Anda di halaman 1dari 19

Case Report Session

EFUSI PLEURA

Oleh :
Edwin Danie Olsa 1740312205
Cici Irawanti Putri 1740312006
Clarissa 1740312053

Preseptor :
dr. Liza Fitria Sp, A. M.Biomed

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
2018

0
BAB I

Laporan Kasus

Identitas Pasien

Nama : an. S.S

Umur : 8 tahun 3 bulan

No MR : 50.66.71

Suku Bangsa : Minang

Pekerjaan : Pelajar

Seorang anak perempuan 8 tahun 3 bulan dirawat di bangsal anak RSAM Bukit Tinggi

pada tanggal 08 September 2018 dengan:

Keluhan Utama

Sesak Nafas yang semakin meningkat sejak 2 minggu yang lalu

Riwayat Penyakit Sekarang

- sesak napas yang meningkat sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas dirasakan semakin

memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan pasien dalam

kondisi berbaring maupun saat berdiri atau duduk. Sesak napas dirasakan sepanjang hari,

tanpa adanya mengi. Akibat sesak napas ini, pasien lebih banyak beristirahat dan

mengurangi aktivitas.
- Batuk-batuk sejak 3 minggu yang lalu. Batuk tidak berdahak, 1 minggu ini batuk

berdahak namun anak tidak bisa mengeluarkan dahak.


- Demam ada. demam yang dirasakan sejak beberapa minggu yang lalu. Demam biasanya

tidak terlalu tinggi hanya terasa hangat. Demam dirasakan hampir setiap hari dan

biasanya terasa lebih panas pada malam hari disertai keluarnya keringat.
- Nafsu makan menurun ada sejak sekitar 3 minggu yang lalu

1
- Penurunan berat badan (+) kira-kira 4 kg sejak 1 minggu terakhir.
- Mual dan muntah tidak ada
- Buang Air Kecil jumlah dan warna biasa
- Buang Air Besar jumlah dan warna biasa
- Riwayat berkontak dengan keluarga atau tetangga dengan batuk-batuk lama disangkal
- Pasien sebelumnya dirawat di Rumah Sakit Stroke bukittinggi dengan diagnosis Efusi

pleura (D) empyema + Asma Serangan Berat, disana telah diberika terapi O 2 2L/I,

Cefotaxim 2 x ½, Drip Aminofilin 165 mg, Dexamethasone 3 x 5 mg iv, dan Nebu

Ventolin/6jam

Riwayat Penyakit Dahulu

- Riwayat penyakit asma atau bersin-bersin di pagi hari disangkal


- Pasien tidak pernah menderita kelainan seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga

- Tidak ada keluarga yang menderita kelainan seperti ini sebelumnya.


- Riwayat asma atau bersin-bersin di pagi hari dalam keluarga ada, kakek pasien penderita

asma
- Riwayat keganasan disangkal
- Riwayat keluarga yang batuk-batuk lama, atau meminum obat paket disangkal

Riwayat Persalinan

Anak lahir spontan, langsung menangis, dibantu oleh dokter spesialis, lahir cukup bulan,

dengan BBL 4000 gr, PB 48 cm. Kesan Normal

Riwayat Imunisasi

Ibu Pasien mengatakan imunisasi pasien lengkap

Riwayat Pekerjaan dan Sosial Ekonomi

- Seorang pelajar SD.

2
PEMERIKSAAN FISIK

A. Umum

Keadaaan umum : Berat

Kesadaran : CMC

TD : 120/80

Nadi : 135x/menit

Nafas : 45x/menit

Suhu : 36,50 C

TB : 152 cm

BB : 31 kg

B. Kulit : Warna : ikterik (-), sianosis (-)

Turgor : normal, oedem (-)

Suhu Raba : hangat

Lembab/kering : lembab

C. KGB : Submandibula : tidak teraba pembesaran


Supraclavikula : tidak teraba pembesaran
Axila : tidak teraba pembesaran
Inguinal : tidak teraba pembesaran
D. Kepala : Normocephal

Rambut hitam, tidak mudah dicabut

E. Mata
- Konjungtiva : tidak anemis
- Sklera : tidak ikterik
- Pupil : isokor, refleks cahaya +/+
- Lensa : bening
F. Telinga : Tidak ditemukan kelainan

3
G. Hidung : Tidak ditemukan kelainan
H. Mulut : Caries (+)
I. Leher :
- Kelenjar Tiroid tidak teraba
- JVP = 5 +0 cmH2O
- Deviasi trakea (-)
J. Dada
Paru :

 I : statis : asimetris, kanan lebih cembung daripada kiri

Dinamis : gerak pernapasan kanan lebih tertinggal dari kiri

 P : fremitus kanan lebih lemah dibanding kiri

 Pe : ki = sonor, ka = redup setinggi RIC III ke bawah

 A : ki : SN bronkovesikuler, Rh (+) ronkhi basah halus nyaring, Wh (-)

ka : SN melemah hingga menghilang dari RIC III ke bawah.

Jantung :

- I : ictus tidak terlihat


- P : ictus teraba 1 jari medial Linea Midclavikularis Sinistra RIC V, kuat angkat (-)
- Pe : Batas atas : RIC II , ka : Linea Sternalis Dextra ,
Ki : 1 jari medial Linea Midclavikularis Sinistra RIC V
- A : Reguler, bising (-), M1>M2, A2>P2
K. Abdomen
- I : tidak tampak membuncit
- P : Hati dan Lien tidak teraba. Nyeri tekan (-), nyeri lepas (-), defense muscular (-).
- Pe : Tympani, shifting dullness (-), tes undulasi (-)
- A : Bising usus (+) Normal
L. Anggota gerak : edema -/-, flapping tremor (-)
M. Refleks Urat : Refleks Fisiologis +/+, Refleks Patologis -/-

HASIL LABORATORIUM
a) Darah Rutin
Hb : 12,9 g/dl
Leukosit : 25.550/mm3
Trombosit : 755.000/mm3
Ht : 40%

4
LED : 5mm/jam
b) Kimia Klinik
PT/APTT : 11,3/31,7
Na/K/Cl : 135,8/4,02/102,1 Meq/l
c)Analisis Cairan Pleura
Light : Eksudat
Jumlah Sel : 2.950 sel
Mn : 96%
PMN : 4%
Protein : 4,9 g/dl
Glukosa : 37 mg/dl

WD/
- Efusi pleura dekstra ec susp TB paru

TERAPI :
- Bed rest
- ML 1700 Kkal
- Lanjutkan OAT : INH 1x300mg
Rifampisin 1x450mg
Pirazinamid 1x1gr
- Prednison 3x4 tab PO
- Paracetamol 3x300 mg
Rencana Pemeriksaan:
- Pemeriksaan darah, urin, dan feses rutin
- Analisa cairan pleura
- Ro thorax PA
- CT Scan Thorak
- Pemeriksaan sputum
- WSD bila sesak bertambah

BAB II

5
EFUSI PLEURA

2.1 Definisi

Efusi pleura adalah suatu keadaan terdapatnya cairan pleura dalam jumlah yang

berlebihan di dalam rongga pleura, yang dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan antara

produksi dan absorbsi cairan pleura. Efusi pleura akibat proses penyakit primer jarang terjadi

tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang

pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang

memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi.1

2.2 Anatomi Pleura

Rongga pleura adalah rongga potensial dengan lebar 16-24 mm, terdapat antara pleura

parietal dan viseral. Normalnya cairan yang difiltrasi dan yang diabsorbsi dari rongga pleura

sebanding, dengan jumlah cairan 0,1-0,2 ml/kgBB. Cairan pleura normal mengandung 1,5 g/dL

protein dengan pH basa (7,60). Absorbsi cairan pleura melalui mikrovili membran kapiler dan

limfe.2

2.3 Etiologi Efusi Pleura1

a. Hambatan resorbsi cairan dari rongga pleura, karena adanya bendungan seperti pada

dekompensasi kordis, penyakit ginjal, tumor mediatinum, dan sindroma vena kava

superior.

b. Pembentukan cairan yang berlebihan pada proses infeksi tuberculosis, pneumonia, dan

bronkiektasis

c. Kelebihan cairan rongga pleura dapat terkumpul pada proses penyakit neoplastic seperti

tumor paru

6
d. Kelainan sistemik seperti penyakit-penyakit yang mengakibatkan hambatan aliran getah

bening, hipoproteinemia pada penyakit ginjal, hati, dan gagal jantung.

e. Idiopatik

2.4 Patofisiologi

Peningkatan cairan dalam rongga pleura diakibatkan oleh: 1

1. Peningkatan tekanan hidrostatik kapiler seperti pada gagal jantung

2. Penurunan tekanan osmotik koloid darah seperti pada sindrom nefrotik

3. Meningkatnya permiabilitas kapiler seperti pada Rheumatoid artritis, sarkoidosis

4. Menurunnya tekanan onkotik plasma Hipoalbuminemia; nefrosis, sirosis hepatis

7
2.6 Diagnosis3
2.6.1 Anamnesis
a. Sesak nafas
Nyeri yang hebat menghambat pergerakan nafas dan menyebabkan dipsnea. Pada

penderita efusi pleura mempunyai tanda khas berupa adanya hubungan sesak nafas

dengan posisi tidur. Seorang penderita efusi pleura akan lebih senang tidur miring kearah

yang sakit, dan jika miring kearah paru yang sehat sesak akan bertambah.
b. Rasa berat pada dada
Anak yang lebih besar akan mengeluhkan nyeri yang tajam pada saat inspirasi atau batuk

yang diakibatkan karena peregangan pada pleura parietal


c. Gejala penyakit yang mendasari timbulnya efusi pleura.
Misalnya pada TB : batuk – batuk lama, berat badan menurun, keringat malam, nafsu

makan menurun.

8
2.6.2 Pemeriksaan Fisik :
a. Inspeksi
Bentuk thorak asimetris. Bagian yang mengalami efusi pleura lebih besar dibanding

bagian yang normal. Pelebaran rongga interkostal. Gerakan dada bagian yang efusi

tertinggal dibanding bagian yang normal.


b. Palpasi
Akan ditemukan fremitus yang melemah hingga menghilang dibagian yang mengalami

efusi. Hal ini dikarenakan getaran suara yang dihantarkan dihalangi oleh cairan di dalam

rongga pleura.
c. Perkusi
Perkusi pada bagian yang mengalami efusi menjadi redup
d. Auskultasi
Suara nafas melemah sampai menghilang.

2.6.3 Pemeriksaan penunjang

a. Radiologi4
 Rontgen thorak
Pada pemeriksaan foto thorak rutin tegak, cairan pleura tampak berupa

perselubungan homogen menutupi struktur paru bawah yang biasanya relative radioopak

dengan permukaan atas cekung berjalan dari lateral atas ke medial bawah. Karena cairan

mengisi ruang hemithorak sehingga jaringan paru akan terdorong kearah sentral / hilus,

dan kadang-kadang mendorong mediastinum kearah kontralateral.


 Computed Tomography Scan/CT scan
CT scan dada akan terlihat adanya perbedaan densitas cairan dengan jaringan sekitarnya.

Pada CT scan, efusi pleura bebas diperlihatkan sebagai daerah berbentuk bulan sabit di

bagian yang tergantung dari hemithorax yang terkena. Permukaan efusi pleura memiliki

gambaran cekung ke atas karena tendensi recoil dari paru-paru. Karena kebanyakan CT

pemeriksaan dilakukan dalam posisi terlentang, cairan mulai menumpuk di posterior

sulkus kostofrenikus. Pada efusi pleuran yang banyak, cairan meluas ke aspek apikal dan

anterior dada dan kadang-kadang ke fisura tersebut. Dalam posisi tengkurap atau lateral,

9
cairan bergeser ke aspek yang tergantung dari rongga pleura. Pergeseran ini menegaskan

sifat bebas dari efusi tersebut.


 Ultrasonografi (USG)
Penampilan khas dari efusi pleura merupakan lapisan anechoic antara pleura visceral dan

pleura parietal. Bentuk efusi dapat bervariasi dengan respirasi dan posisi.
b. Analisis cairan pleura1

Eksudat Parameter Transudat

>3 gr/dl Kadar protein dari cairan efusi <3 gr/dl

>0,5 Ratio protein efusi / plasma <0,5

>200 IU/dl Laktat dehydrogenase <200 IU/dl

>0,6 Ratio LDH efusi / plasma <0,6

>1,016 Berat jenis <1,016

2.7 Pengobatan1

10
2.6 Terapi

Kebanyakan pasien anak-anak yang memiliki efusi parapneumonik memberikan respon

11
yang baik dengan pemberian terapi antibiotic sehingga tidak memerlukan torakostomi. Pemberian

awal terapi antibiotik didasari pada infeksi penyebab yang mendasarinya dan pengeluaran cairan

efusi. Antibiotik idealnya diberi sesuai dengan hasil kultur. Sampai penyebabnya diketahui

pemberian antibiotik spektrum luas diberikan.

BAB III
DISKUSI
Seorang anak perempuan berusia 8 tahun 3 bulan datang ke IGD RSAM Bukittinggi

dengan keluhan utama sesak napas yang meningkat sejak 2 minggu yang lalu. Sesak napas

dirasakan semakin memberat sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak napas dirasakan

pasien dalam kondisi berbaring maupun saat berdiri atau duduk. Sesak napas dirasakan

sepanjang hari, tanpa adanya mengi. Akibat sesak napas ini, pasien lebih banyak beristirahat dan

mengurangi aktivitas. Selain itu, pasien mengeluhkan batuk yang sudah dirasakan sejak 3

minggu yang lalu. Batuk awalnya tidak berdahak, tetapi sejak satu minggu ini batuk terasa

sedikit berdahak, tetapi dahak sulit untuk dikeluarkan. Riwayat batuk berdarah disangkal oleh

12
ibu pasien. Pasien sudah dibawa berobat ke dokter Spesialis Anak. Pasien juga mengeluhkan

adanya nyeri dada terutama di bagian dada kanan yang sudah dirasakan sejak beberapa minggu

ini. Nyeri dada dirasakan sepanjang hari terutama saat pasien menarik napas. Nyeri dada terasa

seperti tertusuk-tusuk. Nyeri dada bertambah di saat pasien batuk-batuk dan berkurang saat

dalam kondisi istirahat. Ibu pasien mengatakan bahwa pasien demam yang dirasakan sejak

beberapa minggu yang lalu. Demam biasanya tidak terlalu tinggi hanya terasa hangat. Demam

dirasakan hampir setiap hari dan biasanya terasa lebih panas pada malam hari disertai keluarnya

keringat. Keluhan menggigil saat demam disangkal oleh pasien. Ibu pasien sudah mencoba

memberikan obat parasetamol tablet tetapi hanya menurunkan demam sementara waktu dan

kembali demam beberapa saat kemudian. Semenjak muncul keluhan-keluhan tersebut pasien

menjadi berkurangnya nafsu makan dan ibu pasien merasa bahwa anaknya mengalami

penurunan berat badan. Tidak ada keluhan untuk buang air besar dan buang air kecil. Pasien

tidak pernah mengalami keluhan-keluhan seperti ini sebelumnya. Tidak ada riwayat asma

maupun alergi makanan atau obatobatan. Tidak ada di anggota keluarga yang mengalami

keluhan-keluhan yang sama dengan pasien.


Berdasarkan riwayat kehamilan, ibu pasien kontrol kehamilan secara teratur dan tidak

terdapat masalah selama kehamilan serta riwayat persalinan baik. Orang tua pasien mengatakan

bahwa anaknya sudah mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap dan mendapatkan ASI

eksklusif selama 6 bulan dan dilanjutkan dengan makanan pendamping ASI sealam 2 tahun.

Hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum lemah, berat badan 31 kg dan tinggi badan

132 cm dengan kesan status gizi baik menurut kurva CDC (Center for Disease Control). Pasien

tampak sesak dengan frekuensi napas 45 x/menit, gerak napas menurun pada dinding torak

dekstra, fremitus taktil dekstra melemah, pekak pada perkusi seluruh interkostalis dekstra,

13
bronkovesikuler melemah disertai ronki pada dinding thorak dekstra saat auskultasi. Hasil

rontgen torax mengambarkan adanya kesan efusi pleura dextra.

Hasil rontgen torax pasien (AP dan Lateral)


Selama menunggu hasil pemeriksaan penunjang lainnya, pasien mendapatkan terapi

cairan KAEN 1B 28 tetes/menit, injeksi Ceftriaxon 2 x 0,5 gr. Pada hari ke-3 perawatan,

pasien menjalani Mantoux test dengan hasilnya positif. Hasil skoring TB menurut IDAI

pada pasien adalah sebagai berikut: kontak TB dengan pasien hasil BTA yang belum

diketahui (0), uji tuberkulin negatif (3), keadaan gizi baik (0), demam yang tidak

diketahui penyebabnya ≥ 2 minggu (1), batu kornik ≥ 3 minggu (1), pembesaran kelenjar

limfe negatif (0), pembengkakan tulang neagtif (0), dan Ro torax sugestif TB (), sehingga

total skor adalah 5. Diagnosis efusi pleura TB ditegakkan setelah dilakukan pemeriksaan

analisis cairan pleura dengan hasil cairan eksudat.


Pasien didiagnosis dengan efusi pleura TB. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Untuk menegakkan diagnosis

adanya efusi pleura, dalam anamnesis diperlukan untuk memastikan gejala yang

dirasakan oleh pasien. Gejala efusi pleura tidak khas karena tergantung dari penyakit

yang mendasari dan besarnya efusi. Efusi pleura yang disebabkan oleh adanya infeksi

biasanya memiliki gejala sebagai berikut: demam persisten, batuk, dispnea, sputum

produktif, dan nyeri dada. Pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya keganasan

memiliki gejala yang tidak khas yaitu batuk, demam suhu rendah, dan apabila berada di

stadium berat dapat terjadi distres pernapasan. Pada efusi pleura yang disebabkan karena

14
gagal jantung atau sindrom nefrotik biasanya memilki gejala dispnea, tanpa demam, dan

disertai edema pada ekstremitas. Secara epidemiologi, efusi pleura pada anak

kebanyakan disebabkan oleh infeksi sekunder, sedangkan pada dewasa disebabkan oleh

gagal jantung kongestif dan malignansi. Pada pasien, terdapat gejala-gejala yang sesuai

dengan gejala pada efusi pleura yang disebabkan oleh adanya infeksi yaitu adanya sesak

napas yang memberat sejak 2 hari yang lalu, batuk, nyeri dada, dan demam peristen.

Pasien juga tidak memiliki riwayat penyakit jantung, ginjal, hepar, maupun trauma pada

torak sehingga diagnosis banding efusi pleura oleh penyebab lainnya dapat disingkirkan.

Efusi pleura yang terjadi karena adanya infeksi dapat disebabkan oleh beberapa penyakit

seperti pneumonia, tuberkulosis, atau infeksi virus. Pada infeksi virus, biasanya lebih

bersifat asimptomatik dan bersifat self-limiting disease. Pada tuberkulosis, biasanya

memiliki gejala umum TB berupa demam subfebris berkepanjangan, batuk kronik lebih

dari 3 minggu, nyeri dada, keringat malam hari, dan penurunan berat badan. Pada pasien

ini, gejala yang dirasakan pasien lebih mengarah ke efusi pleura yang disebabkan oleh

tuberkulosis paru. Pasien efusi pleura biasanya akan merasa lebih nyaman bila dalam

posisi tubuh tegak dibandingkan berbaring. Hal ini disebabkan karena pengaruh gravitasi

sehingga cairan yang terakumulasi di rongga pleura akan turun dan proses pengembangan

paru dapat berjalan dengan lebih baik, dibandingkan saat posisi berbaring yang

menyebabkan cairan yang terakumulasi merata pada rongga pleura sehingga lebih

menganggu proses pengembangan paru atau ventilasi. Pada pasien ini, sesak napas tidak

bergantung oleh posisi. Pasien tetap merasa sesak saat posisi duduk ataupun berbaring.

Hal ini dapat mengindikasikan bahwa terjadi efusi pleura. Dari pemeriksaan fisik pasien,

didapatkan suatu kelainan di rongga torak yang bersifat unilateral, akibat akumulasi

15
cairan pada rongga pleura dextra. Efusi pleura yang disebabkan oleh TB paru biasanya

bersifat unilateral dan dapat terjadi secara primer akibat invasi hematogen secara

langsung. Untuk membantu menegakkan diagnosis dibutuhkan pemeriksaan penunjang.

Rontgen torak adalah suatu strategi imaging yang paling sederhana untuk

mengkonfirmasi adanya efusi pleura. Rontgen torak dapat dilakukan dengan posisi

Anteroposterioi (AP), lateral, dan dekubitus. Biasanya hasil rontgen torak pasien efusi

pleura menunjukkan adanya free-flowing pleural fluid, sudut costofrenicus, dan Meniscus

Sign (+). Pada pasien ini, gambaran rontgen thorax sesuai dengan gambaran rontgen

torak efusi pleura dengan kesan efusi pleura karena perselubungan menutupi lebih dari

setengah rongga pleura bahkan hampir semua rongga pleura tertutupi oleh cairan pada

posisi AP maupun lateral. Setelah dapat mengkonfirmasi adanya efusi pleura, maka

langkah selanjutnya adalah mengkonfirmasi penyebab terjadinya efusi pleura dengan

melakukan torakosentesis dan analisa cairan pleura. Pada pasien, tapping cairan

dialkukan dua kali dan didapatkan total cairan sebanyak ± 600 ml dengan warna kuning

keruh. Setelah dilakukan tapping cairan maka langkah selanjutnya adalah menganalisis

cairan pleura tersebut untuk mengetahui komponen kimia cairan pleura. Pada hasil

analisis cairan pleura, didapatkan hasil bahwa sifat cairan bersifat eksudat karena telah

memenuhi kriteria Light. Mantoux test juga dapat membantu mendiagnosis tuberkulosis

pada anak. Reaksi diukur dalam 48-72 jam pasca penyuntikan. Pada pasien didapatkan

hasil Mantoux test positif karena ditemukan adanya indurasi. Akan tetapi, kemungkinan

hasil Mantoux test menunjukkan hasil negatif palsu. Hasil negatif palsu pada Mantoux

test dapat terjadi pada keadaan: imunosupresi akibat penggunaan obatobatan atau

penyakit infeksi virus (campak, mumps, rubella, varicella, dan influenza). Dalam

16
mendiagnosis TB anak, terdapat pendekatan lain yaitu melalui sistem skoring TB. Sistem

skoring tersebut dikembangkan diuji coba melalui tiga tahap penelitian oleh para ahli

IDAI (Ikatan Dokter Anak Indoensia), Kemenkes (Kementrian Kesehatan), dan WHO

(World Health Organization). Pasien dengan skoring TB ≥ 6 harus ditatalaksana sebagai

pasien TB dan mendapat OAT. Pada pasien ini, dilakukan perhitung skoring TB dan

didapatkan hasil total skor 4. Walaupun hasil skoring 5 tidak menunjukkan diagnosis TB,

akan tetapi diagnosis TB pada kasus ini tidak disingkirkan karena secara klinis dan

pemeriksaan penunjang lainnya mengarah ke diagnosis TB sehingga tetap memerlukan

terapi OAT. Selain itu, rendahnya nilai skor dipengaruhi hasil uji tuberkulin yang

menunjukkan negatif palsu. Sesuai guideline, pada pasien efusi pleura yang disebabkan

oleh infeksi maka diberikan terapi antibiotik dan torakosentesis sebagai terapi pilihan.

First line antibiotik yang dapat diberikan adalah penicillin, cephalosporin, clindamycin,

dan ciprofloxacin. Antibiotik dapat diberikan secara oral ataupun intravena minimal 48

jam. Setelah dilakukan torakosentesis, antibiotik oral dapat dilanjutkan 2-4 minggu. Pada

pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas yaitu injeksi Ceftriaxon 0.5 gram/12 jam

sambil menunggu hasil pemeriksaan lainnya. Setelah dilakukan beberapa pemeriksaan

yang menunjang ke arah diagnosis TB maka pasien diberikan terapi OAT. Efusi pleura

TB (Pleuritis TB) adalah termasuk TB ekstrapulmonal sehingga pasien harus mendapat

OAT berupa 4-5 OAT selama 2 bulan fase intensif dan 2 OAT (isoniazid dan rifampisin)

hingga genap 9-12 bulan terapi. Pada kasus efusi pleura perlu juga diberikan prednisone

1-2 mg/kgBB/hari selama 2 minggu lalu 2 minggu kemudia ditappering off sehingga total

pemberian selama 1 bulan. Pada pasien ini diberikan terapi OAT rifampisin 450 mg/24

jam, INH 300mg/24 jam, pirazinamid 1x1 gr. Untuk mengurangi efek samping dari

17
penggunaan OAT diberikan suplemen saraf seperti Vitamin B6 untuk mencegah neuritis

perifer. Untuk keluhan demam pasien diberi paracetamol 3x300 mg.


Simpulan Penegakkan diagnosis efusi pleura TB pada anak umumnya cukup sulit

karena Mycobacterium tuberculosis tidak mudah ditemukan. Pada pasien ini, diagnosis

efusi pleura TB tegak setelah dilakukan pemeriksaan analisis cairan pleura dengan hasil

cairan eksudat. Pasien mendapatkan terapi tapping cairan, OAT, dan prednisone sesuai

dengan diagnosis yang ditegakkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Saguil Aaron. Diagnostic Approach to pleural effusion. 2014. American Academy of

Family Physician
2. Pediatric pleural Effusion. Diakses dari www/medscape/com diakses tanggal 12 septeber

2018
3. Liemena S. Comparison of diagnostic examination appearance tuberculosis antigen

rapid test kit between sputum tuberculosis and lung atient serum. 2014.
4. Demirhan R, Kosar A, Sancakli I, Kiral H, Orki A, Arman B. Management of

postpneumonic empyemas in children. Acta Chir Belg. 2008; 108:208-211

18

Anda mungkin juga menyukai