Anda di halaman 1dari 30

Case Report Session

DENGUE HEMORRHAGIC FEVER (DHF)

Oleh :
Edwin Danie Olsa 1740312205
Ulfayanti Syahmar 1740312091

Pembimbing :
dr. Amel Yannis, Sp.KJ (K)

FOME III PUSKESMAS ALAI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue


haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik.Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.1,2
Demam dengue merupakan suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
infeksi virus dengue oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan
mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4, melalui
perantara gigitan vektor nyamuk Aedes aegypti (Stegomiya aegypti) atau Aedes
albopictus (Stegomiya albopictus).3
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat
dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989-1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa
hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD
cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1,2,4
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue
atau sindrom syok dengue (SSD).Pada umumnya pasien mengalami fase demam
selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini
pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan
jika tidak mendapat pengobatan adekuat.1,2

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Demam dengue/DF dan demam berdarah dengue/DBD (Dengue
haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik.Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai dengan
peningkatan hematokrit atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok.1,2

2.2 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106.4
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah
dengue.Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan
serotipe terbanyak. Terdapat reaksi silang antara serotipe dengue dengan
flavivirus lain seperti Yellow fever, Japanese encephalitis, dan West nile virus.1,4

2.3 Epidemiologi
Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik barat
dan Karibia.Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh
wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000
penduduk (1989-1995); dan pernah meningkat tajam saat kejadian luar biasa
hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedangkan mortalitas DBD
cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1,2

3
Beberapa tahun terakhir, kasus demam berdarah dengue (DBD) seringkali
muncul di musim pancaroba, khususnya bulan Januari di awal tahun seperti
sekarang ini.Karena itu, masyarakat perlu mengetahui penyebab penyakit DBD,
mengenali tanda dan gejalanya, sehingga mampu mencegah dan menanggulangi
dengan baik. Pada tahun 2014, sampai pertengahan bulan Desember tercatat
penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia sebanyak 71.668 orang dan 641
diantaranya meninggal dunia. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan tahun
sebelumnya, yakni tahun 2013 dengan jumlah penderita sebanyak 112.511 orang
dan jumlah kasus meninggal sebanyak 871 penderita.5

Penularan infeksi dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes


(terutama A. aegepty dan A. albocpitus).Peningkatan kasus setiap tahunnya
berkaitan dengan sanitasi lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan
nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan
tempat penampungan air lainnya).1,2

2.4 Patogenesis

Patogenesis demam berdarah dengue (DBD) dan dengue shock syndrome


(DSS) masih merupakan masalah yang kontroversial.Dua teori yang banyak
dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary heterologous infection)
dan hipotesis immune enhancement.Halstead menyatakan mengenai hipotesis
secondary heterologous infection.Pasien yang mengalami infeksi berulang dengan
serotipe virus dengue yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD atau DSS. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya
akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan membentuk kompleks
antigen antibodi kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag. Sifat antibodi yang heterolog menyebabkan virus
tidak dinetralisirkan oleh tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam
sel makrofag (respon antibodi anamnestik).6,7

Dalam waktu beberapa hari terjadi proliferasi dan transformasi limfosit


dengan menghasilkan titer tinggi antibodi IgG anti dengue. Terbentuknya virus

4
kompleks antigen-antibodi mengaktifkan sistem komplemen (C3 dan C5),
melepaskan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
pembuluh darah sehingga plasma merembes ke ruang ekstravaskular. Volume
plasma intravaskular menurun hingga menyebabkan hipovolemia hingga syok.6,7

Hipotesis kedua antibody dependent enhancement (ADE), suatu proses


yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi virus dengue di dalam sel
mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap infeksi tersebut, terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitaspembuluh darah, sehingga mengakibatkan perembesan plasma
kemudian hipovolemia dan syok. Perembesan plasma ini terbukti dengan adanya,
peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan terdapatnya cairan
di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites). Virus dengue dapat mengalami
perubahan genetik akibat tekanan sewaktu virus mengadakan replikasi baik pada
tubuh manusia maupun pada tubuh nyamuk. Ekspresi fenotipik dari perubahan
genetik dalam genom virus dapat menyebabkan peningkatan replikasi virus dan
viremia, peningkatan virulensi dan mempunyai potensi untuk menimbulkan
wabah.6,7

Kompleks antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga


menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi sistem koagulasi melalui
kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan menyebabkan
perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi sebagai akibat dari perlekatan
kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin di phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini
akan menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial system)
sehingga terjadi trombositopenia. Kadar trombopoetin dalam darah pada saat
terjadi trombositopenia justru menunjukkan kenaikan sebagai mekanisme
kompensasi stimulasi trombopoesis saat keadaan trombositopenia. Agregasi
trombosit ini akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular diseminata),
ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen degradation product) sehingga
terjadi penurunan faktor pembekuan.6,7

5
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit,
sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi baik.
Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hageman
sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga memacu peningkatan
permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan
masif pada DBD diakibatkan oleh trombositopenia, penurunan faktor pembekuan,
kelainan fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.6,7

Gambar 3.Perjalanan penyakit infeksi dengue.

2.5 Gambaran klinis


Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue

6
atau sindrom syok dengue (SSD).Pada umumnya pasien mengalami fase demam
selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini
pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai risiko untuk terjadi renjatan
jika tidak mendapat pengobatan adekuat.1,2,4

2.6 Diagnosis
Demam dengue (DD) merupakan penyakit demam akut selama 2-7 hari, ditandai
dengan dua atau lebih manifestasi klinis sebagai berikut:
- Nyeri kepala
- Nyeri retro-orbital
- Mialgia/atralgia
- Ruam kulit
- Manifestasi perdarahan (ptekie atau uji bendung positif)
- Leukopenia
- Pemeriksaan serologi dengue positif, atau ditemukan pasien DD/DBD
yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu yang sama

Demam berdarah dengue (DBD) berdasarkan kriteria WHO 1997 diagnosis


DBD ditegakkan bila semua hal di bawah ini dipenuhi:
- Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari
- Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji bendung
positif; ptekie, ekimosis, purpura; perdarahan mukosa (epistaksis atau
perdarahan gusi); hematemesis atau melena
- Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ul)
- Terdapat minimal satu tanda-tanda plasma leakage (kebocoran plasma)
sebagai berikut:
- peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar sesuai umur dan
jenis kelamin
- Penurunan hematokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya
- Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites, atau
hipoproteinemia

7
Sindrom syok dengue (SSD).
Seluruh kriteria di atas untuk DBD disertai kegagalan sirkulasi dengan
manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (<= 20 mmHg),
hipotensi dibandingkan standar sesuai umur, kulit dingin dan lembab serta
gelisah.

Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif
disertai gambaran limfosit plasma biru.Diagmosis pasti didapatkan dari hasil
isolasi virus dengue (cell culture) ataupun deteksi antigen virus RNA dengue
dengan teknik RT-PCR.
Pemeriksaan labor yang dapat diperiksa antara lain:
- Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relatif (>45% dari total leukosist) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) >15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.
- Ttombosit: umunya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
- Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya
peningkatan hematokrit >= 20% dari hematokrit awal, umumnya pada hari
ke-3 demam.
- Hemostasis: dilakukan pemeriksaan PT, APTTm fibrinogen, D-Dimer,
atau FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah
- Protein.albumin: dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
- SGOT/SGPT dapat meningkat
- Ureum, kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal
- Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan

8
- Golongan darah dan cross match (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah
- Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue
- IgM: terdeteksi mulai dari hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari

2.7 Diagnosa banding


Tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis

2.8 Derajat infeksi virus dengue


Klasifikasi derajat penyakit infeksi virus dengue
DD/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih Leukpenia
tanda: sakit kepala, nyeri Trombositopenia, tidak
retro orbital, mialgia, atralgia ditemukan bukti
kebocoran plasma
DBD I Gejala di atas ditambah uji Trombositopenia
bendung positif (<100.000/ul), bukti ada
kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas ditambah Trombositopenia
perdarahan spontan (<100.000/ul) bukti ada
kebocoran plasma
DBD III Gejala di atas ditambah Trombositopenia
kegagalan sirkulasi (kulit (<100.000/ul) bukti ada
dingin dan lembab serta kebocoran plasma
gelisah)
DBD IV Syok berat disertai dengan Trombositopenia
tekanan darah dan nadi tidak (100.000/ul) bukti ada
teratur kebocoran plasma

9
2.9 Tatalaksana
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan
divisi Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik
FKUI telah membuat 5 protokol penanganan DBD pada pasien dewasa yang
diharapkan praktis dalam pelaksanaanya, efektif, serta efisien.
2.9.1. Penatalaksanaan Di Unit Gawat Darurat
Protokol pertama pada bagan di bawah ini dapat menggambarkan
bagaimana pasien dengan keluhan seperti pada DBD jika datang ke unit gawat
darurat dapat dilakukan pemeriksaan Hb, Ht, dan trombosit, lalu ditatalaksana
sesuai hasil pemeriksaannya.

Gambar 2.4 Penanganan Pasien Tersangka DBD Tanpa Syok

2.9.2. Tatalaksana Cairan Pada Pasien DHF


Protokol kedua adalah pemberian cairan pada tersangka DBD di ruang
rawat. Pada protokol ini dijelaskan bahwa pasien suspek DBD tanpa adanya
manifestasi perdarahan spontan dan masif, serta tanpa tanda-tanda syok diberikan
cairan kristaloid di ruang rawat inap.
2.9.3. Indikasi pemberian cairan intravena, antara lain:5
a. Apabila intake cairan peroral tidak adekuat atau muntah
b. Ketika hematokrit meningkat secara kontinyu 10-20% meskipun telah
diberikan

10
rehidrasi oral.
c. Impending syok / syok.
2.9.4. Prinsip umum terapi cairan pada DHF:5
a. Kristaloid isotonik dapat digunakan pada periode kritis kecuali pada anak
usia <6
bulan dapat diberikan NaCl 0,45%.
b. Cairan koloid hiper-onkotik (osmolaritas >300 mOsm/l) seperti dextran 40
atau strach solutions mungkin dapat diberikan pada pasien dengan
kebocoran plasma masif, dan pada pasien yang tidak respon dengan
pemberian kristaloid volume minimum. Cairan iso-onkotik seperti plasma
dan hemaccel mungkin tidak efektif.
c. Volume maintanens +5% dari dehidrasi harus diberikan untuk
mempertahankan volume dan sirkulasi intravaskuler.
d. Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 48 jam pada pasien
yang mengalami syok. Namun, pada pasien yang tidak mengalami syok,
durasi terapi cairan intravena lebih lama namun tidak melebihi 72 jam.
e. Pada pasien obesitas, penghitungan cairan harus berdasarkan berat badan
ideal (Tabel 3.1)
Tabel 3.1: kebutuhan cairan berdasarkan berat badan ideal5

Pemberian cairan intravena harus disesuaikan dengan keadaan klinis.


Tabel berikut menunjukkan perbedaan cairan dewasa dan anak-anak untuk
maintenance.
Tabel 3.2: Perbedaan cairan dewasa dan anak-anak untuk maintenance5

11
Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositoopenia.ini dapat
dipertimbangakan untuk dewasa dengan hipertensi dan trombositopenia yang
berat (10000 sel/mm3 ).5

2.9.5. Tatalaksana DHF Grade I dan II


Secara umum cairan (oral + IV) diberikan maintenens (untuk 1 hari) +
defisit 5% (oral dan iv bersamaan), yang diberikan selama 48 jam. Contohnya
pada anak dengan berat badan 20 kg, defisit 5% adalah 50 ml/kg x 20 = 1000 ml.
Cairan maintenensnya adalah 1500 ml untuk satu hari, sehingga total caian yang
diberikan 2500 ml yang harus diberikan lebih dari 48 jam pada pasien non-syok.5
Tingkat penggantian cairan IV harus disesuaikan dengan tingkat kehilangan
plasma, gejala klinis, tanda-tanda vital, urin output, dan hematokrit.

2.9.6. Tatalaksana Syok pada DHF Grade III


DSS adalah syok hipovolemik yang disebabkan oleh kebocoran plasma
dan ditandai dengan peningkatan resistensi vaskuler sistemik, tekanan nadi yang
menyempit. Ketika terjadi hipotensi, perlu dicurigai adanya perdarahan hebat
yang tidak terlihat, seperti perdarahan gastrointestinal, selain kebocoran. 5
Tatalaksana DSS berbeda dari jenis syok yang lainnya. Sebagian besar
kasus DSS akan merespon pemberian cairan 10 ml/kg, pada anak-anak 300-500
ml, pada dewasa lebih dari 1 jam atau dengan bolus jika perlu.pemeriksaan
laboratorium pada pasien dengan syok atau dengan komplikasi disingkat dengan
ABCS, yaitu : asidosis (gas darah), bleeding (hematokrit), Calcium (elektrolit),
blood sugar.5

12
Gambar 2.5 Skema alur penggantian volume cairan pada pasien DSS5

2.9.7. Tatalaksana Syok pada DHF Grade IV


Resusitasi cairan inisial harus cepat dilakukan pada DHF grade IV yang
bertujuan untuk mengembalikan tekanan darah dengan cepat dan pemeriksaan
laboratorium harus sesegera mungkin dilakukan. Pemberian cairan 10 ml/kg
harus diboluskan secepat mungkin, idealnya dalam 10-15 menit. Jika tekanan
darah sudah normal kembali, maka cairan intravena diberikan sesuai dengan
terapi cairan DHF grade III. Jika syok tidak teratasi dengan pemberian cairan
inisial 10 ml/kg pertama, maka ulangi bolus cairan 10 ml/kg dan hasil
pemeriksaan laboratorium harus secepat mungkin dikoreksi.5

13
Gambar 2.6. Pemberian Cairan pada Pasien Suspek DBD di Ruang Rawat
Apabila pada pemeriksaan darah ditemukan kenaikan hematokrit >20%
menandakan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebesar 5%. Pada keadaan ini
untuk mencegah terjadinya syok, maka perlu dilakukan pemberian cairan lebih
dengan kontrol lebih ketat pada pasien. Pada keadaan ini dilakukan terapi cairan
kristaloid dengan 6-7ml/kgBB sampai 3 – 4 jam pemberian cairan. Setelah itu
apabila ada perbaikan cairan dapat diturunkan menjadi 5ml/kgBB.
Namun apabila terjadi keadaan tetap sama atau perburukan yang ditandai
dengan hematokrit dan frekuensi nadi meningkat, penurunan tekanan nadi
menjadi < 20mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan cairan
infusnya menjadi 10 ml/kgBB/jam. Bila dalam dua jam kemudian keadaan
membaik, maka kita dapat menurunkan cairan kembali ke 5 ml/kgBB. Sekali lagi
jika terjadi perburukan kita dapat menaikkan cairan menjadi 15ml/kgBB/jam.
Namun apabila ditemukan tanda-tanda syok, segera kita tidak dapat memakai
protokol ini, namun lanjut kepada protokol penatalaksanaan DSS, akan dibahas
pada protokol 5.

14
Secara ringkas agar dapat lebih mudah dimengerti penatalaksanaan DBD
dengan hematokrit meningkat >20% dapat kita perhatikan pada skema di bawah
ini:

Gambar 2.7Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Hematokrit >20%


Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa didefenisikan
sebagai perdarahan hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah
diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskezia), saluran kencing (hematuria), perdarahan otak, atau perdarahan
tersembunyi dengan jumlah perdarahan 4 -5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti
ini perlu dilakukan pemantauan ketat sehingga pemeriksaan darah rutin dan
hemostasis dilakukan setiap 4-6 jam. Pemeriksaan hemostasis ditambahkan pada
pemeriksaannya guna mendeteksi adanya KID atau tidak.

15
Kondisi paling berat pada kasus DBD dan paling banyak menyebabkan
kematian adalah demam berdarah dengue dengan syok yang disebut dengan
sindroma syok dengue (SSD). Kondisi ini sepuluh kali lebih beresiko
menyebabkan kematian dibandingkan dengan demam berdarah dengue lainnya.
Oleh karenanyakondisi ini sedapat mungkin dicegah dengan melakukan
asessment yang baik dan penatalaksanaan yang tepat sesuia protokolnya.
Pada klasifikasi WHO 1997 yang masih umum dipakai dalam diagnosa
klinis saat ini, DBD derajat III dan IV disebut juga sebagai SSD. Seperti syok
pada umumnya, pada SSD hal pertama yang harus ditatalaksana pada pasien
dengan SSD adalah menatalaksana syoknya dengan mengganti kehilangan
volume intravaskular. Pilihan pertama pada terapi SSD masih tetap menggunakan
kristaloid dengan guyur 10 – 20ml/kgBB/jam, dipantau setelah 30 menit
pemberian. Bila terjadi perbaikan maka diteruskan pemberian cairan kristaloid
dengan jumlah 7ml/kgBB/jam. Selanjutnya dapat lebih jelas kita lihat tahapan
penatalaksanaan SSD pada skema di bawah ini :

16
Gambar2.8. Tatalaksana Syndroma Syoke Dengue pada Dewasa

2.9.8. Pemilihan Tatalaksana


Terdapat 3 pembagian kelompok tatalaksana berdasarkan gejala klinis dari
pasien.
Grup A ( pasien diperbolehkan rawat dirumah), group B (dirawat dirumah sakit)
dan grup C (pengobatan emergensi).

1. Grup A
Pasein dengan konsentrasi hemtokrit yang stabil dan tidak ada tanda-
tanda bahaya yang dapat memperberat keadaan pasien.
Tatalaksana pada pasien ini adalah:
- Minum yang cukup untuk mengganti cairan yang hilang oleh
karena demam dan muntah.

17
- Berikan paracetamol untuk atasi demam tinggi disertai dengan
kompres air hangat.
2. Grup B
Pasien dengan tanda-tanda bahaya dengan adanya keadaan yang
memperberat demam atau membutuhkan tatalaksana lanjut seperti
hamil, bayi, usia tua, obesitas, diabetes, hipertensi, gagal jantung,
gagal ginjal, anemia dll.
Penggantian cairan secara cepat pada pasien dengan tanda bahaya ini
adalah kunci pencegahan progresifitas dari DBD seelum masuk ke fase
syok.
3. Grup C
Pasien dengan demam berat yang butuh tatalaksana segera karena
mereka dalam fase yang kritis oleh karena perdarahan yang hebat,
kerusakan organ yang berat.
2.9.9 Pencegahan
Perlu diberikan penjelasan dengan baik mengenai penyakit yang diderita
pasien agar pasien dan keluarga serta orang-orang di lingkungan sekitar tergerak
untuk melakukan intervensi terhadap lingkungan yang menjadi sumber penularan
DBD. Memberantas tempat peranakan nyamuk Aedes aegypti dengan melakukan
3M Plus yaitu menutup, menguras, dan menimbun. Menguras bak
mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng
bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus
ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang
tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras,
adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat
penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3)

18
Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)
Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam
rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan
terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena meningkatnya curah
hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular
DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada
saat musim penghujan. Selain PSN 3M Plus, sejak Juni 2015 Kemenkes sudah
mengenalkan program 1 rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat Demam Berdarah Dengue.
Gerakan ini merupakan salah satu upaya preventif mencegah Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk negara sampai ke pintu rumah.

19
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
• Nama : Nn. N
• Usia / Tanggal Lahir : 9 tahun / 24-03-2000
• Jenis Kelamin : Perempuan
• No.RM : 54047
• Alamat : Gunung Pangilun
• Status : Belum Menikah
• Pekerjaan : Pelajar
• Agama : Islam
• Suku : Minang
• Tanggal berobat : 15 Maret 2019

3.2 Anamnesis
2 Keluhan utama
Demam sejak 4 hari yang lalu.
3.3 Riwayat penyakit sekarang
 Demam sejak 4 hari yang lalu dan tidak kunjung sembuh setelah minum
obat PCT sehingga pasien berobat ke Puskesmas Alai. Demam dirasakan
tinggi, disertai sakit kepala, tidak disertai keringat malam, terus menerus,
dan tidak menggigil.
 Mual dan muntah sejak 2 hari yang lalu, muntahan berupa apa yang
dimakan, muntah 2x/hari. Sekali muntah kira-kira 1/2 gelas kecil.
 Penurunan nafsu makan (+) sejak 4 hari yang lalu
 Badan letih disertai nyeri dan pegal pada sendi ada sejak 4 hari sebelum
masuk rumah sakit
 Perdarahan gusi ada 1 hari yang lalu
 Bintik-bintik merah pada kulit tidak ada
 Nyeri ulu hati ada sejak 2 hari yang lalu
 BAB hitam tidak ada

20
 BAB dan BAK saat ini biasa, tidak ada keluhan
 Nyeri sendi dan nyeri saat mata melirik ke samping disangkal.
 Tidak ada riwayat bepergian ke daerah endemik malaria

Riwayat Penyakit Dahulu


- Pasien tidak pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya.
- Riwayat hipertensi (-), riwayat diabetes mellitus (-).
- Riwayat keganasan (-).

Riwayat Penyakit Keluarga


Teman sekelas pasien memiliki keluhan dan gejala yang serupa dengan
pasien

Riwayat Pekerjaan, Faktor Ekonomi, Kejiwaan, dan Kebiasaan


- Pasien adalah seorang pelajar
- Pasien memiliki teman sekelas yang mengalami keluhan yang sama
dengan pasien

3.3 Pemeriksaan Fisik


Keadaan umum
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : composmentis kooperatif
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 85x/menit, reguler, kuat angkat
Pernafasan : 19x/menit
Suhu : 38° C
Tinggi badan : 130 cm
Berat badan : 27 kg
Keadaan gizi : baik
Sianosis : tidak ada
Ikterus : tidak ada
Edema : tidak ada

21
Anemis : tidak ada
Kulit : Teraba hangat, warna sawo matang, turgor baik, ptekie (+)
Kelenjar Getah Bening : Tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening di
leher, submandibula, supraklavikula, infraklavikula,
aksila, dan inguinalis.
Kepala : Bentuk normochepali, simetris, rambut hitam,
lurus, tidak mudah dicabut.
Mata : Edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-)
Telinga : Tidak ada kelainan
Hidung : Mimisan (-)
Mulut : Caries (-), gusi berdarah (-)
Tenggorok : Tonsil T1-T1 tidak hiperemis, faring tidak
hiperemis
Leher : JVP (5-2) cmH2O
Thoraks : Bentuk dada normochest, simetris
Paru
I : Statis : simetris kanan dan kiri
Dinamis : simetris kanan dan kiri
P : Fremitus kanan = kiri, normal
P : Sonor pada kedua lapangan paru
A: Suara nafas vesikuler di kedua lapangan paru,
ronkhi (-/-), wheezing (-/-).
Jantung
I : Ictus cordis tidak terlihat
P : Ictus codis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
P : Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan LSD, batas jantung kiri
1 jari medialLMCS RIC V
A: HR = 85 x/menit, irama reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
I : distensi (-)
P: supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-), nyeri lepar (-)

22
P : timpani
A: Bising usus (+) normal
Punggung : Tidak ada kelainan, NT (-), NK CVA (-)
Alat kelamin : Tidak diperiksa
Anus dan Rektum : Tidak diperiksa
Ekstremitas atas : akral hangat, edema (-/-), CRT > 2 detik, Rumple
Leed (+)
Ekstremitas bawah : Nyeri sendi (+/+), akral hangat, edema (-/-), CRT
< 2 detik, ptekie (+)

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Pemeriksaan Laboratorium: tidak dilakukan di puskesmas

3.5 Diagnosis Kerja


DHF grade II

3.6 Penatalaksanaan : Rujuk ke RS untuk pemeriksaan dan tatalaksana lanjutan


Rencana Tatalaksana di RS
Nonfarmakologis
 Bedrest
 Diet ML
 Pasang catheter/balance cairan

Farmakologis
 IVFD RL 20 tpm
 Inj Ranitidin 2 x 1 ampul
 Paracetamol 3 x 500 mg
 Curcuma 3 x 1 tab

3.6 Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungtionam : dubia ad bonam

23
BAB IV
DISKUSI

Pasien perempuan usia 9 Tahun datang ke Puskesmas Alai pada tanggal 15


Maret 2019 dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu disertai, nyeri kepala,
nyeri ulu hati, mual, muntah, dan gusi berdarah.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.Diagnosis klinis demam berdarah dengue adalah apabila
ditemukan gejala demam tinggi tiba-tiba ditambah dengan adanya 2 / lebih gejala
dan tanda lain, ditambah bukti perembesan plasma dan trombositopenia cukup
untuk menegakkan diagnosis DBD, gejala tersebut antara lain :
 Demam 2 – 7 hari yang timbul mendadak, tinggi, hilang timbul.
 Manifestasi perdarahan baik spontan seperti ptekie, purpura, ekimosis,
epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis, dan atau melena; maupun
berupa uji tourniquet positif
 Nyeri kepala, myalgia, atralgia, nyeri retroorbital.
 Dijumpai kasus DBD baik di lingkungan sekolah, rumah, atau di sekitar
rumah.
 Hepatomegali
 Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala:
- Peningkatan hematocrit, >20% dari Pemeriksaan awal atau dari data
populasi menurut umur.
- Ditemukan adanya efusi pleura, asites.
- Hipoalbuminemia, hipoproteinemia
 Trombositopenia < 100.000/mm3
Dari seluruh kriteria diatas disertai dengan kegagalan sirkulasi dengan manifestasi
nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun, hipotensi dibandingkan standar
umur, kulit dingin dan lembab serta gelisah, maka dapat terjadi komplikasi berupa
syok.
Demam didefinisikan sebagai peningkatan temperatur tubuh lebih dari
37,50 C akibat peningkatan pusat pengatur suhu dihipotalamus yang disebabkan

24
oleh pirogen, baik endogen yang berasal dari dalam tubuh sendiri maupun
eksogen, seperti bakteri, virus, jamur.
Pola demam dapat membantu dalam menegakkan diagnosis.Pada pasien
ini didapatkan demam tinggi tiba-tiba, terus menerus, namun hanya disertai
menggigil, dan berkeringat. Hal tersebut dapat menyingkirkan kemungkinan
demam akibat bakteri yang biasanya tidak menyebabkan demam yang sangat
tinggi, demam tifoid yang biasanya akan terjadi peningkatan suhu terutama pada
sore dan malam hari, juga malaria yang demamnya bersifat intermitten atau hilang
timbul. Pada pemeriksaan suhu hari kelima demam turun.Pola demam pada pasien
ini menyerupai pola pelana kuda atau bifasik yang banyak ditemukan pada
demam dengue.Fase ini dinamakan febril phase dimana biasanya disertai dengan
nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, mual, dan muntah (WHO, 2009).
Pada hari keempat, terhitung dari demam yang dirasakan pasien, timbul
ruam kemerahan pada tubuh pasien terutama pada lengan. Gejala ini khas pada
demam dengue dengan manifestasi perdarahan. Pada fase ini sesuai dengan
kriteria WHO pasien memasuki fase kritis yang ditandai dengan demam yang
turun dengan kisaran suhu 37,5 – 38°C (Gambar 4.1). Pada fase ini mucul tanda
khas DBD berupa perdarahan mulai dari yang ringan seperti petekie, ruam,
perdarahan mukosa, hingga syok sebagai manifestasi paling berat. Pada pasien
tidak ditemukan gejala perdarahan spontan dengan hasil laboratorium
menunjukkan jumlah tombosit 130.000/mm3 dengan nilai hematokrit 40%, serta
disertai hasil pemeriksaan rumple leed (+) maka pasien didiagnosa dengan DHF
grade 1.

25
Gambar 4.1 Grafik perjalanan klinis infeksi dengue
Trombositopenia diduga disebabkan oleh depresi fungsi megakariosit dan
peningkatan destruksi trombosit. Peningkatan destruksi trombosit disebabkan oleh
virus dengue, komponen aktif system komplemen, kerusakan sel endotel dan
aktivasi system pembekuan darah secara bersamaan atau secara terpisah.
Trombositopenia dan gangguan fungsi trombosit dianggap sebagai penyebab
utama terjadinya perdarahan pada DHF. Oleh karena itu perdarahan pada pasien ini
ditegakan sebagai diastasis hemoragic ec trombositopenia.
Pasien dirujuk ke RS Ibnu Sina utuk pemeriksaan laboratorium dan
tatalaksana lebih lanjut. Pada pasien akan dilakukan pemeriksaan darah lengkap,
fungsi homeostasis, ananlisa gas darah, serta kimia klinik darah.
Tujuan terapi cairan pada DBD adalah untuk mengganti cairan. Pada
pasien ini direncanakan dilakukan pemberian cairan kristaloid berupa IVFD RL
20 tpm sesuai dengan rumus 1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)} maka didapatkan
dengan kebutuhan cairan pasien ini adalah 2100 cc. Selanjutnya dilakukan
pemeriksaan darah lengkap, fungsi homeostasis, ananlisa gas darah, serta kimia
klinik darah.
Selain itu penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah terapi
simptomatis, karena DHF merupakan infeksi virus /self limited disease, maka

26
terapi spesifik untuk DHF ini tidak ada. Demam pada pasien diatasi dengan
pemberian paracetamol 3x500 mg.Pemberian ranitidin untuk menghilangkan
gejala nyeri ulu hati pada pasien dan mual muntah pasien. Ranitidin merupakan
obat golongan antagonis reseptor H2 (ARH2). Reseptor histamin berada pada
lapisan basolateral dan sel parietal. Adanya histamin pada reseptor H2 akan
mengaktivasi adenilsiklase dan terjadi peningkatan konsentrasi cAMP.
Peningkatan konsentrasi cAMP akan mengaktivasi pompa proton pada sel parietal
untuk mengsekresi ion H menggantikan posisi ion K. ARH2 secara selektif dan
kompetitif menghambat peningkatan histamin pada reseptor H2, dan terjadi
penurunan konsentrasi cAMP sehingga sekresi ion H berkurang.
Selain terapi medikamentosa atau farmakologis, terapi lain yang diberikan
pada pasien adalah pasien diistirahatkan guna mecegah adanya benturan yang
berakibat pada perdarahan. Diet ML berguna untuk mencegah terjadinya
perdarahan saluran cerna yang bermakna. Selain itu pada pasien dipasangkan
catheter urin untuk memantau ballance cairan yang diberikan.
Pemeriksaan penunjang lain yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan
serologis IgM dan IgG anti dengue. Pemeriksaan ini perlu dilakukan untuk
menegakkan diagnosis DBD.Mengetahui apakah sakit kali ini merupakan sakit
yang pertama atau merupakan sakit yang kedua.Sesuai literatur antibodi pada
infeksi primer memang dapat melindungi pasien dari infeksi serotype lain dengue
namun tidak betahan lama, hanya berkisar dua hingga tiga bulan saja
(WHO,2009). Namun pada pasien ini belum dapat dilakukan pemerikaan ini oleh
karena keterbatasan ketersediaan pemeriksaan.
Prognosis pada Dengue Hemorrhagic Feverditentukan dari beberapa
faktor yaitu umur pasien, seberapa cepat mengenali kebocoran plasma, ada atau
tidaknya tanda-tanda bahaya DHF dan apakah sudah terdapat komplikasi dimana
paling sering adalah DSS. Dengan deteksi dini pada kebocoran plasma yang baik
maka pengobatan atau terapi cairan yang adekuat dan pengobatan suportif yang
baik dapat diberikan sehingga dapat menurunkan angka kematian dan kecacatan
akibat DHF. Prognosis pada pasien ini quo ad vitam dubia ad bonam dan quo ad
fungsionam dubia ad bonam.

27
Setelah satu hari rawatan pasien mengalami perbaikan secara klinis.
Namun pasien akan terus dirawat dan dipantau klinis secara ketat dan
laboratorium setiap harinya.
Penjelasan bahwa penyakit ini menular dengan perantaraan nyamuk dan
manusia itu sendiri perlu diberikan penjelasan dengan baik agar pasien dan
keluarga serta orang-orang di lingkungan sekitar tergerak untuk melakukan
intervensi terhadap lingkungan yang menjadi sumber penularan DBD.
Memberantas tempat peranakan nyamuk Aedes aegypti dengan melakukan 3M
Plus yaitu menutup, menguras, dan menimbun. Menguras bak
mandi/penampungan air sekurang-kurangnya sekali seminggu.
Mengganti/menguras vas bunga dan tempat minum burung seminggu
sekali.Menutup dengan rapat tempat penampungan air. Mengubur kaleng-kaleng
bekas, aki bekas dan ban bekas di sekitar rumah dan lain sebagainya.
Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan kasus
ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang Nyamuk
(PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan sepanjang
tahun khususnya pada musim penghujan. Program PSN , yaitu: 1) Menguras,
adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat penampungan air
seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air minum, penampung air
lemari es dan lain-lain 2) Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat
penampungan air seperti drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya; dan 3)
Memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang bekas yang memiliki potensi
untuk jadi tempat perkembangbiakan nyamuk penular Demam Berdarah.
Adapun yang dimaksud dengan 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan
pencegahan seperti 1) Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air
yang sulit dibersihkan; 2) Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk; 3)
Menggunakan kelambu saat tidur; 4) Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk;
5) Menanam tanaman pengusir nyamuk, 6) Mengatur cahaya dan ventilasi dalam
rumah; 7) Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang
bisa menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain. PSN perlu ditingkatkan
terutama pada musim penghujan dan pancaroba, karena meningkatnya curah
hujan dapat meningkatkan tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk penular

28
DBD, sehingga seringkali menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) terutama pada
saat musim penghujan. Selain PSN 3M Plus, sejak Juni 2015 Kemenkes sudah
mengenalkan program 1 rumah 1 Jumantik (juru pemantau jentik) untuk
menurunkan angka kematian dan kesakitan akibat Demam Berdarah Dengue.
Gerakan ini merupakan salah satu upaya preventif mencegah Demam Berdarah
Dengue (DBD) dari mulai pintu masuk negara sampai ke pintu rumah.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Suhendro, Nainggolan L, Chen khie, Pohan H. Demam Berdarah Dengue.


Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi V. Hal: 2773- 2779

2. Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Klinis infeksi dengue di sarana pelayanan


kesehatan. Jakarta: Departemen kesehatan RI: 2005

3. Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. Pedoman diagnosis dan tata


laksana infeksi virus dengue pada anak. Edisi ke-1. Jakarta: Badan Penerbit
Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2014.
4. Gubler DJ. Kuno G. Dengue and dengue hemorrhagic fever. New York: CAB
International 1997.
5. Departemen Kesehatan. Demam berdarah biasanya mulai meningkat di
januari. 2015. Diunduh dari http://www.depkes.go.id , pada tanggal 25 Januari
2015, jam 15.00 WIB.
6. Halstead SB. Dengue fever and dengue hemorrhagic fever. Dalam: Kliegman,
Stanton, Geme ST, Schor, Behrman editor. Nelson Textbook of Pediatrics.
Edisi ke-19. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. Hal. 1147-50
7. Soedarmo S., Gama H., Hadinegoro SR. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri
Tropis Edisi 2. Jakarta: IDAI.

30

Anda mungkin juga menyukai