MENINGITIS TUBERKULOSA
Oleh:
Dio Asgira Rizky / 00000003793
Dibimbing oleh:
dr. Lilie Lalisang, SpS
Tangerang, 2017
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Inisial Pasien : Bpk. IR
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Tanggal Lahir : 26 Oktober 2000
Usia : 16 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Kelapa Dua
Nomor Rekam Medis : RSUS 00 – 75 – 46 – 92
II. ANAMNESA
Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa dengan ayah pasien pada tanggal 5 April 2017
Keluhan Utama
Pasien datang melalui instalasi gawat darurat RSUS dengan keluhan demam dan
nyeri kepala semenjak 2 minggu SMRS. Nyeri kepala pasien dirasakan pada seluruh
bagian kepala pasien dan bersifat terus menerus. Nyeri yang dirasakan pasien
menjalar hingga ke bagian leher. Nyeri yang dirasakan pasien bersifat seperti ditusuk.
Skala nyeri yang dirasakan pasien adalah 10/10. Tidak ada yang dapat meringankan
nyeri kepala pasien. Demam muncul secara tiba-tiba. Demam yang dirasakan pasien
bersifat terus menerus. Demam pasien semakin meninggi dari hari ke hari. Keringat
malam juga sering dialami oleh pasien. Mual dan muntah juga dialami oleh pasien,
pasien muntah sebanyak 2 kali sehari, kira – kira setengah gelas akua. Muntah pasien
berisi makanan. BAB dan BAK pasien normal.
Semenjak 3 hari SMRS, orang tua pasien juga mengeluhkan penurunan kesadaran
pada pasien. Pasien terlihat lemas dan ingin tidur terus menerus, orang tua pasien juga
merasa pasien tidak nyambung apabila diajak berbicara, tetapi pasien masih
merespons apabila dibangunkan. Tidak ada perubahan sikap maupun perilaku pada
pasien. Pasien juga mengalami penurunan berat badan.
Riwayat kejang dan gangguan pernafasan disangkal. Riwayat TB (-). Riwayat
penyakit darah tinggi juga disangkal oleh pasien. Keluhan lemah anggota bagian
maupun kebas disangkal oleh pasien. Riwayat trauma kepala disangkal oleh pasien.
Riwayat Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala seperti pasien. Riwayat TB (-),
Riwayat darah tinggi (-). Riwayat DM (-)
Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan disangkal. Riwayat alergi terhadap obat-obatan
disangkal, Riwayat terhadap benda asing (debu, dll) disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata (5 April 2017) :
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Apatis. GCS E4M6V4
Tekanan Darah : 120/80
Nadi : 88 kali per menit, reguler
Pernapasan : 16 kali per menit, reguler
Suhu : 38,8oC
Status Lokalis :
Muntah : (+)
Sakit Kepala : (+)
Kejang : (-)
Kanan Kiri
4. Nervus V (Trigeminus)
Cochlearis
o Suara Bisikan : Terdengar Terdengar
o Gesekan Jari : Terdengar Terdengar
o Rinne : Tidak dilakukan
o Webber : Tidak dilakukan
o Schwabach : Tidak dilakukan
Vestibularis : Tidak dilakukan
8. Nervus XI (Accesorius)
7. Sensibilitas
Eksteroseptif :
o Raba : (+) (+)
o Nyeri : (+) (+)
o Suhu : Tidak Dilakukan
Propioseptif : Tidak Dilakukan
Biceps : 2+ 2+
Triceps : 2+ 2+
KPR : 2+ 2+
APR : 2+ 2+
11. Otonom
Miksi : Normal
Defekasi : Normal
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium tanggal 27 Maret 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14.60 g/dL 13.20 – 17.30
Hematocrit 41 % 40 – 52
Erythrocyte 4.66 100/L 4.40 – 5.90
Leucocyte 18.45 103/L 3.80 – 10.60
Diff Count 0/0/3/71/18/8 % 0-1/1-3/2-6/50-
70/25-40/2-8
Trombosit 425 103/L 150 - 440
ESR 28 Mm/hours 0 - 15
MCV 88 fL 80 – 100
MCH 31.30 Pg 26 – 34
eGFR 123.8
2. Lab Elektrolit tanggal 27 Maret 2017
Diff Count 13 / 87
(PMN/MN)
Chemicals Hasil Satuan Nilai Normal
Glucose 8 mg/dL 40 – 76
4. Radiologi
Pasien berumur 16 tahun datang melalui instalasi gawat darurat RSUS dengan keluhan
demam dan nyeri kepala sejak 2 minggu SMRS. Nyeri kepala pasien bilateral, meradiasi ke
daerah leher dan terus menerus. Nyeri yang dirasakan pasien seperti ditusuk dengan skala
nyeri 10/10. Tidak ada faktor yang meringankan nyeri kepala pasien. Demam yang dirasakan
pasien muncul secara tiba-tiba dan meningkat setiap harinya. Demam pasien bersifat terus
menerus. BAB dan BAK pasien normal. Pasien mengalami penurunan kesadaran disertai
dengan rasa lemas dalam kurun waktu 3 hari SMRS. Riwayat perubahan perilaku dan sikap
(-), Riwayat kontak dengan binatang (-), Mual dan Muntah (+), Riwayat kejang dan
gangguan pernafasan(-). Riwayat darah tinggi (-). Lemah anggota bagian (-), Riwayat trauma
kepala (-).
Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada tanda-tanda vital pasien. Selain itu
pada pemeriksaan neurologis ditemukan peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala,
muntah), rangsang meningeal kaku kuduk yang positif, serta pupil non reaktif pada tes reflex
cahaya langsung dan tidak langsung.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan pada kadar leukosit dan ESR
yang menandakan sedang terjadi infeksi. Pada pemeriksaan analisa cairan otak, ditemukan
peningkatan pada jumlah cell count, nonne pandy yang positif, penurunan kadar glukosa, dan
peningkatan kadar protein yang menandakan terjadi infeksi bakteri pada cairan otak.
VII. DIAGNOSA
1. Klinis : Nyeri Kepala, Demam, Mual muntah, Penurunan Kesadaran, parese
nervus III, Kaku kuduk (+)
2. Topis : Meningens
3. Etiologi : Infeksi
4. Patologis : Terdapat sel – sel tuberkuloma
VIII. DIAGNOSA KERJA
Encephalitis
X. TATALAKSANA
Non-Medikamentosa
A. Non-medikamentosa
1. Tirah baring
2. Pemantauan secara intensif
a. Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku
b. Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam,
selama setidaknya dalam 48 jam pertama.
B. Medikamentosa
Definisi
Meningitis adalah peradangan yang disebabkan oleh bakteri. Meningitis biasanya paling
sering disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau jamur2. Secara klinis meningitis
ditandai dengan peradangan pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi otak dan
sumsum tulang belakang1. Membran yang melapisi otak dan sumsum belakang ini terdiri dari
tiga lapisan yaitu1:
1. Dura mater, merupakan lapisan terluar dan keras.
2. Arachnoid, merupakan lapisan tengah membentuk trabekula yang
mirip sarang laba-laba.
3. Pia mater, merupakan lapisan meninges yang melekat erat pada otak yang mengikuti
otak membentuk gyrus & sulcus.
Gabungan antara lapisan arachnoid dan pia mater disebut Leptomeninges. Ruang-ruang
potensial pada meninges dilewati oleh banyak pembuluh darah yang berperan penting dalam
penyebaran infeksi pada meninges.
Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya meningitis3:
Usia, biasanya pada usia < 5 tahun dan > 60 tahun
Imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh
Infeksi HIV
Anemia sel sabit dan splenektomi
Alkoholisme, sirosis hepatis
Infeksi Otitis media
Riwayat kontak yang baru terjadi dengan pasien meningitis
Defek dural baik karena trauma, kongenital maupun operasi
Ventriculoperitoneal shunt
Infeksi Herpes Zooster
Patofisiologi
1. Meningitis pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia, Tuberkulosis
dan Endokarditis.
2. Penyebaran bakteri/virus dapat pula berlanjut dari peradangan organ atau jaringan yang ada
didekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus
kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam
ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.
3. Antigen kuman penyebab infeksi meninges dapat menginduksi proses inflamasi melalui
mediator yang berperan seperti interleukin, tumor necrosis factor-α (TNF-α), interferon,
prostaglandin, nitrit oksida, platelet activation factor (PAF) dan mediator lainnya. Mula-
mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi.
4. Dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel- sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
5. Proses radang juga menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas dari kapiler otak yang
sebelumnya kedap dan selektif terhadap berbagai macam zat, menjadi permeabel sehingga
terjadi kebocoran plasma dan dapat menyebabkan kuman masuk kedalam cairan
serebrospinal dan ruang subarachnoid. Dengan demikian peradangan akan terus terjadi tidak
hanya pada pembuluh darah. Selain itu Proses radang yang mengenai vena-vena di
korteks dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-
neuron.
6. Perubahan Aliran Serebrospinal dan Tekanan Intrakranial . Aliran cairan serebrospinal dapat
terhambat oleh karena terjadi trombosis atau perlekatan vili vena pada sinus akibat
peradangan yang berperan dalam absorbsi cairan serebrospinal sehingga
menimbulkan hidrosefalus.
7. Selain itu, plexus koroideus yang berfungsi untuk memproduksi cairan serebrospinal jika
terkena radang akan meningkatkan produksinya sehingga timbul hidrosefalus
komunikans. Jika terus berlanjut akan menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan
intrakranial sehingga terjadi kompresi pada otak dan pembuluh darah, menurunkan aliran
suplai nutrisi dan oksigen. Jika proses ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi jaringan
otak, defisit neurologis, berupa parese nervus kranialis dan hemiparese, penurunan kesadaran
dan bahkan kematian2.
Manifestasi Klinik
Demam
Penurunan Nafsu Makan
Lesu
Kesadaran menurun
Kejang-kejang
Nyeri Kepala
Muntah
Kaku kuduk
Kernig
Brudzinky I dan II positif4
Diagnosa
Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri kepala
dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu makan, mudah mengantuk,
fotofobia, gelisah, kejang dan penurunan kesadaran. Anamnesa dapat dilakukan pada
keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk autoanamnesa.
Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang
meningeal perlu diperhatikan. Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan
teslaboratorium berupa tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.
Pada serangan akut, meningitis biasanya memunculkan gejala demam tinggi, nyeri
kepala, dan leher kaku (kaku kuduk). Penurunan kesadaran juga biasanya sering dijumpai pada
pasien meningitis. Kejang biasanya dijumpai pada 20-40% pasien meningitis. Peningkatan
tekanan intra kranial juga harus diwaspadai pada penderita meningitis karena peningkatan intra
kranial dapat mengakibatkan koma pada pasien. Tanda – tanda peningkatan tekanan
intracranial adalah penurunan kesadaran, pupil yang non reaktif, nyeri kepala, dan muntah.
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada penderita meningitis diantaranya adalah
pemeriksaan rangsang meningeal :
Pasien berbaring Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasi otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada.
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudianekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertaispasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
Untuk menilai ada tidaknya iritasi/kompresi radiks. Pasien dalam kondisi berbaring di
tempat tidur sambil satu tangan menahan pada lutut, tungkai diangkat Normal : tungkai
dapat diangkat > 70° dari garis horizontal, abnormal bila timbul tahanan atau nyeri sebelum
mencapai sudut 70° Lakukan pada tungkai lainnya
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangankanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauhmungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.
Berdasarkan hasil anamnesa, pada pasien ini ditemukan demam dan juga Nyeri kepala
semenjak 2 minggu SMRS. Nyeri kepala yang menjalar hingga ke daerah leher. Penurunan
kesadaran, tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial (nyeri kepala, mual muntah) juga
ditemui pada pasien ini. Penurunan berat badan dan keringat malam juga ditemui pada pasien ini.
Gejala Infeksi Akut Penemuan pada pasien
Demam √
Lesu √
Keringat malam
√
Nyeri kepala √
Kejang – Kejang
Penurunan Kesadaran
√
Pupil tidak reaktif
√
Rangsang Meningeal
Kaku kuduk √
Kernig
Lasegue
Brudzinki 1
Brudzinki 2
Stadium I ( stadium inisial / stadium non - Demam
spesifik/ fase prodromal) - Letargi
- Nafsu makan berkurang
= Biasanya gejalanya tidak khas, tanpa
- Nyeri perut
kelainan neurologis.
- Sakit kepala
- Mual, muntah
- Konstipasi
- Apatis
- Disorientasi
- Bingung
- Kejang
- Penurunan Kesadaran
Pemeriksaan Penunjang
A. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum dan
kreatinin, fungsi hati, elektrolit.
1) Pemeriksaan LED meningkat pada meningitis TB
2) Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit polimorfonuklear dengan shift ke
kiri.
3) Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.
4) Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada cairan serebrospinal.
5) Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan penyesuaian dosis
terapi.
6) Tes serum untuk sipilis jika diduga akibat neurosipilis.
Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi selama 3 hari
berturut – turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan lumbal
pungsi kedua dan ketiga.
Interpretasi hasil lumbar pungsi pada beberapa keadaan meningitis :
Pada pasien ini ditemukan hasil pemeriksaan lumbar pungsi yaitu :
Diff Count 13 / 87
(PMN/MN)
Glucose 8 mg/dL 40 – 76
Kultur bakteri dapat membantu diagnosis sebelum dilakukan lumbal pungsi atau jika
tidak dapat dilakukan oleh karena suatu sebab seperti adanya hernia otak. Sampel kultur dapat
diambil dari :
1) Darah, 50% sensitif jika disebabkan oleh bakteri H. Influenzae,
S. Pneumoniae, N. Meningitidis.
2) Nasofaring
3) Sputum
4) Urin
5) Lesi kulit
D. Pemeriksaan Radiologis
Pada pasien tidak ditemukan tanda gejala khas ensefalitis yaitu perubahan sikap dan
perilaku, kelemahan anggota gerak (hemiparese), disfungsi neurologis, riwayat kontak dengan
binatang tertentu, sehingga pada pasien ini diagnose encephalitis tidak dapat dijatuhkan.
A. Non-medikamentosa
1.Tirah baring
2. Pemantauan secara intensif
c. Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku
d. Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam,
selama setidaknya dalam 48 jam pertama.
B. Medikamentosa
Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat ditambahkan.
Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
Penggunaan steroid:
Pada pasien ini, sudah diberikan pengobatan lini pertama berupa antibiotic seftriaksone
2gr IV, dan juga pengobatan TB berupa Rifampicin 450 gr PO. Pasien juga diberikan
kortikosteroid berupa dexamethasone 10gr IV atas indikasi penurunan kesadaran dan
peningkatan tekanan intrakranial. Untuk terapi non-medikamentosa, pasien dianjurkan untuk
menjalani tirah baring dan pasien juga diobservasi tingkat kesadarannya secara intensif.
Komplikasi Meningitis
Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status mental, edema
serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, empiema atau efusi subdural, parese nervus
kranialis, hidrosefalus, defisit sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan. Pada
onset lanjut dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual yang
menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis adalah syok septik,
disseminated intravascular coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi
endokrin, kolaps vasomotor dan bahkan dapat menyebabkan kematian7.
Pencegahan Meningitis
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat
membentuk kekebalan tubuh.
Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan
dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.
Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6
bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan
interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis.
Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai
belum dapat membentuk antibodi. Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan
pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.
Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG.
Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai >
4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan
juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan
mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak,
sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal
hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet7.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi
dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray
(rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota
keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan
penderita secara dini7.
XII. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia
Ad Functionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia
Tinjauan Pustaka
1. Chapter 11. Ventricles and Coverings of the Brain. In: Waxman SG. eds. Clinical
Neuroanatomy, 27e New York, NY: McGraw-Hill; 2013.
2. Roos KL, Tyler KL. Meningitis, Encephalitis, Brain Abscess, and Empyema. In: Kasper
D, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. eds. Harrison's Principles of Internal
Medicine, 19e New York, NY: McGraw-Hill; 2014.
3. Kulik DM, Uleryk EM, Maguire JL. Does this child have bacterial meningitis? A
systematic review of clinical prediction rules for children with suspected bacterial
meningitis. J Emerg Med. 2013 Oct. 45(4):508-19
6. CDC. Controlling tuberculosis in the United States: Recommendations from the American
Thoracic Society, CDC, and the Infectious Diseases Society of America. MMWR 2005; 54