Anda di halaman 1dari 45

CASE REPORT SESSION

ENDOFTALMITIS

Disusun Oleh:

Endah Setyaningsih 1210313066

Muhammad Aqil Gibran 1110312050

Muhar Randi 1210313078

Roberta Charles 1210312017

Preseptor :

dr. Getry Sukmawati, Sp.M (K)

dr. Julita. Sp.M

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2016

1
BAB 1

ILUSTRASI KASUS

1.1 IDENTITAS PASIEN

- Nama : Tn. A

- Jenis Kelamin : Laki-Laki

- Usia : 61 tahun

- Pekerjaan : Pensiunan

- Agama : Islam

- Alamat : Tarandam IV/10

Anamnesa

Seorang pasien laki-laki berusia 61 tahun dirawat di bangsal Mata RSUP Dr M Djamil

Padang pada tanggal 13 April 2016.

Keluhan Utama :

Mata kiri memutih sejak 2 hari yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Mata kiri memutih sejak 2 hari yang lalu

- Keluhan mata kiri nyeri (+), merah (+), disertai sakit kepala

- Pasien post ECCE+IOL mata kiri 4 hari yang lalu

- Riwayat operasi katarak mata kanan 1 bulan yang lalu

2
Riwayat Penyakit Dahulu :

- Riwayat diabetes sejak 15 tahun yang lalu, tidak terkontrol

Riwayat Penyakit Keluarga :

- Tidak ada anggota keluarga yang mengalami keluhan seperti pasien

Status Oftalmikus :

STATUS OD OS

OFTALMIKUS

Visus tanpa koreksi 5/60 ph 5/20 1/∞ proyeksi salah

Refleks fundus + -

Silia / supersilia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Madarosis (-) Madarosis (-)

Palpebra Edema (-) Edema (+)

Margo palpebra Entropion (-) Entropion (-)

Ektropion (-) Ektropion (-)

Sikatrik (-) Sikatrik (-)

Aparat lakrimalis Dalam batas normal Dalam batas normal

Konjungtiva Hiperemis (-) Kemosis (+), injeksi siliar

(+), injeksi konjungtiva (+)

Sklera Putih Tidak bisa dinilai

Kornea Bening Edema (+), hecting (+)

3
Kamera Okuli Cukup dalam Hipopion hampir penuh,

Anterior udara (+)

Iris Coklat Tampak coklat di superior

Pupil Relatif bulat, rf +/+, D 2mm Tidak bisa dinilai

Lensa IOL (pc), disperse pigmen (+) Tidak bisa dinilai

Korpus vitreum Jernih Tidak bisa dinilai

Fundus : Tidak dilakukan

- Media Bening

- Papil optikus Bulat, batas tegas, c/d 0,4

- Retina Perdarahan (-), eksudat (-)

- aa/vv retina 2:3

- Makula Refleks fovea sulit dinilai

Tekanan bulbus N (palpasi) N +2 (palpasi)

okuli

Posisi bulbus okuli Ortho Ortho

Gerakan bulbus Bebas ke segala arah Terbatas

okuli

4
Gambar

Pemeriksaan Penunjang

Diagnosa Kerja

Endoftalmitis Post ECCE OS

5
Diagnosa Banding

Panoftalmitis OS

Terapi

- Cefoperazone 2 x 1 gr IV

- Ceftazidine ed pulse therapy

- Lfx ed

- Glaucon 4x1/2

- Aspar K 2x1

- Asam mefenamat 3x500mg

- SA ed 2 x 1 OS

6
Follow Up

Tanggal Follow Up Keterangan

14 April 2016 S/ Nyeri (+) pada mata kiri GDS 367, Ur 68, Cr 2,0

Jam 07.00 O/ OS

visus: 1/∞ proyeksi salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: kemosis (+)

kornea: edem (+)

COA: hipopion (+) hampir penuh,

udara (+)

iris: tampak coklat disuperior

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+2 (palpasi)

A/ Endoftalmitis post ECCE OS

P/ Cefoperazone 2x1gram IV

Ceftazidine ed OS Pulse therapy

LFX ed OS

SA ed 2x1 OS

Asam mefenamat 3x500mg

Glaucon 4x1/2 tab

Aspar K 2x1 tab

7
USG

Kultur dan sensitivity test

Konsul subbagian vitreoretina

14 April 2016 Konsul subbagian vitreoretina:

Jam 8.00 Vitrektomi tidak bisa dilakukan karena

media keruh, visus 1/~ proyeksi salah

Saran: Injeksi antibiotic intravitreal OS

DPJP

Rencana:

- Parasentese

- Spooling ceftazidine

1,25mg/0,1cc CITO

- Injeksi intravitreal ceftazidine

14 April 2016 Telah selesai dilakukan parasentese +

Jam 22.00 injeksi intravitreal ceftazidine OS

TL Post Op:

Cefoperazone 2x1gram IV

Asam mefenamat 3x500mg

Glaucon 4x1/2

Aspar K 2x1

8
15 April 2016 s/ Penglihatan kabur (+), nyeri (+)

Jam 07.00 o/ Status Oftalmologi

visus 1/~ proyeksi salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: kemosis (+)

kornea:edem (+), hecting (+)

COA: hipopion (+), membrane (+),

udara (+),

iris: tidak bisa dinilai

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1(P)

Gerak: terbatas

a/ post parasintese + injeksi ceftazidine

intravitreal OS a.i panoftalmitis OS

p/ - cefoperazone 2x1 gr IV (10 hr)

-Asam mefenamat 3x500mg

- Glaucon 4x1/2 tab

- Aspar K 2x1

- Nancort 6x1 OS

- Spooling Betadine 2x/hari

- inj novorapid SC

9
- Amlodipin 1x5mg

- Lfx ed tiap jam OS

- Ceftazidine tiap jam OS

16 April 2016 s/ penglihatan kabur (+), nyeri (+)

Jam 08.00 o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+), kemosis (+), sekret (+)

kornea:edem (+), hecting (+)

COA: hipopion (+) menempel di

endotel, membrane (+), udara (+),

membayang koagulum

iris: membayang coklat

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1 (p)

Gerak: terbatas

a/panoftalmitis eksogen OS

post parasentesis

10
injeksi intravitreal ceftazidine hari ke

p/ - Cefoperazone 2x1 OS IV (4)

- Asam Mefenamat 3x500 mg

- Glaucon 4x1/2 mg

- Aspar K 2x1

- Noncort ed 6x1 OS

- Spooling betadine 2x/ hari

- LFX ed tiap jam OS


Pulse therapy
- Ceftazidine ed tiap jam OS

- Inj novorapid SC

- Amlodipin 1x5 ng

17 April 2016

Jam 08.00 s/ penglihatan kabur (+), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+), kemosis (+), sekret (+)

kornea: edem (+), hecting (+)

11
COA: hipopion (+) menempel di

endotel, membrane (+), membayang

koagulum

iris: membayang coklat

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1 (p)

Gerak: terbatas

a/ panoftalmitis OS post parasentese +

inj intravitreal ceftazidine,

pseudofakia OD

p/ - Cefoperazone 2x1 OS

- Noncort ed 6x1

- LFx ed tiap jam OS

- Ceftazidine fortified ed tiap jam

OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg

- Glaucon 4x1/2

- Aspar K 2x1

18 April 2016 - Spooling betadine 2x/ hari

Jam 06.50 - Inj novorapid SC

- Amlodipin 1x5 ng

12
s/ penglihatan kabur (+), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+), kemosis (+), sekret (+)

kornea: edem (+), hecting (+)

COA: hipopion (+) menempel di

endotel

iris: membayang coklat

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+2 (p)

Gerak: terbatas

a/ panoftalmitis OS

pseudofakiaOD

p/ - Cefoperazone 2x1 gr IV H6

- Noncort ed 6x1 OS

- Lfx ed tiap jam OS

- Ceftazidine fortified ed tiap jam

OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg k/p

13
- Glaucon 4x1

- Aspar K 2x1

- Nancarf ed 6x1 OS

- Spooling betadine 2x/ hari

19 April 2016 - Inj Novorapid SC

Jam 06.50 - Timol 0,5% ed 2x1 OS

- Amlodipin 1x5 ng

s/ Penglihatan kabur (+), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+), kemosis (+), sekret (+)

kornea: edem (+), hecting (+)

COA: hipopion (+)

iris: membayang coklat

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+2 (p)

Gerak: terbatas

14
a/ panoftalmitis OS post parasentese +

inj intravitreal ceftazidine OS,

pseudofakia OD

p/ - Cefoperazone 2x1 gr

- Noncort ed 6x1 OS

- Lfx ed tiap jam OS

- Ceftazidine fortified tiap jam OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg k/p

- Glaucon 4x1

- Aspar K 2x1

- Spoeling betadine 2x/ hari

- Timol 0,5% ed 2x1 OS

20 April 2016 - Inj novorapid SC

Jam 07.00 - Amlodipin 1x5 ng

- Cek kultur

- Cek gula darah ulang

s/

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

15
konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+), sekret (+)

kornea: edem (+), hecting (+),

maserasi (+)

COA: hipopion (+) menempel di

endotel

iris: tidak bisa dinilai

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+2 (p)

Gerak: terbatas

a/ panoftalmitis OS post parasentese +

inj intravitreal ceftazidine,

pseudofakia OD

p/ - Cefoperazone 2x1

- Noncort ed 6x1 OS

- Lfx ed tiap jam OS

- Ceftazidine fortified tiap jam OS

- Asam Mefenamat 3x500 mg k/p

- Glaucon 4x1 mg

- Aspar K 2x1

- Spoeling betadine 2x/ hari

16
21 April 2016 - Timol 0,5% ed 2x1 os

Jam 07.00 - SA ed 3x1 (1)

-Masukkan Konjungtiva

- Inj novorapid SC

- Inj levemir SC

- Amlodipin 1x5mg

s/ penglihatan kabur (+), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+)

kornea: edem (+), hecting (+),

maserasi (+)

COA: hipopion (+) menempel di

endotel

iris: tidak bisa dinilai

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1 (p)

Gerak: terbatas

17
a/ panoftalmitis OS post parasentese +

inj intravitreal ceftazidine OS,

pseudofakia OD

p/ - Cefoperazone 2x1 gr (9)

- Asam Mefenamat 3x500 mg r/p

- Glaucon 4x1 mg

- Aspar K 2x1

- Noncort ed 6x1 OS

- LFX ed tiap jam OS

21 April 2016 - Ceftazidine fortified ed tiap jam

Jam 18.00 OS

- Timol 0,5% ed 2x1 os

- EDTA OS

- Tetrasiklin 2x500mg

- Inj novorapid SC

- Inj levemir SC

Hasil Kultur

Bakteri Acinetobacter Baumannii

Sensitif : - Meropenem

- Fosfomycin

- Levofloxacin

Resisten : - Ampicilin

18
-Amoxicilin

-Kloramfenikol

22 April 2016 -Eritromisi

Jam 06.30 -Sulfametroksazol+

trimetoprim

- Cefotaxime

- Gentamisin

- Ceftriaxone

- Cefoperazone

s/penglihatan kabur (+,), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+)

kornea: maserasi (+), hecting (+)

COA: hipopion (+)

iris: tidak bisa dinilai

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1 (p)

19
a/ panoftalmitis OS post parasentese +

inj intravitreal ceftazidine,

pseudofakia OD

p/- Glaucon 4x1 mg

- Aspar K 2x1

- Noncort ed 6x1 OS

- Meropenem Fortified tiap jam

OS

- LFX ed tiap jam OS

- Asam mefenamat 3x500mg

23 April 2016 (k/p)

Jam 08.30 - SA ed 3x1

- Timol 0,5% ed 2x1 OS

- EDTA 6x1 OS

- Tetrasiklin 2x500 mg

- Injeksi novorapid SC

- Injeksi levemir SC

- Amlodipin 1x5mg

s/ penglihatan kabur (+), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

20
konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+)

kornea: maserasi (+), hecting (+)

COA: hipopion (+)

iris: tidak bisa dinilai

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1 (p)

a/ panoftalmitis OS post parasentese+

injeksi ceftazidine OS, pseudoafakia

OD

p/- noncort ed 6x1 OS

- Lfx ed tiap jam os

- Meropenem fortified tiap jam os

- Glaucon 4x1

- Aspar L 2x1

- Asam mefenamat 3x500mg k/p

24 April 2016 - SA ed 3x1 OS

Jam 08.30 - Timol 0,5% ed 2x1 OS

- EDTA ed 6x1 OS

- Tetrasiklin 2x500mg

- Inj Levemir

21
- Inj Noverapid

- Amlodipin 1x5mg

s/ penglihatan kabur (+), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+)

kornea: maserasi (+), hecting (+)

COA: hipopion (+)

iris: tidak bisa dinilai

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1 (p)

a/ panoftalmitis OS post parasentese+

injeksi ceftazidine OS, pseudoafakia

OD

p/- noncort ed 6x1 OS

- Lfx ed tiap jam os

- Meropenem fortified tiap jam os

- Glaucon 4x1

22
- Aspar L 2x1

25 April 2016 - Asam mefenamat 3x500mg k/p

Jam 06.40 - SA ed 3x1 OS

- Timol 0,5% ed 2x1 OS

- EDTA ed 6x1 OS

- Tetrasiklin 2x500mg

- Inj Levemir

- Inj Noverapid

- Amlodipin 1x5mg

s/ penglihatan kabur (+), nyeri (+)

o/ status oftalmologi OS

visus: 1/∞ p.salah

palpebra: edema (+)

konjungtiva: inj konjungtiva (+), inj

siliar (+)

kornea: maserasi (+), hecting (+)

COA: hipopion (+)

iris: tidak bisa dinilai

pupil: tidak bisa dinilai

lensa: tidak bisa dinilai

TIO: N+1 (p)

23
a/ panoftalmitis OS post parasentese+

injeksi ceftazidine OS, pseudoafakia

OD

p/- noncort ed 6x1 OS

- Lfx ed tiap jam os

- Meropenem fortified tiap jam os

- Glaucon 4x1

- Aspar L 2x1

- Asam mefenamat 3x500mg k/p

- SA ed 3x1 OS

- Timol 0,5% ed 2x1 OS

- EDTA ed 6x1 OS

- Tetrasiklin 2x500mg

- Inj Levemir

- Inj Noverapid

- Amlodipin 1x5mg

Acc rawat jalan

24
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI

Korpus vitreus adalah suatu struktur tidak berwarna, merupakan gel transparan

yang mengisi suatu kavitas yang disebut kavitas vitreus. Korpus vitreus mempunyai

bentuk hampir spheris, kecuali bagian anterior yang mempunyai bentuk konkaf karena

adanya lensa kristalina. Korpus vitreus merupakan gel transparan, tapi transparannya

tidak homogenous. Korpus vitreus dibagi dalam dua bagian yaitu Bagian paling luar

dari korpus vitreus (atau Hyaloid), disebut kortex yang dibagi dalam kortex anterior

dan kortex posterior dan bagian dalam yang disebut nukleus.1,2,3

25
1. Kortex vitreus

Kortex vitreus berbatasan dengan retina pada bagian posterior dan mempunyai

Densitas fibril kolagen lebih besar pada bagian perifer. Kondensasi dari fibril

kolagen ini akan membentuk suatu membrane anatomik palsu yang disebut

membrane hyaloids anterior (terletak pada anterior dari ora serrata) dan membrane

hyaloids posterior (terletak pada bagian posterior dari ora serrata). Pada daerah

antara vitreus anterior dan kapsul lensa posterior terdapat suatu daerah yang disebut

Berger’s space atau disebut juga ruang retrolental erggelet. Perlekatan kuat antara

membrane hyaloid anterior dengan kapsula lensa posterior membentuk suatu

ligament yang disebut Weigert’s ligament atau juga dikenal sebagai Egger’s line

(hyaloideo-capsular ligament). Suatu ruangan didaerah prepapilary yang terdapat

pada bagian posterior korpus vitreus,dekat permukaan diskus optik disebut

Mortegiani space.1,5

Suatu bagian dari vitreous sekitar 2 sampai 3 mm anterior dari ora serrata,

dimana tempat ini merupakan tempat perlekatan paling kuat dari vitreus dan

memiliki ketebalan bebarapa millimeter. Daerah ini disebut Vitreus base. Vitreous

base ini juga disusun oleh fibril kolagen yang padat.5

26
2. Korpus Vitreus utama (Nukleus)

Nukleus merupakan bagian dari korpus vitreus yang kepadatan densitasnya

kurang (tidak sepadat kortex) sehingga membentuk struktur gel yang disebut

sebagai true biological gel. Hyaloid canal yang berjalan dari discus optic (area

Martegiani) ke posterior pole dari lensa dapat dilihat pada nukleus korpus vitreus .

Disekitar area Martegiani, lebar kanal sekitar 1-2 mm dan diarea fossa patellaris

yaitu sekitar 4-5 mm. Pada fetus dibelakang dari Cloquet’s canal berjalan arteri

hyaloids, dan arteri ini akan menghilang 6 minggu sebelum lahir dan hyaloids canal

terisi oleh cairan.7

27
3. Neurovascularisasi

Korpus vitreus tidak memiliki pembuluh darah dan serabut saraf, sehingga

meskipun pathogen telah berlangsung multipel, tidak akan mengganggu untuk

waktu yang relatif lama sebelum akhirnya muncul suatu respon immune dari

struktur didekatnya.6

2.2 DEFINISI DAN KLASIFIKASI

Endoftalmitis adalah reaksi inflamasi atau infeksi intraokular terutama

mengenai korpus vitreus dan COA, dapat mengenailapisan atau dinding bola mata

seperti retina dan atau koroid. Bentuk endoftalmitis adalah radang supuratif dalam

rongga mata.5

Secara garis besar, endoftalmitis dibagi menjadi endoftalmitis eksogen dan

endogen. Dikatakan eksogen bila port d’entrée-nya ekstrinsik, dikatakan endogen bila

infeksinya berasal dari penyebaran hematogen karena bakteremia.5

Gambar 2. Klasifikasi endoftalmitis oleh Greenwald

28
2.3 EPIDIMIOLOGI8,9

60% kasus endoftalmitis eksogen terjadi pasca pembedahan intraokular.

Bentuk endoftalmitis yang paling sering di Amerika Serikat adalah endoftalmitis pasca

katarak. 0,1-0,3% operasi katarak mengalami komplikasi endoftalmitis. Endoftalmitis

pasca trauma terjadi pada 4-13% trauma tajam mata. Keterlambatan menutup luka

akibat trauma tajam berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinnya endoftalmitis.

Di Amerika Serikat endoftalmitis endogen jarang terjadi, hanya berkisar antara

2-15% dari seluruh kasus endoftalmitis. Insiden tahunan rata-rata adalah 5 dari 10.000

pasien yang dirawat. Pada kasus endoftalmitis unilateral, mata kanan dua kali lebih

sering terinfeksi dibanding mata kiri. Hal ini disebabkan letak mata kanan yang lebih

proksimal dan aliran darahnya yang langsung ke arteri karotis kanan. Sejak 1980,

infeksi Candida pada penyalahguna obat intravena meningkat. Peningkatan risiko

tersebut dapat disebabkan penyebaran AIDS, penggunaan obat imunosupresif yang

makin sering, dan peningkatan prosedur invasif (seperti transplantasi sumsum tulang).

2.4 ETIOLOGI10

Penyebab endoftalmitis dapat dibagi menjadi dua, yaitu endoftalmitis yang

disebabkan oleh infeksi dan endoftalmitis yang disebabkan oleh imunologis atau auto

imun (non infeksi). Agen penyebab endopthalmitis yang umun adalah bakteri dan

jamur.

Edonftalmitis dibagi menjadi 3 tipe :

29
1. Edonftalmitis Endogen

Endophthalmitis endogen kurang umum terjadi karena terjadi penyebaran

sekunder secara hematogen dan menyebar dari sumber infeksi yang jauh dari dalam

tubuh. Agen infeksi yang paling umum menyebabkan endoftalmitis endogen adalah

Streptococcus species kecuali S. pneumoniae, S. aureus, Enteric Gram-negative

bacilli, Candidaspecies, Aspergillusspecies, Cryptococcus neoformans.

2. Edonftalmitis Eksogen

Endophthalmitis eksogen hasil dari inokulasi langsung sebagai komplikasi dari :

1. Acute Postoperative

Penyebab agen infeksi endoftalmitis yang paling umum pada acute

postoperative adalah Staphylococcus epidermidis, Staphylococcus aureus,

Streptococcus species, Pseudomonas species, Proteus species, dan Citrobacter

species

2. Chronic Postoperative

Agen infeksi endoftalmitis pada chronic postoperative adalah

Propionibacterium acnes, S epidermidis, Corynebacterium species, Candida

species

3. Traumatic Penetrating

Agen penyebab yang paling umum trauma penetrasi adalah


Staphylococcus species, terutama S. aureus dan S. epidermidis, Bacillusspecies,
Streptococcus species termasuk Streptococcus pneumoniae, Pseudomonas
aeruginosa. Jika trauma penetrasiterkontaminasi material tumbuhan
pertimbangkan penyebabnya jamur

30
4. Filtering Bleb-Associated

Agen infeksi penyebab adalah Streptococcus species, Haemophilus influenza,

S aureus.

5. After Intravitreal Injections

Agen penyebabnya adalah Jamur

3. Edonftalmitis Fakoanafilaktik

Endoftalmitis fakoanalitik merupakan endoftalmitis unilateral atau bilateral

yang merupakan reaksi uvea granulamatosa terhadap lensa yang mengalami

rupture. Endoftalmitis fakoanalitik merupakan suatu penyakit autoimun terhadap

jaringan tubuh (lensa) sendiri. Akibat jaringan tubuh tidak mengenali jaringan lensa

yang tidak terletak didalam kapsul. Pada tubuh terbentuk antibody terhadap lensa

sehingga terjadi reaksi antigen-antibodi yang akan menimbulkan gejala

endoftalmitis fakoanalitik.12

2.5 FAKTOR RESIKO10

Endoftalmitis pasca operasi dapat terjadi sebagai komplikasi tindakan yang

mengganggu integritas bola mata seperti ekstraksi katarak, implantasi lensa sekunder,

glaukoma atau operasi retina, atau radial keratotomi dan bentuk lain dari operasi mata.

Komplikasi intraoperatif, seperti kapsul pecah posterior selama operasi katarak, bahan

lensa yang dipertahankan pada disisi lensa,atau kebocoran luka dapat meningkatkan

risiko. Trauma tembus menyebabkan 7%-30% dari semua kasus endophthalmitis.

Risiko selanjutnya meningkat jika ada badan intraokular asing, gangguan lensa,

atau kontaminasi dengan materialtanah atau tumbuhan. Endophthalmitis endogen

31
melibatkan penyebaran hematogen organisme dari infeksi sistemik (misalnya,

meningitis, endokarditis, urosepsis). Kadang fokus infeksi tidak dapat ditemukan.

Faktor predisposisi endophthalmitis endogen meliputi kondisi medis yang kronis

(misalnya, gagal ginjal kronis, keganasan, diabetes), immunocompromise, prosedur

medis invasif (kateterisasi urin, intravascular central line, hemodialisis, dental

procedures), dan penyalahgunaan obat intravena.1

2.6 PATOFISIOLOGI10

Dalam keadaan normal, sawar darah-mata (blood-ocular barrier) memberikan

ketahanan alami terhadap serangan dari mikrorganisme. Dalam endpthalmitis endogen,

mikroorganime yang melalui darah menembus sawar darah mata baik invasi langsung

atau oleh perubahan endotelium vaskular yang disebabkan subtrat yang dilepaskan

infeksi. Kerusakan jaringan intraokuler dapat juga disebabkan oleh invasi langsung

mikroorganisme dan atau dari mediator inflamasi dari respon imun. Endopthalmitis

dapat terlihat nodul putih yang halus pada kapsul lensa, iris, retina, atau koroid. Hai ini

juga dapat timbul pada peradangan endogen semua jaringan okular, mengarah kepada

eksudat purulen yang memenuhi bola mata. Selain itu, peradangan dapat menyebar ke

jaringan lunak orbital. Setiap prosedur opersi yang mengganggu integritas bola mata

dapat menyebabkan endopthalmitis eksogen.13,14,15

2.7 MANIFESTASI KLINIS10

Tampilan utama pasien endoftalmitis yaitu nyeri atau iritasi okuli, injeksi

konjungtiva, dan kehilangan penglihatan. Manifestasinya bervariasi tengantung

organism, durasi infeksi, dan derajat inflamasinya. Pada endoftalmitis akut post

32
operasi, biasanya terjadi dalam 6 minggu setelah pembedahan, sering dalam 2 minggu,

dan pucaknya yaitu 3-5 hari. Inflamasi dengan onset cepat 24 jam post operasi mungkin

perlu dipikirkan kemungkinan Toxic Anterior Segment Syndrome (TASS). Sedangkan

endoftalmitis kronik post operasi terjadi lebih dari 6 minggu setelah pembedahan,

biasanya pasien mengeluhkan gejala ringan yang semakin progresif dari waktu ke

waktu. Endoftalmitis post traumatic terjadi segera setelah trauma. Dan endoftalmitis

endogen biasanya memiliki onset yang tidak diketahui dan terjadi pada kedua mata

pada 25% kasus.

Gejala:

 Penglihatan kabur (gejala tersering)

 Nyeri okuli, mata merah, fotofobia, dan sakit kepala

 Endoftalmitis endogen: gejala yang berhubungan dengan infeksi primer

Tanda:

 Penurunan tajam penglihatan

 Edema dan eritema pada kelopak mta

 Hiperemis dan kemosis konjungtiva

 Sekret okuli (sering purulen)

 Kekeruhan dan edema kornea

 Inflamasi pada COA , sering dengan hipopion

 Inflamasi vitreus dan kekeruhan media progresif

 Perdarahan retina yang tersebar dan periflebitis

33
 Endoftalmitis jamur: infiltrate putih yang sering menempel pada iris atau

permukaan kornea posterior dan juga fluffy white fungus ball infiltrate atau

string of pearls pada vitreus

 Demam pada endoftalmitis endogen.

2.8 DIAGNOSIS16

Endoftalmitis merupakan diagnosis klinis yang dibuktikan oleh adanya kultur

cairan intraocular, meskipun hasil kultur yang negative ditemukan pada 30% kasus.

Sampel dapat berasal dari aqueous humor yang diambil melalui aspirasi jarum atau

vitreus humor melalui vitrektomi atau aspirasi jarum. Aspirasi viterus yang diambil

sekitar 0,2-0,3 ml menggunakan jarum 27G dan syringe. Sedangkan vitrekyomi

dilakukan di ruang operasi dengan menggunakan vitrektor 20G. Kanul juga gunakan

terpisah untuk memberikan infuse cairan garam fisiologis untuk mempertahankan

tugror mata dan dapat mendilusi sampel vitreus.

34
Gambar Aspirasi Jarum dan Vitektomi

Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan yaitu B-scan, USG untuk bola

mata. Pemeriksaan ini dapat mengkonfirmasi adanya inflamasi viterus atau retinal

detachment pada kasus viterus tidak dapat dilihat (densitas katarak atau inflamasi

aqueous luas). Vitreus normal menunjukkan echo free, sedangkan pada vitritis akan

terlihat multiple vitreous echoes.7

2.9 DIAGNOSIS BANDING17

 Endoftalmitis post operasi kronik: lens induced uveitis dari material korteks

atau fragmen lensa intravitreal, inflamasi intraokuler akibat gesekan iris

dengan IOL, uveitis-glaucoma-hyphema syndrome, dan Intraocular

lymphoma masquerade syndrome.

35
 Endoftalmitis endogen jamur: toxoplasmic retinochoroiditis, retinitis

sitomegalovirus, coccidioidomycotic choroiditis (AAO Intraocular

inflammation and uveitis).

 Endoftalmitis akut: TASS (Toxic Anterior Segment Syndrome) merupakan

inflamasi post operatif steril akut yang terjadi jika substansi toksik memasuki

COA yang menyebabkan terjadinya inflamasi intraocular yang berat dan

edema kornea.

2.10 TATALAKSANA18

Endophthalmitis adalah keadaan darurat mata dan terapi yang tepat adalah

untuk mempertahankan ketajaman visual.

Medikamentosa

Karena antibiotik diperlukan cepat, tidak perlu menunggu untuk hasil kultur

atau bahkan pemeriksaan gram strain. Meskipun kebanyakan studi, telah menunjukkan

mayoritas hasil isolasi dari infeksi pascaoperasi dan pasca-trauma adalah gram positif.

Vankomisin diterima secara luas sebagai intravitreus untuk cakupan gram positif. studi

menunjukkan bahwa dosis 1,0 mg ditoleransi dengan baik dan tidak beracun di kelinci

model. Sedangkan cakupan intravitreal gram negatif dapat diberikan dengan

aminoglikosida dan β-laktam. Masing-masing memiliki kelebihan dan kerugian.

Aminoglikosida memiliki efek sinergis dengan vankomisin untuk pengobatan

enterococci, tetapi dapat menghasilkan macula infark. Amikasin memiliki risiko yang

minimal dari aminoglikosida lainnya, terutama gentamisin. sefalosporin generasi

ketiga, seperti ceftazidime dapat digunakan sebagai gantinya. Ceftazidime memberikan

36
respon baik untuk organisme gram-negatif tanpa risiko kerusakan retina.

Endophthalmitis jamur diobati dengan intravitreal amfoterisin B (5 mg dalam 0,1 mL),

terapi sistemik juga harus diberikan, tetapi toksisitas ginjal harus dimonitor jika

amfoterisin digunakan.

Peran terapi antibiotik sistemik telah menjadi kontroversi di endophthalmitis

pascaoperasi, tapi tidak ada perbedaan pada hasil akhir untuk ketajaman visual dan

kejernihan media dengan atau tanpa menggunakan antibiotik sistemik untuk

endophthalmitis ekstraksi postcataract akut. Penggunaan antimikroba sistemik ini

adalah wajib pada kasus endophthalmitis endogen dan disesuaikan dengan organisme

menginfeksi. Antibiotik intravitreal diperlukan jika agen menginfeksi telah sampai ke

rongga vitreous.

37
Bedah
Di satu sisi, manajemen bedah endophthalmitis dimulai sebelum infeksi terjadi.

Berhati-hati pada saat teknik operasi untuk meminimalkan luka yang terjadi,

menghindari kehilangan vitreous selama operasi katarak, dan berhati-hati bedah mikro

dalam manajemen luka dan penutupan cedera terbuka bola mata dapat menurunkan

risiko. Setelah endophthalmitis terjadi, pilihan awal terapi utama berpusat metode

intraocular sampel cairan dan respon terhadap terapi. Bedah selanjutnya dalam

perjalanan endophthalmitis mungkin diperlukan untuk mengatasi komplikasi, dengan

atau tanpa intervensi bedah sebelumnya terjadi. Keuntungan vitrectomy terapi awal

termasuk kliring media okular, penghapusan produk bakteri yang berpotensi

berbahaya, pengurangan beban bakteri, dan penghapusan scaffolding vitreous dimana

traksi ablasio retina dapat terjadi. Kerugian meliputi delay dalam pengobatan sampai

waktu ruang operasi yang tersedia, retina iatrogenic lubang atau detasemen, perdarahan

koroid, dan masalah visualisasi segmen posterior di mata yang telah menjalani operasi.

Endophthalmitis kronis yang disebabkan oleh P. acnes sering membutuhkan operasi,

tidak hanya untuk mengkonfirmasi diagnosis tetapi juga untuk menghilangkan bahan

infeksius dari kapsul posterior dengan bersamaan injeksi antibiotik intravitreous,

biasanya vankomisin. Endophthalmitis endogen mungkin memerlukan intervensi

bedah dalam bentuk vitreal, retina, dan / atau biopsi koroid

38
2.11 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi jika proses peradangan mengenai ketiga lapisan

mata (retina, koroid, dan sclera) maka akan mengakibatkan panoftalmitis.

Panoftalmitis merupakan peradangan pada seluruh bola mata termasuk sclera dan

kapsula tenon.

2.12 PROGNOSIS

Pasien sebaiknya selalu dimonitor. Pemeriksaan kultur sebaiknya dilakukan 24-

48 jam. Dari hasil kulturlah kita dapat menentukan kemungkinan keadaan membaik

atau tidak. Pemberian ulang injeksi antibiotik intravitreous dibutuhkan pada keadaan

yang lebih buruk, bisa juga dengan dilakukan pemeriksaan USG untuk memonitor

respon klinik dan mendeteksi terjadinya retinal detachment.

39
BAB 3
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berusia 61 tahun dirawat di bangsal Mata RSUP Dr M

Djamil Padang pada tanggal 13 April 2016. Pasien datang dengan keluhan mata kiri

memutih sejak 2 hari SMRS. Mata kiri memutih pada pasien disebabkan oleh adanya

hipopion (penumpukan pus di COA). Hipopion dapat terjadi akibat adanya inflamasi

intraocular, infeksi, ataupun keganasan. Diketahui bahwa pasien post ECCE+IOL OS

4 hari SMRS. Endoftalmitis merupakan salah satu komplikasi operasi katarak yang

ditakuti, karena prognosisnya yang buruk akibat hilangnya fungsi penglihatan.20

Endoftalmitis ditandai dengan adanya hipopion, penurunan penglihatan, dan vitritis.

Hipopion ditemukan pada 75% pasien dengan endoftalmitis. Terbentuknya pus

merupakan hasil dari pemecahan dan eksudasi sel inflamasi, produk jaringan, dan

mikroorganisme. Hipopion infektif terbentuk jika organism masuk ke mata melalui

pembedahan yang kemudian akan menghasilkan pus pada COA.21,22

Pasien juga mengeluhkan merah dan sakit pada mata kiri. Mata merah dan nyeri

juga merupakan presentasi klinis tersering pada endoftalmitis.21 Mata merah

disebabkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah di mata. Bisa disebabkan karena

injeksi konjungtiva atau melebarnya arteri konjungtiva posterior dan injeksi siliar

akibat melebarnya pembuluh darah perikornea (arteri siliaris anterior). Endoftalmitis

ditandai oleh adanya injeksi yang difus disertai kemosis yang hebat.19,23

40
Pada pemeriksaan oftalmologi mata kiri didapatkan visus tanpa koreksi 1/∞

proyeksi salah. Visus 1/~ proyeksi salah atau 0 bisa diakibatkan oleh kelainan pada

retina, nervus optikus, atau system saraf pusat. Visus pada pasien ini sangat menurun

disebabkan karena endoftalmitis yang peradangannya sudah melibatkan retina.

Edema pada kelopak mata dapat diklasifikasikan menjadi edema inflamasi,

solid, dan pasif. Pada endoftalmitis, yang mana terjadi inflamasi pada okuli dapat

menyebabkan edema kelopak mata.5

Pada kornea didapatkan adanya edem dan hecting yang positif. Riwayat operasi

pada pasien menyebabkan gangguan integritas struktur bola mata. Edem kornea terjadi

karena adanya gangguan pada pompa endotel. Fungsi endotel kornea adalah sebagai

barier aquos humor dan pompa metabolic, yang apabila terjadi trauma atau reaksi

inflamasi dapat menyebabkan insufisiensi pompa endotel sehingga terjadi excess cairan

ke daerah stroma.

Peningkatan TIO disebabkan karena adanya hambatan aliran aquos humor

akibat sel inflamasi yang menyumbat trabecular meshwork. Pada endoftalmitis

umumnya tidak ditemukan keterbatasan dalam gerakan bola mata. Namun apabila

peradangan sudah mencapai rongga orbita (adneksanya) dapat menyebabkan gangguan

dalam gerakan bola mata.18

Pasien telah menderita DM selama 15 tahun dan dalam kondisi tidak terkontrol.

Pasien DM diketahui memiliki respon imun selular dan humoral yang suboptimal,

gangguan fungsi bakterisidal neutrofil, dan perubahan pada tear film yang mana

41
merupakan barier imunologi pertama pada system ocular. Anomali ini menyebabkan

lambatnya penyembuhan defek epithelial yang dapat menyebabkan endoftalmitis post

operasi akut.24

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien didiagnosis endoftalmitis

post ECCE+IOL OS dan didiagnosis banding dengan panoftalmitis OS. Pada pasien

diberikan Cefoperazone 2 x 1 gr IV, Ceftazidine ed dan Lfx ed (pulse therapy), Glaucon

4x1/2, Aspar K 2x1, Asam mefenamat 3x500mg, dan SA ed 2 x 1 OS.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. J. Sebag; The vitreus, in Adler’s physiology of the Eye, 10 th ed. Mosby,

Missouri.2002;293-313.

2. James W. Karesh; Topographic anatomy of the eye; an overview, in: Duane’s

clinical ophthalmology on CD-Rom, Lippincott Williams & Wilkins, 2003.

3. Snell RS and Lemps MA; Clinical anatomy of the eye, 2 nd Ed. Blackwell science,

London, 1998; 2-207

4. Vaughan DG, Asburg T, Paul Riodan-Eva. Anatomi and Embriologi of The Eye in

:General Ophthalmology. 16th Edition. Mc. Graw Hill Companies. USA. 2004: 5-

6, 25-7

5. A K Khurana; Comprehensive Ophthalmology, 4 Ed,New Age International

Limited, New Delhi India, 2007; 243-8 Lang G K; Ophthalmology A Short

textbook, Thieme, Stuttgart New York, 2000; 280-81

6. Holekamp MN; The Vitreous Gel: More than Meets the Eye, In American Journal

of ophthalmology, Elsevier Inc, 2010; 149:32-6

7. America Academy of Opthalmology. Retina and Vitreous section 12 . 2011-2012 ;

7-11.

8. Callegan MC, Elenbert M, Parke DW. Bacterial endophthalmitis: Epidemiology,


therapeutics, and bacterialhost interactions. Clin Microbiol Rev 2002;15:1:111-24.
9. Cooper Ba, Holekamp Nm, Bohigian G, Thompson PA. Case- control study of
endophthalmitis after cataract surgery comparing scleral and corneal wounds. Am
J Ophtalmol 2003; 136: 300-5.
10. Gans RE, Pearson RlL, Yanoff M, Anderson RB. Endophthalmitis. Elsevier. 2011

43
11. Travis A. Meredith, J. Niklas U. Infectious Endophthalmitis. Elsavier. 2013:
5(122) :2019-39
12. Kresloff MS, Castellarin AA, Zarbin MA. Endophthalmitis. Surv Ophthalmol
1998:43:193-224
13. Hatch WV, Cernat G, Wong D, Devenyi R, Bell CM. Risk factors for acute
endophthalmitisafter cataract surgery: a population-based study. Ophthalmology
2009;116(3):425-30.
14. Miller JJ,Scott IU, Flynn HW. Endophthalmitis caused by Streptococcus
pneumoniae. Am JOphtalmol 2004; 138:2:231-6
15. Smith MA, Sorenson JA, D'Aversa G, Mandelbaum S, Udell I, Harrison
W. Treatment of experimental methicillin-resistant Staphylococcus
epidermidis endophthalmitis withintravitreal vancomycin and intravitreal
dexamethasone.J Infect Dis 1997; 175(2):462-6.
16. Durand ML. Endophthalmitis. Clinical Microbiology Infection. 2013; 19: 227-34
17. American Academy of Ophthalmology. Endophthalmitis. Sectin Intraocular
Inflamation and Uveitis. 2014-2015:269-73
18. Yanoff M Duker J. Infectious causes of Uveitis-bacterial. Section 3.2009 : 817-18
19. Ilyas, S.H. Ilmu penyakit mata. Edisi ketiga. Jakarta, Balai Penerbit FKUI, 2006;
175-8
20. American Academy Ophthalmology. Lens and Cataract. Section 11. 2014-2015:
179-81
21. Kampik A dan Kernt M. Endophthalmitis: Pathogenesis, Clinical Presentation,

Management, and Perspective. Clinical Ophthalmology. 2010; 4: 121-35

22. Ramsay A dan Lightman S. Hypopyon Uveitis. Survey Ophthalmology. Elsevier.

2001; 46:1-18

23. Graham RH. Red Eye. Medscape. 2016 diakses pada tanggal 26 April 2016 jam

23.56

44
24. El-Mollayess GM, Saadeh JS, dan Salti HI. Exogenous Endophthalmitis in Diabetic
Patient: A Systemic Review. ISRN Ophthalmology.2012

45

Anda mungkin juga menyukai