EFUSI PLEURA
Oleh :
Edwin Danie Olsa 1740312205
Cici Irawanti Putri 1740312006
Clarissa 1740312053
Preseptor :
dr. Liza Fitria Sp, A. M.Biomed
0
BAB I
Laporan Kasus
Identitas Pasien
No MR : 50.66.71
Pekerjaan : Pelajar
Seorang anak perempuan 8 tahun 3 bulan dirawat di bangsal anak RSAM Bukit Tinggi
Keluhan Utama
- sesak napas yang meningkat sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas dirasakan semakin
memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan pasien dalam
kondisi berbaring maupun saat berdiri atau duduk. Sesak napas dirasakan sepanjang hari,
tanpa adanya mengi. Akibat sesak napas ini, pasien lebih banyak beristirahat dan
mengurangi aktivitas.
- Batuk-batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk tidak berdahak, 1 minggu ini batuk
tidak terlalu tinggi hanya terasa hangat. Demam dirasakan hampir setiap hari dan
biasanya terasa lebih panas pada malam hari disertai keluarnya keringat.
- Nafsu makan menurun ada sejak sekitar 3 minggu yang lalu
1
- Penurunan berat badan (+) kira-kira 4 kg sejak 1 minggu terakhir.
- Mual dan muntah tidak ada
- Buang Air Kecil jumlah dan warna biasa
- Buang Air Besar jumlah dan warna biasa
- Riwayat berkontak dengan keluarga atau tetangga dengan batuk-batuk lama disangkal
- Pasien sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Stroke bukittinggi dengan diagnosis Efusi
pleura (D) empyema + Asma Serangan Berat, disana telah diberika terapi O 2 2L/I,
Ventolin/6jam
asma
- Riwayat keganasan disangkal
- Riwayat keluarga yang batuk-batuk lama, atau meminum obat paket disangkal
Riwayat Persalinan
Anak lahir spontan, langsung menangis, dibantu oleh dokter spesialis, lahir cukup bulan,
Riwayat Imunisasi
2
PEMERIKSAAN FISIK
A. Umum
Kesadaran : CMC
TD : 120/80
Nadi : 135x/menit
Nafas : 45x/menit
Suhu : 36,50 C
TB : 152 cm
BB : 31 kg
Lembab/kering : lembab
E. Mata
- Konjungtiva : tidak anemis
- Sklera : tidak ikterik
- Pupil : isokor, refleks cahaya +/+
- Lensa : bening
F. Telinga : Tidak ditemukan kelainan
3
G. Hidung : Tidak ditemukan kelainan
H. Mulut : Caries (+)
I. Leher :
- Kelenjar Tiroid tidak teraba
- JVP = 5 +0 cmH2O
- Deviasi trakea (-)
J. Dada
Paru :
Jantung :
HASIL LABORATORIUM
a) Darah Rutin
Hb : 12,9 g/dl
Leukosit : 25.550/mm3
Trombosit : 755.000/mm3
Ht : 40%
4
LED : 5mm/jam
b) Kimia Klinik
PT/APTT : 11,3/31,7
Na/K/Cl : 135,8/4,02/102,1 Meq/l
c)Analisis Cairan Pleura
Light : Eksudat
Jumlah Sel : 2.950 sel
Mn : 96%
PMN : 4%
Protein : 4,9 g/dl
Glukosa : 37 mg/dl
WD/
- Efusi pleura dekstra ec susp TB paru
TERAPI :
- Bed rest
- ML 1700 Kkal
- Lanjutkan OAT : INH 1x300mg
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1gr
- Prednison 3x4 tab PO
- Paracetamol 3x300 mg
Rencana Pemeriksaan:
- Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin
- Analisa cairan pleura
- Ro thorax PA
- CT Scan Thorak
- Pemeriksaan sputum
- WSD bila sesak bertambah
BAB II
5
EFUSI PLEURA
2.1 Definisi
Efusi pleura adalah suatu keadaan terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang
berlebihan di dalam rongga pleura, yang dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara
produksi dan absorbsi cairan pleura. Efusi pleura akibat proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang
pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
Rongga pleura adalah rongga potensial dengan lebar 16-24 mm, terdapat antara pleura
parietal dan viseral. Normalnya cairan yang difiltrasi dan yang diabsorbsi dari rongga pleura
sebanding, dengan jumlah cairan 0,1-0,2 ml/kgBB. Cairan pleura normal mengandung 1,5 g/dL
protein dengan pH basa (7,60). Absorbsi cairan pleura melalui mikrovili membran kapiler dan
limfe.2
a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada
dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, dan sindroma vena kava
superior.
b. Pembentukan cairan yang berlebihan pada proses infeksi tuberculosis, pneumonia, dan
bronkiektasis
c. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastic seperti
tumor paru
6
d. Kelainan sistemik seperti penyakit-penyakit yang mengakibatkan hambatan aliran getah
e. Idiopatik
2.4 Patofisiologi
7
2.6 Diagnosis3
2.6.1 Anamnesis
a. Sesak nafas
Nyeri yang hebat menghambat pergerakan nafas dan menyebabkan dipsnea. Pada
penderita efusi pleura mempunyai tanda khas berupa adanya hubungan sesak nafas
dengan posisi tidur. Seorang penderita efusi pleura akan lebih senang tidur miring kearah
yang sakit, dan jika miring kearah paru yang sehat sesak akan bertambah.
b. Rasa berat pada dada
Anak yang lebih besar akan mengeluhkan nyeri yang tajam pada saat inspirasi atau batuk
makan menurun.
8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi
Bentuk thorak asimetris. Bagian yang mengalami efusi pleura lebih besar dibanding
bagian yang normal. Pelebaran rongga interkostal. Gerakan dada bagian yang efusi
efusi. Hal ini dikarenakan getaran suara yang dihantarkan dihalangi oleh cairan di dalam
rongga pleura.
c. Perkusi
Perkusi pada bagian yang mengalami efusi menjadi redup
d. Auskultasi
Suara nafas melemah sampai menghilang.
a. Radiologi4
Rontgen thorak
Pada pemeriksaan foto thorak rutin tegak, cairan pleura tampak berupa
perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radioopak
dengan permukaan atas cekung berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan
mengisi ruang hemithorak sehingga jaringan paru akan terdorong kearah sentral / hilus,
Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah berbentuk bulan sabit di
bagian yang tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura memiliki
gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena kebanyakan CT
sulkus kostofrenikus. Pada efusi pleuran yang banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan
anterior dada dan kadang-kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral,
9
cairan bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura. Pergeseran ini menegaskan
pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan posisi.
b. Analisis cairan pleura1
2.7 Pengobatan1
10
2.6 Terapi
11
yang baik dengan pemberian terapi antibiotic sehingga tidak memerlukan torakostomi. Pemberian
awal terapi antibiotik didasari pada infeksi penyebab yang mendasarinya dan pengeluaran cairan
efusi. Antibiotik idealnya diberi sesuai dengan hasil kultur. Sampai penyebabnya diketahui
BAB III
DISKUSI
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun 3 bulan datang ke IGD RSAM Bukittinggi
dengan keluhan utama sesak napas yang meningkat sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas
dirasakan semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan
pasien dalam kondisi berbaring maupun saat berdiri atau duduk. Sesak napas dirasakan
sepanjang hari, tanpa adanya mengi. Akibat sesak napas ini, pasien lebih banyak beristirahat dan
mengurangi aktivitas. Selain itu, pasien mengeluhkan batuk yang sudah dirasakan sejak 3
minggu yang lalu. Batuk awalnya tidak berdahak, tetapi sejak satu minggu ini batuk terasa
sedikit berdahak, tetapi dahak sulit untuk dikeluarkan. Riwayat batuk berdarah disangkal oleh
12
ibu pasien. Pasien sudah dibawa berobat ke dokter Spesialis Anak. Pasien juga mengeluhkan
adanya nyeri dada terutama di bagian dada kanan yang sudah dirasakan sejak beberapa minggu
ini. Nyeri dada dirasakan sepanjang hari terutama saat pasien menarik napas. Nyeri dada terasa
seperti tertusuk-tusuk. Nyeri dada bertambah di saat pasien batuk-batuk dan berkurang saat
dalam kondisi istirahat. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien demam yang dirasakan sejak
beberapa minggu yang lalu. Demam biasanya tidak terlalu tinggi hanya terasa hangat. Demam
dirasakan hampir setiap hari dan biasanya terasa lebih panas pada malam hari disertai keluarnya
keringat. Keluhan menggigil saat demam disangkal oleh pasien. Ibu pasien sudah mencoba
memberikan obat parasetamol tablet tetapi hanya menurunkan demam sementara waktu dan
kembali demam beberapa saat kemudian. Semenjak muncul keluhan-keluhan tersebut pasien
menjadi berkurangnya nafsu makan dan ibu pasien merasa bahwa anaknya mengalami
penurunan berat badan. Tidak ada keluhan untuk buang air besar dan buang air kecil. Pasien
tidak pernah mengalami keluhan-keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat asma
maupun alergi makanan atau obatobatan. Tidak ada di anggota keluarga yang mengalami
terdapat masalah selama kehamilan serta riwayat persalinan baik. Orang tua pasien mengatakan
bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap dan mendapatkan ASI
eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI sealam 2 tahun.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, berat badan 31 kg dan tinggi badan
132 cm dengan kesan status gizi baik menurut kurva CDC (Center for Disease Control). Pasien
tampak sesak dengan frekuensi napas 45 x/menit, gerak napas menurun pada dinding torak
dekstra, fremitus taktil dekstra melemah, pekak pada perkusi seluruh interkostalis dekstra,
13
bronkovesikuler melemah disertai ronki pada dinding thorak dekstra saat auskultasi. Hasil
cairan KAEN 1B 28 tetes/menit, injeksi Ceftriaxon 2 x 0,5 gr. Pada hari ke-3 perawatan,
pasien menjalani Mantoux test dengan hasilnya positif. Hasil skoring TB menurut IDAI
pada pasien adalah sebagai berikut: kontak TB dengan pasien hasil BTA yang belum
diketahui (0), uji tuberkulin negatif (3), keadaan gizi baik (0), demam yang tidak
diketahui penyebabnya ≥ 2 minggu (1), batu kornik ≥ 3 minggu (1), pembesaran kelenjar
limfe negatif (0), pembengkakan tulang neagtif (0), dan Ro torax sugestif TB (), sehingga
total skor adalah 5. Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan
adanya efusi pleura, dalam anamnesis diperlukan untuk memastikan gejala yang
dirasakan oleh pasien. Gejala efusi pleura tidak khas karena tergantung dari penyakit
yang mendasari dan besarnya efusi. Efusi pleura yang disebabkan oleh adanya infeksi
biasanya memiliki gejala sebagai berikut: demam persisten, batuk, dispnea, sputum
produktif, dan nyeri dada. Pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya keganasan
memiliki gejala yang tidak khas yaitu batuk, demam suhu rendah, dan apabila berada di
stadium berat dapat terjadi distres pernapasan. Pada efusi pleura yang disebabkan karena
14
gagal jantung atau sindrom nefrotik biasanya memilki gejala dispnea, tanpa demam, dan
disertai edema pada ekstremitas. Secara epidemiologi, efusi pleura pada anak
kebanyakan disebabkan oleh infeksi sekunder, sedangkan pada dewasa disebabkan oleh
gagal jantung kongestif dan malignansi. Pada pasien, terdapat gejala-gejala yang sesuai
dengan gejala pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya infeksi yaitu adanya sesak
napas yang memberat sejak 2 hari yang lalu, batuk, nyeri dada, dan demam peristen.
Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, hepar, maupun trauma pada
torak sehingga diagnosis banding efusi pleura oleh penyebab lainnya dapat disingkirkan.
Efusi pleura yang terjadi karena adanya infeksi dapat disebabkan oleh beberapa penyakit
seperti pneumonia, tuberkulosis, atau infeksi virus. Pada infeksi virus, biasanya lebih
memiliki gejala umum TB berupa demam subfebris berkepanjangan, batuk kronik lebih
dari 3 minggu, nyeri dada, keringat malam hari, dan penurunan berat badan. Pada pasien
ini, gejala yang dirasakan pasien lebih mengarah ke efusi pleura yang disebabkan oleh
tuberkulosis paru. Pasien efusi pleura biasanya akan merasa lebih nyaman bila dalam
posisi tubuh tegak dibandingkan berbaring. Hal ini disebabkan karena pengaruh gravitasi
sehingga cairan yang terakumulasi di rongga pleura akan turun dan proses pengembangan
paru dapat berjalan dengan lebih baik, dibandingkan saat posisi berbaring yang
menyebabkan cairan yang terakumulasi merata pada rongga pleura sehingga lebih
menganggu proses pengembangan paru atau ventilasi. Pada pasien ini, sesak napas tidak
bergantung oleh posisi. Pasien tetap merasa sesak saat posisi duduk ataupun berbaring.
Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi efusi pleura. Dari pemeriksaan fisik pasien,
didapatkan suatu kelainan di rongga torak yang bersifat unilateral, akibat akumulasi
15
cairan pada rongga pleura dextra. Efusi pleura yang disebabkan oleh TB paru biasanya
bersifat unilateral dan dapat terjadi secara primer akibat invasi hematogen secara
Rontgen torak adalah suatu strategi imaging yang paling sederhana untuk
mengkonfirmasi adanya efusi pleura. Rontgen torak dapat dilakukan dengan posisi
Anteroposterioi (AP), lateral, dan dekubitus. Biasanya hasil rontgen torak pasien efusi
pleura menunjukkan adanya free-flowing pleural fluid, sudut costofrenicus, dan Meniscus
Sign (+). Pada pasien ini, gambaran rontgen thorax sesuai dengan gambaran rontgen
torak efusi pleura dengan kesan efusi pleura karena perselubungan menutupi lebih dari
setengah rongga pleura bahkan hampir semua rongga pleura tertutupi oleh cairan pada
posisi AP maupun lateral. Setelah dapat mengkonfirmasi adanya efusi pleura, maka
melakukan torakosentesis dan analisa cairan pleura. Pada pasien, tapping cairan
dialkukan dua kali dan didapatkan total cairan sebanyak ± 600 ml dengan warna kuning
keruh. Setelah dilakukan tapping cairan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis
cairan pleura tersebut untuk mengetahui komponen kimia cairan pleura. Pada hasil
analisis cairan pleura, didapatkan hasil bahwa sifat cairan bersifat eksudat karena telah
memenuhi kriteria Light. Mantoux test juga dapat membantu mendiagnosis tuberkulosis
pada anak. Reaksi diukur dalam 48-72 jam pasca penyuntikan. Pada pasien didapatkan
hasil Mantoux test positif karena ditemukan adanya indurasi. Akan tetapi, kemungkinan
hasil Mantoux test menunjukkan hasil negatif palsu. Hasil negatif palsu pada Mantoux
test dapat terjadi pada keadaan: imunosupresi akibat penggunaan obatobatan atau
penyakit infeksi virus (campak, mumps, rubella, varicella, dan influenza). Dalam
16
mendiagnosis TB anak, terdapat pendekatan lain yaitu melalui sistem skoring TB. Sistem
skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indoensia), Kemenkes (Kementrian Kesehatan), dan WHO
pasien TB dan mendapat OAT. Pada pasien ini, dilakukan perhitung skoring TB dan
didapatkan hasil total skor 4. Walaupun hasil skoring 5 tidak menunjukkan diagnosis TB,
akan tetapi diagnosis TB pada kasus ini tidak disingkirkan karena secara klinis dan
terapi OAT. Selain itu, rendahnya nilai skor dipengaruhi hasil uji tuberkulin yang
menunjukkan negatif palsu. Sesuai guideline, pada pasien efusi pleura yang disebabkan
oleh infeksi maka diberikan terapi antibiotik dan torakosentesis sebagai terapi pilihan.
First line antibiotik yang dapat diberikan adalah penicillin, cephalosporin, clindamycin,
dan ciprofloxacin. Antibiotik dapat diberikan secara oral ataupun intravena minimal 48
jam. Setelah dilakukan torakosentesis, antibiotik oral dapat dilanjutkan 2-4 minggu. Pada
pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas yaitu injeksi Ceftriaxon 0.5 gram/12 jam
yang menunjang ke arah diagnosis TB maka pasien diberikan terapi OAT. Efusi pleura
OAT berupa 4-5 OAT selama 2 bulan fase intensif dan 2 OAT (isoniazid dan rifampisin)
hingga genap 9-12 bulan terapi. Pada kasus efusi pleura perlu juga diberikan prednisone
1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu lalu 2 minggu kemudia ditappering off sehingga total
pemberian selama 1 bulan. Pada pasien ini diberikan terapi OAT rifampisin 450 mg/24
jam, INH 300mg/24 jam, pirazinamid 1x1 gr. Untuk mengurangi efek samping dari
17
penggunaan OAT diberikan suplemen saraf seperti Vitamin B6 untuk mencegah neuritis
karena Mycobacterium tuberculosis tidak mudah ditemukan. Pada pasien ini, diagnosis
efusi pleura TB tegak setelah dilakukan pemeriksaan analisis cairan pleura dengan hasil
cairan eksudat. Pasien mendapatkan terapi tapping cairan, OAT, dan prednisone sesuai
DAFTAR PUSTAKA
Family Physician
2. Pediatric pleural Effusion. Diakses dari www/medscape/com diakses tanggal 12 septeber
2018
3. Liemena S. Comparison of diagnostic examination appearance tuberculosis antigen
rapid test kit between sputum tuberculosis and lung atient serum. 2014.
4. Demirhan R, Kosar A, Sancakli I, Kiral H, Orki A, Arman B. Management of
18