Disusun Oleh :
Pembimbing:
ANAMNESIS
Keluhan utama:
Kelemahan anggota gerak kanan sejak ± 3.5 jam SMRS.
Sesak nafas, pingsan, kejang, demam, muntah menyemprot, alergi obat di sangkal. BAK dan
BAB dalam batas normal.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis (GCS E4M6Vafasia global)
Tanda Vital
Laju nadi : 75x/menit
Laju napas : 18x/menit, reguler dan dalam
Tekanan Darah : 150/110 mmHg
Suhu : 36.30C
Sp O2 : 99%
Status Generalis
Sistem Deskripsi
detritus (-)
Leher Limfadenopati (-)
GCS: E4M6Vafasia
OD OS
Nervus V:
● Motorik: inspeksi dan palpasi baik, gerakan rahang dan
membuka mulut terkesan baik
Neurologis ● Sensorik: tidak dilakukan
● Refleks korneal: dalam batas normal
Nervus VII:
● Plika nasolabialis dextra melandai saat mulut istirahat
● Rasa kecap 2/3 anterior: tidak dapat dilakukan
Nervus VIII:
● Nervus cochlearis: Tes Rinne, Weber, Schwabach tidak
dapat dilakukan
● Nervus vestibularis: tidak dapat dilakukan
●
● Nervus IX and X:
● Gag reflex tidak dilakukan pada pasien ini
Nervus XI:
● Kesan otot sternocleidomastoideus dan trapezius normal.
Nervus XII:
● Sikap lidah dalam mulut: deviasi (+) ke kiri, tremor (-),
atrofi (-), fasikulasi (-)
● Julurkan lidah: tidak dapat dilakukan
● Kekuatan lidah: tidak dapat dilakukan
Motorik :
Atrofi (-), fasikulasi (-), clonus (-), hemiplegia kanan
Refleks fisiologis:
Kanan Kiri
Biceps ++ ++
Triceps ++ ++
Brachioradialis ++ ++
Patella ++ ++
Achilles ++ ++
Refleks patologis:
Sensorik :
Raba : tidak dilakukan
Nyeri : tidak dilakukan
Suhu : tidak dilakukan
Proprioseptif:
● Posisi sendi: tidak dilakukan
● Getar: tidak dilakukan
Koordinasi:
● Tes tunjuk-hidung: tidak dapat dilakukan
● Tes tumit-lutut: tidak dapat dilakukan
● Disiadokinesis: tidak dapat dilakukan
Otonom:
● Miksi: tidak dapat dilakukan (pasien terpasang kateter)
● Defekasi: dalam batas normal
● Sekresi keringat: tidak dilakukan
RESUME
Pasien laki-laki, usia 20 tahun, datang dengan keluhan lemah anggota gerak sisi kanan
sejak 3.5 jam SMRS. Lemah dirasakan mendadak saat pasien sedang beraktifitas. Pasien
tidak dapat menggerakkan anggota gerak kanannya, disertai dengan kesulitan bicara. Pasien
menyangkal adanya muntah, pingsan maupun kejang. Pasien memiliki riwayat SLE dengan
keterlibatan ginjal dan stroke sebelumnya pada sisi kanan 3 tahun yang lalu. Pasien
menyangkal adanya riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, merokok maupun
konsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 150/110, GCS E4M6Vafasia global ,
status neurologis afasia global, kesan hemiparesis nervus kranialis VII & XII dekstra sentral,
dan hemiplegia dextra.
DIAGNOSIS
Klinis : Afasia global, hemiplegia dextra, paresis N. VII dextra sentral, paresis
N. XII dextra.
Etiologi : Emboli
Patologis : Infark
DIAGNOSIS KERJA
SLE
DIAGNOSIS BANDING
Stroke Hemorrhagic
PROGNOSIS
Bicnat 3x500mg
Lasix 1/2x40mg
Esomeprazole 2x40 mg
Broadcet 2x1gr
Medixone 1x125mg
Lipitor 1x40mg
Lovenox 1x0.4cc
Kalxetin 1x10mg
Pemeriksaan Laboratorium
Diff count
Basophil 0 % 0–1
Eosinophil 0 % 1-3
Segment Neutrophil 91 % 50 – 70
Lymphocyte 3 % 25 – 40
Monocyte 3 % 2–8
ESR ↑ 39 mm/hours 0 – 20
SGOT-SGPT
SGPT 51 U/L 0 – 33
Electrolyte
IMMUNOLOGY / SEROLOGY
MRI BRAIN
Kesan:
● Infark hiperakut-akut mencakup lobus frontal kiri, corona radiata kiri, lobus parietalis
kiri, lobus temporal kiri, insula kiri, kapsula interna kiri, basal ganglia kiri, kapsula
interna kiri.
● Thrombus pada segmen M1 arteri cerebri media kiri
● Infark lacunar subakut di lobus frontal kanan posterior
● Tidak tampak perdarahan, SOL maupun malformasi vaskular intracranial
EKG
Rate: 75x/menit
Axis: Normoaxis
P wave: Normal
T wave: Normal
LBBB (-), RBBB (-), LVH (-), RVH (-), VES (-)
LVH(-)
KESIMPULAN :
LVSEC(+)
MR ringan, PR ringan
Fungsi LV normal
ANALISA KASUS
Pasien laki-laki, usia 20 tahun, datang dengan keluhan lemah anggota gerak sisi kanan
sejak 3.5 jam SMRS. Keluhan tersebut terjadi secara mendadak. Jika pasien datang dengan
kelemahan, maka harus diketahui distribusi dari kelemahan tersebut untuk mengetahui
penyebab nya. Berikut adalah bagan yang dapat membantu untuk pendekatan diagnosa pasien
dengan kelemahan.
Setelah mengetahui distribusi dari kelemahan, juga penting untuk mengenali apakah
kelemahan bersifat lesi UMN atau LMN. Tabel berikut menunjukkan cara untuk
membedakan kedua lesi tersebut.
Pada pasien ini, ditemukan kesan hemiparesis di saraf kranialis dan motorik. Pada
pasien ini juga ditemukan afasia global. Pasien ini memiliki lesi UMN dan oleh karena itu
mengarah ke lesi di sistem saraf pusat. Pada pasien kelemahan dengan keterlibatan saraf
kranialis, maka lesi pada medula spinalis dapat disingkirkan. Yang dipikirkan adalah lesi di
otak, karena ada keterlibatan saraf kranialis dan gangguan bahasa. Pada pasien ini, lesi ini
mungkin berasal dari hemisfer serebri sinistra. Lesi pada batang otak mungkin dapat
disingkirkan karena tidak ada lesi alternans (yaitu hemiparesis ipsilateral pada saraf kranialis
dan kontralateral pada motorik tubuh).
Pada pasien ini, kejadian terjadi secara mendadak dan bersifat akut. Oleh karena itu,
penyebab pada pasien ini mungkin bisa dari trauma, vaskular, infeksi dan metabolik. Perlu
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk membedakan kedua hal tersebut. Pada
pasien ini, tidak ditemukan riwayat trauma pada anamnesis. Oleh karena itu, penyebab dari
trauma dapat disingkirkan. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan tanda-
tanda infeksi maupun inflamasi, yaitu tidak ditemukan demam, nyeri, bengkak, dan tanda-
tanda prodromal lainnya. Pada pasien ini, penyebab akibat infeksi dapat diminimalisir. Untuk
kelainan metabolik, yang paling sering menyebabkan kelemahan adalah hipoglikemia,
hiperglikemia, gangguan elektrolit, ensefalopati hepatikum, ensefalopati uremikum. Biasanya
pada ensefalopati metabolik, kelemahan yang terjadi bersifat generalisata. Pada pasien ini,
penyebab dari metabolik dapat diminimalisir karena dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang tidak menunjukkan kelainan yang dapat menyebabkan
ensefalopati metabolik. Pada pasien ini, penyebab yang paling mungkin adalah akibat
vaskular.
Pada pasien ini yang dipikirkan adalah stroke. Kejadian ini terjadi pada saat pasien
sedang beraktivitas. Jika pasien sedang beraktivitas, yang dipikirkan adalah stroke iskemik
akibat emboli dari tempat lain atau stroke perdarahan. Untuk membedakan antara dua
tersebut, harus dibantu dengan pemeriksaan radiologis.
Stroke adalah suatu defisit neurologis yang menetap >24 jam dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke sendiri dibagi
menjadi 2, tipe sumbatan atau iskemik dan tipe pendarahan atau hemoragik. Tipe iskemik
dapat dibagi lagi menjadi dua subtype, yaitu yang disebabkan oleh emboli atau yang
disebabkan oleh thrombus/thrombosis. Membedakan ketiga tipe stroke ini secara objektif
dibantu dengan pemeriksaan radiologi. Namun kecurigaan seseorang menderita stroke
iskemik atau pendarahan dapat diarahkan dengan anamnesis. Perlu diingat bahwa segala jenis
stroke karena etiologinya yang berasal dari vaskular, maka manifestasi yang timbul juga
harus bersifat akut atau mendadak.
Faktor risiko tinggi untuk kejadian stroke pada pasien ini adalah SLE dengan
keterlibatan ginjal (lupus nefritik). Stroke yang terjadi bisa stroke iskemik dan stroke
perdarahan, biasa lebih sering pada pasien dengan usia muda. Pada pasien ini terjadi stroke
iskemik yang kemungkinan disebabkan karena mekanisme dari arteriosklerosis dan
kemungkinan karena tromboemboli. Pada pasien SLE terjadi aterosklerosis secara lebih
cepat. Terjadi inflamasi secara sistemik dan hal ini akan memicu proses pembentukan
ateroma. Kondisi SLE juga akan memicu untuk terjadinya kondisi dislipidemia dan
mempercepat proses aterosklerosis. Juga terjadi penurunan aktivitas lipoprotein lipase dan
enzim antioksidan lain-lainnya. Pada pasien SLE, seringkali terjadi sindroma antifosfolipid
pada 25-40% pasien. Kondisi tersebut akan memicu terjadinya trombosis pada arteri, vena,
atau keduanya. Hal ini akan membuat penyumbatan pada pembuluh darah besar seperti yang
paling sering adalah di MCA. Diseksi arteri juga dapat terjadi pada SLE karena pembuluh
darah menjadi lebih lemah akibat penggunaan steroid jangka panjang, faktor inflamasi,
degenerasi dinding pembuluh darah yang terjadi akibat autoinflamasi sehingga menyebabkan
kerusakan matriks ekstraselular dan endotelium. Vaskulitis juga dapat terjadi pada SLE
akibat deposisi kompleks imun pada dinding pembuluh darah dan juga karena reaksi antibodi
terhadap sel endotelial.
Yang dipikirkan adalah stroke iskemik ec emboli dapat terjadi akibat kardioemboli
stroke, paradoxical stroke, hypercoagulable state. Juga dipikirkan kemungkinan dapat terjadi
vasculitis akibat SLE. Pada pasien ini, telah dilakukan EKG jantung dan ditemukan EKG
dalam batas normal, regular dan tidak ada fibrilasi atrium. Pada transthoracic
echocardiogram, ditemukan struktur jantung yang normal. Oleh karena itu, kemungkinan
untuk terjadi stroke kardioemboli rendah. Namun, harus dipastikan lebih lanjut dengan
transesofageal echocardiogram untuk dapat memastikan bahwa emboli tidak berasal dari
jantung. Pada pasien ini, stroke mungkin dapat terjadi akibat hypercoagulable state karena
pada SLE seringkali hal ini dapat terjadi. Terutama pada pasien dengan antiphospholipid
syndrome, thrombosis dapat terjadi dan dapat oklusi arteri yang besar seperti MCA.
Kemudian, stroke pada pasien ini mungkin dapat terjadi akibat paradoxical stroke. Pada
pasien ini, ditemukan jumlah D-dimer yang meningkat. Sehingga, dapat dipirkan bahwa
emboli dari DVT yang menyumbat MCA pada pasien ini. Namun, harus dipastikan dengan
melakukan right-to-left shunt test (untuk memastikan tidak ada patent foramen ovale) dan
lung scintigraphy untuk mendeteksi adanya mikroemboli dari vena ke paru-paru. Penting
untuk diketahui ada atau tidaknya patent foramen ovale karena emboli dari vena dapat
menembus dari atrium kanan ke atrium kiri dan akan langsung jalan ke MCA sehingga
menyebabkan oklusi total. Pada pasien ini, mungkin stroke dapat terjadi akibat vasculitis.
Vasculitis sering terjadi pada pasien SLE karena inflamasi pada dinding pembuluh darah dan
hal ini akan menyebabkan infark parenkim otak. Juga pada pasien ini dipikirkan bahwa
pasien sedang dalam kondisi flair karena kadar C3 yang menurun. Namun, pada vasculitis
seringkali stroke tidak seluas seperti yang terlihat pada pasien ini. Stroke pada vasukulitis
biasanya berupa bercak-bercak yang menyebar di berbagai macam lokasi. Oleh karena itu,
pada pasien ini yang paling mungkin adalah stroke emboli.
Pada pasien ini struktur anatomis yang terlibat adalah regio dari Middle Cerebral
Artery. Middle Cerebral Artery memperdarahi bagian lateral frontal, parietal, occipital dan
temporal. Gyrus sentralis memiliki regio precentral untuk fungsi motorik dan post central
untuk fungsi somatosensorik. Pada pemetaan di gambar bawah, regio somatosensorik berada
pada daerah post sentral (warna biru) dan regio motorik berada pada daerah pre sentral
(warna pink). Gambar berikutnya juga menjelaskan perjalanan dari traktus piramidalis.
Vaskularisasi otak terbagi atas sirkulasi anterior dan posterior. Untuk sistem anterior,
sumber perdarahan bermula dari arteri karotis interna yang akan melewati sinus transversus
untuk menjadi arteri serebri media. Arteri cerebri media membentuk banyak cabang
memperdarahi lobus frontal, parietal, dan temporal yang luas. kemudian arteri cerebri media
bercabang menjadi arteri cerebri anterior yang secara paralel berjalan ke arah media dan
rostral, memperdarahi perifer otak. Sementara pada posterior, arteri vertebralis akan
menembus setinggi foramen magnum kemudian akan melingkar bersatu dengan kontra
lateralnya membentuk Basilar artery. Sebelum bertemu dengan kontra lateralnya, arteri
vertebralis akan bercabang menjadi arteri Posterior Inferior Cerebellar (PICA) dan arteri
anterior spinal. Basilar arteri akan bercabang memberikan perdarahan pada cerebellum
bagian anterior inferior, sehingga diberikan nama anterior inferior cerebellar artery. Arteri
basilar juga memvaskularisasi batang otak dan sekelilingnya dengan cabang-cabang kecil
daripada arteri Basilar (pontine artery). Basilar artery juga akan berecabang menjadi arteri
superior cerebellar dan arteri posterior cerebral untuk memperdarahi cerebellum dan
cerebrum bagian posterior. Arteri posterior cerebral akan anastomosis dengan karotid interna
menggunakan posterior communicating artery guna untuk memberikan vaskularisasi ke
anterior sewaktu-waktu bagian anterior mengalami penurunan perfusi.
Tatalaksana fase akut adalah awalnya kita perlu memantau status neurologis dan
tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu tubuh, sturasi oksigen), elevasikan kepala 30o, pastikan
jalan nafas bebas dan berikan oksigen. Pantau tekanan darah pasien, dalam beberapa hari
pertama tekanan darah pasien biasanya tinggi. Namun penurunan tekanan darah yang terlalu
cepat akan menyebabkan berkurangnya perfusi ke daerah penumbra, sebaliknya jika tekanan
darah terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya edema serebri dan transformasi hemoragik
setelah terjadinya rekanalisai. Hindari juga terjadinya hipotensi.
Tekanan darah sebaiknya dipertahankan optimal dengan skema sebagai berikut:
Selain itu kita juga perlu memperhatikan suhu tubuh pasien, pertahankan agar tetap
normotermi. Pasien diberikan cairan isotonis dna hindari pemberian cairan yang hipotonis.
Koreksi elektrolit dan gangguan asam basa. Pasang nasogastric tube (NGT) dikarenakan pada
pasien ini adanya gangguan menelan.
Penanganan pada kasus stroke iskemik akut dengan onset kurang dari 3- 4.5 jam
menggunakan recombinant tissue Plasminogen Activator (rtPA) (Alteplase) akan
memberikan outcome yang baik. Namun pada pasien ini tidak dilakukan rtPA.
1. Hauser, S. L., 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 3rd ed. New York:
McGraw-Hill Education.
2. Baehr M, Frostcher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 5. 5th edition. 2014.
3. Brainin, M. & Heiss, W. D., 2010. Textbook of Stroke Medicine. New York:
Cambridge University Press.
4. Ropper, A. H., Samuels, M. A. & Klein, J. P., 2014. Adams and Victor's Principles of
Neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education.
5. Cavallaro,N. Barbaro, U. Caraglino,A. 2018. Stroke and Sytemic Lupus
Erythematous:A Review. EMJ Rheumatol.