Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/ Presentasi Kasus: .
RUMAH SAKIT: RSAU Dr. Esnawan Antariksa
Nama:
Nim :
Dr. Pembimbing/ Penguji : dr. Rini

Tanda Tangan
..
..

I. Identitas Pasien
Nama
Jenis Kelamin
Usia
Status perkawinan
Pendidikan
Pekerjaan
Alamat
No RM
Dirawat diruang
Tanggal masuk
II.

: Ny. V
: Perempuan
: 52 tahun
: Kawin
: S1
:
: Halim Perdanakusuma
: 08-37-19
: ICU
: 07 Januari 2016

Subjektif
Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara aloanamnesis dengan suami pasien pada 7 Januari
2016, pukul 21.00
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran sekitar 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pagi hari SMRS, OS mengeluh badan terasa capek dan lemas namun OS masih
bisa beraktivitas dan pergi bekerja, tidak ada gangguan penglihatan, gangguan
gerk tangan dan kaki (-), kelainan pada otot wajah (-), pasien masih dapat
berkomunikasi dengan baik.
2 jam SMRS OS tiba-tiba terjatuh saat sedang berada di dalam kamar mandi dan
OS mengalami penurunan kesadaran. OS tidak dapat berbicara, jari tangan kanan
OS terlipat kaku dan kaki kanan OS lemah serta gigi pasien tampak seperti
mengunci. Mekanisme jatuh tidak diketahui. Suami pasien juga mengatakan
bahwa OS mengalami muntah 1 kali saat diperjalanan menuju rumah sakit dan
muntahan berupa sisa makanan, darah (-). Tidak terdapat demam.

Riwayat Penyakit Dahulu :


OS pernah mengalami stroke non hemoragik pada tahun 2013, tangan dan kaki kiri
lemah namun keadaan OS kembali normal.
Tahun 2014 Operasi jantung dengan diagnosa Myxom Left Atrium
Tahun 2015 OS mengalami stroke berulang, tangan kiri, kaki kiri lemah dan
wajah mencong ke bagian kanan
Riwayat Penyakit Keluarga:
Riwayat DM (-), riwayat hipertensi (-), riwayat penyakit jantung (-), riwayat stroke
(-)
III.

Objektif
1. Status Presens
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Leher

: GCS 10 (E3 V1 M5)


: 110/80 mmHg
: 97 kali/menit
: 22 kali/menit
: 36,7 oC
: Normocephal
: JVP 5-2 cmH2O, bruit karotis (-), Pembesaran KGB (-)

Dada
: Terdapat jaringan parut post thoracotomi
Pulmo
Inspeksi
: Simetris kiri dan kanan dalam keadaan statis dan dinamis
Palpasi
: Fremitus normal, kiri = kanan
Perkusi
: Sonor di seluruh lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi
: Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi
: Ictus cordis teraba kuat angkat
Perkusi
: Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Irama reguler, bising (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
: Perut datar
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi
: Supel, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi
: Timpani
Corpus Vertebrae
:
Inspeksi
: Deformitas (-)
Palpasi
: Massa (-), deformitas (-)
Alat kelamin

: Tidak dilakukan pemeriksaan

2. Status Psikikus
Cara berpikir
Perasaan hati

: tidak dapat dinilai


: tidak dapat dinilai
2

Tingkah laku
Ingatan
Kecerdasan

: tidak dapat dinilai


: tidak dapat dinilai
: tidak dapat dinilai

3. Status Neurologikus
a. Rangsangan Meningeal
1. Kaku kuduk

: - (tidak ditemukan tahanan pada tengkuk)

2. Brudzinski I

: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

3. Brudzinski II

: -/- (tidak ditemukan fleksi pada tungkai)

4. Kernig

: -/- (tidak terdapat tahanan sblm mencapai 135/tidak

terdapat tahanan sblm mencapai 135)


5. Laseque

-/- (tidak timbul tahanan sebelum mencapai 70o/tidak

timbul tahanan sebelum mencapai 70o)


b. Nervus Kranialis
1. N-I (Olfaktorius)

: Tidak dilakukan pemeriksaan

2. N-II (Optikus)
a. Visus

: Tidak dilakukan pemeriksaan

b. Warna

: Tidak dilakukan pemeriksaan

c. Funduskopi

: Tidak dilakukan pemeriksaan

d. Lapang pandang

: Tidak dilakukan pemeriksaan

3. N-III, IV, VI (Okulomotorius, Trochlearis, Abducens)


a. Gerakan bola mata

: sulit di nilai

b. Ptosis

:- /-

c. Pupil

: isokor, 3mm / 3mm

e. Refleks Pupil

langsung

: + /+

tidak langsung

: +/ +

4. N-V (Trigeminus)
a. Sensorik

N-V1 (ophtalmicus)

N-V2 (maksilaris)

sulit dinilai

sulit dinilai

N-V3 (mandibularis)
b. Motorik

sulit dinilai

sulit dinilai

Pasien tidak dapat melakukan karena sulit berkomunikasi


c. Refleks kornea

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

a. Sensorik (indra pengecap) :

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. N-VII (Fasialis)
b. Motorik

Angkat alis

sulit dinilai

Menutup mata

+/+

Menggembungkan pipi :

sulit dinilai

Menyeringai`

sulit dinilai

Gerakan involunter

-/-

6. N. VIII (Vestibulocochlearis)
a. Keseimbangan

Nistagmus

Tidak ditemukan

Tes Romberg

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

b. Pendengaran

Tes Rinne

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

Tes Schwabach

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

Tes Weber

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

7. N-IX, X (Glosofaringeus, Vagus)


a. Refleks menelan

b. Refleks batuk

c. Perasat lidah (1/3 anterior) :

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

d. Refleks muntah

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

e. Posisi uvula

sulit dinilai

8. N-XI (Akesorius)
a. Kekuatan M. Sternokleidomastoideus :

+ /+

b. Kekuatan M. Trapezius

+ /+

9. N-XII (Hipoglosus)
a. Tremor lidah

: sulit di nilai
4

b. Atrofi lidah

: sulit di nilai

c. Ujung lidah saat istirahat

: sulit di nilai

d. Ujung lidah saat dijulurkan

: sulit di nilai

e. Fasikulasi

: sulit di nilai

c. Pemeriksaan Motorik
1. Refleks
a. Refleks Fisiologis

Biceps

N/N

Triceps

N/N

Achiles

N/N

Patella

N/ N

b. Refleks Patologis

Babinski

-/-

Oppenheim

-/-

Chaddock

-/-

Gordon

-/-

Scaeffer

-/-

Hoffman-Trommer

-/-

2. Kekuatan Otot
3333

5555

Ekstremitas Superior Dextra


5555

Ekstremitas Superior Sinistra


5555

Ekstremitas Inferior Dextra

Ekstremitas Inferior Sinistra

Ket:

3 dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat


5 Dapat melawan tahanan, tidak ada kelumpuhan, normal

3. Tonus Otot
a. Hipotoni

: - /-

b. Hipertoni

: -/-

d. Sistem Ekstrapiramidal
5

1. Tremor

2. Chorea

3. Balismus

Tidak ditemukan saat dilakukan pemeriksaan


e. Sistem Koordinasi
1. Romberg Test

Tidak Dilakukan Pemeriksaan.

2. Tandem Walking

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

3. Finger to Finger Test

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

4. Finger to Nose Test

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

1. Atensi

tidak dapat di nilai

2. Konsentrasi

tidak baik

3. Disorientasi

tidak dapat di nilai

4. Kecerdasan

Tidak Dilakukan Pemeriksaan

5. Bahasa

afasia

6. Memori

tidak dapat di nilai

7. Agnosia

Pasien tidak dapat mengenal objek dengan

f. Fungsi Kortikal

baik
g. Susunan Saraf Otonom
Inkontinensia

:-

Hipersekresi keringat

:-

4. Pemeriksaan Penunjang
EKG

Kesan: Normal sinus rhytm


Laboratorium (07/01/2016 21:31)

Hematologi (darah rutin)


Hemoglobin

12,1

gr/dl

P: 13.2 - 17.3
W: 11.7 -15.5

Lekosit

15500*

mm3

P : 3800 10600
W: 3600 11000

Hematokrit

35

P: 40 52
W: 35 47

Trombosit

308000

mm3

150 - 440 ribu

Faal Ginjal
Ureum

26

mg/dl

10 -50

Kreatinin

0.9

mg/dl

P: 0.9 -1.3
W: 0.6 11

Glukosa sewaktu

172

mg/dl

<120

Hasil pemeriksaan Foto Thorax (07/01/2016)

Kesan: Kardiomegali (post thoracotomy)

CT Scan kepala potongan axial tanpa kontras tebal slice 5 mm dan 10 mm


(07/01/2015)

Hasil pemeriksaan:

IV.

Perifer Sulci, Fiss, sylvii dan cysterna normal


Tampak lesi hipoden di Occipital kanan dan temporal kanan
System Ventrikel tampak simetris
Tak tampak midline shift
Defferensiasi gray dan white matter tak terganggu
Pons, CPA dan cerebellum normal
Kesan: Infark di temporal kanan dan Occipital kanan
Ringkasan
Subjektif : Seorang wanita berusia 53 tahun dibawa oleh keluarganya ke
Instalasi Gawat Darurat RSAU dr. Esnawan Antariksa karena adanya
penurunan kesadaran setelah terjatuh di dalam kamar mandi 2 jam SMRS. OS
tidak dapat berbicara, jari tangan kanan OS terlipat kaku dan kaki kanan OS

lemah serta gigi pasien tampak seperti mengunci. Mekanisme jatuh tidak
diketahui. OS juga mengalami muntah 1 kali saat diperjalanan menuju rumah
sakit. Sebelumnya OS pernah mengalami stroke non hemoragik pada tahun
2013 dengan tangan dan kaki kiri lemah. Tahun 2014, terdapat riwayat operasi
jantung dengan diagnosa Myxom Left Atrium. Pada tahun 2015, OS
mengalami stroke berulang, tangan kiri, kaki kiri lemah dan wajah mencong ke
bagian kanan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya penurunan kesadaran dengan GCS
(E3 V1 M5), terdapat penurunan kekuatan motorik pada anggota gerak atas
sebelah kanan, serta terdapat gangguan bahasa yaitu afasia sensoris.
Pada pemeriksaan CT Scan tanpa kontras didapatkan kesan Infark di temporal
V.

VI.
VII.

kanan dan Occipital kanan.


Diagnosis dan Diagnosis Banding
Diagnosis Klinik
: Penurunan Kesadaran ec Stroke Non Hemoragik
Diagnosis Topik
: Stroke Infark di temporal kanan dan Occipital kanan
Diagnosis Etiologik
: Trombus ec Left Atrium Myxom
Diagnosis Banding
: Stroke hemoragik
Penatalaksanaan
O2 Nasal kanul 3 L/menit
Rawat ICU
RL 20 tpm
Citicolin 500 mg IV
NB 5000 drip/24 jam
Aspilet 80mg 1x1 tab
CPG 75 mg 1x1 tab
Prognosis
Ad vitam
: dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad malam
Ad sanationam : dubia ad malam

VIII. Follow Up
08/01/2016
S : Pasien tidak dapat berkomunikasi dengan baik
O : KU tampak sakit sedang, GCS E3M5V3, TD=138/83mmHg, HR 83x/menit,
Suhu 36.8C, RR 20x/menit.
Mata: CA -/-, RCL +/+, RCTL +/+, Pupil isokor
Thoraks: Pulmo: Suara Nafas Vesikuler, Wh-/-, Rh-/Cor: SJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+)
Ekstremitas : Oedem (-)

10

A : Penurunan Kesadaran ec SNH


P:
RL 20 tpm
Citicolin 500 mg IV
NB 5000 drip/24 jam
Aspilet 80mg 1x1 tab
CPG 75 mg 1x1 tab

Nama
Pemeriksaan
Darah rutin
Hb
Lekosit
Ht
Trombosit
Faal Hati
Protein total
Albumin
Globulin
Diabetes
Glukosa sewaktu
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Clorida

Hasil

Satuan

13,1
14100*
38
302000

gr/dl
mm3
%
Mm3

9.0*
3.4
5.6*

g/dL
g/dL
g/dL

156*

mg/dL

143
3.8
107*

mmEq/L
mmEq/L
mmEq/L

11/01/2016
S
: Susah berkomunikasi
O
: GCS= E3M6V3, TD= 107/55, HR= 75x/menit, RR=24x/menit, Suhu=36,7C
SpO2=97%
Mata: CA -/-, RCL +/+, RCTL +/+, Pupil isokor
Thoraks: Pulmo: Suara Nafas Vesikuler, Wh-/-, Rh-/Cor: SJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Nyeri tekan (-), Bising usus (+)
Ekstremitas : Oedem (-)
Kateter (+) urin bening
A
: SNH
P
: RL 20 tpm
Citicolin 500 mg IV
Aspilet 80mg 1x1
CPG 75 mg 1x1
Nama pemeriksaan

Hasil

Satuan

11

Darah rutin
Hb
Lekosit
Ht
Trombosit
Faal Hati
Bilirubin total
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
Protein total
Albumin
Globulin
Alkalifosfatase
SGOT
SGPT
Profil lemak
Kolesterol total
Trigliserida
Faal Ginjal
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
Diabetes
Glukosa puasa
ELEKTROLIT
Natrium
Kalium
Clorida

12.2
11200*
37
383000

gr/dl
mm3
%
mm3

1.2*
0.5*
0.7
6.6
4.0
2.6
124
21
16

mg/dL
mg/dL
mg/dL
g/dL
g/dL
g/dL
u/l
u/l
u/l

158
53

mg/dL
mg/dL

38
0.8
5.4

mg/dL
mg/dL
mg/dL

83

mg/dL

140
3.4*
101

mmEq/L
mmEq/L
mmEq/L
PEMBAHASAN KASUS

Berdasarkan data-data yang didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan

penunjang

dapat

disimpulkan

pasien

menderita

stroke

non

hemoragik/isfark.
A. ANAMNESIS
Dari anamnesis data yang menunjang adalah defisit neurologis berupa
kelemahan gerak pada sisi kanan, afasia, dan penurunan kesadaran. Dari
anamnesis juga ditemukan faktor resiko berupa riwayat stroke sebelumnya
sebanyak 2 kali dan terdapat riwayat myxom left atrium yang dapat menjadi
resiko terjadinya trombus pada otak.
12

B. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik yang menunjang ke arah diagnosis kerja yaitu adanya
penurunan kesadaran dengan GCS (E3 V1 M5), terdapat penurunan kekuatan
motorik pada anggota gerak atas sebelah kanan, serta terdapat gangguan bahasa
yaitu afasia sensoris.
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko penyebab tersering
serangan stroke iskemik. Namun demikian tidak menutup kemungkinan stroke
yang menyerang pasien merupakan stroke hemoragik, dikarenakan tekanan
darah yang begitu tinggi sampai 200/140 mmHg dapat menyebabkan pecahnya
pembuluh darah cerebri.
Pemeriksaan rangsang meningeal dan kaku kuduk yang negatif dapat
membantu menyingkirkan kemungkinan ICH terutama bila ICH sampai mengisi
ventrikel. Pemeriksaan nervus kranialis, sebagian besar sulit dinilai karena
terdapat penurunan kesadaran dan adanya gangguan bahasa . Dari pemeriksaan
motorik didapatkan kekuatan otot menurun pada anggota gerak atas sebelah
kanan.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik sebelum dilakukannya CTscan dapat dilakukan penegakkan diagnosis berdasarkan sistem skoring:
Siriraj skor
Skor Stroke Siriraj
Rumus :
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x nyeri kepala) + (2 x muntah) + (0,1 x
tekanan diastolik) (3 x penanda ateroma) 12
Keterangan :
Derajat
0 = kompos mentis; 1 = somnolen;
kesadaran
2 = sopor/koma
Muntah
Nyeri kepala
Ateroma

0 = tidak ada; 1 = ada


0 = tidak ada; 1 = ada
0 = tidak ada; 1 = salah satu atau lebih (diabetes;
angina; penyakit pembuluh darah)

Hasil :
Skor > 1
Perdarahan supratentorial
Skor < 1
Infark serebri
Skor pasien:
(2,5 x 1) + (2 x 0) + (2 x 0) + (0,1 x 80) - (3 x 1) 12 = -1,5
infark cerebri
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

13

Pemeriksaan CT-scan menjadikan diagnosa stroke iskemik menjadi lebih


tegak dengan ditemukannya lesi hipodens pada lobus occipital kanan dan
temporal kanan.
Penatalaksanaan pada pasien stroke iskemik yang pertama adalah oksigen untuk
mencegah terjadinya hipoksia otak. Pemberian kombinasi Aspilet dan Clopidogrel
ditujukan untuk melisiskan trombus maupun emboli yang menyumbat pembuluh darah.
Citicholin memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif pada sel saraf yang
mengalami iskemi. Pemberian Citicholin diharapkan mencegah kerusakan sel saraf
lebih lanjut sekaligus mengembalikan fungsi sel saraf yang mengalami iskemik.
Fisioterapi perlu dilakukan pada pasien agar fungsi motorik yang terganggu
dapat dikembalikan mendekati normal sehingga pasien dapat kembali menjalani
aktivitas sehari-harinya mengingat pasien masih dalam usia produktif.

TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK / STROKE ISKEMIK
A. Definisi
Menurut WHO (World Health Organization) 2005 stroke adalah suatu
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan tanda dan gejala
klinik baik fokal maupun global yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat
langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan gangguan peredaran
darah otak non traumatik.
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang
berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan
cacat atau kematian.1
B. Etiologi
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non

14

hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan
infark serebri.2
1. Emboli
Sumber embolisasi dapat terletak di arteria karotis atau vertebralis akan
tetapi dapat juga di jantung dan sistem vaskuler sistemik.3
a) Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
Penyakit jantung dengan shunt yang menghubungkan bagian kanan
dengan bagian kiri atrium atau ventrikel;
Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis;
Fibralisi atrium;
Infark kordis akut;
Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik;
b) Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis.
Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit caisson).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari rightsided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis,
endokarditis, katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma.
Sebanyak 2-3% stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85% di
antaranya terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.2
2. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk
sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang
paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah
distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat

15

menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan


resiko pembentukan trombus aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan
platelet. Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia
sickle sel, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi
yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya
stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).2
C. Faktor Resiko
Pemeriksaan faktor resiko dengan cermat dapat memudahkan seorang dokter
untuk menemukan penyebab terjadinya stroke. Terdapat beberapa faktor resiko
stroke non hemoragik, yakni: 2,3
1.
2.
3.
4.

Usia lanjut (resiko meningkat setiap pertambahan dekade)


Hipertensi
Merokok
Penyakit jantung (penyakit jantung koroner, hipertrofi ventrikel kiri, dan

fibrilasi atrium kiri)


5. Hiperkolesterolemia
6. Riwayat mengalami penyakit serebrovaskuler
Resiko stroke juga meningkat pada kondisi di mana terjadi peningkatan
viskositas darah dan penggunaan kontrasepsi oral pada pasien dengan resiko tinggi
mengalami stroke non hemoragik.2

D. Klasifikasi
Berdasarkan subtipe penyebab :4
a. Stroke lakunar
Terjadi karena penyakit pembuluh halus hipersensitif dan menyebabkan
sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadangkadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah
oklusi aterotrombotik salah satu dari cabang-cabang penetrans sirkulus
Willisi, arteria serebri media, atau arteri vertebralis dan basilaris. Trombosis
yang terjadi di dalam pembuluh-pembuluh ini menyebabkan daerah-daerah
infark yang kecil, lunak, dan disebut lacuna. Gejala-gejala yang mungkin
16

sangat berat, bergantung pada kedalaman pembuluh yang terkena menembus


jaringan sebelum mengalami trombosis.
b. Stroke trombotik pembuluh besar
Sebagian besar dari stroke ini terjadi saat tidur, saat pasien relative
mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun. Gejala dan tanda
akibat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat aliran
kolateral di jaringan yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan lesi
aterosklerotik.
c. Stroke embolik
Asal stroke embolik dapat dari suatu arteri distal atau jantung. Stroke yang
terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologik mendadak
dengan efek maksimum sejak awitan penyakit. Biasanya serangan terjadi
saat pasien beraktivitas. Pasien dengan stroke kardioembolik memiliki risiko
besar menderita stroke hemoragik di kemudian hari.
d. Stroke kriptogenik
Biasanya berupa oklusi mendadak pembuluh intrakranium besar tanpa
penyebab yang jelas walaupun telah dilakukan pemeriksaan diagnostik dan
evaluasi klinis yang ekstensif.
E. Patofisiologis
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya stroke iskemik, salah satunya
adalah aterosklerosis, dengan mekanisme thrombosis yang menyumbat arteri besar
dan arteri kecil, dan juga melalui mekanisme emboli. Pada stroke iskemik,
penyumbatan bisa terjadi di sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak.
Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinik dengan
cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus atau
perdarahan aterom.
3. Merupakan terbentuknya trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
Menyebabkan dinding pembuluh menjadi lemah dan terjadi aneurisma yang
kemudian dapat robek.
17

Suatu penyumbatan total dari aliran darah pada sebagian otak akan
menyebabkan hilangnya fungsi neuron yang bersangkutan pada saat itu juga. Bila
anoksia ini berlanjut sampai 5 menit maka sel tersebut dengan sel penyangganya
yaitu sel glia akan mengalami kerusakan ireversibel sampai nekrosis beberapa jam
kemudian yang diikuti perubahan permeabilitas vaskular disekitarnya dan masuknya
cairan serta sel-sel radang.
Di sekitar daerah iskemi timbul edem glia, akibat berlebihannya H+ dari
asidosis laktat. K+ dari neuron yang rusak diserap oleh sel glia disertai rentensi air
yang timbul dalam empat hari pertama sesudah stroke. Edem ini menyebabkan
daerah sekitar nekrosis mengalami gangguan perfusi dan timbul iskemi ringan tetapi
jaringan otak masih hidup. Daerah ini adalah iskemik penumbra. Bila terjadi stroke,
maka di suatu daerah tertentu dari otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark
maupun perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati, dan neuron
yang rusak ini akan mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri selsel disekitarnya. Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar
daerah primer yang terserang. Glutamat akan merusak membran sel neuron dan
membuka kanal kalsium (calcium channels). Kemudian terjadilah influks kalsium
yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya, sel yang mati ini akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron
disekitarnya. Terjadilah lingkaran setan. Neuron-neuron yang rusak juga akan
melepaskan radikal bebas, yaitu charged oxygen molecules (seperti nitric acida atau
NO), yang akan merombak molekul lemak didalam membran sel, sehingga
membran sel akan bocor dan terjadilah influks kalsium. Stroke iskemik
menyebabkan berkurangnya aliran darah ke otak yang menyebabkan kematian sel.
F. Diagnosis
1.
Gambaran Klinis
a) Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke

18

hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi


hemiparese, monoparese, atau qudriparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan
kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan perlu tidaknya
pemberian terapi trombolitik. Beberapa faktor dapat mengganggu dalam
mencari gejala atau onset stroke seperti:
Stroke terjadi saat pasien sedang tertidur sehingga kelainan tidak

didapatkan hingga pasien bangun (wake up stroke).


Stroke mengakibatkan seseorang sangat tidak mampu untuk mencari

pertolongan.
Penderita atau penolong tidak mengetahui gejala-gejala stroke.
Terdapat beberapa kelainan yang gejalanya menyerupai stroke seperti
kejang, infeksi sistemik, tumor serebral, subdural hematom, ensefalitis,

dan hiponatremia.2
b) Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk mendeteksi penyebab stroke
ekstrakranial, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang menyerupai
stroke, dan menentukan beratnya defisit neurologi yang dialami.
Pemeriksaan fisik harus mencakup pemeriksaaan kepala dan leher untuk
mencari tanda trauma, infeksi, dan iritasi menings. Pemeriksaan juga
dilakukan untuk mencari faktor resiko stroke seperti obesitas, hipertensi,
kelainan jantung, dan lain-lain.2
c) Pemeriksaan Neurologi
Tujuan pemeriksaan neurologi adalah untuk mengidentifikasi gejala
stroke, memisahkan stroke dengan kelainan lain yang memiliki gejala seperti
stroke, dan menyediakan informasi neurologi untuk mengetahui keberhasilan
terapi. Komponen penting dalam pemeriksaan neurologi mencakup
pemeriksaan status mental dan tingkat kesadaran, pemeriksaan nervus
kranial, fungsi motorik dan sensorik, fungsi serebral, gait, dan refleks tendon
profunda. Tengkorak dan tulang belakang pun harus diperiksa dan tandatanda meningimus pun harus dicari. Adanya kelemahan otot wajah pada
stroke harus dibedakan dengan Bells palsy di mana pada Bells palsy

19

biasanya ditemukan pasien yang tidak mampu mengangkat alis atau


2.

mengerutkan dahinya.2,5
Gambaran Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan
mungkin

pula

menunjukkan

faktor

resiko

stroke

seperti

polisitemia,

trombositosis, trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat


menunjukkan kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti
anemia.3
Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejala seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan. Biomarker jantung juga penting karena eratnya
hubungan antara stroke dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga
mengindikasikan adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan
hasil yang buruk dari stroke.3
3.
Gambaran Radiologi
a) CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik
dan stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan

pemberian

trombolitik

sesegera

mungkin.

Selain

itu,

pemeriksaan ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari


stroke dan mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang
gejalahnya mirip dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses).3

Adanya perubahan hasil CT scan pada infark serebri akut harus


dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke terbentuk daerah hipodense
regional yang menandakan terjadinya edema di otak. Jika setelah 3 jam
terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka diperlukan pertimbangan

20

ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain terjadinya stroke non
hemoragik adalah adanya insular ribbon sign, hiperdense MCA (oklusi
MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white matter.3
CT perfusion merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.3
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah
penyebab stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi
karena daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran
hipodense.3
b) MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada
stroke akut.3

c) USG, ECG, EKG, Chest X-Ray


Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai
stenosis atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks
karotis. USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi
vaskuler proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya MCA, arteri karotis
intrakranial, dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi)
dilakukan pada semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai
mengalami emboli kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk
mendeteksi diseksi aorta thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat

21

untuk mengidentifikasi trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga
berguna untuk mendeteksi kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.3
G. Penatalaksanaan
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:1
1. Fase Akut (hari ke 0 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu/mengancam fungsi otak. tindakan dan obat
yang diberikan haruslah menjamin perfusi darah ke otak tetap cukup, tidak
justru berkurang. Karena itu dipelihara fungsi optimal:1
Respirasi
: jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung
: harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah
: dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau

jangan sampai menurunkan perfusi otak


Gula darah
: kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes

mellitus kronis
Balans cairan

: bila pasien dalam keadaan gawat atau koma

balans cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau


Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak yang
menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi
stroke iskemik akut:1
a) Mengembalikan reperfusi otak
1. Terapi Trombolitik
Tissue plaminogen activator (recombinant t-PA) yang
diberikan secara intravena akan mengubah plasminogen menjadi
plasmin yaitu enzim proteolitik yang mampu menghidrolisa fibrin,
fibrinogen dan protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS
(National Institute of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika
Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tida lebih dari 3 jam setelah
onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari
dosis tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan

22

dalam tempo 1 jam. Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati


pasien tidak mengalami cacat atau hanya minimal. Efek samping dari
rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang diperkirakan sekitar
6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat pengakuan
FDA pada tahun 1996.7
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke
yang mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak
banyak artinya bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu
berupa infark lakuner atau infark massif dengan hemiplegia. Keadaan
yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai
terjadinya perdarahan intraserebral karena pemberian heparin
tersebut.7
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase,

dengan

cara

menurunkan sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang


mendorong adhesi seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat
pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacammacam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.
Obat ini sering dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus
diminum terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan.
Konsentrasi puncak tercapai 2 jam sesudah diminum. Cepat
diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah. Hidrolise ke asam salisilat
terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu
paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi
(dengan glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine,
tergantung pH.Sekitar 85% dari obat yang diberikan dibuang lewat
urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan: nyeri epigastrik,
muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan diduga: sindrom
Reye.8

23

Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)


Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin,
dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan
granul platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan
penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh
ADP dan antraksi platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah 7 studi
terapi tiklopidin, disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik
daripada plasebo, aspirin maupun indofen dalam mencegah
serangan ulang stroke iskemik. Efek samping tiklopidin adalah
diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat
dihentikan akan reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15
hari selama 3 bulan. Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang,

adalah purpura trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.8


b) Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% per infuse
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c) Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan
neuron yang iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan
memperbaiki fungsi sel yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.7
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasarn pengobatan dititiberatkan pada
tindakan rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.1
Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paing penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi

wicara, dan psikoterapi.1


Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru
sroke, dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor
resiko stroke seperti:
Pengobatan hipertensi
Mengobati diabetes mellitus
Menghindari rokok, obesitas, stress, dll
Berolahraga teratur 1
24

25

BAB V
KESIMPULAN

Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik yang


berkembang oleh sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih pada
umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak, yang menyebabkan cacat
atau kematian. Stroke iskemik sering diklasifikasin berdasarkan etiologinya yaitu
trombotik dan embolik. Untuk mendiagnosa suatu stroke iskemik diperlukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan teliti. Pemeriksaan yang menjadi gold
standar untuk mendiagnosa stroke iskemik adalah CT-scan. Penting untuk membedakan
gejala klinis stroke hemoragik dan iskemik. Bila tidak dapat dilakukan CT-scan maka
dpaat dilakukan sistem skoring untuk mengerucutkan diagnosa.
Setelah dapat ditegakkan diagnosis, perlu dilakukan terapi segera agar tidak
terjadi iskemik lebih lanjut. Prinsip terapi dari stroke iskemik adalah perbaikan perfusi
ke otak, mengurangi oedem otak, dan pemberian neuroprotektif.

26

DAFTAR PUSTAKA

1. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran umum tentang


gangguan peredaran darah otak. Dalam: eds. Harsono. Kapita Selekta
Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press;
2005. h.81-82.
2. Hassmann KA.

Stroke,

Ischemic.

[Online].

Available

from:

http://emedicine.medscape.com/article/793904-overview
3. Feigin, Valery. Stroke Panduan Bergambar Tentang Pencegahan dan
Pemulihan Stroke. Jakarta: PT. Bhuana Ilmu Populer. 2006.
4. Anonim. Mekanisme gangguan vaskular susunan saraf. Dalam: eds.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Jakarta: Penerbit Dian
Rakyat; 2004. h. 274-8.
5. D. Adams. Victors. Cerebrovasculer

diseases

in

Principles

of

Neurology 8 th Edition. McGraw-Hill Proffesional. 2005. Hal: 660-67


6. Bronstein SC, Popovich JM, Stewart-Amidei C. Promoting Stroke
Recovery. A Research-Based Approach for Nurses. St.Louis, MosbyYear Book, Inc., 1991:13-24.
7. Majalah Kedokteran Atma Jaya Vol. 1 No. 2 September 2002. Hal: 15867.
8. Wibowo, Samekto. Gofir, Abdul. Farmakoterapi stroke prevensi primer
dan

prevensi

sekunder

dalam

Farmakoterapi

dalam

Neurologi.

Penerbit Salemba Medika. Hal: 53-73.

27

Anda mungkin juga menyukai