pada bagian distal : penurunan kesadaran segera,


unilateral atau bilateral ocukomotr nerve palsy, hemiplegia atau
quadriplegia, gangguan memori dan perilaku.

- Terdapat beberapa sindrom :


a. Medial Medullary Syndrome
Terjadi karena oklusi dari penetrating branches dari arteri vertebralis
 Paresis dari lidah ipsilaateral ( kerusakan CN XII)  lidah
deviasi menuju ke arah lesi.
 Hemiplegia kontralateral  kerusakan dari kortikospinal tract,
terkecuali wajah.
 Hilangnya position and vibratory sensation  kerusakan dari
medial lemniscus.
b. Lateral Medullary Syndrome ( Wallenberg)
Terjadi karena oklusi dari arteri vertebralis / arteri serebralis posterior
inferior, bisa juga karena diseksi arteri vertebralis.
 Kehilangan sensasi nyeri dan suhu iipsilateral pada bagian
wajah  kerusakan pada descending spinothalamic tract dan
nucleus cn V.
 Paralisis ipsiateral dari palate, faring, dan pita suara 
keruskan nukleus CN IX dan X dengan disfagia dan disarthria.
 Horner Syndrome ipsilateral  kerusakan pada descending
sympathetic fibers.

26
 Ataksia ipsilateral dan dismetria ( kerusakan pada inferior
cerebellar peduncle).
 Kehilangan sensasi nyeri dan suhu ipsilateral pada tubuh 
dikarenakan kerusakan pada descending spinothalamic tract.
 Vertigo, mual, muntah, dan nistagmus  kerusakan pada
nukelus vestibularis.
c. Ventral Pontine Syndrome ( Milard-Gubler)
Terjadi karena infarksi pada pons paramedian :
 Paresis ipsilateral dari otot rectus lateralis  kerusakan dari
CN VI dengan diplopia.
 Paresis ipsilateral dari otot wajah bagian atas dan bawah
kerusakan CN VII.
 Hemiplegia kontralateral  kerusakan pada traktus
kortiokospinalis tanpa bagian wajah.
d. Dorsal Pontine Syndrome ( Foville’s )
Terjadi karena infarksii atua esi pada bagian dorsal tegmentum dari
pons :
 Paresis ipsilaeral dari otot wajah keseluruhan  kerusakan dari
nucleus CN VII
 Hemiplegia kontralateral.
e. Ventral Midbrain Syndrome ( Weber’s)
Terjadi karena oklusi dari median dan paramedian perforating
branches dari arteri basilaris.
 Paresis okulomotor ipsilateral, ptosis, dilatasi pupil 
keruskaan pada CN III dan fiber parasimpatetik.
 Hemiplegia kontralateral, termasuk pada bagian bawah
wajah kerusakan pada kortikospinal dan kortikobulbar.
f. Dorsal Midbrain Syndrome ( Benedikt’s )
Terjadi lesi atau oklusi pada paramedian branches dar basilar dan atau
posterocereblar arteries atau keduanya
 Paresis okulomotor ipsilateral, ptosis, dilatasi pupil 
keruskaan pada CN III dan fiber parasimpatetik.

27
 Involuntary movement kontralateral, tremor, ataxia, dan chorea
 keruskan pada red nucleus.
g. Lock in syndrome
Terjadi karena lesi pada ventral pontin bilateral.
 Quadriplegi
 Tidak bisa berbicara dan tidak bisa menggerakkan wajah
 Terbatasnya gerakan mata horizontal karena kerusakan pada
CN VI
 Penurunan kesadaran
 Namun masih ada gerakan mata ke atas dank e bawah, bisa
berkomunikasi dengan menggerakan mengedipkan mata.

2.8. Metode Diagnosis

a. Anamnesis

Terdapat beberapa riwayat klinis yang harus ditanyakan kepada pasien dengan
curiga stroke menurut AHA/ASA :

- Tanda dan gejala, serta onset gejala sakit kepala hebat?, mual?,
muntah?, tanda awal stroke ( FAST : face drop, arm weakness, slurred
speech, time to call help), sejak kapan? Onset terkahir normal kapan?
Gejala tambahan? Yang memperingan dan memperparah?, kejang?
- Penyakit yang dialami dalam waktu dekat  ACS, trauma, operasi,
perdarahan
- Riwayat penyakit dahulu ( komorbit) : Hipertensi, Diabetes,
hiperkolestrol, hiperkoagulabilitas, riwayat penyakit jantung ( aritmia),
merokok, alkohol, riwayat stroke sebelumnya.
- Riwayat pengobatan : antihipertensif, antikoagulan, obat DM, obat
kolestrol.

b.Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dinilai adalah jalan napas, respirasi, sirkulasi. Pada
pemeriksaan jalan napas, dinilai apakah paten atau tidak, membutuhkan intubasi
atau tidak. Pada bagian respirasi, dinilai apakah ada tanda retraksi otot dada, sesak

28
atau tidak, pemeriksaan saturasi oksigen, penilaian suara napas dan suara jantung.
Pada bagian sirkulasi, dilakukan pemeriksaan tekananan darah, denyut nadi, suhu,
capillary refill time pada ekstremitas. Dilanjutkan dengan pemerriksaan
neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan saraf
kranialis, rangsang meninges, sistem motorik dan sensorik, refleks baik fisiologis
maupun patologis dan fungsi kognitif. Skala stroke yang dianjurkan adalah
NIHSS ( National Institutes of Health Stroke Scale).

29
Gambar 5. NIHSS score.

Skor Severitas
0 Tidak ada gejala stroke
1-4 Minor stroke
5-15 Moderate stroke
16-20 Moderate to severe stroke
21-42 Severe stroke

c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium ( seperti
complete blood count, fungsi ginjal, PT, APTT, gula darah, urinalisis, analisa gas
darah, elektrolit, fungsi hepar. Pemeriksaan lainnya yang tidak kalah penting
adalah elektrokardiogram, untuk melihat apakah terdapat aritmia jantung atau
tidak. Selain itu dilakukan juga pemeriksaan rontgen thorax, untuk melihat pakah
terdapat perbesaran pada jantung atau tidak. Serta yang terakhir adalah

30
pemeriksaan CT Scan /MRI untuk mengetahui apakah terdapat stroke hemoragik
atau stroke non hemoragik.

d.Tatalaksana
1. Tatalaksana di Ruang Gawat darurat
- Airway, Breathing, and Oxygenation
 Penggunaan ventilator and airway support direkomendasikan
untuk pasien stroke akut dengan penuruan kesadaran atau memiliki
disfungsi bulbar yang dapat menyumbat jalan napas.
 Suplementasi oksigen harus diberikan untuk mempertahankan
saturasi oksigen >94%.
 Intubasi ETT atau MMA diperlukan pada pasien dengan hipoksia (
pO2 < 60 mmHg atau pCO2 > 50 mmHg) atau syok atau pada
pasien yang berisiko untuk terjadi aspirasi.
 Pipa endotrakeal diusahakan terpasang tidak lebih dari 2 minggu.
Jika pipa terpasang lebih dari 2 minggu trakeostomi.
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen dianjurkan dalam
72 jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata.
- Sirkulasi
 Hipotensi dan hipovolemia harus diperbaiki untuk
mempertahankan perfusi sistemik.
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena.
 Pengendalian tekanan darah :
- Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah diturunkan
sekitar 15% ( sistolik maupun diastolik) dalam 24 jam
pertama setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (
TDS) > 220 mmHg atau tekanan darah diastolik ( TDD) >
120 mmHg. Pada pasien stroke iskemik akut yang akan
diberikan terapi trombolitik ( rtPA), tekanan darah
diturunkan hingga TDS < 185 mmHg dan TDD < 110
mmHg. Selanjutnya tekanan darah harus dipantau hingga

31
TDS < 180 mmHg dan TDD < 105 mmHg selama 24 jam
pemberian rTPA.

- Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat


dipertimbangkan hingga lebih rendah dari target diatas pada
kondisi tertentu yang mengancam target organ lainnya,
misalnya diseksi aorta, infark miokard akut, edema paru,
gagal ginjal akut dan ensefalopati hipertensif. Target
penuruanan adalah 15-25% pada 1 jam pertama dan TD
160/90 mmHg dalam 6 jam pertama. Diberikan anti HR
jika BP ≥ 185/105 mmHg atau MAP ≥ 110 mmHg.
- Bila tekanan darah sistolik < 120 mmHg dan cairan suplai
sudah mencukupi, maka obat- obat vasopressor dapat
diberikan secara titrasi seperti dopamin dosis sedang /
tinggi, norepinefrin atau epinefrin dengan target tekanan
darah sistolik sebesar 140 mmHg.
 Suhu tubuh
- Sumber dari hipertermia ( >38°C) harus di cari dan
diterapi, dan pengobatan antipiretik harus di berikan untuk
menurunkan suhu pada pasien stroke.
- Berikan Asetaminofen 650 mg apabila suhu lebih dari 38°.

32
- Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus
dilakukan kultur dan hapusan ( trakea, darah, dan urin) dan
diberikan antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler,
analisa cairan serebrospinal harus dilakukan untuk
mendeteksi meningitis.
 Glukosa Darah
- Bukti penelitian menunjukkan ahwa hiperglikemia dalam
24 jam pertama setelah AIS berhubungan dengan kondisi
yang lebih buruk dibandingkan dengan normoglikemia.
Untuk itu perlu dilakukan penanganan pada hiperglikemia
dengan target 140-180 mg/dL, dan harus dimonitor untuk
mencegah terjadinya hipoglikemia pada pasien AIS.
- Hipoglikemia ( < 60 mg/dL) harus diobati pada pasien
dengan AIS.
 IV Alteplase
- IV alteplase ( 0,9 mg/kgBB, dengan dosis maksimum 90
mg dalam 60 menit, dengan inisial 10% dari dosis
diberikan secara bolus dalam waktu 1 menit),
direkomendaiskan pada pasien stroke iskemik dala 3-4,5
jam setelah muncul gejala.
- Pada pasien yang menjalani terapi fibrinolitik, harus juga
siap untuk menangani komlikasi lain, seperti perdarahan
dan angioedema yang dapat menyebabkan obstruksi jalan
napas.
- Indikasi alteplase :
i. Onset : 3 jam ( 3-4,5 jam)
ii. Usia : ≥18 tahun. IV alteplase dalam 3 jam juga
direkomendasikan pada pasien berusia < 80 atau >
80 tahun.
iii. Keparahan : pada pasien dengan gejala stroke yang
berat, IV alteplase diindikasikan dalam 3 jam sejak
onset iskemik stroke. Meskipun risiko untuk
terjadinya perdarahan meningkat, terbukti masih

33
ada keuntungkan secara klinis pada pasien dengan
gejala stroke berat.
iv. Pemberian alteplase dalam 3-4,5 jam
direkomendasikan pada pasien yang berusia ≤ 80
tahun, tidak ada riwayat diabetes dan stroke
sebelumnya, NIHSS ≤ 25, tidak mengkonsumsi
antikoagulan oral, dan tidak ada bukti secara
radiologis adanya iskemik yang melibakan lebih
dari 1/3 teritori MCA.
v. Urgensi : harus dimasukkan sesegera mungkin.
vi. TD : < 185/110 mmHg.
vii. Glukosa : level glukosa inisial > 50 mg/dL.
viii. CT : IV alteplase harus diberikan apda early
ischemic change pada NCCT dengan ekstensi
ringan-sedang.
ix. Antiplatelet sebelumnya : iv alteplase
direkomendasikan apda pasien yang mengkonsumsi
antiplatelet monoterapi maupun kombinasi ( cth.
Aspirin + clopidogrel ) sebelum stroke.
x. End stage renal disease : pada pasien dengan
ESRD dengan dialisis dan aPTT normal, IV
alteplase diirekomendasikan.
- Kontraindikasi :
i. Onset : > 3-4,5 jam
ii. CT : tidak boleh diberikan jika adanya perdarahan
intrakranial akut.
iii. Stroke iskemik dalam 3 bulan
iv. Trauma kepala berat dalam 3 bulan
v. Operasi intrakranial atau intraspinal dalam 3 bulan
vi. Riwayat perdarahan intrakranial.
vii. Perdarahan subaraknoid.
viii. Keganasan pada GI/ perdarahan GI dalam 21 hari.

34
ix. Koagulopati : platelet < 100.000/mm3, INR > 1,7,
aPTT > 40s, atau PT > 15 detik.
x. LMWH : iv alteplase tidak boleh diberikan pada
pasien yang mendapatkan terapi LMWH dalam 24
jam sebelumnya.
xi. Thrombin inhibitors atau Factor Xa inhibitors : iv
alteplase tidak boleh diberikan, terkecuali jika
dilakukan pemeriksaan aPTT, INR, platelet, clotting
time, thrombin time, appropriate direct factor Xa
activity dalam batas normal, dan tidak mendapatkan
terapi dalam waktu > 48 hr.
xii. Infektif endokarditis
xiii. Diseksi aorta
xiv. Keganasan intraaxial intracranial.

35
 Thrombektomi Mekanikal
- Pasien harus mendapatkan terapi trombektomi mekanikal
dengan stent retriver jika memenuhi kriteria berikut :
i. Skor mRS prestroke 0-1
ii. Oklusi berada pada karotid interna atau segmen
MCA 1 ( M1)
iii. Usia > 18 tahun
iv. NIHSS score ≥ 6
v. Penanganan dapat diberikan dalam 6 jam sejak
onset gejala.
- Pada pasien dengan AIS dalam 6-16 ( 16-24) jam dan
memiliki LVO pada sirkulasi anterior dan memenuhi
kriteria DAWN atau DEFUSE 3, mekanikal trombektomi
direkomendasikan.
 Antiplatelet : pemberian aspirin direkomendasikan pada pasien
dengan AIS dalam 24-48 jam setelah onset. Bagi yang
mendapatkan pengobatan alteplase, pemberian aspirin harus
ditunda hinggal 24 jam kemudian.
2. Penatalaksanaan pada Ruang Rawat ( Stroke Unit)
 Suplemental oksigen : harus pertahankan saturasi > 94%
 Cairan :
i. Berikan cairan isotonis seperti 0,9% salin dengan tujuan
untuk menjga euvolemi.
ii. Pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari (
parenteral atau enteral).
iii. Balans cairan diperhitungkan dengan mengukur produksi
urin sehari ditambah dengan pengeluaran cairan yang tidak
dirasakan ( produksi urin sehari ditambah 500 ml untuk
kehilangan cairanyang tidak tampak dan ditambah lagi 400
ml per derajat celcius pada penderita panas).
iv. Elektrolit harus selalu diperiksa dan diganti bila terjadi
kekurangan sampai tercapai nilai normal.

36
v. Asidosis dan alkalosis harus dikoreksi sesuai dengan
analisa gas darah.
vi. Cairan yang hipotonik atau mengandung glukosa
hendaklah dihindari kecuali pada keadaan hipoglikemia
 Nutrisi
i. Nutrisi enteral paling lambat harus diberikan dalam 7 hari , nutrisi
oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi menelan membaik
ii. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun,nutrisi
diberikan melalui pipa nasogastrik. Jika diperkirakan penggunaan
NGT > 2-3 minggu  ganti dengan perkutaneous gastrostomy.
iii. Pada keadaan akut, kebutuhan kalori 25-30 kkal/kg/hari dengan
komposisi :
- Karbohidrat 30-40% dari total kalori’
- Lemak 20-35% ( pada gangguan nafas dapat lebih tinggi
35-55%)
- Protein 20-30% ( pada keadaan stress kebutuhan protein
1,4-2,0 g/kgBB/hari ( pada gangguan fungsi ginjal <
0,8g/kgBB/hari)
iv. Perhatikan diet pasien yang tidak bertentangan dengan obat-
obatan yang diberikan. Contohya hiindarkan makanan yang banyak
mengandung vit K pada pasien yang mendapatkan warfarin.
 Pencegahan dekubitus dengan mobilisasi terbatas dan atau memakai kasur
antidekubitus.
 Profilaksis DVT : penggunaan intermittent pneumatic compression
sebagai tambahan pada aspirin dan hidrasi direkomendasikan untuk
mencegah DVT.
 Pemantauan kadar glukosa darah sangat diperlukan. Jika hiperglikemia 
titrasi insulin. Jika hipoglikemia  dekstrose.
 Jika gelisah, dilakukan terapi psikologi, kalau peril diberikan obat seperti
benzodiazepine short acting atau propofol.
 Analgesic dan antimuntah sesuai indikasi.
 Kandung kemih yang penuh dikosongkan dengan intermittent kateterisasi.
 Rehabilitasi

37
BAB III
ANALISA KASUS

Diagnosis : Hemiparesis dextra et causa CVDNH


Alasan diagnosis ini dibuat karena :
Dari anamnesis, didapatkan bahwa :
1. Pasien mengalami kelemahan pada tangan dan kaki kanan secara
mendadak.
2. Pasien merasakan kelemahan setelah bangun tidur.
3. Adanya berbica pelo sejak 4 bulan yang lalu.
4. Ada riwayat diabetes mellitus yang tidak terkontrol dengan Glimepirid 4
mg.
5. Riwayat penyakit jantung Premature ventricular contraction
6. Riwayat stroke iskemik pada tahun 2013.
Dari anamnesis diatas, dapat dilihat bahwa keluhan lemas yang dialami pasien
terjadi secara tiba-tiba dan terjadi pada salah satu sisi tubuh sehinggal dapat
dipikirkan lesi pada otak. Karena keluhan pasien ini merupakan suatu proses
yang tiba-tiba, maka diagnosis banding yang dapat dipikirkan adalah vascular,
baik merupakan stroke perdarahan maupun iskemik. Stroke adalah suatu gejala
atau tanda gangguan fungsi otak fokal maupun global yang terjadi secara tiba-tiba
dan lebih dari 24 jam tanpa penyebab lainn selain gangguan vascular, tanpa
didahului trauma atau infeksi. Stroke iskemik menurut etiologinya terbagi
menjadi thrombosis dan emboli. Pada pasien dengan etiologi thrombosis maka
gejala sering terjadi saat istirahat atau bangun tidur, progresifitas penyakit lebih
lambat, mungkin diawali dengan satu atau beberapa episode TIA dengan keluhan
yang sama, serta infark lakunar. Sedangkan pada stroke emboli gejala biasanya
terjadi saat beraktivitas, serta progresifitas penyakit sangat cepat ( defisit
maksimal dalam onset 5 menit), mempengaruhi kesadaran, wernicke atau aphasia
global tanpa adanya hemiparesis, transformasi hemoragik, dan berhubungan
dengan penyakit valvular jantung, kardiomegali, aritmia atau endokartis. Pasien
ini memiliki dua faktor risiko, yaitu faktor risiko untuk thrombosis maupun
embolik. Faktor risiko thrombosis meliputi DM, hipertensi, hiperkolestrolemia.

38
Diabetes dan hiperkolestrolemia dapat merusak endothel pembuluh darah 
penumpukan LDL atheroma rupture plak thrombosis. Faktor risiko
embolik meliputi Premature Ventricular Contraction. Menurut Studi AHA 2014,
PVC dapat meningkatkan risiko untuk terjadinya thromboemboli. Hal ini
disebabkan karena PVC berhubungan dengan fungsi abnormal dari ventrikel kiri
jantung dan memiliki potensi untuk terjadinya remodelling dari jantung, sehingga
meningkatkan risiko untuk terjadinya tromboemboli. Pada pasien ini, penyebab
dari stroke iskemik lebih ke arah trombotik, karena adanya infark lakunar pada
otak kiri, progresifitas penyakit yang lambat, defisit neurologis yang tidak
maksimal, tidak adanya penurunan kesadaran yang menjadi ciri dari stroke
embolik. Diagnosis banding stroke pendarahan juga dapat disingkirkan karena
pasien tidak tiemukan gejala- gejala peningkatan tekanan intracranial, yaitu nyeri
kepala mendadak dan hebat, muntah proyektil, serta penuruan kesadaran.
Berdasarkan hasil skor Siriraj, pasien ini juga dicurigai mengalami stroke
iskemik, dan skor Gajah Mada menunjukkan adanya stroke iskemik.
Dari pemeriksaan fisik, didapatkan bahwa :
1. Kelemahan pada tangan dan kaki kanan dengan kekuatan 4444/5555 pada
bagian tangan, dan 4444/5555 pada bagian kaki.
2. Hipereflex pada tangan kanan.
3. Reflex patologis positif pada kaki kanan.
Berdasarkan guidline AHA, pasien dengan stroke harus dinilai keparahannya
dengan menggunakan skor NIHSS ( National Institute of Health Science Scale).
Skor NIHSS pada pasien ini adalah :
0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 1 + 0 + 1 + 0 + 0 + 0 + 0 + 1 + 0 = 3 ( minor stroke).
Dari pemeriksaan fsik neurologis, ditemukan adanya hemiparesis dektra tanpa
wajah. Dengan ditemukannya gejala seperti ini, dapat dipikirkan bahwa lesi pada
pasien ini berada di hemisfer sinistra. Kelemahan pada pasien sama terjadi pada
bagian tangan dan kaki, oleh karena itu dipikirkan lesi yang mengenai pembuluh
darah lentriculostriate yang memperdarahi kapsula interna sinistra. Pemeriksaan
radiologis pada pasien stroke bertujuan untuk menyingkirkan perdarahan, menilai
derajat kerusakan otak, mengenali lesi yang bertanggung jawab dalam munculnya
defisit neurologis. CT scan kepala tanpa kontras merupakan gold standard untuk
stroke perdarahan. Untuk stroke iskemik, MRI dinilai lebih senstif dibandingkan

39
CT, terutama untuk onset < 24 jam. Hasil CT scan tanpa kontras terkadang baru
dapat menunjukkan lesi iskemik yang jelas setelah onset 24 jam. Namun pada
kasus akut, CT scan non contrast merupakan pilihan utama karena cost effective
dan waktu yang relatif cepat. Pada pasien ini ditemukan adanya infark pada
substansia alba periventrikuler lateralis kiri dan capsula interna kiri. Dari hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang, terdapat keseuaian kecurigaan letak lesi yaitu
kapsula interna sinistra.

Tatalaksana
Tatalaksana pada pasien dengan stroke akut terbagi menjadi dua, yaitu tatalaksana
secara umum, berupa stabilisasi jalan napas, oksigenasi, pemberian cairan,
pengendalian tekanan darah, pengendalian glukosa darah, serta pengendalian suhu
tubuh. Tatalaksana khusus itu tergantung pada jenis stroke yang dialami. Jika
stroke iskemik akut maka pilihannya adalah antara rTPA atau trombektomi
mekanikal. Pemberian rTPA harus memenuhi persyaratan seperti onset 3-4,5 jam,
usia diatas 18 tahun, NIHSS < 25, tekanan darah < 185/110, glukosa > 50 mg/dL,
CT scan menunjukkan luas lesi yang ringan hingga berat. Jika pasien yang tidak
memenuhi syarat tersebut, bisa disarankan untuk terapi trombektomi mekanikal,
dengan syarat skor mRS prestroke 0-1, oklusi pada arteri carotid interna atau
segmen M1 dari MCA, usia diatas 18 tahun, NIHSS > 6, dalam 6 jam sejak onset
gejala, ataupun 6-24 jam pada pasien dengan LVO pada ACA. Pada pasien ini
tidak dilakukan rTPA maupun trombektomi mekanikal dikarenakan :
a. Onset serangan / munculnya gejala sudah ± 1 minggu, sehingga tidak
memungkinkan untuk dilakukan rTPA atau trombektomi mekanikal.
b. NIHSS skor pada pasien adalah 3. Dengan NIHSS score tersebut tergolong
stroke minor, dan bukan indikasi untuk dilakukan terapi rTPA ataupun
mekanikal trombektomi.
Oleh karena itu, maka tatalaksana yang dapat dilakukan adalah terapi untuk
mencegah episode stroke selanjutnya. Menurut guidline AHA 2014, tentang The
Prevention of Stroke in Patients with Stroke and Transient Ishemic Stroke,
merekomendasikan untuk pemberian antiplatet, Aspilet dan Clopidogrel dalam 24
jam setelah onset stroke untuk mencegah episode stroke berulang. Selain itu,
untuk dislipidemia, AHA merekomendasikan untuk penggunaan obat golongan

40
statin jika stroke diperikaran berasal dari aterosklerosis dan LDL > 100 mg/dL.
Untuk faktor risiko lainnya seperti diabetes, direkomendasikan untuk penggunaan
obat gula oral. Pada pasien ini, pengobatan yang diberikan adalah aspilet,
clopidogrel, sinvastatin, dan citicolin. Citicolin berfungsi untuk neuroprotektif
yang mempertahankan integritas membrane neuron.
Selain dengan obat-obatan, pasien juga diedukasi untuk latihan menggerakan
ekstremitas yang lemah secara perlahan-lahan, agar kekuatan otot dapat kembali
normal. Selain itu perlu diperhatikan juga makanan yang dimakan. Perbanyak
makan makann yang dapat membantu menurunkan kadar kolestrol, seperti beras
merah, oat, kacang-kacangan, buah-buahan, dsb. Pasien juga disarankan untuk
istirahat yang cukup, yaitu 6-8 jam per hari. Pasien juga harus diberikan edukasi
untuk mengontrol faktor risiko seperti gula darah, kolestrol, tekanan darah setiap
bulannya. Pada pasien DM, Hba1c < 7%, LDL < 100 mg/dL, tekanan darah
<130/80.

41
Referensi

1. Wittenauer BR, Smith L. Priority Medicines for Europe and the World “ A
Public Health Approach to Innovation ” Update on 2004 Background Paper
Written by Eduardo Sabaté and Sunil Wimalaratna Background Paper 6 . 6
Ischaemic and Haemorrhagic Stroke. 2012;(December).
2. Ackerson T, Adeoye OM, Brown M, Demaerschalk BM, Hoh B, Leslie-
mazwi TM, et al. AHA / ASA Guideline 2018 Guidelines for the Early
Management of Patients With Acute Ischemic Stroke. 2018. 46-99 p.
3. Misbach , J., Rusdi L., Amiruddin, A., Basyiruddin, A., Suroto, Adelina,
Y., et al. PERDOSSI Guidline Stroke. Jakarta : PERDOSSI 2011.
4. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors, Culebras A. An
updated definition of stroke for the 21st century: a statement for healthcare
professionals from the American Heart Association/American Stroke
Association. Stroke. 2013.

5 Adams HP, Jr., del Zoppo, Furlan A et al. Guidelines for the ealry
management of adults with ischemic stroke : a guidline from the Amerian
Heart Association. American Stroke Association Stroke Counil, Clinical
Cardiology Council, Cardiovasular Radiology and Intervention Council,
and the Atherosclerotic Peripheral Vascular Disease and Quality of Care
Outcomes in Research Interdisciplinary Working Groups : The American
Academy of Neurology affirms the value of this guildline educational tool
for neurologists. Circulation. 2007 : 115:e478-e534.

6. Agarwal SK, Chao J, Peace F, Judd SE, Kissela B, Kleindorfer D, et al.


Premature Ventricular Complexes on Screening Electrocardiogram and
Risk of Ischemic Stroke. 2015;1365–7.

42
43

Anda mungkin juga menyukai