Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

MENINGITIS TUBERKULOSA

Oleh:
Dio Asgira Rizky / 00000003793

Dibimbing oleh:
dr. Lilie Lalisang, SpS

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Syaraf

Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan

Siloam Hospital Lippo Village

Tangerang, 2017
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
 Inisial Pasien : Bpk. IR
 Jenis Kelamin : Laki - Laki
 Tanggal Lahir : 26 Oktober 2000
 Usia : 16 Tahun
 Pekerjaan : Pelajar
 Alamat : Kelapa Dua
 Nomor Rekam Medis : RSUS 00 – 75 – 46 – 92

II. ANAMNESA

Anamnesa dilakukan secara alloanamnesa dengan ayah pasien pada tanggal 5 April 2017

 Keluhan Utama

Demam disertai dengan nyeri kepala sejak 2 minggu SMRS

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang melalui instalasi gawat darurat RSUS dengan keluhan demam dan
nyeri kepala semenjak 2 minggu SMRS. Nyeri kepala pasien dirasakan pada seluruh
bagian kepala pasien dan bersifat terus menerus. Nyeri yang dirasakan pasien
menjalar hingga ke bagian leher. Nyeri yang dirasakan pasien bersifat seperti ditusuk.
Skala nyeri yang dirasakan pasien adalah 10/10. Tidak ada yang dapat meringankan
nyeri kepala pasien. Demam muncul secara tiba-tiba. Demam yang dirasakan pasien
bersifat terus menerus. Demam pasien semakin meninggi dari hari ke hari. Keringat
malam juga sering dialami oleh pasien. Mual dan muntah juga dialami oleh pasien,
pasien muntah sebanyak 2 kali sehari, kira – kira setengah gelas akua. Muntah pasien
berisi makanan. BAB dan BAK pasien normal.
Semenjak 3 hari SMRS, orang tua pasien juga mengeluhkan penurunan kesadaran
pada pasien. Pasien terlihat lemas dan ingin tidur terus menerus, orang tua pasien juga
merasa pasien tidak nyambung apabila diajak berbicara, tetapi pasien masih
merespons apabila dibangunkan. Tidak ada perubahan sikap maupun perilaku pada
pasien. Pasien juga mengalami penurunan berat badan.
Riwayat kejang dan gangguan pernafasan disangkal. Riwayat TB (-). Riwayat
penyakit darah tinggi juga disangkal oleh pasien. Keluhan lemah anggota bagian
maupun kebas disangkal oleh pasien. Riwayat trauma kepala disangkal oleh pasien.

 Riwayat Penyakit Dahulu


o Pasien belum pernah mengalami gejala seperti ini
o Pasien sudah pernah dirawat di rumah sakit karena demam typhoid
o Riwayat operasi disangkal oleh pasien

 Riwayat Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami gejala seperti pasien. Riwayat TB (-),
Riwayat darah tinggi (-). Riwayat DM (-)

 Riwayat Sosial & Kebiasaan


Pasien adalah seorang perokok aktif, kira – kira satu bungkus sehari. Riwayat
minum alkohol disangkal oleh pasien.

 Riwayat Alergi
Riwayat alergi makanan disangkal. Riwayat alergi terhadap obat-obatan
disangkal, Riwayat terhadap benda asing (debu, dll) disangkal.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalisata (5 April 2017) :
 Keadaan Umum : Sakit sedang
 Kesadaran : Apatis. GCS E4M6V4
 Tekanan Darah : 120/80
 Nadi : 88 kali per menit, reguler
 Pernapasan : 16 kali per menit, reguler
 Suhu : 38,8oC
 Status Lokalis :

a. Kepala : Normocephali, rambut berwarna hitam, tipis, terdistribusi merata,


rambut tidak mudah tercabut, tidak ada kelainan kulit
b. Wajah : Raut wajah normal, gerak otot wajah simetris dan tidak ada
paralisis otot wajah.
c. Mata : Konjungtiva tidak anemis, mata tidak cekung
d. Telinga : Posisi daun telinga normal
e. Hidung : Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, tidak ada nafas cuping
hidung
f. Mulut : Mukosa bibir lembab, mukosa rongga mulut lembab, tidak ada
celah palatum, ukuran lidah normal dan tampak keputihan pada lidah pasien
g. Paru :
 Inspeksi : bentuk dada normochest. Pergerakan dinding dada simetris, skar
(-)
 Palpasi : vokal fremitus paru kanan dan kiri simetris
 Perkusi : sonor dikedua lapang paru
 Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
h. Jantung : Tidak dilakukan
i. Abdomen : Tidak dilakukan
j. Ekstremitas : Akral hangat, tidak ada edema, tidak sianosis, CRT
<2 detik
IV. STATUS NEUROLOGIS
1. Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
2. Kesadaran : Compos Mentis GCS 15 (E4M6V5)
3. Rangsang Meningeal

1. Kaku Kuduk : (+)


2. Tanda Kerniq : >135 / >135
3. Tanda Laseque : >700 / >700
4. Tanda brudzinski I : (-)
5. Tanda brudzinski II : (-)

4. Tanda peningkatan tekanan intracranial

 Muntah : (+)
 Sakit Kepala : (+)
 Kejang : (-)

5. Pemeriksaan Nervus Kranialis

1. Nervus I (Olfaktori) : Tidak Dilakukan

2. Nervus II (Opticus) Kanan Kiri

 Visus : Normal Normal


 Lapang Pandang : Normal Normal
 Warna : Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
 Fundus : Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
3. Nervus III (Okulomotor), Trochlear (IV) dan Abducen (VI) :

Kanan Kiri

 Sikap Bola Mata : Ortotrophia Ortotrophia


 Celah Palpebra : (-) (-)
 Pupil (ukuran) : 1-2mm, Isokor
o RCL : Non Reaktif Non Reaktif
o RCTL : Non Reaktif Non Reaktif
 Nystagmus : (-) (-)
 Pergerakan
o Atas : (+) (+)
o Bawah : (+) (+)
o Medial : (+) (+)
o Lateral : (+) (+)

4. Nervus V (Trigeminus)

 Motorik Kanan Kiri


o Buka Rahang : Normal Normal
o Gerak Rahang : Normal Normal
 Sensorik
o V1 : Normal Normal
o V2 : Normal Normal
o V3 : Normal Normal
 Reflex Kornea : Tidak dilakukan Tidak dilakukan

5. Nervus VII (Facialis) : Kanan Kiri

 Sikap Mulut Istirahat : Normal Normal


 Kerut dahi : (+) (+)
 Tutup Mata : (+) (+)
 Kembung pipi : (+) (+)
 Menyeringai : (+) (+)
 Rasa Kecap 2/3 anterior lidah : Tidak dilakukan

6. Nervus 8 (Vestibulo Cochlear) Kanan Kiri

 Cochlearis
o Suara Bisikan : Terdengar Terdengar
o Gesekan Jari : Terdengar Terdengar
o Rinne : Tidak dilakukan
o Webber : Tidak dilakukan
o Schwabach : Tidak dilakukan
 Vestibularis : Tidak dilakukan

7. Nervus IX dan X (Glossopharyngeal dan Vagus)

 Arkus faring : Sulit dinilai


 Uvula : Sulit Dinilai
 Disfoni : (-)
 Disfagia : (-)
 Reflex Muntah : Tidak Dilakukan

8. Nervus XI (Accesorius)

 Trapezius : Tidak Dilakukan


 Sternocleidomastoid : Tidak Dilakukan

9. Nervus XII (Hipoglossus) : Sikap Lidah

 Deviasi dalam mulut : Tidak tampak deviasi


 Atrofi : (-)
 Fasikulasi : (-)
 Tremor : (-)
 Menjulurkan Lidah : Tidak tampak deviasi
6. Motorik Extremitas Atas Extremitas Bawah

 Atrofi : (-) (-)


 Fasikulasi : (-) (-)
 Tonus : Normotonus Normotonus
 Kekuatan : 5555 5555

7. Sensibilitas

 Eksteroseptif :
o Raba : (+) (+)
o Nyeri : (+) (+)
o Suhu : Tidak Dilakukan
 Propioseptif : Tidak Dilakukan

8. Reflex Biologis Extremitas Kanan Extremitas Kiri

 Biceps : 2+ 2+
 Triceps : 2+ 2+
 KPR : 2+ 2+
 APR : 2+ 2+

9. Reflex Patologis Extremitas Kanan Extremitas Kiri

 Babinski : (-) (-)


 Chaddock : (-) (-)
 Oppenheim : (-) (-)
 Gordon : (-) (-)
 Schaffer : (-) (-)
 Hoffman Trommer : (-) (-)
10. Koordinasi

 Tunjuk Hidung : Normal


 Tumit Lutut : Normal
 Disdiadokokinesis : Normal

11. Otonom

 Miksi : Normal
 Defekasi : Normal

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium tanggal 27 Maret 2017
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 14.60 g/dL 13.20 – 17.30
Hematocrit 41 % 40 – 52
Erythrocyte 4.66 100/L 4.40 – 5.90
Leucocyte 18.45 103/L 3.80 – 10.60
Diff Count 0/0/3/71/18/8 % 0-1/1-3/2-6/50-
70/25-40/2-8
Trombosit 425 103/L 150 - 440
ESR 28 Mm/hours 0 - 15
MCV 88 fL 80 – 100

MCH 31.30 Pg 26 – 34

MCHC 35.60 g/dL 32 - 36

SGOT (AST) 16 U/L 5 – 34

SGPT (ALT) 45 U/L 0 - 55

Creatinine 0.95 mg/dL 0.5 – 1.3

eGFR 123.8
2. Lab Elektrolit tanggal 27 Maret 2017

Elektrolit Hasil Satuan Nilai Normal

Sodium (Na) 127 mmol/L 137 – 145

Potasium (K) 3.9 mmol/L 3.6 – 5.0

Chloride (Cl) 86 mmol/L 98 - 107

3. Analisa Cairan Otak tanggal 27 Maret 2017

Makroskopis Hasil Unit Nilai Normal

Warna Tidak Berwarna Tidak Berwarna

Kejernihan Jernih Jernih

Clot Negatif Negatif

Sedimen Positif Negatif

Mikroskopis Hasil Unit Nilai Normal

Cell Count 487 <10

Diff Count 13 / 87
(PMN/MN)
Chemicals Hasil Satuan Nilai Normal

Nonne Positive Negative

Pandy Positive Negative

Glucose 8 mg/dL 40 – 76

Chloride 112 mmol/L 115 – 130

Protein 2.54 g/L 0.15 – 0.45

4. Radiologi

 Pendarahan Intrakranial : Tidak Tampak


 Midline : Tidak Tampak
 Panrenkim Cerebri : Normal
 Sisterna, Sulci : Sistem ventrikel tampak prominent
 Sinus Paranasal : Terdapat cairan pada sinus maksilaris bilateral terutama
kanan
Kesan CT scan :

Laki – laki 16 tahun dengan suspek Meningitis TB / DD bakteri

CT scan brain non contrast

 Sistem Ventrikel tampak prominent  Suspek Meningitis


 Tidak tampak infark/perdarahan/SOL intracranial
 Sinusitis Maksilaris

Figure 1 Chest X ray


VI. RESUME

Pasien berumur 16 tahun datang melalui instalasi gawat darurat RSUS dengan keluhan
demam dan nyeri kepala sejak 2 minggu SMRS. Nyeri kepala pasien bilateral, meradiasi ke
daerah leher dan terus menerus. Nyeri yang dirasakan pasien seperti ditusuk dengan skala
nyeri 10/10. Tidak ada faktor yang meringankan nyeri kepala pasien. Demam yang dirasakan
pasien muncul secara tiba-tiba dan meningkat setiap harinya. Demam pasien bersifat terus
menerus. BAB dan BAK pasien normal. Pasien mengalami penurunan kesadaran disertai
dengan rasa lemas dalam kurun waktu 3 hari SMRS. Riwayat perubahan perilaku dan sikap
(-), Riwayat kontak dengan binatang (-), Mual dan Muntah (+), Riwayat kejang dan
gangguan pernafasan(-). Riwayat darah tinggi (-). Lemah anggota bagian (-), Riwayat trauma
kepala (-).

Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan pada tanda-tanda vital pasien. Selain itu
pada pemeriksaan neurologis ditemukan peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala,
muntah), rangsang meningeal kaku kuduk yang positif, serta pupil non reaktif pada tes reflex
cahaya langsung dan tidak langsung.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan peningkatan pada kadar leukosit dan ESR
yang menandakan sedang terjadi infeksi. Pada pemeriksaan analisa cairan otak, ditemukan
peningkatan pada jumlah cell count, nonne pandy yang positif, penurunan kadar glukosa, dan
peningkatan kadar protein yang menandakan terjadi infeksi bakteri pada cairan otak.

Pada pemeriksaan CT scan non-contrast, ditemukan ventrikel yang prominent (suspek


meningitis).

VII. DIAGNOSA
1. Klinis : Nyeri Kepala, Demam, Mual muntah, Penurunan Kesadaran, parese
nervus III, Kaku kuduk (+)
2. Topis : Meningens
3. Etiologi : Infeksi
4. Patologis : Terdapat sel – sel tuberkuloma
VIII. DIAGNOSA KERJA

Meningitis E.C bakteri tuberkulosa

IX. DIAGNOSA BANDING

Encephalitis

X. TATALAKSANA

Non-Medikamentosa

A. Non-medikamentosa
1. Tirah baring
2. Pemantauan secara intensif
a. Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku
b. Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam,
selama setidaknya dalam 48 jam pertama.

B. Medikamentosa

1. Antibiotik : Ceftriaxone 2gr IV


2. Kortikosteroid : Dexamethasone 10gr IV
3. Obat TB : Rifampicin 450 gr PO

XI. PEMBAHASAN KASUS

Definisi

Meningitis adalah peradangan yang disebabkan oleh bakteri. Meningitis biasanya paling
sering disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, atau jamur2. Secara klinis meningitis
ditandai dengan peradangan pada meninges, yaitu lapisan membran yang melapisi otak dan
sumsum tulang belakang1. Membran yang melapisi otak dan sumsum belakang ini terdiri dari
tiga lapisan yaitu1:
1. Dura mater, merupakan lapisan terluar dan keras.
2. Arachnoid, merupakan lapisan tengah membentuk trabekula yang
mirip sarang laba-laba.
3. Pia mater, merupakan lapisan meninges yang melekat erat pada otak yang mengikuti
otak membentuk gyrus & sulcus.

Gabungan antara lapisan arachnoid dan pia mater disebut Leptomeninges. Ruang-ruang
potensial pada meninges dilewati oleh banyak pembuluh darah yang berperan penting dalam
penyebaran infeksi pada meninges.

Faktor Resiko
Faktor resiko terjadinya meningitis3:
 Usia, biasanya pada usia < 5 tahun dan > 60 tahun
 Imunosupresi atau penurunan kekebalan tubuh
 Infeksi HIV
 Anemia sel sabit dan splenektomi
 Alkoholisme, sirosis hepatis
 Infeksi Otitis media
 Riwayat kontak yang baru terjadi dengan pasien meningitis
 Defek dural baik karena trauma, kongenital maupun operasi
 Ventriculoperitoneal shunt
 Infeksi Herpes Zooster

Patofisiologi

1. Meningitis pada umumnya terjadi sebagai akibat dari penyebaran penyakit di organ atau
jaringan tubuh yang lain. Virus / bakteri menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak,
misalnya pada penyakit Faringitis, Tonsilitis, Pneumonia, Bronchopneumonia, Tuberkulosis
dan Endokarditis.
2. Penyebaran bakteri/virus dapat pula berlanjut dari peradangan organ atau jaringan yang ada
didekat selaput otak, misalnya Abses otak, Otitis Media, Mastoiditis, Trombosis sinus
kavernosus dan Sinusitis. Penyebaran kuman bisa juga terjadi akibat trauma kepala dengan
fraktur terbuka atau komplikasi bedah otak. Invasi kuman-kuman ke dalam
ruang subaraknoid menyebabkan reaksi radang pada pia dan araknoid, CSS (Cairan
Serebrospinal) dan sistem ventrikulus.

3. Antigen kuman penyebab infeksi meninges dapat menginduksi proses inflamasi melalui
mediator yang berperan seperti interleukin, tumor necrosis factor-α (TNF-α), interferon,
prostaglandin, nitrit oksida, platelet activation factor (PAF) dan mediator lainnya. Mula-
mula pembuluh darah meningeal yang kecil dan sedang mengalami hiperemi.
4. Dalam waktu yang sangat singkat terjadi penyebaran sel-sel leukosit polimorfonuklear ke
dalam ruang subarakhnoid, kemudian terbentuk eksudat. Dalam beberapa hari terjadi
pembentukan limfosit dan histiosit dan dalam minggu kedua sel- sel plasma. Eksudat yang
terbentuk terdiri dari dua lapisan, bagian luar mengandung leukosit polimorfonuklear dan
fibrin sedangkan di lapisan dalam terdapat makrofag.
5. Proses radang juga menyebabkan terjadinya perubahan permeabilitas dari kapiler otak yang
sebelumnya kedap dan selektif terhadap berbagai macam zat, menjadi permeabel sehingga
terjadi kebocoran plasma dan dapat menyebabkan kuman masuk kedalam cairan
serebrospinal dan ruang subarachnoid. Dengan demikian peradangan akan terus terjadi tidak
hanya pada pembuluh darah. Selain itu Proses radang yang mengenai vena-vena di
korteks dapat menyebabkan trombosis, infark otak, edema otak dan degenerasi neuron-
neuron.
6. Perubahan Aliran Serebrospinal dan Tekanan Intrakranial . Aliran cairan serebrospinal dapat
terhambat oleh karena terjadi trombosis atau perlekatan vili vena pada sinus akibat
peradangan yang berperan dalam absorbsi cairan serebrospinal sehingga
menimbulkan hidrosefalus.
7. Selain itu, plexus koroideus yang berfungsi untuk memproduksi cairan serebrospinal jika
terkena radang akan meningkatkan produksinya sehingga timbul hidrosefalus
komunikans. Jika terus berlanjut akan menyebabkan edema otak dan peningkatan tekanan
intrakranial sehingga terjadi kompresi pada otak dan pembuluh darah, menurunkan aliran
suplai nutrisi dan oksigen. Jika proses ini tidak dicegah dapat menimbulkan atrofi jaringan
otak, defisit neurologis, berupa parese nervus kranialis dan hemiparese, penurunan kesadaran
dan bahkan kematian2.
Manifestasi Klinik

Gejala meningitis meliputi :

Gejala infeksi akut

 Demam
 Penurunan Nafsu Makan
 Lesu

Gejala kenaikan tekanan intracranial

 Kesadaran menurun
 Kejang-kejang
 Nyeri Kepala
 Muntah

Gejala rangsangan meningeal

 Kaku kuduk
 Kernig
 Brudzinky I dan II positif4

Diagnosa

Diagnosa Meningitis TB dapat ditegakkan berdasarkan hasil dari anamnesa, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang.

Pada anamnesa dapat diketahui adanya trias meningitis seperti demam, nyeri kepala
dan kaku kuduk. Gejala lain seperti mual muntah, penurunan nafsu makan, mudah mengantuk,
fotofobia, gelisah, kejang dan penurunan kesadaran. Anamnesa dapat dilakukan pada
keluarga pasien yang dapat dipercaya jika tidak memungkinkan untuk autoanamnesa.
Gejala dan tanda dari infeksi akut, peningkatan tekanan intrakranial dan rangsang
meningeal perlu diperhatikan. Untuk mengkonfirmasi diagnosis meningitis dilakukan
teslaboratorium berupa tes darah dan cairan sumsum tulang belakang.

Pada serangan akut, meningitis biasanya memunculkan gejala demam tinggi, nyeri
kepala, dan leher kaku (kaku kuduk). Penurunan kesadaran juga biasanya sering dijumpai pada
pasien meningitis. Kejang biasanya dijumpai pada 20-40% pasien meningitis. Peningkatan
tekanan intra kranial juga harus diwaspadai pada penderita meningitis karena peningkatan intra
kranial dapat mengakibatkan koma pada pasien. Tanda – tanda peningkatan tekanan
intracranial adalah penurunan kesadaran, pupil yang non reaktif, nyeri kepala, dan muntah.

Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan pada penderita meningitis diantaranya adalah
pemeriksaan rangsang meningeal :

 Pemeriksaan Kaku Kuduk

Pasien berbaring Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa
fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan
tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasi otot. Dagu tidak dapat
disentuhkan ke dada.

 Pemeriksaan Tanda Kernig

Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudianekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135° (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertaispasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.

 Tanda Lasegue (straight leg raising) 


Untuk menilai ada tidaknya iritasi/kompresi radiks. Pasien dalam kondisi berbaring di
tempat tidur sambil satu tangan menahan pada lutut, tungkai diangkat Normal : tungkai
dapat diangkat > 70° dari garis horizontal, abnormal bila timbul tahanan atau nyeri sebelum
mencapai sudut 70° Lakukan pada tungkai lainnya 

 Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangankanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauhmungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bilapada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.

 Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul (seperti
pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

Pada pasien ini ditemukan :

Berdasarkan hasil anamnesa, pada pasien ini ditemukan demam dan juga Nyeri kepala
semenjak 2 minggu SMRS. Nyeri kepala yang menjalar hingga ke daerah leher. Penurunan
kesadaran, tanda – tanda peningkatan tekanan intracranial (nyeri kepala, mual muntah) juga
ditemui pada pasien ini. Penurunan berat badan dan keringat malam juga ditemui pada pasien ini.
Gejala Infeksi Akut Penemuan pada pasien

 Demam √
 Lesu √
 Keringat malam

Gejala peningkatan tekanan intracranial

 Nyeri kepala √
 Kejang – Kejang
 Penurunan Kesadaran

 Pupil tidak reaktif

Rangsang Meningeal

 Kaku kuduk √
 Kernig
 Lasegue
 Brudzinki 1
 Brudzinki 2
Stadium I ( stadium inisial / stadium non - Demam
spesifik/ fase prodromal) - Letargi
- Nafsu makan berkurang
= Biasanya gejalanya tidak khas, tanpa
- Nyeri perut
kelainan neurologis.
- Sakit kepala
- Mual, muntah
- Konstipasi
- Apatis

Stadium II ( stadium transisional/fase - Pemeriksaan kaku kuduk (+)


meningitik) - Reflek Kernig dan Brudzinski (+)

= Ditandai dengan kelainan neurologic. Akibat rangsang meningen :

- Sakit kepala berat dan muntah

Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak

- Disorientasi
- Bingung
- Kejang
- Penurunan Kesadaran

Gangguan Saraf kranial (Saraf kranial yang sering terkena


adalah saraf otak III, IV, VI, VII)

- Reaksi pupil lambat


- Gangguan penglihatan kabur
- Ptosis

Stadium III (koma/fase paralitik) - Pernapasan irregular


- Edema papil
= Terjadi akibat infark pada otak akibat lesi
- hiperglikemia
pembuluh darah atai strangulasi oleh eksudat.
- Kesadaran makin menurun (apatik, mengantuk, stupor,
koma)
- Pupil melebar dan tidak bereaksi sama sekali
Berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien, Meningitis TB yang dialami
oleh pasien sudah mencapai stadium dua. Ini dapat dibuktikan dengan adanya gejala umum
meningitis stadium satu yaitu demam, nafsu makan berkurang, sakit kepala, mual muntah, apatis
dan ditambah dengan gejala stadium dua yaitu pemeriksaan kaku kuduk yang positif, penurunan
kesadaran (sering ngantuk, ingin tertidur), dan gangguan saraf kranial (gangguan saraf kranial
III).

Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan Darah
Dilakukan pemeriksaan darah rutin, Laju Endap Darah (LED), kadar glukosa, kadar ureum dan
kreatinin, fungsi hati, elektrolit.
1) Pemeriksaan LED meningkat pada meningitis TB
2) Pada meningitis bakteri didapatkan peningkatan leukosit polimorfonuklear dengan shift ke
kiri.
3) Elektrolit diperiksa untuk menilai dehidrasi.
4) Glukosa serum digunakan sebagai perbandingan terhadap glukosa pada cairan serebrospinal.
5) Ureum, kreatinin dan fungsi hati penting untuk menilai fungsi organ dan penyesuaian dosis
terapi.
6) Tes serum untuk sipilis jika diduga akibat neurosipilis.

B. Pemeriksaan Lumbal Pungsi


 Warna = Jernih (khas)
 Kadar Protein = meningkat (dapat lebih dari 200 mg/mm).
 Kadar glukosa = biasanya menurun. (normalnya 60% dari glukosa darah)
 Kadar klorida = normal pada stadium awal, kemudian menurun.

Untuk mendapatkan hasil positif, dianjurkan untuk melakukan lumbal pungsi selama 3 hari
berturut – turut. Terapi dapat langsung diberikan tanpa menunggu hasil pemeriksaan lumbal
pungsi kedua dan ketiga.
Interpretasi hasil lumbar pungsi pada beberapa keadaan meningitis :
Pada pasien ini ditemukan hasil pemeriksaan lumbar pungsi yaitu :

Makroskopis Hasil Unit Nilai Normal

Warna Tidak Berwarna Tidak Berwarna

Kejernihan Jernih Jernih

Clot Negatif Negatif

Sedimen Positif Negatif

Mikroskopis Hasil Unit Nilai Normal

Cell Count 487 <10

Diff Count 13 / 87
(PMN/MN)

Chemicals Hasil Satuan Nilai Normal

Nonne Positive Negative

Pandy Positive Negative

Glucose 8 mg/dL 40 – 76

Chloride 112 mmol/L 115 – 130

Protein 2.54 g/L 0.15 – 0.45


Berdasarkan hasil pemeriksaan dari lumbal pungsi pasien, ditemukan peningkatan pada
kadar jumlah sel dan didominasi oleh mononuclear (13/87). Dan juga ditemukan hasil nonne
pandy yang positif yang menandakan terjadinya infeksi bakteri pada meninges, disertai dengan
penurunan pada kadar glukosa dan peningkatan pada kadar protein.
Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka kemungkinan terbesar pathogen dari meningitis
pada pasien ini adalah bakteri Tuberkulosa. Ini dapat dibuktikan berdasarkan hasil dari
pemeriksaan cairan otak yaitu:
 Sel yang dominan adalah Mononuclear
 Penurunan kadar glukosa
 Hasil nonne pandy yang positif
 Dan peningkatan kadar glukosa

CSF pada meningitis Yang didapatkan pada pasien


tuberkulosa

Penampilan Terdapat fibrin Jernih / Clear

Sel yang dominan Mononuclear Mononuclear (87)

Jumlah sel 10 – 1000 487

Glukosa <1/2 Plasma 8

Protein 1–5 2.54


C. Kultur

Kultur bakteri dapat membantu diagnosis sebelum dilakukan lumbal pungsi atau jika
tidak dapat dilakukan oleh karena suatu sebab seperti adanya hernia otak. Sampel kultur dapat
diambil dari :
1) Darah, 50% sensitif jika disebabkan oleh bakteri H. Influenzae,
S. Pneumoniae, N. Meningitidis.
2) Nasofaring
3) Sputum
4) Urin
5) Lesi kulit

D. Pemeriksaan Radiologis

Meliputi pemeriksaan foto thorax, CT-Scan dan MRI.


Foto thorax untuk melihat adanya infeksi sebelumnya pada paru-paru misalnya pada
pneumonia dan tuberkulosis, foto kepala kemungkinan adanya penyakit pada mastoid dan sinus
paranasal.
CT-Scan dan MRI tidak dapat dijadikan pemeriksaan diagnosis pasti meningitis.
Beberapa pasien dapat ditemukan adanya enhancemen meningeal, namun jika tidak ditemukan
bukan berarti meningitis dapat disingkirkan. Berdasarkan pedoman pada Infectious Diseases
Sosiety of America (IDSA), berikut ini adalah indikasi CT-Scan kepala sebelum dilakukan
lumbal pungsi yaitu:

1) Dalam keadaan Immunocompromised


2) Riwayat penyakit pada sistem syaraf pusat (tumor, stroke, infeksi fokal)
3) Terdapat kejang dalam satu minggu sebelumnya
4) Papiledema
5) Gangguan kesadaran
6) Defisit neurologis fokal
Diagnosa kerja
Berdasarkan hasil anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka
diagnosa kerja pada pasien adalah Meningitis Ec. Bakteri Tuberkulosa. Diagnosa ini dapat
dibandingkan dengan Ensefalitis.
1. Ensefalitis merupakan peradangan pada parenkim otak yang memiliki gejala disfungsi
neurologis. Biasanya juga dapat terjadi berbarengan dengan selaput otak
(meningoencephalitis).
2. Gejala prodromal biasanya berlangsung selama beberapa hari dan terdiri dari demam,
nyeri kepala, mual muntah, nyeri otot, dan rasa resah.
3. Etiologi tersering dari ensefalitis adalah infeksi virus HSV (herpes simplex virus),
Varicella Zoster Virus, dan Epstein Bar Virus. Dan biasanya juga mempunyai riwayat
kontak dengan binatang tertentu.
4. Gejala klasik dari ensefalitis adalah perubahan sikap dan perilaku dengan penurunan
kesadaran, Fotofobia, Kejang-kejang, kebingungan, leher kaku, hemiparese, gangguan
saraf kranial

Pada pasien tidak ditemukan tanda gejala khas ensefalitis yaitu perubahan sikap dan
perilaku, kelemahan anggota gerak (hemiparese), disfungsi neurologis, riwayat kontak dengan
binatang tertentu, sehingga pada pasien ini diagnose encephalitis tidak dapat dijatuhkan.

ALGORITMA TATALAKSANA MENINGITIS SUSPEK BAKTERI


TATALAKSANA PADA PASIEN

A. Non-medikamentosa

1.Tirah baring
2. Pemantauan secara intensif
c. Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau
perubahan perilaku
d. Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam,
selama setidaknya dalam 48 jam pertama.
B. Medikamentosa

1. Antibiotik : Ceftriaxone 2gr IV


2. Kortikosteroid : Dexamethasone 10gr IV
3. Obat TB : Rifampicin 450 gr PO

Prinsip pengobatan pada TB extrapulmonar sama dengan TB pulmonar, yaitu dengan


regimen pengobatan selama 6 bulan. Tetapi dalam kasus Meningitis TB, perlu diberikan selama
kurang lebih 9 – 12 bulan. Beberapa pakar juga merekomendasikan penggunaan steroid sebagai
terapi tambahan pada meningitis TB. Pengobatan meningitis tuberkulosis harus tepat dan
adekuat, koreksi gangguan cairandan elektrolit, dan penurunan tekanan intrakranial. Terapi harus
segera diberikan tanpa ditunda bila ada kecurigaan klinis ke arah meningitis tuberkulosis. Terapi
diberikan sesuai dengan konsep baku tuberkulosis yakni5:
Fase intensif selama 2 bulan dengan 4 sampai 5 obat anti tuberkulosis, yakniisoniazid,
rifampisin, pirazinamid, streptomisin, dan etambutol. Terapi dilanjutkan dengan 2 obat anti
tuberkulosis, yakni isoniazid dan rifampisin hingga 12 bulan.
Berikut ini adalah keterangan mengenai obat-obat anti tuberkulosis yang digunakan pada
terapi meningitis tuberkulosis5:
1. Isoniazid
Bersifat bakterisid dan bakteriostatik. Obat ini efektif pada kuman intrasel danekstrasel,
dapat berdifusi ke dalam selutuh jaringan dan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis,
cairan pleura, cairan asites, jaringan kaseosa, dan memiliki adversereaction yang rendah.
Isoniazid diberikan secara oral. Konsentrasi puncak di darah, sputum, dan liquor cerebrospinalis
dapat dicapai dalam waktu 1-2 jam dan menetap paling sedikit selama 6-8 jam.
2. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakterisid pada intrasel dan extrasel, dapat memasuki semua jaringan
dan dapat membunuh kuman semidorman yang tidak dapat dibunuh oleh isoniazid. Rifampisin
didistribusikan secara luas ke jaringandan cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis.
Distribusi rifampisin ke dalam liquor cerebrospinalis lebih baik pada keadaan selaput otak yang
sedang mengalami peradangandaripada keadaan normal.
3. Pirazinamid
Pirazinamid merupakan derivat dari nikotinamid, berpenetrasi baik pada jaringandan
cairan tubuh, termasuk liquor cerebrospinalis. Obat ini bersifat bakterisid hanya padaintrasel dan
suasana asam dan diresorbsi baik pada saluran cerna.
4. Streptomisin
Streptomisin bersifat bakterisid dan bakteriostatik terhadap kuman
ekstraselular pada keadaan basal atau netral, sehingga tidak efektif untuk membunuh kumanintra
selular. Saat ini streptomisin jarang digunakan dalam pengobatan tuberculosis. Penggunaan
utamanya saat ini adalah jika terdapat kecurigaan resistensi awal terhadapisoniazid atau jika anak
menderita tuberkulosis berat.
5. Etambutol
Etambutol memiliki aktivitas bakteriostatik, tetapi dapat bersifat bakterid jika diberikan
dengan dosis tinggi dengan terapi intermiten. Etambutol juga ditoleransi dengan baik oleh orang
dewasa dan anak pada pemberian oral dengan dosis satu atau dua kali sehari, tetapi etambutol
tidak memiliki daya penetrasi yang baik terhadap SSP.
Penggunaan steroid selain sebagai anti inflamasi, juga dapat menurunkan tekanan
intrakranial dan mengobati edema otak. Pemberian steroid diindikasikan pada peningkatan
tekanan intracranial, penurunan kesadaran, dan tanda-tanda defisit neurologis.
Tatalaksana6 :
Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin. (first line therapy)
A. seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam;
B. sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.

Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat ditambahkan.
Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:

 INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 6–9 bulan


 Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) – selama 6-9 bulan
 Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan pertama
 Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-50
mg/kgBB/hari (maksimum 1 g) – selama 2 bulan

Penggunaan steroid:

 deksametason dengan dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu.

Pada pasien ini, sudah diberikan pengobatan lini pertama berupa antibiotic seftriaksone
2gr IV, dan juga pengobatan TB berupa Rifampicin 450 gr PO. Pasien juga diberikan
kortikosteroid berupa dexamethasone 10gr IV atas indikasi penurunan kesadaran dan
peningkatan tekanan intrakranial. Untuk terapi non-medikamentosa, pasien dianjurkan untuk
menjalani tirah baring dan pasien juga diobservasi tingkat kesadarannya secara intensif.
Komplikasi Meningitis
Komplikasi meningitis pada onset akut dapat berupa perubahan status mental, edema
serebri dan peningkatan tekanan intrakranial, kejang, empiema atau efusi subdural, parese nervus
kranialis, hidrosefalus, defisit sensorineural, hemiparesis atau quadriparesis, kebutaan. Pada
onset lanjut dapat terjadi epilepsi, ataxia, abnormalitas serebrovaskular, intelektual yang
menurun dan lain sebagainya. Komplikasi sistemik dari meningitis adalah syok septik,
disseminated intravascular coagulaton (DIC), gangguan fungsi hipotalamus atau disfungsi
endokrin, kolaps vasomotor dan bahkan dapat menyebabkan kematian7.
Pencegahan Meningitis
1. Pencegahan Primer
Tujuan pencegahan primer adalah mencegah timbulnya faktor resiko meningitis bagi
individu yang belum mempunyai faktor resiko dengan melaksanakan pola hidup sehat.
Pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan imunisasi meningitis pada bayi agar dapat
membentuk kekebalan tubuh.
Imunisasi Hib Conjugate vaccine (Hb- OC atau PRP-OMP) dimulai sejak usia 2 bulan
dan dapat digunakan bersamaan dengan jadwal imunisasi lain seperti DPT, Polio dan MMR.
Vaksinasi Hib dapat melindungi bayi dari kemungkinan terkena meningitis Hib hingga 97%.
Pemberian imunisasi vaksin Hib yang telah direkomendasikan oleh WHO, pada bayi 2-6
bulan sebanyak 3 dosis dengan interval satu bulan, bayi 7-12 bulan di berikan 2 dosis dengan
interval waktu satu bulan, anak 1-5 tahun cukup diberikan satu dosis.
Jenis imunisasi ini tidak dianjurkan diberikan pada bayi di bawah 2 bulan karena dinilai
belum dapat membentuk antibodi. Meningitis Meningococcus dapat dicegah dengan
pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat atau hidup serumah
dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y.
Meningitis TBC dapat dicegah dengan meningkatkan sistem kekebalan tubuh dengan cara
memenuhi kebutuhan gizi dan pemberian imunisasi BCG.
Hunian sebaiknya memenuhi syarat kesehatan, seperti tidak over crowded (luas lantai >
4,5 m2 /orang), ventilasi 10 – 20% dari luas lantai dan pencahayaan yang cukup. Pencegahan
juga dapat dilakukan dengan cara mengurangi kontak langsung dengan penderita dan
mengurangi tingkat kepadatan dilingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak,
sekolah, tenda dan kapal. Meningitis juga dapat dicegah dengan cara meningkatkan personal
hygiene seperti mencuci tangan yang bersih sebelum makan dan setelah dari toilet7.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder bertujuan untuk menemukan penyakit sejak awal, saat masih tanpa
gejala (asimptomatik) dan saat pengobatan awal dapat menghentikan perjalanan penyakit.
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan diagnosis dini dan pengobatan segera. Deteksi
dini juga dapat ditingkatan dengan mendidik petugas kesehatan serta keluarga untuk
mengenali gejala awal meningitis.
Dalam mendiagnosa penyakit dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik, pemeriksaan
cairan otak, pemeriksaan laboratorium yang meliputi test darah dan pemeriksaan X-ray
(rontgen) paru. Selain itu juga dapat dilakukan surveilans ketat terhadap anggota
keluarga penderita, rumah penitipan anak dan kontak dekat lainnya untuk menemukan
penderita secara dini7.

XII. PROGNOSIS
 Ad Vitam : Dubia
 Ad Functionam : Dubia
 Ad Sanationam : Dubia
Tinjauan Pustaka
1. Chapter 11. Ventricles and Coverings of the Brain. In: Waxman SG. eds. Clinical
Neuroanatomy, 27e New York, NY: McGraw-Hill; 2013.

2. Roos KL, Tyler KL. Meningitis, Encephalitis, Brain Abscess, and Empyema. In: Kasper
D, Fauci A, Hauser S, Longo D, Jameson J, Loscalzo J. eds. Harrison's Principles of Internal
Medicine, 19e New York, NY: McGraw-Hill; 2014.

3. Kulik DM, Uleryk EM, Maguire JL. Does this child have bacterial meningitis? A
systematic review of clinical prediction rules for children with suspected bacterial
meningitis. J Emerg Med. 2013 Oct. 45(4):508-19

4. Koppel BS. Bacterial, Fungal,& Parasitic infections of the Nervous System in


CurrentDiagnosis and Treatment Neurology. USA; The McGraw-Hill Companies. 2007.
p403-08, p421-23.

5. "Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Tuberkulosis Di Indonesia". Klikpdpi. Web. 11


Apr. 2017.

6. CDC. Controlling tuberculosis in the United States: Recommendations from the American
Thoracic Society, CDC, and the Infectious Diseases Society of America. MMWR 2005; 54

7. Pencegahan Meningitis". Repository.usu.ac.id. Web. 11 Apr. 2017.

Anda mungkin juga menyukai