Anda di halaman 1dari 16

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Anemia

2.1.1 Definisi

Anemia merupakan keadan berkurangnya volume sel darah merah atau menurunnya
kadar hemoglobin dalam darah, sehinga terjadi penurunan kemampuan darah untuk
menyalurkan oksigen ke jaringan. Anemia pada anak dapat disebabkan oleh beberapa
faktor seperti defisiensi besi, defisiensi asam folat (B9), defisiensikobalamin (B12) dan
defisiensi vitamin A. Anemia dapat terjadi pada bayi dan anak-anak. Anemia memiliki
dampak buruk terhadap tumbuh kembang anak. Anak yang terkena anemia akan susa
untuk berkonsentrasi dalam belajar, lesu, memiliki intelegnsi yang rendah, dan
mengalami gangguan kognitif dan motorik.

Pada bayi, anak dan remaja yang mengalami masa pertumbuhan perlu adanya
konsumsi zat besi yang cukup. Kebutuhan besi relatif lebih tinggi pada bayi dan anak
daripada orang dewasa apabila dihitung berdasarkan per kg berat bedan. Bayi yang
berumur dibawah 1 tahun, dan anak berumur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi
sama banyaknya dengan laki-laki dewasa.

2.1.2 Klasifikasi

Klasifikasi anemia secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu berdasarkan etiologi
dan morfologi. Berikut klasifikasi anemia secara etiologi :

1. Anemia Defisiensi
Anemia yang disebabkan oleh karena kurangnya beberapa bahan yang diperlukan
untuk pematangan eritrosit, seperti defisiensi zat besi, B9 (asam folat) dan vitamin
B12 (kobalamin), vitamin A, protein, piridoksin, dsb.
a. Anemia Defisiensi Besi
Anemia ini disebut juga anemia hipokrom mikrositik dan paling banyak terjadi
pada anak-anak golongan umur 6 bulan sampai 6 tahun.
b. Anemia Defisiansi Asam Folat dan Kobalamin
Anemia jenis ini disebut juga anemia megaloblastik.
2. Anemia Aplastic

1
Anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan sel darah oleh sumsum
tulang.
3. Anemia Hemoragik
Anemia yang terjadi akibat proese perdarahan masif atau perdarahan yang
menahun.
4. Anemia Hemolitik
Anemia yang disebabkan karena memendeknya umur sel darah merah atau akibat
penghancuran sel darah merah yang berlebihan.

Berikut klasifikasi berdasarkan morfologi :

1. Anemia normositik normokrom


Ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal serta mengandung hemoglobin
dalam jumlah normal (MCV dan MCHC normal) tetapi individu menderita
anemia )kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit kronik, infeksi, gangguan
endokrin, gangguan ginjal kegagalan sumsum dan penyakit-penyakit infiltrarif
metastatik pada sumsum tulang)
2. Anemia makrositik normokrom
Ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena
konsentrasi hemoglobinnya normal. (MCV meningkat; MCHC normal)
3. Anemia mikrositik hipokrom. Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti
mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal (MCV rendah;
MCHC rendah). Menggambarkan insufisiensi hem (besi), seperti pada anemia
defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, gangguan
sistesis globin, seperti pada thalasemia.

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi nutrien zat besi tersering
pada anak di seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia.

Berikut beberapa stadium yang menggambarkan jenis anemia :

1. Stadium I: deplesi cadangan besi yang ditandai dengan penurunan serum ferritin
(<10-12µg/L) sedangkan pemeriksaan Hb dan zat besi masih normal.
2. Stadium II: defisiensi besi tanpa anemia terjadi bila cadangan besi sudah habis
maka kadar besi didalam serum akan menurun dan kadar hemoglobin masih
normal. Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan serum iron(SI) dan
saturasi transferrin, sedangkan total iron binding capacity (TIBC) meningkat.

2
3. Stadium III: anemia defisiensi besi ditandai dengan penurunan kadar Hb, MCH,
MCV, MCHC pada keadaan berat, Ht dan peningkatan kadar free erythrocyte
protoporphyrin (FEP).

2.1.3 Etiologi

Penyebab utama anemia defisiensi zat besi adalah konsumsi zat besi yang tidak cukup
dan absorbsi zat besi yang rendah dan pola makan yang sebagian besar terdiri dari nasi
dan menu yang kurang beraneka ragam. Soemantri (1983), menyatakan bahwa anemia
defisiensi zat gizi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti sosial ekonomi,
pendidikan, status zat gizi dan pola makan, fasilitas kesehatan, pertumbuhan, daya tahan
tubuh dan infkesi. Faktor-faktor tersebut saling berkaitan.

Berikut penyebab defisiensi besi menurut umur :

1. Bayi di bawah umur 1 tahun


a. Persediaan besi yang kurang karena berat badan lahir rendah.
2. Anak umur 1-2 tahun
a. Masukkan (intake) besi yang kurang karena tidak mendapat makanan
tambahan (hanya minum susu).
b. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun
c. Malabsorbsi
d. Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit
dan divertikulum Meckeli.
3. Anak umur 2-5 tahun
a. Masukkan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-Heme
b. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang/menahun.
c. Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit
dan divertikulum Meckeli.
4. Anak berumur 5 tahun – masa remaja
a. Kehilangan berlebihan karena perdarahan antara lain karena infestasi parasit
dan poliposis.
5. Usia remaja – dewasa
a. Pada wanita antara lain karena menstruasi berlebihan

Menurut Husaini (1989) penyebab anemia pada anak digambarkan sebagai berikut :

3
2.1.4 Patofisiologi

Terdapat beberapa tahapan pada proses anemia defisiensi zat besi, sebagai berikut :

1. Tahap Pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau store iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin dan
fungsi protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan
absorpsi besi non heme. Feritinin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain
untuk mengatahui adanya kekurangan besi masih normal.
2. Tahap Kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang

4
eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum
menurun dan saturasi transferin menurun, sedangkan TIBC meningkat dan free
erythrocyte porphrin (FEP) meningkat.
3. Tahap Ketiga
Tahap inilah yang disebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila
besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan
penurunan kadar Hb. Dari gambaran tepi darah didapatkan mikrositosis dan
hipokromik yang progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama
pada ADB yang lebih lanjut.

2.1.5 Manifestasi Klinis

Anemia terjadi pada bayi atau balita, hal ini sangat tidak cepat terdeteksi, karena
bayi/balita belum bisa mengungkapkan apabila mengalami tanda-tanda anemia. Anemia
pada bayi dapat dideteksi dengan menyarankan untuk melakukan pemeriksaan kadar Hb
(Osorio, 2002). Adapun tanda dan gejala anemia adalah pucat pada konjugtiva, lidah,
telapak tangan dan kuku. Kasus anemia berat pada anak dapat mengalami tanda-tanda
gagal jantung, mudah lelah, takipnea, hepatomegali dan odema (Ouf & Jan, 2015).

Berikut tanda dan gejala yang dapat terjadi :

1. Anak terlihat lemah, letih, lesu. Hal ini dikarenakan oksigen yang dibawa
keseluruh tubuh berkurang karena media transportnya berkurang (Hb).
2. Menurunnya daya pikir, akibatnya sulit berkonsentrasi.
3. Daya tahan tubuh menurun yang ditandai dengan mudah terserang sakit
4. Pada tingkat lanjut atau anemia berat maka anak-anak bisa menunjukkan tanda-
tanda jantung cepat dan bengkak pada tangan dan kaki.

2.1.6 Komplikasi

Dampak anemia berpengaruh terhadap kualitas kerja, pertumbuhan dan


perkembangan bayi, dan penurunan fungsi imunitas (Osorio, 2002). Dampak lain anemia
adalah peningkatan kematian pada bayi, dan terjadi keterlambatan perkembangan
psikomotor (WHO, 2010). Penurunan cadangan besi di otak akan berpengaruh terhadap
sistesa enzim, penurunan neurotransmitter seperti dopamin, serotinin, dan orandrenalin
yang dapat menyebabkan perubahan perilaku dan penurunan kemampuan anak.

5
Secara patologis komplikasi yang dapat terjadi, yaitu gagal jantung kongesif’
parestesia; konfusi kanker; penyakit ginjal; gondok; gangguan pembentukan heme;
penyakit infeksi kuman; thalasemia; kelainan jantung; rematoid; gangguan sistem imun.

6
2.1.7 WOC ANEMIA ANAK

Kehilangan Darah yang Berlebihan

Produksi Eritrosit ↓ Anemia Pemecahan Eritrosit Terlalu Cepat (hemolisis)

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Sel darah Sel darah Sel darah Sel darah Sel darah Sel darah
merah dalam merah dalam merah dalam merah dalam merah dalam merah dalam
darah menurun darah menurun darah menurun darah menurun darah menurun darah menurun

Pengangkutan Hb Pengangkutan Hb Pengangkutan Hb Pengangkutan Hb Pengangkutan Hb Pengangkutan Hb


dalam darah ↓ dalam darah ↓ dalam darah ↓ dalam darah ↓ dalam darah ↓ dalam darah ↓

Penurunan Penurunan Penurunan Penurunan Penurunan Penurunan


transport O2 transport O2 transport O2 ke volume darah transport O2 ke transport O2 ke
Otak ke ginjal ↓ Usus dan Lambung jaringan

Sesak Ventilasi
(peningkatan pembuluh Penurunan GFR ↓ Hipoksia jaringan
frekuensi darah Metabolisme
perfusi jaringan
pernapasan) anaeorob
pada otak
Metabolisme ↓
MK : Resiko MK : Gangguan
7
tinggi Eliminasi Urin
MK : Gangguan Kesadaran
penurunan
Pola Pernafasan menurun
curah jantung
MK : Resiko Penurunan Pembenrtukan
Tinggi Trauma peristaltik asam laktan

Mual muntah
Keletihan

MK : Perubahan
nutrisi kurang
dari kebutuhan MK :
Intoleransi

8
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan laboratorium


terkait pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit, leukosit, trombosit, MCHC,
konsentrasi protoporfirin eritrosit serta saturasi transferase konsentrasi feritrin.

2.1.9 Penatalaksanaan

Bila diagnosis defisiensi besi sudah ditegakkan, pengobatan hºarus segera dimulai
untuk mencegah berlanjutnya keadaan ini. Pengobatan terdiri atas pemberian preparat
besi secara oral berupa garam fero (sulfat, glukonat, fumarat dan lain-lain), pengobatan
ini tergolong murah dan mudah dibandingkan dengan cara lain.

Pada bayi dan anak, terapi besi elemental diberikan dengan dosis 3-6 mg/kg bb/hari
dibagi dalam dua dosis, 30 menit sebelum sarapan pagi dan makan malam; penyerapan
akan lebih sempurna jika diberikan sewaktu perut kosong.Penyerapan akan lebih
sempurna lagi bila diberikan bersama asam askorbat atau asam suksinat. Bila diberikan
setelah makan atau sewaktu makan, penyerapan akan berkurang hingga 40-50%.8
Namun mengingat efek samping pengobatan besi secara oral berupa mual, rasa tidak
nyaman di ulu hati, dan konstipasi, maka untuk mengurangi efek samping tersebut
preparat besi diberikan segera setelah makan. Penggunaan secara intramuskular atau
intravena berupa besi dextran dapat dipertimbangkan jika respon pengobatan oral tidak
berjalan baik misalnya karena keadaan pasien tidak dapat menerima secara oral,
kehilangan besi terlalu cepat yang tidak dapat dikompensasi dengan pemberian oral, atau
gangguan saluran cerna misalnya malabsorpsi.

Cara pemberian parenteral jarang digunakan karena dapat memberikan efek samping
berupa demam, mual, ultikaria, hipotensi, nyeri kepala, lemas, artralgia, bronkospasme
sampai reaksi anafilatik. Respons pengobatan mula-mula tampak pada perbaikan besi
intraselular dalam waktu 12-24 jam. Hiperplasi seri eritropoitik dalam sumsum tulang
terjadi dalam waktu 36-48 jam yang ditandai oleh retikulositosis di darah tepi dalam
waktu 48-72 jam, yang mencapai puncak dalam 5-7 hari. Dalam 4-30 hari setelah
pengobatan didapatkan peningkatan kadar hemoglobin dan cadangan besi terpenuhi 1-3
bulan setelah pengobatan.

Untuk menghindari adanya kelebihan besi maka jangka waktu terapi tidak boleh lebih
dari 5 bulan. Transfusi darah hanya diberikan sebagai pengobatan tambahan bagi pasien

9
ADB dengan Hb 6 g/dl atau kurang karena pada kadar Hb tersebut risiko untuk
terjadinya gagal jantung besar dan dapat terjadi gangguan fisiologis. Transfusi darah
diindikasikan pula pada kasus ADB yang disertai infeksi berat, dehidrasi berat atau akan
menjalani operasi besar/ narkose. Pada keadaan ADB yang disertai dengan
gangguan/kelainan organ yang berfungsi dalam mekanisme kompensasi terhadap anemia
yaitu jantung (penyakit arteria koronaria atau penyakit jantung hipertensif) dan atau paru
(gangguan ventilasi dan difusi gas antara alveoli dan kapiler paru), maka perlu diberikan
transfusi darah. Komponen darah berupa suspensi eritrosit (PRC) diberikan secara
bertahap dengan tetesan lambat.

Anak yang sudah menunjukkan gejala ADB telah masuk ke dalam lingkaran penyakit,
yaitu ADB mempermudah terjadinya infeksi sedangkan infeksi mempermudah terjadinya
ADB. Oleh karena itu antisipasi sudah harus dilakukan pada waktu anak masih berada
di dalam stadium I & II. Bahkan di Inggris, pada bayi dan anak yang berasal dari
keluarga dengan sosial ekonomi yang rendah dianjurkan untuk diberikan suplementasi
besi di dalam susu formula

2.1.10 Dampak Hospitalisasi

Dampak hospitalisasi yang terjadi dapat diawali dengan penolakan anak dalam upaya
membawa anak ke rumah sakit/klinik kesehatan. Lalu, ada perasaan cemas dan protes
karena berpisah dengan orang tua saat dilakukan pemeriksaan pada anak terkait anemia.
Setelah itu, anak mengalami putus asa, anak cenderung pasif dan terlihat lebih tenang,
serta menghindari bergaul atau berinteraksi dengan orang lain. Dengan upaya-upaya
yang dilakukan oleh tim perawat dan dukungan orang tua, anak mulai menerima dan
beradaptasi, membentuk hubungan atau pertemanan baru dengan anak lain, mulai tertarik
dengan lingkungan, mulai melakukan aktifitas rekreatif dan bermain dengan teman lain.

2.1.11 Asuhan Keperawatan Teoritis

PENGKAJIAN

1. Identitas klien.
Pengkajian mengenai nama, umur dan jenis kelamin, alamat, no.register dan keluhan
utama saat anak masuk rumah sakit. Biasanya wanita lebih rentan terkena anemia,
kemudian untuk usia, anak-anak juga memiliki resiko lebih tinggi terkena anemia.
2. Riwayat penyakit sekarang

10
Kronologis penyakit yang dialami saat ini sejak awal hingga anak dibawa ke rumah
sakit secara lengkap.
3. Riwayat penyakit dahulu.
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu. Mungkin ketika masih bayi,
baik yang ada hubungannya dengan penyakit sekarang maupun yang tidak
berhubungan dengan penyakit sekarang, riwayat operasi dan riwayat alergi.
4. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah penyakit degeneratif dari keluarga perlu juga untuk dikaji. Atau adanya
penyakit ganas dan menular yang dimiliki oleh anggota keluarganya.
5. Riwayat Tumbuh Kembang
Tahap pertumbuhan :
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti
patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada usia
3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg. Untuk anak
usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3 kg/tahun.Sedangkan untuk
perkiraan tinggi badan dalam senti meter menggunakan patokan umur 2- 12 tahun
yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3
tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5 tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada
usia ini yaitu 6 – 7,5 cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah
tinggi.
Tahap perkembangan :
Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak
punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli maka
anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu percobaan
yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/
falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin
berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra komplek
( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu
fase preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada
tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu belum
benar dan magical thinking.

11
Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan
kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu, mencari
teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut oleh keluarga.
Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari
orang tua atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek,pendek-
tinggi,baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran
tubuhnya dengan kelompoknya.
Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “.
Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di kenal
dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan sedikit atau
tidak protes.
Perkembangan bahasa yaitu vocabularynya meningkat lebih dari 2100 kata
pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat. Sudah bisa
menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan nama-nama
temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya,
lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai pemikiran juga,
dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang
mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan
kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda dengan
roda tiga.
6. Riwayat Imunisasi
Anak usia pra sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG,
POLIO I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
7. Riwayat Nutrisi
Untuk mengetahui status gizi pada anak, adakah tanda-tanda yang menunjukkan anak
mengalami gangguan kekurangan nutrisi.
8. Pemeriksaan fisik
a. Status kesehatan umum
Perlu dikaji tentang kesadaran klien, kecemasan, gelisah, kelemahan yang nampak
pada klien.

12
b. B1 (Breathing) : Dispnea (kesulitan bernapas), napas pendek, dan lebih cepat lelah
dalam melakukan aktivitas jasmani merupakan manifestasi berkurangnya
pengiriman oksigen.
c. B2 (Bleeding) : Tachycardi dan bising jantung menggambarkan beban kerja dan
curah jantung yang meningkat, pucat pada kuku, telapak tangan serta membran
mukosa bibir dan konjungtiva. Keluhan nyeri dada bila melibatkan arteri koroner.
Angina (nyeri dada), khususnya pada klien usia lanjut dengan stenosis koroner
dapat diakibatkan karena iskema miokardium. Pada anemia berat, dapat
menimbulkan gagal jantung kongestif sebab otot jantung yang kekurangan
oksigen tidak dapat menyesuaikan diri dengan beban kerja jantung yang
meningkat.
d. B3 (Brain) : Disfungsi neurologis, sakit kepala, pusing, kelemahan dan tinitus
(telinga berdenging)
e. B4 (Bladder) : Gangguan ginjal, penurunan produksi urin
f. B5 (Bowel) : Penurun intake nutrisi disebabkan karena anoreksia, nausea,
konstipasi atau diare, serta stomatitis (sariawan lidah mulut)
g. B6 (Bone) : Kelemahan dalam melakukan aktivitas
9. Pemeriksaan penunjang.
Lakukan pemeriksaan penunjang kadar Hb, hematokrit, MCV, MCHC, konsentrasi
protoporfirin eritrosit serta Saturasi transferin dan konsentrasi feritin. Setelah
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk analisa elemen darah pada penderita anemia
biasanya akan menunjukkan hasil sebagai berikut.
a. Konsentrasi Hb menurun.
b. Hematokrit menurun.
c. MCV dan MCHC menurun.
d. Keluasan distribusi sel darah merah (kadar: 14%)
e. Konsentrasi protoporfirin eritrosit, 1—2 tahun: 80 µg/dl sel darah merah
f. Saturasi transferin , lebih muda dari 6 bulan: 15 µg/L atau kurang.
g. Konsentrasi feritin serum kurang dari 16%.

DIAGNOSA
Diagnosa keperawatan diambil dari NANDA. Diagnosa untuk penderita anemia yang
biasanya muncul adalah:
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan d.d pasien merasa lemah.
2. Defisit nutrisi b.d peningk. Kebutuhan metabolisme d.d berat badan menurun
13
3. Keletihan b.d kondisi fisilogis (anemia) d.d pasien tampak lesu
INTERVENSI
Diagnosa 1. : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan d.d pasien merasa
lemah.
Tujuan : Toleransi aktivitas meningkat
Kriteria Hasil :
1. Saturasi oksigen cukup meningkat (4)
2. Keluhan lelah cukup menurun (4)
3. Perasaan lemah cukup menurun (4)
Intervensi :
1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
2. Monitor pola dan jam tidur
3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus
4. Anjurkan tirah baring
5. Anjurkan aktivitas secara bertahap
Diagnosa 2 : Defisit nutrisi b.d peningkatan kebutuhan metabolisme d.d berat badan
menurun
Tujuan : Status nutrisi meningkat
Kriteria Hasil :
1. Berat badan cukup membaik (4)
2. Nafsu makan cukup membaik (4)
3. Bising usus cukup membaik (4)
Intervensi :
1. Identifikasi status nutrisi
2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3. Monitor berat badan
4. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
5. Monitor asupan makanan
Diagnosa 3 : Keletihan b.d kondisi fisilogis (anemia) d.d pasien tampak lesu
Tujuan : Tingkat keletihan menurun
Kriteria hasil :
1. Verbalisasi lelah cukup menurun (4)
2. Lesu cukup menurun (4)
3. Pola istirahat cukup membaik (4)
Intervensi :

14
1. Anjurkan menyusun jadwal aktivitas dan istirahat
2. Anjurkan cara mengidentifikasi kebutuhan istirahat
3. Anjurkan cara mengidentifikasi target dan jenis aktivitas sesuai kemampuan
4. Monitor pola dan jam tidur
5. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus

15
16

Anda mungkin juga menyukai