Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS ILMU PENYAKIT SARAF

Disusun Oleh :

Akhil Deepak Vatvani (01073170025)

Megan Caroline (01073170135)

Pembimbing:

dr. Peter Gunawan Ng, Sp.S

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT SARAF


PERIODE 28 JANUARI – 02 MARET 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
SILOAM HOSPITAL TB SIMATUPANG



IDENTITAS
Nama : Tn. S.Y.
Kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 20 September 1998
Usia : 20 tahun
Agama : Kristen
Nomor rekam medis : 00-69-60-xx
Tanggal masuk : 22 Januari 2019
Informasi diperoleh dengan autoanamnesis dan alloanamnesis dari pasien dan ibu kandung
pasien

ANAMNESIS

Keluhan utama:
Kelemahan anggota gerak kanan sejak ± 3.5 jam SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien datang dengan keluhan lemah anggota gerak sisi kanan sejak 3.5 jam SMRS. Lemah
dirasakan mendadak saat pasien sedang mandi, disertai dengan kesulitan bicara. Pasien tidak
dapat menggerakkan anggota gerak kanannya. Pasien ditemukan tergeletak terduduk di
kamar mandi dengan sisi tubuh kanan terlihat lemah , namun saat di tanya pasien tidak
menjawab.

Sesak nafas, pingsan, kejang, demam, muntah menyemprot, alergi obat di sangkal. BAK dan
BAB dalam batas normal.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien terdiagnosis SLE dengan keterlibatan ginjal saat usia 17 tahun, dalam pengobatan
sejak usia 17 tahun (± 3 tahun yang lalu) dengan riwayat berhenti pengobatan selama ± 4
bulan namun sudah rutin berobat hingga sekarang. Pasien minum obat medixon 2x16mg,
cavit D3 2x1,bicnat 500mg, ceptin 2x200mg
Pasien riwayat stroke penyumbatan tahun 2016 sisi kanan

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, kolesterol.

Riwayat Penyakit Keluarga:


Tidak ada anggota keluarga yang memiliki gejala yang serupa dengan pasien.
Riwayat Kebiasaan, Ekonomi, dan Kondisi Lingkungan:
Pasien tinggal bersama kedua orang tuanya di rumah pribadi. Pasien tidak memiliki
kebiasaan merokok dan meminum alkohol. Riwayat kebiasaan baik, ekonomi kelas
menengah dan kondisi lingkungan baik.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : Tampak sakit berat
Kesadaran : compos mentis (GCS E4M6Vafasia global)
Tanda Vital
Laju nadi : 75x/menit
Laju napas : 18x/menit, reguler dan dalam
Tekanan Darah : 150/110 mmHg
Suhu : 36.30C
Sp O2 : 99%
Status Generalis
Sistem Deskripsi

Kepala Normosefali, rambut hitam, tersebar merata,

Konjungtiva anemis (-/-)


Sklera ikterik (-/-)
Mata Pupil bulat dan isokor (3 mm/ 3mm)
RCL/RCTL (+/+)
Pergerakan bola mata baik.
Bibir merah, bibir merot ke kiri, lembab, cyanosis (-), pucat (-),
angular chelitis (-).
Hidung dan telinga sekret (-), serumen (±)
THT
T1/T1, arkus faring simetris (+), faring hiperemis (-),

detritus (-)
Leher Limfadenopati (-)

Dada Bentuk normal simetris, retraksi (-).


Inspeksi: perkembangan rongga dada saat statis dan dinamis
simetris (+/+)
Paru-paru Palpasi: pengembangan dada simetris kanan dan kiri
Perkusi: sonor seluruh lapang paru
Auskultasi: vesikuler +/+, ronchi -/-, wheezing -/-

Iktus kordis tidak terlihat, teraba


Jantung Bunyi jantung S1 & S2 reguler

Inspeksi: bentuk datar, distensi (-), lesi (-), scar (-)


Auskultasi: Bising Usus tidak meningkat
Abdomen Perkusi: timpani pada seluruh kuadran abdomen
Palpasi: NT (-), hepatomegali (-), splenomegali (-)
Turgor kulit balik cepat
Massa (-), lesi (-)
Punggung
Deformitas (-)

Akral hangat, CRT <2 detik


Ekstremitas
Edema tungkai bawah (+/+)

GCS: E4M6Vafasia

Tanda rangsang meningeal:


Kuduk kaku (-)
Neurologis
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-), II (-/-)
Laseque >70o/>70o
Kernique >135o/>135o
Saraf kranialis :
Nervus I: tidak dapat dilakukan
Nervus II: visus, lapangan pandang, tes ishihara, tes konvergensi
tidak dapat dinilai. Funduskopi sulit dinilai
Nervus III, IV, VI:
● Pupil: dalam batas normal, bulat (3mm/ 3mm)
● RCL: +/+, RCTL +/+
● Pergerakan bola mata: dalam batas normal


OD OS

Nervus V:
● Motorik: inspeksi dan palpasi baik, gerakan rahang dan
membuka mulut terkesan baik
Neurologis ● Sensorik: tidak dilakukan
● Refleks korneal: dalam batas normal

Nervus VII:
● Plika nasolabialis dextra melandai saat mulut istirahat
● Rasa kecap 2/3 anterior: tidak dapat dilakukan

Nervus VIII:
● Nervus cochlearis: Tes Rinne, Weber, Schwabach tidak
dapat dilakukan
● Nervus vestibularis: tidak dapat dilakukan

● Nervus IX and X:
● Gag reflex tidak dilakukan pada pasien ini

Nervus XI:
● Kesan otot sternocleidomastoideus dan trapezius normal.
Nervus XII:
● Sikap lidah dalam mulut: deviasi (+) ke kiri, tremor (-),
atrofi (-), fasikulasi (-)
● Julurkan lidah: tidak dapat dilakukan
● Kekuatan lidah: tidak dapat dilakukan

Motorik :
Atrofi (-), fasikulasi (-), clonus (-), hemiplegia kanan
Refleks fisiologis:

Kanan Kiri

Biceps ++ ++

Triceps ++ ++

Brachioradialis ++ ++

Patella ++ ++

Achilles ++ ++

Refleks patologis:

Babinski (+/+), Chaddock (-/-), Oppenheim (-/-),


Gordon (-/-), Schaffner (-/-), Hoffman Trommer (-/-)

Sensorik :
Raba : tidak dilakukan
Nyeri : tidak dilakukan
Suhu : tidak dilakukan

Proprioseptif:
● Posisi sendi: tidak dilakukan
● Getar: tidak dilakukan
Koordinasi:
● Tes tunjuk-hidung: tidak dapat dilakukan
● Tes tumit-lutut: tidak dapat dilakukan
● Disiadokinesis: tidak dapat dilakukan

Otonom:
● Miksi: tidak dapat dilakukan (pasien terpasang kateter)
● Defekasi: dalam batas normal
● Sekresi keringat: tidak dilakukan

RESUME
Pasien laki-laki, usia 20 tahun, datang dengan keluhan lemah anggota gerak sisi kanan
sejak 3.5 jam SMRS. Lemah dirasakan mendadak saat pasien sedang beraktifitas. Pasien
tidak dapat menggerakkan anggota gerak kanannya, disertai dengan kesulitan bicara. Pasien
menyangkal adanya muntah, pingsan maupun kejang. Pasien memiliki riwayat SLE dengan
keterlibatan ginjal dan stroke sebelumnya pada sisi kanan 3 tahun yang lalu. Pasien
menyangkal adanya riwayat diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, merokok maupun
konsumsi alkohol.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tekanan darah 150/110, GCS E4M6Vafasia global ,
status neurologis afasia global, kesan hemiparesis nervus kranialis VII & XII dekstra sentral,
dan hemiplegia dextra.

DIAGNOSIS

Klinis : Afasia global, hemiplegia dextra, paresis N. VII dextra sentral, paresis
N. XII dextra.

Topis : Kortikal hemisphere cerebri sinistra

Etiologi : Emboli

Patologis : Infark
DIAGNOSIS KERJA

Stroke Iskemik ec. Emboli

SLE

DIAGNOSIS BANDING

Stroke Ischemic ec. Thrombosis

Stroke Hemorrhagic

PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad bonam


Ad functionam : Dubia ad bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam

TERAPI YANG DIBERIKAN DI RUMAH SAKIT

Bicnat 3x500mg

Cavit D3 2x1 tab

Lisinopril 1x5mg (Odace ) atau adalat oros 30mg (OD)

Lasix 1/2x40mg

Cellcept 2x500mg ac (mycophenolate mofetil)

Plaquenil (hydroxychloroquine sulfate) 1x200mg

Esomeprazole 2x40 mg

Broadcet 2x1gr

Medixone 1x125mg
Lipitor 1x40mg

Lovenox 1x0.4cc

Kalxetin 1x10mg

Pemeriksaan Laboratorium

Results Unit Normal Range

Hb 10.00 g/dL 11.70 - 15.50

Hematocrit 28.90 % 35.00 – 47.00

RBC 3.43 106/mcL 3.80 – 5.20

WBC 23.78 103/mcL 3.60 – 11.00

Diff count

Basophil 0 % 0–1

Eosinophil 0 % 1-3

Band Neutophil 3 % 2–6

Segment Neutrophil 91 % 50 – 70

Lymphocyte 3 % 25 – 40

Monocyte 3 % 2–8

Platelet 176.000 103/mcL 150.00 – 440.00

ESR ↑ 39 mm/hours 0 – 20

MCV, MCH, MCHC


MCV 84.30 fL 80.00 – 100.00

MCH 29.50 pg 26.00 – 34.00

MCHC 34.60 g/dL 32.00 – 36.00

SGOT-SGPT

SGOT 102 U/L 5 – 32

SGPT 51 U/L 0 – 33

Ureum 148.0 mg/dL < 50.00

Creatinine 1.86 mg/dL 0.5 – 1.3

eGFR 50.9 mL/menit/1.73m2 ≥60

D-dimer 1.72 ug/mL 0.00 - 0.3

Blood Random Glucose 111.0 mg/dL < 200

LDL Cholestrol(direct) 284 mg/dL Konsensus Lipid 2004


- <100: Optimal
- 100-129: Near
Optimal
- ≥130: High

Electrolyte

Na ↓ 133 mmol/L 137 – 145

K 4.0 mmol/L 3.6 – 5.0

Cl 104 mmol/L 98 – 107


Albumin ↓ 1.79 g/dL 3.50-5.20

IMMUNOLOGY / SEROLOGY

CRP-Hs 0.75 mg/dL 0.00-3.00

C3 Complement 46.0 mg/dL 90.0-180.0

C4 Complement 16 mg/dL 15.0 – 53.0

ACA IgG 2.90 G-PL-U/mL 0.00-12.00

ACA IgM 1.80 M-PL-U/mL 0.00-12.00

MRI BRAIN
Kesan:

● Infark hiperakut-akut mencakup lobus frontal kiri, corona radiata kiri, lobus parietalis
kiri, lobus temporal kiri, insula kiri, kapsula interna kiri, basal ganglia kiri, kapsula
interna kiri.
● Thrombus pada segmen M1 arteri cerebri media kiri
● Infark lacunar subakut di lobus frontal kanan posterior
● Tidak tampak perdarahan, SOL maupun malformasi vaskular intracranial

EKG

Rate: 75x/menit

Rhythm: Sinus Rhythm

Axis: Normoaxis

P wave: Normal

PR interval: 0.18 sec

QRS interval:0.07 sec

ST segment: Elevasi (-), Depresi (-)

T wave: Normal

LBBB (-), RBBB (-), LVH (-), RVH (-), VES (-)

Kesan: Normal EKG


ECHOCARDIOGRAM

dilakukan echocardiogram pada 23/1/19

yang ditemukan dimensi ruang jantung dalam batas normal

LVH(-)

kontraktilitas LV baik, LVEF 68,5%. Fungsi diastolik normal

kontraktilitas RV baik, TAPSE 2.75

Analisis segmental : Global normokinetik

Katup jantung : MR ringan, AR trivial, TR trivial, PR ringan

Efusi pericard (-)

tidak tampak trombus maupun vegetasi intrakardiak. LVSEC(+)

IVC tidak dilatasi, kolaps <50%

KESIMPULAN :

LVSEC(+)

MR ringan, PR ringan

Fungsi LV normal


ANALISA KASUS

Pasien laki-laki, usia 20 tahun, datang dengan keluhan lemah anggota gerak sisi kanan
sejak 3.5 jam SMRS. Keluhan tersebut terjadi secara mendadak. Jika pasien datang dengan
kelemahan, maka harus diketahui distribusi dari kelemahan tersebut untuk mengetahui
penyebab nya. Berikut adalah bagan yang dapat membantu untuk pendekatan diagnosa pasien
dengan kelemahan.

Setelah mengetahui distribusi dari kelemahan, juga penting untuk mengenali apakah
kelemahan bersifat lesi UMN atau LMN. Tabel berikut menunjukkan cara untuk
membedakan kedua lesi tersebut.
Pada pasien ini, ditemukan kesan hemiparesis di saraf kranialis dan motorik. Pada
pasien ini juga ditemukan afasia global. Pasien ini memiliki lesi UMN dan oleh karena itu
mengarah ke lesi di sistem saraf pusat. Pada pasien kelemahan dengan keterlibatan saraf
kranialis, maka lesi pada medula spinalis dapat disingkirkan. Yang dipikirkan adalah lesi di
otak, karena ada keterlibatan saraf kranialis dan gangguan bahasa. Pada pasien ini, lesi ini
mungkin berasal dari hemisfer serebri sinistra. Lesi pada batang otak mungkin dapat
disingkirkan karena tidak ada lesi alternans (yaitu hemiparesis ipsilateral pada saraf kranialis
dan kontralateral pada motorik tubuh).

Pada pasien ini, kejadian terjadi secara mendadak dan bersifat akut. Oleh karena itu,
penyebab pada pasien ini mungkin bisa dari trauma, vaskular, infeksi dan metabolik. Perlu
dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk membedakan kedua hal tersebut. Pada
pasien ini, tidak ditemukan riwayat trauma pada anamnesis. Oleh karena itu, penyebab dari
trauma dapat disingkirkan. Pada anamnesis dan pemeriksaan fisik, tidak ditemukan tanda-
tanda infeksi maupun inflamasi, yaitu tidak ditemukan demam, nyeri, bengkak, dan tanda-
tanda prodromal lainnya. Pada pasien ini, penyebab akibat infeksi dapat diminimalisir. Untuk
kelainan metabolik, yang paling sering menyebabkan kelemahan adalah hipoglikemia,
hiperglikemia, gangguan elektrolit, ensefalopati hepatikum, ensefalopati uremikum. Biasanya
pada ensefalopati metabolik, kelemahan yang terjadi bersifat generalisata. Pada pasien ini,
penyebab dari metabolik dapat diminimalisir karena dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang tidak menunjukkan kelainan yang dapat menyebabkan
ensefalopati metabolik. Pada pasien ini, penyebab yang paling mungkin adalah akibat
vaskular.
Pada pasien ini yang dipikirkan adalah stroke. Kejadian ini terjadi pada saat pasien
sedang beraktivitas. Jika pasien sedang beraktivitas, yang dipikirkan adalah stroke iskemik
akibat emboli dari tempat lain atau stroke perdarahan. Untuk membedakan antara dua
tersebut, harus dibantu dengan pemeriksaan radiologis.

Stroke adalah suatu defisit neurologis yang menetap >24 jam dan dapat menyebabkan
kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular. Stroke sendiri dibagi
menjadi 2, tipe sumbatan atau iskemik dan tipe pendarahan atau hemoragik. Tipe iskemik
dapat dibagi lagi menjadi dua subtype, yaitu yang disebabkan oleh emboli atau yang
disebabkan oleh thrombus/thrombosis. Membedakan ketiga tipe stroke ini secara objektif
dibantu dengan pemeriksaan radiologi. Namun kecurigaan seseorang menderita stroke
iskemik atau pendarahan dapat diarahkan dengan anamnesis. Perlu diingat bahwa segala jenis
stroke karena etiologinya yang berasal dari vaskular, maka manifestasi yang timbul juga
harus bersifat akut atau mendadak.
Faktor risiko tinggi untuk kejadian stroke pada pasien ini adalah SLE dengan
keterlibatan ginjal (lupus nefritik). Stroke yang terjadi bisa stroke iskemik dan stroke
perdarahan, biasa lebih sering pada pasien dengan usia muda. Pada pasien ini terjadi stroke
iskemik yang kemungkinan disebabkan karena mekanisme dari arteriosklerosis dan
kemungkinan karena tromboemboli. Pada pasien SLE terjadi aterosklerosis secara lebih
cepat. Terjadi inflamasi secara sistemik dan hal ini akan memicu proses pembentukan
ateroma. Kondisi SLE juga akan memicu untuk terjadinya kondisi dislipidemia dan
mempercepat proses aterosklerosis. Juga terjadi penurunan aktivitas lipoprotein lipase dan
enzim antioksidan lain-lainnya. Pada pasien SLE, seringkali terjadi sindroma antifosfolipid
pada 25-40% pasien. Kondisi tersebut akan memicu terjadinya trombosis pada arteri, vena,
atau keduanya. Hal ini akan membuat penyumbatan pada pembuluh darah besar seperti yang
paling sering adalah di MCA. Diseksi arteri juga dapat terjadi pada SLE karena pembuluh
darah menjadi lebih lemah akibat penggunaan steroid jangka panjang, faktor inflamasi,
degenerasi dinding pembuluh darah yang terjadi akibat autoinflamasi sehingga menyebabkan
kerusakan matriks ekstraselular dan endotelium. Vaskulitis juga dapat terjadi pada SLE
akibat deposisi kompleks imun pada dinding pembuluh darah dan juga karena reaksi antibodi
terhadap sel endotelial.
Yang dipikirkan adalah stroke iskemik ec emboli dapat terjadi akibat kardioemboli
stroke, paradoxical stroke, hypercoagulable state. Juga dipikirkan kemungkinan dapat terjadi
vasculitis akibat SLE. Pada pasien ini, telah dilakukan EKG jantung dan ditemukan EKG
dalam batas normal, regular dan tidak ada fibrilasi atrium. Pada transthoracic
echocardiogram, ditemukan struktur jantung yang normal. Oleh karena itu, kemungkinan
untuk terjadi stroke kardioemboli rendah. Namun, harus dipastikan lebih lanjut dengan
transesofageal echocardiogram untuk dapat memastikan bahwa emboli tidak berasal dari
jantung. Pada pasien ini, stroke mungkin dapat terjadi akibat hypercoagulable state karena
pada SLE seringkali hal ini dapat terjadi. Terutama pada pasien dengan antiphospholipid
syndrome, thrombosis dapat terjadi dan dapat oklusi arteri yang besar seperti MCA.
Kemudian, stroke pada pasien ini mungkin dapat terjadi akibat paradoxical stroke. Pada
pasien ini, ditemukan jumlah D-dimer yang meningkat. Sehingga, dapat dipirkan bahwa
emboli dari DVT yang menyumbat MCA pada pasien ini. Namun, harus dipastikan dengan
melakukan right-to-left shunt test (untuk memastikan tidak ada patent foramen ovale) dan
lung scintigraphy untuk mendeteksi adanya mikroemboli dari vena ke paru-paru. Penting
untuk diketahui ada atau tidaknya patent foramen ovale karena emboli dari vena dapat
menembus dari atrium kanan ke atrium kiri dan akan langsung jalan ke MCA sehingga
menyebabkan oklusi total. Pada pasien ini, mungkin stroke dapat terjadi akibat vasculitis.
Vasculitis sering terjadi pada pasien SLE karena inflamasi pada dinding pembuluh darah dan
hal ini akan menyebabkan infark parenkim otak. Juga pada pasien ini dipikirkan bahwa
pasien sedang dalam kondisi flair karena kadar C3 yang menurun. Namun, pada vasculitis
seringkali stroke tidak seluas seperti yang terlihat pada pasien ini. Stroke pada vasukulitis
biasanya berupa bercak-bercak yang menyebar di berbagai macam lokasi. Oleh karena itu,
pada pasien ini yang paling mungkin adalah stroke emboli.

Pada pasien ini struktur anatomis yang terlibat adalah regio dari Middle Cerebral
Artery. Middle Cerebral Artery memperdarahi bagian lateral frontal, parietal, occipital dan
temporal. Gyrus sentralis memiliki regio precentral untuk fungsi motorik dan post central
untuk fungsi somatosensorik. Pada pemetaan di gambar bawah, regio somatosensorik berada
pada daerah post sentral (warna biru) dan regio motorik berada pada daerah pre sentral
(warna pink). Gambar berikutnya juga menjelaskan perjalanan dari traktus piramidalis.
Vaskularisasi otak terbagi atas sirkulasi anterior dan posterior. Untuk sistem anterior,
sumber perdarahan bermula dari arteri karotis interna yang akan melewati sinus transversus
untuk menjadi arteri serebri media. Arteri cerebri media membentuk banyak cabang
memperdarahi lobus frontal, parietal, dan temporal yang luas. kemudian arteri cerebri media
bercabang menjadi arteri cerebri anterior yang secara paralel berjalan ke arah media dan
rostral, memperdarahi perifer otak. Sementara pada posterior, arteri vertebralis akan
menembus setinggi foramen magnum kemudian akan melingkar bersatu dengan kontra
lateralnya membentuk Basilar artery. Sebelum bertemu dengan kontra lateralnya, arteri
vertebralis akan bercabang menjadi arteri Posterior Inferior Cerebellar (PICA) dan arteri
anterior spinal. Basilar arteri akan bercabang memberikan perdarahan pada cerebellum
bagian anterior inferior, sehingga diberikan nama anterior inferior cerebellar artery. Arteri
basilar juga memvaskularisasi batang otak dan sekelilingnya dengan cabang-cabang kecil
daripada arteri Basilar (pontine artery). Basilar artery juga akan berecabang menjadi arteri
superior cerebellar dan arteri posterior cerebral untuk memperdarahi cerebellum dan
cerebrum bagian posterior. Arteri posterior cerebral akan anastomosis dengan karotid interna
menggunakan posterior communicating artery guna untuk memberikan vaskularisasi ke
anterior sewaktu-waktu bagian anterior mengalami penurunan perfusi.
Tatalaksana fase akut adalah awalnya kita perlu memantau status neurologis dan
tanda-tanda vital (TD, nadi, suhu tubuh, sturasi oksigen), elevasikan kepala 30o, pastikan
jalan nafas bebas dan berikan oksigen. Pantau tekanan darah pasien, dalam beberapa hari
pertama tekanan darah pasien biasanya tinggi. Namun penurunan tekanan darah yang terlalu
cepat akan menyebabkan berkurangnya perfusi ke daerah penumbra, sebaliknya jika tekanan
darah terlalu tinggi akan menyebabkan terjadinya edema serebri dan transformasi hemoragik
setelah terjadinya rekanalisai. Hindari juga terjadinya hipotensi.
Tekanan darah sebaiknya dipertahankan optimal dengan skema sebagai berikut:

TD >220/120mmHg Tekanan darah diturunkan dengan hati- hati


sekitar 20%

TD 180-220/105-120 mmHg Dimulai obat- obatan oral penurun tekanan


darah

TD 140-180/80-105 mmHg Tunda pemberian obat - obat penurun


tekanan darah

TD <140/80 mmHg Stop obat hipertensi

Selain itu kita juga perlu memperhatikan suhu tubuh pasien, pertahankan agar tetap
normotermi. Pasien diberikan cairan isotonis dna hindari pemberian cairan yang hipotonis.
Koreksi elektrolit dan gangguan asam basa. Pasang nasogastric tube (NGT) dikarenakan pada
pasien ini adanya gangguan menelan.

Penanganan pada kasus stroke iskemik akut dengan onset kurang dari 3- 4.5 jam
menggunakan recombinant tissue Plasminogen Activator (rtPA) (Alteplase) akan
memberikan outcome yang baik. Namun pada pasien ini tidak dilakukan rtPA.

Sehingga untuk pencegahan sekunder dengan memberikan antikoagulan atau antiplatelet,


dan penatalaksanaan faktor resiko. Pada pasien ini diberikan antikoagulan dan di berikan
antihipertensi untuk mengontrol tekanan darahnya, untuk faktor resiko SLE pasien ini
diberikan obat golongan steroid yaitu methylprednisolon, untuk mengatasi hiperkolestrolemia
akibat sindroma nefrotik pasien ini diberikan atorvastatin.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hauser, S. L., 2013. Harrison’s Neurology in Clinical Medicine. 3rd ed. New York:
McGraw-Hill Education.
2. Baehr M, Frostcher M. Diagnosis Topik Neurologi DUUS edisi 5. 5th edition. 2014.
3. Brainin, M. & Heiss, W. D., 2010. Textbook of Stroke Medicine. New York:
Cambridge University Press.
4. Ropper, A. H., Samuels, M. A. & Klein, J. P., 2014. Adams and Victor's Principles of
Neurology. 10th ed. New York: McGraw-Hill Education.
5. Cavallaro,N. Barbaro, U. Caraglino,A. 2018. Stroke and Sytemic Lupus
Erythematous:A Review. EMJ Rheumatol.

Anda mungkin juga menyukai