Oleh :
Edwin Danie Olsa 1740312205
Ulfayanti Syahmar 1740312091
Pembimbing :
dr. Amel Yannis, Sp.KJ (K)
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik.Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.1,2
2.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.4
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue.Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan
flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis, dan West nile virus.1,4
2.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat
dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989-1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa
hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD
cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1,2
3
Beberapa tahun terakhir, kasus demam berdarah dengue (DBD) seringkali
muncul di musim pancaroba, khususnya bulan Januari di awal tahun seperti
sekarang ini.Karena itu, masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DBD,
mengenali tanda dan gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi
dengan baik. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641
diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang
dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.5
2.4 Patogenesis
4
kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume
plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.6,7
5
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.
Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan,
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6,7
6
atau sindrom syok dengue (SSD).Pada umumnya pasien mengalami fase demam
selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini
pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan
jika tidak mendapat pengobatan adekuat.1,2,4
2.6 Diagnosis
Demam dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia/atralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
- Leukopenia
- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama
7
Sindrom syok dengue (SSD).
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan
manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<= 20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah.
Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru.Diagmosis pasti didapatkan dari hasil
isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue
dengan teknik RT-PCR.
Pemeriksaan labor yang dapat diperiksa antara lain:
- Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosist) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
- Ttombosit: umunya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
- Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit >= 20% dari hematokrit awal, umumnya pada hari
ke-3 demam.
- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTTm fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah
- Protein.albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
- SGOT/SGPT dapat meningkat
- Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
- Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan
8
- Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah
- Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
- IgM: terdeteksi mulai dari hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari
9
2.9 Tatalaksana
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan
divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik
FKUI telah membuat 5 protokol penanganan DBD pada pasien dewasa yang
diharapkan praktis dalam pelaksanaanya, efektif, serta efisien.
2.9.1. Penatalaksanaan Di Unit Gawat Darurat
Protokol pertama pada bagan di bawah ini dapat menggambarkan
bagaimana pasien dengan keluhan seperti pada DBD jika datang ke unit gawat
darurat dapat dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit, lalu ditatalaksana
sesuai hasil pemeriksaannya.
10
rehidrasi oral.
c. Impending syok / syok.
2.9.4. Prinsip umum terapi cairan pada DHF:5
a. Kristaloid isotonik dapat digunakan pada periode kritis kecuali pada anak
usia <6
bulan dapat diberikan NaCl 0,45%.
b. Cairan koloid hiper-onkotik (osmolaritas >300 mOsm/l) seperti dextran 40
atau strach solutions mungkin dapat diberikan pada pasien dengan
kebocoran plasma masif, dan pada pasien yang tidak respon dengan
pemberian kristaloid volume minimum. Cairan iso-onkotik seperti plasma
dan hemaccel mungkin tidak efektif.
c. Volume maintanens +5% dari dehidrasi harus diberikan untuk
mempertahankan volume dan sirkulasi intravaskuler.
d. Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 48 jam pada pasien
yang mengalami syok. Namun, pada pasien yang tidak mengalami syok,
durasi terapi cairan intravena lebih lama namun tidak melebihi 72 jam.
e. Pada pasien obesitas, penghitungan cairan harus berdasarkan berat badan
ideal (Tabel 3.1)
Tabel 3.1: kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal5
11
Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositoopenia.ini dapat
dipertimbangakan untuk dewasa dengan hipertensi dan trombositopenia yang
berat (10000 sel/mm3 ).5
12
Gambar 2.5 Skema alur penggantian volume cairan pada pasien DSS5
13
Gambar 2.6. Pemberian Cairan pada Pasien Suspek DBD di Ruang Rawat
Apabila pada pemeriksaan darah ditemukan kenaikan hematokrit >20%
menandakan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebesar 5%. Pada keadaan ini
untuk mencegah terjadinya syok, maka perlu dilakukan pemberian cairan lebih
dengan kontrol lebih ketat pada pasien. Pada keadaan ini dilakukan terapi cairan
kristaloid dengan 6-7ml/kgBB sampai 3 – 4 jam pemberian cairan. Setelah itu
apabila ada perbaikan cairan dapat diturunkan menjadi 5ml/kgBB.
Namun apabila terjadi keadaan tetap sama atau perburukan yang ditandai
dengan hematokrit dan frekuensi nadi meningkat, penurunan tekanan nadi
menjadi < 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan cairan
infusnya menjadi 10 ml/kgBB/jam. Bila dalam dua jam kemudian keadaan
membaik, maka kita dapat menurunkan cairan kembali ke 5 ml/kgBB. Sekali lagi
jika terjadi perburukan kita dapat menaikkan cairan menjadi 15ml/kgBB/jam.
Namun apabila ditemukan tanda-tanda syok, segera kita tidak dapat memakai
protokol ini, namun lanjut kepada protokol penatalaksanaan DSS, akan dibahas
pada protokol 5.
14
Secara ringkas agar dapat lebih mudah dimengerti penatalaksanaan DBD
dengan hematokrit meningkat >20% dapat kita perhatikan pada skema di bawah
ini:
15
Kondisi paling berat pada kasus DBD dan paling banyak menyebabkan
kematian adalah demam berdarah dengue dengan syok yang disebut dengan
sindroma syok dengue (SSD). Kondisi ini sepuluh kali lebih beresiko
menyebabkan kematian dibandingkan dengan demam berdarah dengue lainnya.
Oleh karenanyakondisi ini sedapat mungkin dicegah dengan melakukan
asessment yang baik dan penatalaksanaan yang tepat sesuia protokolnya.
Pada klasifikasi WHO 1997 yang masih umum dipakai dalam diagnosa
klinis saat ini, DBD derajat III dan IV disebut juga sebagai SSD. Seperti syok
pada umumnya, pada SSD hal pertama yang harus ditatalaksana pada pasien
dengan SSD adalah menatalaksana syoknya dengan mengganti kehilangan
volume intravaskular. Pilihan pertama pada terapi SSD masih tetap menggunakan
kristaloid dengan guyur 10 – 20ml/kgBB/jam, dipantau setelah 30 menit
pemberian. Bila terjadi perbaikan maka diteruskan pemberian cairan kristaloid
dengan jumlah 7ml/kgBB/jam. Selanjutnya dapat lebih jelas kita lihat tahapan
penatalaksanaan SSD pada skema di bawah ini :
16
Gambar2.8. Tatalaksana Syndroma Syoke Dengue pada Dewasa
1. Grup A
Pasein dengan konsentrasi hemtokrit yang stabil dan tidak ada tanda-
tanda bahaya yang dapat memperberat keadaan pasien.
Tatalaksana pada pasien ini adalah:
- Minum yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang oleh
karena demam dan muntah.
17
- Berikan paracetamol untuk atasi demam tinggi disertai dengan
kompres air hangat.
2. Grup B
Pasien dengan tanda-tanda bahaya dengan adanya keadaan yang
memperberat demam atau membutuhkan tatalaksana lanjut seperti
hamil, bayi, usia tua, obesitas, diabetes, hipertensi, gagal jantung,
gagal ginjal, anemia dll.
Penggantian cairan secara cepat pada pasien dengan tanda bahaya ini
adalah kunci pencegahan progresifitas dari DBD seelum masuk ke fase
syok.
3. Grup C
Pasien dengan demam berat yang butuh tatalaksana segera karena
mereka dalam fase yang kritis oleh karena perdarahan yang hebat,
kerusakan organ yang berat.
2.9.9 Pencegahan
Perlu diberikan penjelasan dengan baik mengenai penyakit yang diderita
pasien agar pasien dan keluarga serta orang-orang di lingkungan sekitar tergerak
untuk melakukan intervensi terhadap lingkungan yang menjadi sumber penularan
DBD. Memberantas tempat peranakan nyamuk Aedes aegypti dengan melakukan
3M Plus yaitu menutup, menguras, dan menimbun. Menguras bak
mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng
bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus
ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang
tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras,
adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat
penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3)
18
Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)
Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam
rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan
terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena meningkatnya curah
hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular
DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada
saat musim penghujan. Selain PSN 3M Plus, sejak Juni 2015 Kemenkes sudah
mengenalkan program 1 rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat Demam Berdarah Dengue.
Gerakan ini merupakan salah satu upaya preventif mencegah Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk negara sampai ke pintu rumah.
19
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
• Nama : Nn. N
• Usia / Tanggal Lahir : 9 tahun / 24-03-2000
• Jenis Kelamin : Perempuan
• No.RM : 54047
• Alamat : Gunung Pangilun
• Status : Belum Menikah
• Pekerjaan : Pelajar
• Agama : Islam
• Suku : Minang
• Tanggal berobat : 15 Maret 2019
3.2 Anamnesis
2 Keluhan utama
Demam sejak 4 hari yang lalu.
3.3 Riwayat penyakit sekarang
Demam sejak 4 hari yang lalu dan tidak kunjung sembuh setelah minum
obat PCT sehingga pasien berobat ke Puskesmas Alai. Demam dirasakan
tinggi, disertai sakit kepala, tidak disertai keringat malam, terus menerus,
dan tidak menggigil.
Mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu, muntahan berupa apa yang
dimakan, muntah 2x/hari. Sekali muntah kira-kira 1/2 gelas kecil.
Penurunan nafsu makan (+) sejak 4 hari yang lalu
Badan letih disertai nyeri dan pegal pada sendi ada sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit
Perdarahan gusi ada 1 hari yang lalu
Bintik-bintik merah pada kulit tidak ada
Nyeri ulu hati ada sejak 2 hari yang lalu
BAB hitam tidak ada
20
BAB dan BAK saat ini biasa, tidak ada keluhan
Nyeri sendi dan nyeri saat mata melirik ke samping disangkal.
Tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemik malaria
21
Anemis : tidak ada
Kulit : Teraba hangat, warna sawo matang, turgor baik, ptekie (+)
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di
leher, submandibula, supraklavikula, infraklavikula,
aksila, dan inguinalis.
Kepala : Bentuk normochepali, simetris, rambut hitam,
lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Mimisan (-)
Mulut : Caries (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
Leher : JVP (5-2) cmH2O
Thoraks : Bentuk dada normochest, simetris
Paru
I : Statis : simetris kanan dan kiri
Dinamis : simetris kanan dan kiri
P : Fremitus kanan = kiri, normal
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Suara nafas vesikuler di kedua lapangan paru,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus codis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
P : Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan LSD, batas jantung kiri
1 jari medialLMCS RIC V
A: HR = 85 x/menit, irama reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : distensi (-)
P: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepar (-)
22
P : timpani
A: Bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ada kelainan, NT (-), NK CVA (-)
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Anus dan Rektum : Tidak diperiksa
Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-/-), CRT > 2 detik, Rumple
Leed (+)
Ekstremitas bawah : Nyeri sendi (+/+), akral hangat, edema (-/-), CRT
< 2 detik, ptekie (+)
Farmakologis
IVFD RL 20 tpm
Inj Ranitidin 2 x 1 ampul
Paracetamol 3 x 500 mg
Curcuma 3 x 1 tab
3.6 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam
23
BAB IV
DISKUSI
24
oleh pirogen, baik endogen yang berasal dari dalam tubuh sendiri maupun
eksogen, seperti bakteri, virus, jamur.
Pola demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.Pada pasien
ini didapatkan demam tinggi tiba-tiba, terus menerus, namun hanya disertai
menggigil, dan berkeringat. Hal tersebut dapat menyingkirkan kemungkinan
demam akibat bakteri yang biasanya tidak menyebabkan demam yang sangat
tinggi, demam tifoid yang biasanya akan terjadi peningkatan suhu terutama pada
sore dan malam hari, juga malaria yang demamnya bersifat intermitten atau hilang
timbul. Pada pemeriksaan suhu hari kelima demam turun.Pola demam pada pasien
ini menyerupai pola pelana kuda atau bifasik yang banyak ditemukan pada
demam dengue.Fase ini dinamakan febril phase dimana biasanya disertai dengan
nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, mual, dan muntah (WHO, 2009).
Pada hari keempat, terhitung dari demam yang dirasakan pasien, timbul
ruam kemerahan pada tubuh pasien terutama pada lengan. Gejala ini khas pada
demam dengue dengan manifestasi perdarahan. Pada fase ini sesuai dengan
kriteria WHO pasien memasuki fase kritis yang ditandai dengan demam yang
turun dengan kisaran suhu 37,5 – 38°C (Gambar 4.1). Pada fase ini mucul tanda
khas DBD berupa perdarahan mulai dari yang ringan seperti petekie, ruam,
perdarahan mukosa, hingga syok sebagai manifestasi paling berat. Pada pasien
tidak ditemukan gejala perdarahan spontan dengan hasil laboratorium
menunjukkan jumlah tombosit 130.000/mm3 dengan nilai hematokrit 40%, serta
disertai hasil pemeriksaan rumple leed (+) maka pasien didiagnosa dengan DHF
grade 1.
25
Gambar 4.1 Grafik perjalanan klinis infeksi dengue
Trombositopenia diduga disebabkan oleh depresi fungsi megakariosit dan
peningkatan destruksi trombosit. Peningkatan destruksi trombosit disebabkan oleh
virus dengue, komponen aktif system komplemen, kerusakan sel endotel dan
aktivasi system pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DHF. Oleh karena itu perdarahan pada pasien ini
ditegakan sebagai diastasis hemoragic ec trombositopenia.
Pasien dirujuk ke RS Ibnu Sina utuk pemeriksaan laboratorium dan
tatalaksana lebih lanjut. Pada pasien akan dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
fungsi homeostasis, ananlisa gas darah, serta kimia klinik darah.
Tujuan terapi cairan pada DBD adalah untuk mengganti cairan. Pada
pasien ini direncanakan dilakukan pemberian cairan kristaloid berupa IVFD RL
20 tpm sesuai dengan rumus 1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)} maka didapatkan
dengan kebutuhan cairan pasien ini adalah 2100 cc. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan darah lengkap, fungsi homeostasis, ananlisa gas darah, serta kimia
klinik darah.
Selain itu penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi
simptomatis, karena DHF merupakan infeksi virus /self limited disease, maka
26
terapi spesifik untuk DHF ini tidak ada. Demam pada pasien diatasi dengan
pemberian paracetamol 3x500 mg.Pemberian ranitidin untuk menghilangkan
gejala nyeri ulu hati pada pasien dan mual muntah pasien. Ranitidin merupakan
obat golongan antagonis reseptor H2 (ARH2). Reseptor histamin berada pada
lapisan basolateral dan sel parietal. Adanya histamin pada reseptor H2 akan
mengaktivasi adenilsiklase dan terjadi peningkatan konsentrasi cAMP.
Peningkatan konsentrasi cAMP akan mengaktivasi pompa proton pada sel parietal
untuk mengsekresi ion H menggantikan posisi ion K. ARH2 secara selektif dan
kompetitif menghambat peningkatan histamin pada reseptor H2, dan terjadi
penurunan konsentrasi cAMP sehingga sekresi ion H berkurang.
Selain terapi medikamentosa atau farmakologis, terapi lain yang diberikan
pada pasien adalah pasien diistirahatkan guna mecegah adanya benturan yang
berakibat pada perdarahan. Diet ML berguna untuk mencegah terjadinya
perdarahan saluran cerna yang bermakna. Selain itu pada pasien dipasangkan
catheter urin untuk memantau ballance cairan yang diberikan.
Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
serologis IgM dan IgG anti dengue. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis DBD.Mengetahui apakah sakit kali ini merupakan sakit
yang pertama atau merupakan sakit yang kedua.Sesuai literatur antibodi pada
infeksi primer memang dapat melindungi pasien dari infeksi serotype lain dengue
namun tidak betahan lama, hanya berkisar dua hingga tiga bulan saja
(WHO,2009). Namun pada pasien ini belum dapat dilakukan pemerikaan ini oleh
karena keterbatasan ketersediaan pemeriksaan.
Prognosis pada Dengue Hemorrhagic Feverditentukan dari beberapa
faktor yaitu umur pasien, seberapa cepat mengenali kebocoran plasma, ada atau
tidaknya tanda-tanda bahaya DHF dan apakah sudah terdapat komplikasi dimana
paling sering adalah DSS. Dengan deteksi dini pada kebocoran plasma yang baik
maka pengobatan atau terapi cairan yang adekuat dan pengobatan suportif yang
baik dapat diberikan sehingga dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan
akibat DHF. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam dan quo ad
fungsionam dubia ad bonam.
27
Setelah satu hari rawatan pasien mengalami perbaikan secara klinis.
Namun pasien akan terus dirawat dan dipantau klinis secara ketat dan
laboratorium setiap harinya.
Penjelasan bahwa penyakit ini menular dengan perantaraan nyamuk dan
manusia itu sendiri perlu diberikan penjelasan dengan baik agar pasien dan
keluarga serta orang-orang di lingkungan sekitar tergerak untuk melakukan
intervensi terhadap lingkungan yang menjadi sumber penularan DBD.
Memberantas tempat peranakan nyamuk Aedes aegypti dengan melakukan 3M
Plus yaitu menutup, menguras, dan menimbun. Menguras bak
mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng
bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus
ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang
tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras,
adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat
penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3)
Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)
Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam
rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan
terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena meningkatnya curah
hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular
28
DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada
saat musim penghujan. Selain PSN 3M Plus, sejak Juni 2015 Kemenkes sudah
mengenalkan program 1 rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat Demam Berdarah Dengue.
Gerakan ini merupakan salah satu upaya preventif mencegah Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk negara sampai ke pintu rumah.
29
DAFTAR PUSTAKA
30