Anda di halaman 1dari 42

CASE REPORT

Penurunan Kesadaran Et Causa


Intracerebral Hemmorhage + Subarachnoid Hemmorhage

Pembimbing:
dr. Robby Al Amin, Sp. An
Disusun oleh:
Aurelia Gendis Putri Aji – 2365050007

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI


RSUD PASAR MINGGU
PERIODE 17 APRIL – 27 MEI 2023
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

KOORDINATOR KEPANITERAAN KLINIK


DEPARTEMEN ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

PENURUNAN KESADARAN
ET CAUSA INTRACEREBRAL HEMATOMA +
SUBARACHNOID HEMORRAGE

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mengikuti


Kepaniteraan Klinik Departemen Anestesi
Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Minggu

Disusun oleh:
Aurelia Gendis Putri Aji
2365050007

Telah disetujui oleh Pembimbing


Jakarta, 19 Mei 2023

dr. Robby Al Amin, Sp.An


BAB I
LAPORAN KASUS

STATUS PASIEN
Identitas Pasien 
● Nama : Nn. RMY
● Umur : 18 tahun
● Jenis Kelamin : Perempuan
● Agama : Islam
● Status Pernikahan : Belum Menikah 
● Pekerjaan : Pelajar / Mahasiswa
● Pendidikan Terakhir: SMA 
● Tanggal Masuk : 5 Mei 2023

II. Anamnesis
∙ A (Alergy) 
Pasien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan, dan riwayat asma (-)
∙ M (Medication) 
Pasien sedang tidak mengkonsumsi obat apapun.
∙ P (Past Medical History) 
Riwayat pengobatan sebelumnya tidak dapat dikaji.
∙ L (Last Meal) 
Riwayat makanan sebelumnya tidak dapat dikaji.
∙ E (Elicit History) 
Pasien datang dengan penurunan kesadaran sejak 7 jam sebelum
masuk rumah sakit. Riwayat kejadian pasien ditemukan tidak sadar dengan
luka pada kepala dan rongga mulut disertai perdarahan dari rongga mulut.
Tidak ada kejang dan tidak ada muntah.
III. Keluhan Utama
Penurunan kesadaran
IV. Riwayat Penyakit Sekarang 
Pasien datang dengan rujukan dari RSPI terintubasi di ventilator, riwayat
kejadian pasien ditemukan tidak sadar dengan luka pada kepala 7 jam sebelum masuk
rumah sakit. Pasien dicurigai mengalami kecelakaan lalu lintas sepeda motor, banyak
terdapat luka didaerah kepala dan rongga mulut disertai perdarahan dari rongga mulut.
Pasien dibawa ke UGD RSPI dan dilakukan intubasi disana, selama observasi tidak
ada kejang dan tidak ada muntah yang menyemprot.
Anamnesis Sistemik 
- Neuro : lemah separuh badan (-), nyeri pada punggung (-), bicara
pelo (-) 
- Kardio : nyeri dada (-), dada berdebar (-) 
- Pulmo : sesak nafas (-), batuk lama (-) 
- Abdomen : distensi (-), nyeri tekan (-), diare (-), kembung (-),
konstipasi (-)
- Urologi : nyeri berkemih (-), sulit berkemih (-), nyeri suprapubik (-)
nyeri  ketuk CVA (-) 
- Muskuloskeletal : nyeri otot (-)  

VI. Riwayat Penyakit Dahulu 


- Riwayat alergi : Disangkal
- Riwayat asma : Disangkal 
- Riwayat hipertensi : Disangkal 
- Riwayat diabetes : Disangkal 
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal 
- Riwayat pengobatan TB : Disangkal
- Riwayat keganasan : Disangkal

VII. Riwayat Penyakit Keluarga 


- Riwayat alergi : Disangkal 
- Riwayat asma : Disangkal 
- Riwayat hipertensi : Disangkal 
- Riwayat diabetes : Disangkal 
- Riwayat penyakit jantung : Disangkal 
VIII. Riwayat Operasi dan Anestesi 
Pasien belum pernah melakukan tindakan operasi dan anestesi.

IX. Pemeriksaan Fisik 


A.) Pemeriksaan Fisik Status Generalis 
▪ Keadaan Umum : Tampak Sakit Berat
▪ Kesadaran : koma
▪ GCS : E2 Vett M3
▪ Vital Sign : TD: 122/76 mmHg ; N: 87x/menit; RR: 20x/menit;
T: 36,7 C, SpO2:  98% on Venti
▪ Kepala : normocephali, multiple VE (+), VL regio frontal (+)
▪ Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), hiperemis (-/-),
racoon eyes (-/-)
▪ Hidung : Septum deviasi (-), dispneu (-), napas cuping hidung (-)
▪ Tenggorokan : faring hiperemis (-/-), tonsil T1T1 debris (-)
▪ Mulut : Tampak fraktur pada gigi (+), perdarahan bibir atas dan
bawah (+)
▪ Leher : peningkatan JVP (-), pembesaran kelenjar limfe (-) 
▪ Thorax 
- Paru 
Inspeksi : bentuk dada normal, simetris kanan dan kiri, tidak ada
retraksi sela iga (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri (-)
Perkusi : Sonor/sonor 
Auskultasi : Bunyi Nafas Dasar vesikuler, Wheezing (-/-), Rhonki (-/-) 
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat 
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS 5 
Perkusi : Batas jantung kanan dan kiri normal 
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, Murmur (-), Gallop (-) 
▪ Abdomen  
Inspeksi : normal, tampak rata, distensi (-), bejolan (-), sikatriks (-)
Auskultasi : bising usus normal 12 kali/menit 
Palpasi : nyeri tekan epigastrium (-), nyeri tekan mcburney (-), psoas
sign (-), obturator sign (-), rovsing sign (-), defence muscular (-),
turgor baik, hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen, nyeri ketuk (-), nyeri
ketuk CVA (-/-)
▪ Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2, edema ekstremitas (-/-),
nyeri (-) , luka (-/-)

B.) Pemeriksaan Fisik Status Neurologis


Status neurologis:
- Pupil Bulat Isokor d (3mm/3mm)
- Refllex cahaya langsung : (+/+)
- Reflex cahaya tidak langsung : (+/+)
- Tanda Rangsang Meningeal : Kaku Kuduk (-)
- Laseq >70 / >70
- Kerniq >135 / >135
- Nervus Kranialis : paresis (-)
- Motorik : sulit dinilai
- Reflex fisiologis : biceps (+2/+2), triceps (+2/+2), patella (+2/+2),
achilles (+2/+2)
- Reflex Patologis : babinsky group (-)
- Sensorik : hemihipestesi (-)
- Otonom : retensio uri (-), retensio alvi (-)

X. Pemeriksaan Penunjang 
Hasil Lab IGD :
. Hemoglobin: 11,5 g/dL 11.7 - 15.5
. Hematokrit: 34 % 35 - 47
. Leukosit: 21,7 10^3/uL 3.6 - 11.0
. Trombosit: 279 10^3/uL 150 - 440
. Eritrosit: 4.13 10^6/uL 3.80 - 5.20
. RDW: 12.4 %
- Nilai Eritrosit Rata-rata :
. MCV: 81 fl 80 - 100
. MCH: 28 pg 26 - 34
. MCHC: 34 g/dL 32 - 36
- Hitung Jenis :
. Basofil: 0.0 % 0.0 - 1.0
. Eosinofil: 1.0 % L 2.0 - 4.0
. Neutrofil Batang: 2.0 % 3.0 - 5.0
. Segmen: 89.0 % H 50.0 - 70.0
. Limfosit: 3.0 % L 25.0 - 40.0
. Monosit: 5.0 % 2.0 - 8.0
. NLR: 30.33 H <3.12
. Golongan darah B , Rhesus Positif
. PT 17.70 detik H 11.70 – 15.10
. INR 1.26
. APTT 30.00 detik 25.00 – 33.00
. SGOT: 50 U/L H <35
. SGPT: 24 U/L <35
. Glukosa Darah Sewaktu: 136 mg/dL 70 – 180
. Keton Darah 0.1 mmol/L L<6
. Ureum: 15 mg/dl <48
. Kreatinin: 0.92 mg/dL 0.60 - 1.10
- Analisa Gas Darah on Venti
. pH 7.43 – 7.37 – 7.45
. PCO2 33.8 mmHg 33.0 – 44.0
. PO2 191.8 mmHg H 71.0 – 104.0
. HCO3 22.5 mmol/L 22.0 - 29.0
. SO2 98,0% 94.0 – 100.0
. BE (Base Excess) – 0,7 mmol/L -2-+3
. TCO2 23.6 mmol/L 23.0 – 27.0
. Natrium: 144 mEq/L 135 - 147
. Kalium: 3.90 mEq/L 3.50 - 5.00
. Chlorida: 107 mEq/L 95 – 105
- Imuno – serologi
. HbsAg Rapid Non Reaktif IU/mL Non Reaktif
. Anti HCV (ELISA) Non Reaktif Non Reaktif
. Anti HIV I Non Reaktif Non Reaktif
. Anti HIV II - *Non Reaktif
. Anti HIV III - *Non Reaktif
. Swab RT-PCR RSPI 5-5-2023 : Negatif

Hasil Pemeriksaan Radiologi:


- Foto toraks AP/PA (5/5/23)
 Jantung tidak membesar, CTR < 0.5
 Aorta dan mediastinum superior tidak melebar.
 Trakhea di garis tengah.
 Kedua hilus tidak menebal.
 Corakan vaskular kedua paru dalam batas normal.
 Tidak tampak infiltrat di kedua lapangan paru.
 Lengkung diafragma regular.
 Sinus kostofrenikus lancip.
 Kesan : Tak tampak kelainan radiologik pada jantung dan paru. Terpasang
tracheal tube dengan ujung tip setinggi CV T4 proyeksi diatas carina,
terpasang CVC dengan ujung tip kesan pada vena cava superior
- CT-scan kepala non kontras (5/5/23) :
 Perdarahan intraparenkimal cerebri pada lobus occipital kanan berkurang
 Perdarahan subarachnoid pada regio mid line dan fisura silvii kanan
berkurang
 Defek pada os temporal kanan
 Fraktur pada wing of sphenoid kiri, dinding anterior sinus maxilaris kiri
 Multihematosinus maxilaris kiri, ethmoid kiri dan sphenoid kanan kiri
- CT-scan kepala non kontras (12/5/23) :
 Kortikal sulci dan fissura sylvii kiri baik.
 Diferensiasi grey dan white matter baik.
 Tampak lesi hiperdens, berbatas tegas, intraaxial dengan perifocal edema pada
lobus pada lobus occipital kanan berkurang
 Tampak lesi hiperdens yang mengisi mid line dan fisura silviii kanan
berkurang
 Basal ganglia, kapsula interna dan thlamus baik.
 Tak tampak pergeseran garis tengah
 Sistim ventrikel dan sistim sistefna baik.
 Sella dan parasella baik.
 Infratentorial : pons, cerebelum dan CPA tidak tampak kelainan.
 Sinus paranasal maxilaris kiri, ethmoid kiri dan sphnoid kanan kiri
berselubung dengan densitas darah
 Pneumatisasi mastoid baik.
 Kedua orbita simetris
 Tampak fraktur pada wing of sphenoid kiri, dinding anterior sinus maxilaris
kiri
 Tampak defek pada os temporal kanan
XI. Diagnosis
- Intracerebral Hematoma
- Subarachnoid Hemorrage
- Kontusio Cerebri
- Suspect Kontusio Paru
- Fraktur Zygomaticus

XII. Tatalaksana
Pro Craniotomy dekompresi

XIII. Konsul Anestesi


Seorang wanita usia 18 tahun datang dengan rujukan dari RSPI karena penurunan
kesadaran sejak 7 jam sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengalami kecelakaan lalu
lintas, terdapat luka didaerah kepala disertai perdarahan dari rongga mulut.
Kegawatan bedah : IC resiko tinggi sampai DOT
Derajat ASA: III
Rencana Tindakan Anestesi : General Anestesi

XIV. Laporan Anestesi


Nama : Ny. RMY
Usia : 18 Tahun
Diagnosis Pra-bedah : Severe Head Injury + Brain Edema + Subarachnoid
hemorrage + diffuse injury
Tindakan bedah : 1. Craniotomi dekompresi + Cisternotomy
2. Open depressed fracture > tabula a/r frontalis sinistra
Tindakan Anestesi : General Anestesi
1. Rencana Anestesi
a). Persetujuan operasi tertulis (+)
b). Puasa 6 jam sebelum operasi (+)
c). Premedikasi di ruang OK
2. Jenis Anestesi
a). General Anestesi
∙ Pra-Induksi
∙ Induksi
. Posisi : Supine
a). Lokasi Infus : Tangan Kiri
b). Intra operatif :
1. Miloz 2 mg
2. Fentanyl 100mcg
3. Propofol 50mg
4. Roculax 30mg
5. Ketorolac 30mg
∙ Cairan
Input :
a). Pra tindakan : RL 500ml
b). Durante Tindakan : RL 2000ml
Output :
a). Urin : 1000ml
b). Perdarahan : 200ml
3. Monitoring
Instruksi Pasca Anestesi :

 Observasi kesadaran, tekanan darah, nadi, dan nafas setiap setiap 5 menit
 Memantau cairan, perdarahan, dan produksi urin
 Perawatan pasca anestesi di ICU
 Analgetik post op Fentanyl 30mcg/jam
 Bila mual ondansentron 4mg/8jam
 Ventilator dengan mode PC : 12, RR : 15, PEEP : 5 FiO2 : 50%
 Cek lab H2TL post operasi, jika Hb < 10 transfusi
 Laporkan segera bila ada penurunan kesadaran dan kejang
XV. FOLLOW UP PASIEN
Hari/tanggal : Jumat, 5 Mei 2023 pukul : 12.31 (IGD)

Subjek Objek Assesment Planning

Penurunan Pasien rujukan KU : tampak sakit berat Terapi rawat ICU:


Kesadaran RSPI terintubasi
GCS : E2 Vett M4 Mode Venti;
on ventilator.
PRVC; TV 400,
Riwayat kejadian Tekanan darah : 122/76
RR 15, Peep 5,
pasien ditemukan mmg on Vascon
Fio2 50%
tidak sadar
Nadi : 87x/menit
dengan luka pada IVFD Nacl 0,9%
kepala 7 jam Frekuensi Nafas : 20 x/menit 500cc/12 jam
smrs. Pasien on Venti
Drip Vascon 0,1-
dicurigai
Suhu : 36.7 derajat celcius 0,5mcg/kgBB/mnt
mengalami
titrasi sesuai klinis
kecelakaan lalu Sp02: 98% on Venti
lintas sepeda Drip Manitol
PBW: 50 kg
motor. Banyak 4x125cc
luka didaerah Status Generalis :
Drip Nimotop
kepala dan rongga
Kepala: normocephali, 10mg/jam
mulut disertai
Multiple VE (+), VL regio
perdarahan dari Drip Celtraxone iv
Frontal (+)
rongga mulut: 2x2gr dalam nacl
pasien dibawa ke Mata: conjungtiva anemis -/- 10cc
UGD RSPI dan hiperemis -/-, sklera ikterik
Drip Paracetamol
dilakukan intubasi -/- cekung -/-, racoon eyes
iv 2x1gr
disana. Selama -/-THT: faring hiperemis -/-
observasi tidak tonsil TIT1 debris Leher : Inj. Cithicholin iv
ada kejang. tidak tidak ada kelainan 2x500mg
ada muntah
Mulut: Tampak Fraktur pada Inj. Asam
menyemprot.
gigi (+), perdarahan bibir Traneramat iv
atas dan bawah (+) 3x500mg

Thorax; Ing. Vitamin K IV


2x10mg
inspeksi : bentuk dada
normal, simetris kanan kiri, Inj. Omeprazole iv
retraksi palpasi: krepitasi 2x40mg
negatif, nyeri -
Inj. Oncasentron.iv
auskultasi : Suara Nafas 3x4mg
vesikular, Rh -/-, Wh -/-
Observasi KU dan
BJ I-II normal murmur - TTV
gallop perkusi: sonor
Abdomen:
Inspeksi :normal, tampak
rata, distensi -, sikatriks –
Auskultasi : bising usus
normal 12 x / menit
Perkusi : timpani di seluruh
kuadran abdomen, nyeri
ketuk =, Nyen ketok CVA
-/-
Palpasi : nyeri tekan
epigastrium (-), nyer tekan
mcburney (-), psoas sign (-),
obturator sign (-), rovsing
sign (-), defans muscular (-),
turgor baik, hepar lien tidak
teraba
Extremitas : akral hangat,
CRT < 2, edema -/- Juka -/-
Pupil Bulat Isokor d
3mm/3mm
Refllex cahaya langsung :
+/+
Reflex cahaya tidak
langsung : +/*
Tanda Rangsang
Meningeal : Kaku Kuduk (-)
Lased s 70 / >70
Kernig : 135 / > 135
Nervus Kranialis : paresis (-)
Motorik : sulit dinilai
Reflex fisiologis : Biceps
+2/+2
Triceps #2/+2, Patella
+2/+2, Achilles +2/+2
Reflex Patologis : Babinsky
Group (-)
Sensorik : hemihipestesi (-).
Otonom : Retensio uri (-)
Retensio alvi (-)

Hari/tanggal : Jumat, 5 Mei 2023 pukul : 19.19

Subjek Objek Assesment Planning

Penurunan GCS : E1M4Vett Severe head Injury Pro kraniotomi


Kesadaran
Pupil anisokor Brain edema IC resiko tinggi
2/6mm/ RC -/- sampai dot sedia
Subarachnoid
PRC 500cc konsul
Motorik : hemorrhage
ICU post op
hemiparesis - /-
Diffuse axonal
Acc anestesi asa 3
injury
jika ada icu
Contusi cerebri
Open fracture
depressed > 1
tabula a/ frontal

Hari : Jumat, 5 Mei 2023 pukul : 19.24

Subjek Objek Assesment Planning

Penurunan GCS : E1M4Vett Post Craniotomy - 02 ventilator


Kesadaran mode PC PC 12
Pupil anisokor
RR 15 peep 5 fio2
2/6mm/ RC -/-
60 weaning
Motorik : bertahap
hemiparesis - /-
- IVFD asering I /8j
- Inj ketorolac
30mg/Bj
- Inj fentanyl 30
ug/j
- Inj OMZ 8mg/j
- Ini ondansteron
4mg/ 8j
- Inj tranexamat
500mg/ Bj
- cek Hb post op,
jika Hb < 10
transfusi PRC
500cC
- kultur darah
sputum, cek PCT
- terapi lain lanjut

Hari/tanggal : Senin, 8 Mei 2023 pukul : 17.14

Subjek Objek Assesment Planning

Pasien terintubasi KU: Berat Respiratory Failure - 02 on venti mode


dengan ventilator, on Mechanical PC = PC 10, PEEP
GCS : E2M5VE
kontak (-) dalam Ventilation 5, RR 12, Fi02
pengaruh obat, Pupil: anisokor 2/6 35% weaning
Severe head injury
keluhan tidak dapat mm/ RC +/- bertahap sesuai
dikaji Motorik : Brain edema klinis seiring sedasi
hemiparesis kiri stop
Diffuse axonal
Produksi drain injury - IVFD Asering
minimal 500ml/12jam
Subarachnoid
Hemodinamik : hemorrhage - Inj. Meropenem
1gr/Bjam (H2/7)
TD: 127/88 (95) Contusion cerebral
mmhg - Lab : Fu hasi
Open fracture
Kulur MO+
HR: 63 x/mnt depressed > 1
Reastens (07-05-
tabula a/t frontal
RR: 15 x/mnt 2023 0457 .23)
sinistra
Sa02 : 100 % - Terapi lain
laniutkan
suhu: 36,5
Hari/tanggal : Selasa, 9 Mei 2023 pukul : 10.41

Subjek Objek Assesment Planning

On ventilator TD : 121/72 Respiratory Failure D5 1/4 NS 500 cc/


on Mechanical 8 jam.
HR : 84
Ventilation Severe
Ventilator SIMV
RR : 14 head injury
RR:14 PC: 10
Spo2 : 100 Brain edema PS:10 PEEP:5
Fio2:40.
Diffuse axonal
injury lain lanjut
Subarachnoid
hemorrhage
Contusion cerebral
Open fracture
depressed > 1
tabula a/t frontal
sinistra

Hari/Tanggal : Rabu, 10 Mei 2023 pukul : 10.37

Subjek Objek Assesment Planning

Tidak dapat dikaji pasien perawatan Respiratory Failure - 02 ventilator


hari ke 6 di ruang on Mechanical mode CPAP PS 10
ICU bedah bed 26 Ventilation Severe peep 5 fio2 40
head injury weaning bertahap
pasien post op
kraniectomi H+5 Brain edema - IVFD RF I /12j
Ku tampak sakit Diffuse axonal - Inj dopamin,
berat, kesadaran injury ketorolac stop
somnolent dengan
Subarachnoid - Ini PCT 1 gr /8j
GCS: E2, M5, Vett
hemorrhage
- FU hasil kultur
Ada luka post op
Contusion cerebral
dikepala dan-batok - terapi lain lanjut
kepala di perut , Open fracture
tertutup kassa, depressed > 1
rembesan (-), tabula a/t frontal
pasien telah aff sinistra
drain tanggal
8/5/2023
Nafas dibantu
dengan ventilator,
triger nafas (+),
refleks suction (+)
sputum warna
kuning dari ETT
Pupil bulat
anisokor 2/4 reflek
cahayan +/+,
tampak bengkak di
kedua mata dan
lebam
terdapat luka lecet
wajah, terdapat
hecting di atas
kedua alis, diatas
alis kanan luka
tampak rembes (+)
Mulut Tampak
Fraktur pada gigi
(+), perdarahan
bibir atas dan
bawah (+) minimal,
terdapat behel di
gigi dan sudah
putus
akral hangat,
perfusi cukup,
abdomen supel,
CRT < 3 detik
ditangan kiri dan
kanan terdapat luka
lecet
ADL total, care,
mobilisasi di bantu
oleh perawat,
hemiparese sinistra
Skala morse: 75,
terpasang pagar
tempat tidur,
kancing kuning dan
segitiga kuning fall
risk, ikatan di
kedua tangan
Pasien haid hari
3==> produksi
minimal
pasien terpasang:
- ETT no.7, Batas
filsasi 20 cm, tgl
intubasi 5-5-2023
dari RSPI, dengan
mode SIMV PC +
PS , PC 10, PEEP
5, RR 14, Fi02
40%
- OGT tgl pasang
5-5-2023, ganti
tanggal 12/5/2023,
residu (-)
- CVC di vena
jugularis, tgl
pasang 5-5-2023
dari RSPI, dengan
cairan D5 1/4 NS
500 cc/ 8 jam.,
raivas standby,
Dopamin 5
mcg/kgbb/menit
runing 1,8 ml
- Ecath no. 16, tgl
pasang 5-5-2023,
ganti tanggal
19/5/2023,
produksi urin (+)
warna kuning
jernih
'Hemodinamik:
TD: 116/72 (86)
mmhg
HR. : 77 x/menit
RR.: 17 x/menit
5a02: 100 %
ish : 36,4 C
balance cairan 10
jam
input : 1332 ml
output : 1308 ml
urine: 1100 ml
diuresis: 2.2
ml/kgbb/jam
balance : (+) 24 ml
balance cairan 24
jam
balance cairan 24
jam
input: 3390 ml
output: 3100 ml
urine : 2600 ml

Hari/tanggal : Kamis, 11 Mei 2023 pukul : 08.38

Subjek Objek Assesment Planning

Pasien terintubasi Pasien perawatan Respiratory Failure - 02 on venti mode


dengan ventilator, hari ke 7 di ICU on Mechanical CPAP = PS 9, peep
kontak (+) minimal Bedah Bed 26 Ventilation 5, FiO2 40 weaning
kadang respon bila bertahap sesuai
Ku tampak sakit Severe head injury
dipanggil, keluhan klinis, standby
berat, kesadaran
belum dapat dikaji. Brain edema (backup) mode
Apatis dengan
SIMV = PC/PS 8,
GCS: E3, M5, Vett Diffuse axonal
PEEP 5, RR 10,
injury
Ada luka post op FIO2 40%
dikepala dan-batok Subarachnoid
- IVFD RF 500ml/
kepala di perut,
tertutup kassa, hemorrhage 12jam
rembesan (-),
Contusion cerebral - Inj, Meropenem
pasien telah aff
1gr/Bjam (H5/7)
drain tanggal Open fracture
8/5/2023 depressed > 1
tabula a/t frontal
Nafas dibantu
sinistra
dengan ventilator,
triger nafas (+), Peningkatan
refleks suction (+) transaminase hati
sputum wärna
kuning dari ETT
Pupil bulat
anisokor 2/4 reflek
cahayan +/-, mata
kiri tidak bisa
melihat
terdapat luka lecet
wajah, terdapat
hecting di atas alis
kiri, diatas alis
kanan luka.
Mulut: Tampak
Fraktur pada gigi
(+), perdarahan
bibir atas dan
bawah (+) minimal,
behel sudah di aff
ditangan kiri dan
kanan dan lutut
terdapat luka lecet
ADL total care,
mobilisasi di bantu
oleh perawat,
hemiparese sinistra
Skala morse: 75,
terpasang pagar
tempat tidur,
kancing kuning dan
segitiga kuning fall
risk, ikatan di
kedua tangan
Pasien haid hari 4-
=> produksi
minimal
Hemodinamik :
TD: 109/77 (88)
mmhg
HR: 100 x/menit
RR: 24 x/menit
Sa02: 100 %
suhu: 37,5 C

Hari/tanggal : Jumat, 12 Mei 2023 pukul : 10.06

Subjek Objek Assesment Planning

Kontak (-) KU : Berat RF on MV - 02 ventilator


mode PC: 8
GCS : E1M1Vt Severe head Injury
peep: 7 RR :15
Pupil : isokor Diffuse axonal
fio2: 60
4mm/ RG -/- Injury
- IVFD NaCi 3%
Motorik : tidak ada Brain edema
I /12j
respon
Post operasi
- Inj vascon 0,2
Pasien peravatan craniectomy
hari ke 8 di ICU dekompresi -Ini PCT 1 gr
Bedah Bed 26
- FU hasil kultur
Ku tampak sakit
- terapi lain lanjut
berat, kesadaran
somnolen dengan
GCS: E2, M5, Vett
Ada luka post op
dikepala dan-batok
kepala di perut ,
tertutup kassa,
rembesan (-),
pasien telah aff
drain tanggal
8/5/2023
Naas dibantu
dengan ventilator,
triger nafas (+),
refleks suction (+)
sputum warna
kuning dari ETT
Pupil bulat
anisokor 2/4 reflek
cahayan +/-, mata
kiri tidak bisa
melihat
terdapat luka lecet
wajah, terdapat
hecting di atas alis
kiri, diatas alis
kanan luka.
Mulut: Tampak
Fraktur pada gigi
(+), perdarahan
bibir atas dan
bawah (+) minimal,
behel sudah di aff
ditangan kri dan
kanan dan lutut
terdapat luka lecet
ADL total care,
mobilisasi di bantu
oleh perawat,
hemiparese sinistra
Skala morse: 75,
terpasang pagar
tempat tidur,
kancing kuning dan
segitiga kuning fall
risk, ikatan di
kedua tangan
Hemodinamik :
TD: 142/92 (106)
mmhg
HR: 77-150
x/menit
RR: 20-25x/menit
Sa02: 96- 100 %
sh: 37,3 G - 38,3 C

Hari/tanggal : Sabtu, 13 Mei 2023 pukul : 09.06

Subjek Objek Assesment Planning

On Ventilator TD:117/86 RF on MV Ventilator PC.


RR:18
Kontak (-) HR:86 Severe Head Injury
PC:11
RR:18 Pasca
decompressive PEEP:7
Spo2:100
craniectomy
Fio2:80
Metabolic
I:E:1:4,0.
encephalopathy -
secondary brain Nacl 3% stop.
injury
Koreksi GIK 3x
ARDS
D5 1/4 NS 500 cc/
Hyperatremia dan 12 jam.
hyperkalemia
Diet konsul Gizi
Diabetes insipidus ulang.

Hari/tanggal : Senin, 15 Mei 2023 pukul : 08.44

Subjek Objek Assesment Planning

On Vetilator TD:127/85 RF on MV D 5 1/4 NS Stop.


Kontak (-) HR:95 Severe Head Injury D5% 500 cc/ 24
jam.
RR:18 Pasca
decompressive Ventilator PC.
Spo2:100
craniectomy PC:13
Metabolic PEEP:8
encephalopathy -
RR:18
secondary brain
injury Fio2:90
ARDS I:E: 1:5,0
Hypematremia dan Konsul Paru ulang.
hyperchlorida lain laniut
Diabetes insipidus

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. 1. Penurunan Kesadaran
II.1.1. Definisi Penurunan Kesadaran

Kesadaran adalah kondisi sadar terhadap diri sendiri dan lingkungan.


Kesadaran terdiri dari dua aspek yaitu bangun (wakefulness) dan ketanggapan
(awareness). Sedangkan, ketidaksadaran adalah keadaan tidak sadar terhadap diri
sendiri dan lingkungan dan dapat bersifat fisiologis (tidur) ataupun patologis (koma
atau keadaan vegetatif). Penurunan kesadaran adalah keadaan dimana penderita tidak
sadar, tidak terjaga, tidak terbangun secara utuh sehingga tidak mampu memberikan
respons yang normal terhadap stimulus. Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat
menggunakan penilaian Glasgow Coma Scale (GCS) Tingkat kesadaran secara
kualitatif dapat dibagi menjadi kompos mentis, apatis, somnolen, stupor, dan koma.

II.1.2. Etiologi Penurunan Kesadaran

Koma dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang bagian otak secara
fokal maupun seluruh otak secara difus. Penyebab koma secara umum
diklasifikasikan dalam intrakranial dan ekstrakranial (tabel 1). Selain itu, Koma juga
dapat disebabkan oleh penyebab traumatik dan non-traumatik. Penyebab traumatik
yang sering terjadi adalah kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, dan jatuh. Penyebab
non-traumatik yang dapat membuat seseorang jatuh dalam keadaan koma antara lain
gangguan metabolik, intoksikasi obat, hipoksia global, iskemia global, stroke iskemik,
perdarahan intraserebral, perdarahan subaraknoid, tumor otak, kondisi inflamasi,
infeksi sistem saraf pusat seperti meningitis, ensefalitis dan abses serta gangguan
psikogenik.

II.1.3. Fisiologi Kesadaran

Kesadaran diatur oleh kedua hemisfer otak dan ascending reticular activating
system (ARAS), yang meluas dari midpons ke hipotalamus anterior. RAS terdiri dari
beberapa jaras saraf yang menghubungkan batang otak dengan korteks serebri. Batang
otak terdiri dari medulla oblongata, pons, dan mesensefalon. Proyeksi neuronal
berlanjut dari ARAS ke talamus, dimana mereka bersinaps dan diproyeksikan ke
korteks. Kesadaran ditentukan oleh interaksi kontinu antara fungsi korteks serebri
(kualitas) dengan Ascending Reticular Activating System (ARAS) (kuantitas) yang
terletak mulai dari pertengahan bagian atas pons. ARAS menerima serabut-serabut
saraf kolateral dari jaras-jaras sensoris dan melalui thalamic relay nuclei dipancarkan
secara difus ke kedua korteks serebri. ARAS bertindak sebagai suatu tombol off-on,
untuk menjaga korteks serebri tetap sadar (awake).

Respon gangguan kesadaran pada kelainan di ARAS ini merupakan kelainan


yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu respon primitif yang merupakan
manifestasi rangkaian inti-inti di batang otak dan serabut- serabut saraf pada susunan
saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari susunan saraf pusat di
mana kedua korteks ini berperan dalam kesadaran akan diri terhadap lingkungan atau
input-input rangsangan sensoris (awareness). Neurotransmiter yang berperan pada
ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik, monoaminergik dan Gamma
Aminobutyric Acid (GABA).

II.2. Intracerebral Hemorrhage


II.2.1. Definisi Intracerebral Hemorrhage

Perdarahan intraserebral adalah salah satu jenis perdarahan intrakranial yang


terjadi akibat robeknya pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Perdarahan
intraserebral traumatik terjadi pada 8% pasien dengan trauma kepala dan 13-35%
pada trauma kepala berat. Dalam pendarahan intraserebral, pembuluh darah di otak
pecah dan menyebar ke jaringan otak di sekitarnya, sehingga merusak sel-sel otak.
Sel-sel otak di luar kebocoran kekurangan darah dan rusak. Tekanan darah tinggi,
trauma, malaformasi vaskular, penggunaan obat pengencer darah dan kondisi lain
dapat menyebabkan perdarahan intra-serebral.

II.2.2. Etiologi dan Patogenesis Intracerebral Hemorrhage


 Etiologi

Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :


1) Hipertensi
2) Cerebral Amyloid Angiopathy
3) Arteriovenous Malformation
4) Neoplasma intrakranial.
5) Trauma

 Patofisiologi

Patofisiologi perdarahan intrakranial bergantung dari penyebab terjadinya,


dapat berupa traumatik dan nontraumatik. Perdarahan intrakranial traumatik terjadi
akibat proses trauma yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Pada
perdarahan intrakranial nontraumatik, perdarahan disebabkan oleh penyakit yang
menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah. Perdarahan intrakranial traumatik
disebabkan oleh cedera otak traumatik yang selanjutnya menyebabkan pecahnya
pembuluh darah otak dan perdarahan. Perdarahan akibat trauma ini dapat
berhubungan dengan fraktur tengkorak, misalnya pada perdarahan ekstradural, atau
akibat gaya geser (shearing force), misalnya pada diffuse axonal injury.
Perdarahan Intrakranial Nontraumatik biasanya disebabkan oleh penyakit
pembuluh darah kecil. Diawali dengan perubahan degeneratif pada dinding pembuluh
darah yang disebabkan vaskulopati. akibat hipertensi jangka panjang. Hal ini disebut
sebagai lipohialinosis. Selain itu, jika perdarahan disebabkan oleh angiopati amiloid
serebral, maka proses perdarahan diawali dengan deposisi peptida amiloid-beta pada
dinding pembuluh darah kecil leptomeningeal dan korteks. Akhirnya, akan terjadi
perubahan degeneratif yang ditandai dengan matinya sel-sel otot polos, penebalan
dinding, penyempitan lumen pembuluh darah, pembentukan aneurisma mikro dan
perdarahan-perdarahan mikro yang disebabkan oleh akumulasi amiloid.
Selain itu, pecahnya pembuluh darah dan perdarahan yang terjadi selanjutnya
akan menyebabkan penekanan atau kerusakan mekanik pada parenkim otak.
Dilanjutkan dengan edema perihematoma yang terjadi dalam waktu 3 jam setelah
onset gejala. Puncak edema ini diperkirakan adalah sekitar 10-20 hari setelah onset.
Selanjutnya, proses kerusakan sekunder akan terjadi yang dimediasi oleh sel-sel darah
dan plasma. Kemudian, akan terjadi proses peradangan yang ditandai dengan aktivasi
kaskade koagulasi dan deposisi besi hasil degradasi hemoglobin. Pada akhirnya,
hematoma akan membesar dalam 24 jam pertama (hal ini terjadi pada 38% pasien).

II.2.3. Klasifikasi Intracerebral Hematoma


1. Epidural Hematoma
Hematoma epidural dapat berasal dari arteri atau vena. Hematoma epidural
arteri klasik terjadi setelah trauma tumpul pada kepala, biasanya daerah temporal.
Mereka juga dapat terjadi setelah cedera kepala tembus. Biasanya terdapat fraktur
tengkorak dengan kerusakan pada arteri meningea media yang menyebabkan
perdarahan arteri ke dalam ruang epidural potensial. Meskipun arteri meningea media
adalah arteri yang digambarkan secara klasik, setiap arteri meningeal dapat
menyebabkan hematoma epidural arteri.
2. Subdural Hematoma
Perdarahan subdural terjadi ketika darah memasuki ruang subdural yang
secara anatomis merupakan ruang arachnoid. Umumnya perdarahan subdural terjadi
setelah pembuluh yang melintasi antara otak dan tengkorak diregangkan, patah, atau
robek dan mulai berdarah ke dalam ruang subdural. Ini paling sering terjadi setelah
cedera kepala tumpul tetapi juga dapat terjadi setelah cedera kepala tembus atau
spontan.
3. Subarachnoid Hemorrhage
Perdarahan subarachnoid adalah perdarahan ke dalam subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid dibagi menjadi perdarahan subarachnoid traumatik versus
non-trauma. Skema kategorisasi kedua membagi perdarahan subarachnoid menjadi
perdarahan subarachnoid aneurisma dan non-aneurisma. Perdarahan subarachnoid
aneurisma terjadi setelah pecahnya aneurisma serebral yang memungkinkan
perdarahan ke dalam ruang subarachnoid. Perdarahan subarachnoid non-aneurisma
adalah perdarahan ke dalam ruang subarachnoid tanpa aneurisma yang dapat
diidentifikasi. Perdarahan subarachnoid non-aneurisma paling sering terjadi setelah
trauma dengan cedera kepala tumpul dengan atau tanpa trauma tembus atau
perubahan akselerasi mendadak pada kepala.
4. Intraparenchymal Hemorrhage
Perdarahan intraparenkim adalah perdarahan ke dalam parenkim otak yang
tepat. Ada berbagai alasan yang menyebabkan perdarahan dapat terjadi termasuk,
namun tidak terbatas pada, hipertensi, malformasi arteriovenosa, angiopati amiloid,
ruptur aneurisma, tumor, koagulopati, infeksi, vaskulitis, dan trauma.
II.2.4. Manifestasi Klinis Intracerebral Hemorrhage
Manifestasi klinik dari intracerebral hemoragi yaitu :
a. Kesadaran mungkin akan segera hilang, atau bertahap seiring dengan
membesarnya hemoragic
b. Pola pernapasan dapat secra progresif menjadi abnormal
c. Respon pupil mungkin lenyap atau menjadi abnormal
d. Dapat timbul muntah-muntah akibat peningkatan TIK
e. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan
gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.
f. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahap seiring dengan
peningkatan tekanan intra cranium.
g. Kelemahan di satu bagian tubuh
h. Mual dan muntah, peningkatan tekanan darah
II.2.5. Diagnosis Intracerebral Hemorrhage
Diagnosis perdarahan intrakranial dilakukan dengan anamnesis dan
pemeriksaan fisik mengenai gejala dan tanda perdarahan intrakranial, misalnya nyeri
kepala, kejang, kaku kuduk, dan penurunan kesadaran. Namun, diagnosis pasti hanya
dapat ditegakkan melalui pemeriksaan pencitraan otak, berupa CT Scan, CT
Angiografi, dan MRI.
Anamnesis dilakukan secara cepat guna menemukan gejala serta tanda
perdarahan intrakranial. Gejala akut perdarahan intrakranial sering kali sulit
dibedakan dari stroke iskemik. Beberapa gejala yang sering ditemukan, antara lain:
Nyeri kepala, Mual, muntah, Kejang, Gejala neurologis fokal dan generalisata, Koma.
Jika tanda-tanda tersebut ditemukan, maka pasien cenderung mengalami perdarahan
intrakranial dan bukan stroke iskemik. Namun diagnosis pasti hanya ditegakkan
melalui pencitraan otak. Untuk perdarahan intrakranial traumatik, perlu juga
ditanyakan mengenai mekanisme trauma, ada tidaknya perubahan tingkat kesadaran
atau hilang kesadaran, serta riwayat penggunaan antikoagulan.
Pemeriksaan fisik terpenting untuk dilakukan adalah penilaian Glasgow coma
scale (GCS) untuk menilai seberapa parah cedera kepala (jika ada) yang terjadi pada
pasien. Selain itu, dilakukan beberapa pemeriksaan fisik lain, seperti : Tekanan darah
untuk memastikan adanya hipertensi dan peningkatan tekanan diastolik yang
berhubungan dengan perdarahan intrakranial, Kaku kuduk jika ditemukan, dapat
dicurigai adanya kelainan pada selaput meninges. Pemeriksaan kaku kuduk sebaiknya
ditunda pada kasus trauma kepala sampai vertebra servikal dipastikan aman,
Perdarahan pada retina subhialoid, Anisokoria pupil, Defisit neurologis fokal.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada perdarahan intrakranial,
antara lain:

 Pencitraan otak: CT Scan, MRI, dan CT- / MR- angiografi


 Pemeriksaan laboratorium: darah lengkap, prothrombin time (PT), activated
partial thromboplastin time (aPTT), kimia darah, toksikologi, dan skrining
kelainan darah, infeksi, dan vaskulitis.
 Pemeriksaan lain: elektrokardiografi dan pungsi lumbal
II.2.6. Tatalaksana Intracerebral Hemorrhage
Prinsip penanganan awal meliputi survei primer dan survei sekunder. Dalam
penatalaksanaan survei primer yang diprioritaskan antara lain airway, breathing,
circulation, disability dan exposure yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Hal-
hal yang dilakukan dalam terapi ini dapat berupa pemberian cairan intravena,
hiperventilasi, pemberian manitol, steroid, furosemide, barbiturat dan antikonvulsan.
Mortalitas tertinggi dari hipertensi intrakranial terlihat pada pasien dengan
cedera kepala berat. Pengobatan hipertensi intrakranial ialah posisi kepala dinaikkan
150 sampai 300, mengendalikan kejang, ventilasi PaCO2 normal rendah (35 mmHg),
suhu tubuh normal, tidak ada obstruksi drainase vena jugularis, optimal resusitasi
cairan dan semua homeostasis fisiologik, serta pemberian sedasi dan obat pelumpuh
otot bila diperlukan. Bila tindakan ini gagal untuk menurunkan tekanan intrakranial,
tambahan terapi diberikan dalam manuver first-tier dan second-tier terapi.
First-tier terapi terdiri dari : 1) drainase cairan serebrospinal secara
inkremental melalui kateter intraventricular, 2) diuresis dengan manitol, 0,25-1,5 g/kg
diberikan lebih dari 10 menit, dan 3) hiperventilasi moderat. Terapi second-tier
dilakukan bila peningkatan TIK refrakter terhadap terapi first-tier. Peningkatan TIK
refrakter ialah peningkatan TIK secara spontan >15 menit dalam periode 1 jam,
walaupun telah dilakukan intervensi first-tier secara opti- mum. Tindakan second-tier
terapi adalah hiperventilasi untuk mencapai PaCO2 <30 mmHg, dosis tinggi terapi
barbiturat, hipotermia, dan kraniektomi dekompresif.
Pada penanganan beberapa kasus cedera kepala diperlukan tindakan pembe-
dahan bila ditemukan perdarahan >30 ml, midline shift >5 mm, fraktur tengkorak ter-
buka, dan fraktur tengkorak depres dengan kedalaman >1 cm. Trepanasi adalah suatu
tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk tindakan
pembedahan definitif.
II.2.7. Komplikasi Intracerebral Hemorrhage
Komplikasi ICH termasuk edema serebral, peningkatan tekanan intrakranial,
hidrosefalus, kejang, kejadian trombotik vena, hiperglikemia, peningkatan tekanan
darah, demam, dan infeksi. Pasien dengan ICH, terutama wanita, memiliki risiko
penyakit tromboemboli. Hampir sepertiga pasien dengan ICH mengalami komplikasi
paru seperti pneumonia, aspirasi, edema paru, gagal napas, dan gangguan pernapasan.
Sekitar 4% pasien dengan ICH menderita komplikasi jantung seperti infark miokard,
fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel, takikardia ventrikel, kardiomiopati akibat stres, dan
gagal jantung akut.

II.3. Subarachnoid Hemorrhage


II.3.1. Definisi Subarachnoid Hemorrhage
Subarachnoid hemorrage (SAH) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan
adanya darah pada rongga subarakhnoid yang disebabkan oleh proses patologis.
Subarachnoid hemorrage ditandai dengan adanya ekstravasasi darah ke rongga
subarakhnoid yaitu rongga antara lapisan dalam (piamater) dan lapisan tengah
(arakhnoid mater) yang merupakan bagian selaput yang membungkus otak
(meninges).
II.3.2. Klasifikasi Subarchnoid Hemorrhage
Perdarahan subaraknoid terbagi atas:

 Perdarahan subaraknoidal spontan primer (spontan non-trauma dan non


hipertensit), yakni perdarahan bukan akibat trauma atau dari perdarahan
intraserebral.
 Perdarahan subaraknoidal sekunder, adalah perdarahan yang berasal dari luar
subaraknoid, seperti dari perdarahan intraserebral atau dari tumor otak.
Menurut skala botterell dan hunt and hess, perdarahan subarakhnoid dapat dibagi
menjadi beberapa kelas (grade), yaitu:

 Kelas I Asimptomatik atau sakit kepala ringan


 Kelas II Sakit kepala sedang atau berat atau occulomotor palsy
 Kelas III Bingung, mengantuk atau gejala fokal ringan
 Kelas IV Stupor (respon terhadap rangsangan nyeri)
 Kelas V Koma (postural atau tidak respon terhadap nyeri)

Kelas I dan II memiliki prognosis yang baik, kelas III memiliki prognosis yang
menengah, kelas IV dan V memiliki prognosis yang buruk.

II.3.3. Etiologi dan Patofisiologi Subrachnoid Hemorrhage

 Etiologi

Sekitar 80% SAH nontrauma disebabkan oleh ruptur aneurisma intrakranial. Jenis
aneurisma yang paling umum terjadi pada individu dalam dekade kelima kehidupan,
yaitu aneurisma sakular. Aneurisma pada arteri komunikans anterior (36%)
merupakan lokasi aneurisma tersering, diikuti arteri serebral tengah (26%), arteri
komunikans posterior (18%), dan arteri karotis interna (10%). Penyebab lain SAH
termasuk vascular malformation dan penyakit vaskular seperti vaskulitis

 Patofisiologi

Aneurisma merupakan luka yang yang disebabkan karena tekanan hemodinamic


pada dinding arteri percabangan dan perlekukan. Saccular atau biji aneurisma
dispesifikasikan untuk arteri intracranial karena dindingnya kehilangan suatu selaput
tipis bagian luar dan mengandung faktor adventitia yang membantu pembentukan
aneurisma. Mekanisme patofisiologi SAH melibatkan early brain injury (EBI) dan
delayed cerebral ischemia (DCI) termasuk vasospasme serebral. Pembentukan
aneurisma terjadi dengan lesi vaskuler awal setelah interaksi faktor biologis, fisik, dan
eksternal tertentu. Gaya tangensial (shear stress) pada dinding pembuluh darah akibat
aliran darah menyebabkan aneurisma atau dilatasi dan degenerasi dinding pembuluh
darah. Endotelium merupakan struktur yang pertama kali mengalami kerusakan.
Struktur ini berperan dalam sensitivitas perubahan tekanan dinding vaskuler dan
menyesuaikan diameter lumen sesuai dengan tingkat shear stress untuk
mempertahankan fisiologi dan menentukan keseluruhan proses remodeling
II.3.4. Manifestasi Klinis Subarachnoid Hemorrhage
Manifestasi klinis dapat berupa nyeri kepala hebat, defisit neurologis fokal atau
penurunan kesadaran. Manifestasi klinis subarachnoid hemoragikadalah sebagai
berikut:

 Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis,


berlangsung dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit.
 Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah
dan kejang.
 Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa
menit sampai beberapa jam. Dan sangat bervariasi dari tak sadar sebentar,
sedikit delirium sampai koma.
 Dijumpai gejala-gejala rangsang meningeal. Gejala / tanda rangsangan
meningeal : kaku kuduk (+), tanda kernig (+)
 Gejala-gejala neurologik fokal bergantung pada lokasi lesi. Gangguan fungsi
otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi, banyak
keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan. Gangguan fungsi
saraf otonom demam setelah 24 jam, demam ringan karena rangsangan
mening, dan demam tinggi bila pada hipotalamus. Begitu pun muntah,
berkeringat, menggigil, dan takikardi, adanya hubungan dengan hipotalamus.
Bila berat, maka terjadi ulkus peptikum disertai hematemesis dan melena dan
seringkali disertai peninggian kadar gula darah, glukosuria, albuminuria, dan
ada perubahan pada EKG.
II.3.5. Diagnosis Subarachnoid Hemorrhage
1. CT-Scan (Computed Tomography-Scan)
CT Scan kepala merupakan standar diagnosis perdarahan intrakranial, dapat
menggambarkan fraktur tengkorak serta adanya hematoma dan edema
perihematoma dengan baik. CT Scan lebih dianjurkan untuk dilakukan pada
pasien yang diduga mengalami perdarahan intrakranial. CT Scan memiliki waktu
pemeriksaan yang lebih cepat, dan hasil yang cukup akurat. Hasil yang lebih
akurat dan gambaran yang lebih jelas dapat dicapai dengan penggunaan kontras.
Penggunaan CT Scan dengan atau tanpa kontras didasari pada kebutuhan klinisi,
misalnya untuk melihat perdarahan aktif, kontras akan dapat menunjukkan sumber
serta lokasi perdarahan yang terjadi pada pasien. Teknik CT Scan lain berupa CT-
angiografi dapat bermanfaat untuk diagnosis aneurisma, malformasi
arteriovenosa, serta stroke iskemik.
Kualitas yang bagus dari CT Scan tanpa kontras, akan mendeteksi Perdarahan
Sub Arachnoid pada 95% kasus. Darah tampak sebagai gambaran dengan densitas
tinggi (putih) pada ruang Subarachnoid.

Pemeriksaan CT-scan berfungsi untuk mengetahui adanya massa intracranial.


Pada pembesaran ventrikel vang berhubungan dengan darah (densitas tinggi) dalam
ventrikel atau dalam ruang subarachnoid. Computed Tomography (CT), pada CT
dapat dilihat distribusi darah, sehingga dapat dilihat lokasi aneurisma yang pecah. CT
juga menunjukkan fokal intraparenkim atau perdarahan subdural, pembesaran
ventrikel, aneurisma besar dan infark akibat vasospasme. Gambaran perdarahan pada
CT scan berupa gambaran hiperdens.

2. MRI (Magnetic Resonance Imaging)


Dengan pemeriksaan ini dapat mendemonstrasikan perdarahan-perdarahan
sebelumnya. Pemeriksaan in tidak sensitif pada subarachnoid hemoragik akut pada
24-48 jam pertama. CT Scan pada umumnya lebih baik daripada MRI, dalam
mendeteksi perdarahan subarachnoid akut. MRI biasanya sekaligus dilakukan
pemeriksaan MRA. Dimana berdasarkan pada review yang ada, pemeriksaan in
memiliki sensitifitas 87% dan spesifitas 92% untuk mendeteksi aneurisma intrakranial
(dibanding dengan cateter DA) dengan sensitifitas lebih rendah secara signifikan
untuk Aneurisma dengan diameter kurang dari 3mm. Kemampuan MRA untuk
mendeteksi aneurisma intrakranial relatif tergantung pada ukuran, arah dan rata-rata
aliran darah dalam aneurisma pada trombosis aneurisma dan kalsifikasi. MRA dapat
berguna sebagai tes skrining pada pasien dengan resiko tinggi pasien dengan perokok
dan hipertensi. Selain itu, dapat mendeteksi malformasi arteriovena dan angioma
kavernosus sekitar hematoma, lebih baik dalam menggambarkan jaringan lunak
dibandingkan CT Scan dan dapat membedakan perdarahan hiperakut hingga kronis.

II.3.6. Tatalaksana Subarachnoid Hemorrhage


Tujuan penatalakasanaan pertama dari perdarahan subarakhnoid adalah
identifikasi sumber perdarahan dengan kemungkinan bisa diintervensi dengan
pembedahan atau tindakan intravascular lain. Jalan napas harus dijamin aman dan
pemantauan invasive terhadap central venous pressure dan atau pulmonary artery
pressure, seperti juga terhadap tekanan darah arteri, harus terus dilakukan. Untuk
mencegah penigkatan tekanan intracranial, manipulasi pasien harus dilakukan secara
hati-hati dan pelan-pelan, dapat diberikan analgesic dan pasien harus istirahat total.
Perdarahan subarachnoid yang disertai dengan peningkatan tekanan intracranial
harus diintubasi dan hiperventilasi. Pemberian ventilasi harus diatur untuk mencapai
PCO2 sekitar 30-35 mmHg. Beberapa obat yang dapat diberikan untuk menurunkan
tekanan intracranial seperti :
1. Osmotic agents (mannitol) dapat menurunkan tekanan intracranial secara
signifikan (50% dalam 30 menit pemberian).
2. Loop diuretics (furosemide) dapat juga menurunkan tekanan intracranial
3. Intravenous steroid (dexamethasone) untuk menurunkan tekanan intracranial
Setelah itu tujuan selanjutnya adalah pencegahan perdarahan ulang, pencegahan dan
pengendalian vasospasme, serta manajemen komplikasi medis dan neurologis lainnya.
Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal dan jika perlu diberi obat-obat
antihipertensi intravena, seperti labetalol dan nikardipin. Analgesic seringkali
diperlukan, obat-obat narkotika dapat diberikan berdasarkan indikasi. Dua factor
penting yang dihubungkan dengan luaran buruk adalah hiperglikemia dan hipertermia,
karena itu keduanya harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap thrombosis vena
dalam (deep vein thrombosis) harus dilakukan segera dengan peralatan kompresif
sekunsial, heparin subkutan dapat diberikan setelah dilakukan penatalaksanaan
terhadap aneurisma. Calcium channel blocker dapat mengurangi risiko komplikasi
iskemik, direkomendasikan nimodipin oral.
II.3.7. Komplikasi Subarachnoid Hemorrhage
Vasospasme, iskemia, perdarahan ulang, kejang, hiponatremia, dan
hidrosefalus adalah komplikasi SAH. Edema paru neurogenik, peningkatan cairan
interstisial dan alveolar, biasanya terjadi pada perdarahan subarachnoid. Selain itu
komplikasi intrakranial meliputi : rebleeding, cerebral iskemia/factakot, hidrosefalus,
“expanding” hematom, epilepsi, dan komplikasi ekstrakranial meliputi : infark
myokard, aritmia, stress ulcer.
II.3.8. Prognosis Subarachnoid Hemorrhage
Faktor yang paling penting dalam mempengaruhi hasil pada pasien dengan
perdarahan subarachnoid adalah keadaan neurologis pada pasien tersebut ketika tiba
di rumah sakit. Perubahan kondisi mental adalah kelainan yang paling umum,
sebagian pasien tetap sadar, yang lain bisa kebingungan, atau bahkan koma. Hunt and
Hess grading scale yang telah dimodifikasi berfungsi sebagai alat untuk mengukur
resiko tingkat keparahan pada perdarahan subarachnoid yang didasari dari
pemeriksaan neurologi yang pertama. Pasien yang diklasifikasikan sebagai
perdarahan subarachnoid grade I atau II memiliki prognosis yang lumayan baik, grade
III memiliki prognosis sedang, grade IV dan V jelek. Tanda-tanda neurologis fokal
terjadi pada sedikit pasien tetapi dapat menunjukkan letak perdarahan, hemiparese
atau afasia menunjukkan aneurisme pada middle cerebral arteri dan paraparese
menunjukkan aneurisma pada cerebral arteri proximal anterior. Tanda-tanda fokal ini
biasanya dikarenakan adanya hematom fokal yang besar, yang mungkin memerlukan
tindakan gawat darurat.

BAB III
PEMBAHASAN

Teori Kasus

Anamnesis Riwayat penyakit dahulu Tidak dapat dikaji.


(hipertensi, diabetes, penyakit
Aloanamnesis didapatkan karena
jantung, asma, alergi)
traumatik (kecelakaan motor).
Riwayat kebiasaan pasien
(perokok, konsumsi alkohol,
pengguna narkoba)
Riwayat trauma dan non trauma.

Manifestasi Nyeri kepala, mual muntah,  Penurunan kesadaran


Klinis penurunan kesadaran berat  Hemiparesis
sampai koma, hemiplegia atau  Pupil anisokor
hemiparese, kejang, peningkatan
tekanan darah, respon pupil
menurun, pernafasan abnormal.

Pemeriksaa Glasgow coma scale (GCS),  Keadaan Umum :


n Fisik tekanan darah (hipertensi), kaku Tampak Sakit Berat
kuduk, perdarahan pada retina  Kesadaran : koma
subhialoid, anisokoria pupil,  GCS : E2 Vett M3
defisit neurologis fokal.  Vital Sign :
 TD:122/76 mmHg
 N:87x/menit
 RR:20x/menit
 Suhu:36,7C,
 SpO2:  98% on Venti
- Kepala : normocephali,
multiple VE (+), VL
regio frontal (+)
- Mulut : Tampak fraktur
pada gigi (+), perdarahan
bibir atas dan bawah (+)
- Mata : pupil anisokor
diameter 4mm/4mm

Pemeriksaa CT-scan dan MRI. CT-scan non kontras (5/5/23)


n Penunjang
CT-scan : Kesan :
- Adanya daerah hiperdens - Perdarahan
single intraparenkimal cerebri
- Diameter lebih dari 3 cm lobus occipital kanan
perifer - Perdarahan subarachnoid
- Adanya pergeseran garis pada regio midline dan
tengah (midline shift) fissura sylvii
- Terdapat gambaran - Defek pada os temporal
hematoma kanan
- Kontusio hemorargik - Fraktur pada wing
berbatas tegas spenoid kiri dan sinus
maxillaris kiri
MRI :
- Multihematosinus
- Perdarahan petekie kecil maxillaris kiri, ethmoid
tampak hiperintens kiri, dan sphenoid kanan
- Area hiperintens multiple kiri
pada cervicomedullary
CT-scan non kontras (12/5/23)
junction pada lobus
temporal dan parietal atau Kesan :
corpus callosum
- Lesi hiperdens, batas
- Lesi multiple hiperintens
tegas, intraaksial dengan
perifocal edema pada
lobus occipital kanan
- Lesi hiperdens yang
mengisi midline dan
fissura sylvii
- Sinus paranasal
maxillaris kiri, ethmoid
kiri, dan sphenoid kanan
kiri berselubung dengan
densitas darah
- Fraktur pada wing of
sphenoid kiri, dinding
anterior sinus maxillaris
kiri
- Defek pada os temporal
kanan
Foto Toraks (15/5/23)
Kesan :
- Tak tampak kelainan
radiologik pada jantung
dan paru

Tatalaksana - Stabilisasi jalan napas & - Mode Venti; PRVC; TV


pernapasan : terapi 400, RR 15, Peep 5, Fio2
oksigen/intubasi ETT 50%
- Stabilisasi hemodinamik: - IVFD Nacl 0,9%
 Cairan 500cc/12 jam
Kristaloid/koloid. - Drip Vascon 0,1-
 Optimalkan tekanan 0,5mcg/kgBB/mnt titrasi
darah sesuai klinis
 PCO2 sekitar 30- - Drip Manitol 4x125cc
35mmHg - Drip Nimotop 10mg/jam
- Pemeriksaan awal fisik - Drip Ceftriaxone iv
umum: 2x2gr dalam nacl 10cc
 Pengendalian TIK, - Drip Paracetamol iv
 Head up 20-30 2x1gr
 Osmoterapi atas - Inj. Cithicholin iv
indikasi (manitol, 2x500mg
furosemid, - Inj. Asam Traneramat iv
dexamethasone.) 3x500mg
- Pengendalian kejang : - Inj. Vitamin K iv
2x10mg
 Diazepam bolus
- Inj. Omeprazole iv
lambat IV 5-20 mg dan
2x40mg
dikuti oleh fenitoin
- Inj. Ondansentron.iv
loading dose 15 - 20
3x4mg
mg/Kg bolus
- Observasi KU dan TTV
- Pengendalian suhu :
Berikan acetaminophen
650mg bila suhu > 38,5C

BAB IV
KESIMPULAN

 Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi secara langsung pada


bagian substansi otak. Perdarahan yang terjadi pada jaringan otak biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis
ditandai dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai
lateralisasi, pada pemeriksaan CT-Scan didapatkan adanya daerah hiperdens
yang indikasi dilakukan operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer,
adanya pergeseran garis tengah, secara klinis hematom tersebut dapat
menyebabkan gangguan neurologis.
 Perdarahan intrakranial traumatik adalah oleh cedera otak traumatik yang
selanjutnya menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak dan perdarahan.
Perdarahan akibat trauma ini dapat sampai kebagian lapisan pembungkus otak
(subarachnoid) akibat gaya geser (shearing force) misalnya pada diffuse
axonal injury. Diagnosis perdarahan intrakranial dilakukan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisik mengenai gejala dan tanda perdarahan intrakranial.

DAFTAR PUSTAKA
Huang, C. & Chen, J. The Long-Term Survival of Intracranial Hemorrhage Patients
Successfully Weaned from Prolonged Mechanical Ventilation. Int. J. Gen. Med. 14,
1197–1203 (2021).
Rilianto, B. & Helda. Perdarahan intrakranial pasca terapi trombolisis stroke iskemik
akut pada populasi asia. J. Ilm. Kesehat. 14, 33–38 (2022).
Wulandari, D. A., Sampe, E. & Hunaifi, I. Perdarahan Subarakhnoid (PSA). J.
Kedokt. 10, 338–346 (2021).
Melids, Fauzi, A. Al & Sensusiati, A. D. Epidemiology of Intra-Cerebral Hemorrhage
in Young Adult Patients. J. Ilm. Mhs. Kedokt. Univ. Airlangga 11, 65–68 (2020).
Gulati, S. et al. Risk of intracranial hemorrhage ( RICH ) in users of oral
antithrombotic drugs : Nationwide pharmacoepidemiological study. PLoS One 13, 1–
15 (2018).
Quinones-ossa, G. A. et al. The puzzle of spontaneous versus traumatic intracranial
hemorrhages. Egypt. J. Neurosurg. 35, 1–9 (2020).
Ibrahim, R. C., Lalenoh, D. C. & Laihad, M. L. Penanganan Pasien Perdarahan
Intraserebral di Ruang Rawat Intensif. e-CliniC 9, 8–14 (2021).
Nabila, N. F., Fauzi, A. Al & Subagyo. Gejala Pada Lokasi Perdarahan Intraserebral
Yang Berbeda pada Pasien Dewasa Muda di RSUD DR Soetomo Surabaya. J.
Kedokt. SyiahKuala 19, 1–6 (2019).
Makkiyah, F., Nobel, S. & Nurrizka, R. H. Role of external ventricular drainage in
spontaneous intraventricular haemorrhage patients in cileungsi district hospital. Heal.
Sci. J. Indones. 11, 1–8 (2020).
Astri, Y., Utama, B. & Yusastra, P. Profil Skor Intracerebral Hemorrhage ( Skor
ICH ) pada Pasien Stroke Hemoragik di RS Muhammadiyah Palembang. Heal. Med.
J. 4, 23–27 (2022).
Tangkudung, G., Yoesdyanto, K., Mahn, K. & Kawengian, C. Case Report: Rare
Intracerebral Hemorrhage Manifestation With Cerebral Venous Sinus Thrombosis
Due To Suspected Myeloproliferative Disorder. J. Sinaps 3,40–52 (2020).
Schrag, M. & Kirshner, H. Management of Intracerebral Hemorrhage. Journal Of The
American College Of Cardiology, 75, 1819–1831 (2020).
Kurniawan, D. & Ardhi, M. S. Perdarahan Intraventrikel sebagai Manifestasi Utama
dari Ruptur Malformasi Arteri Vena Fossa Posterior. J. Aksona 2, 8–9 (2019).
Ikram, M, Wieberdink, R, dan Koudstaal, P 2012, ‘International Epidemiology of
Intracerebral Hemorrhage’, Curr Atheroscler Rep, vol 14(4), pp 300-306.
Feigin, V, Forouzanfar, M, Krishnamurthi, R, Mensah, G, Connor, M, Bennett, D,
Moran, A, Sacco, R, Anderson, L, Truelsen, T, O'Donnell, M, Venketasubramanian,
N, Barker-Collo, S, Lawes, C, Wang, W, Shinohara, Y, Witt, E, Ezzati, M, Naghavi,
M, dan Murray, C 2014, ‘Global and regional burden of stroke during 1990–2010:
findings from the Global Burden of Disease Study 2010’, The Lancet, vol 383(9913),
pp 245-255.
Zahuranec, D, Lisabeth, L, Sanchez, B, Smith, M, Brown, D, Garcia, N, Skolarus, L,
Meurer, W, Burke, J, Adelman, E, dan Morgenstern, L 2014, ‘Intracerebral
hemorrhage mortality is not changing despite declining incidence’, Neurology, vol
82(24), pp 2180-2186.
Van Asch, C, Luitse, M, Rinkel, G, van der Tweel, I, Algra, A, dan Klijn, C 2010,
‘Incidence, case fatality, and functional outcome of intracerebral haemorrhage over
time, according to age, sex, and ethnic origin: a systematic review and meta-analysis’,
The Lancet Neurology, vol 9(2), pp 167-176.
Ruíz-Sandoval, J, Cantú, C, dan Barinagarrementeria, F 1999, ‘Intracerebral
Hemorrhage in Young People: Analysis of Risk Factors, Location, Causes, and
Prognosis’, Stroke, vol 30, pp.537-541.
Dinata, C, Safrita, Y dan Sastri, S 2013, ‘Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke
pada Pasien Rawat Inap di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan
Periode 1 Januari 2010 - 31 Juni 2012’. Jurnal Kesehatan Andalas, vol 2(2), pp 57-61.
Samarasekera, N, Fonville, A, Lerpiniere, C, Farrall, A, Wardlaw, J, White, P, Smith,
C, dan Salman, R 2015, ‘Influence of Intracerebral Hemorrhage Location on
Incidence, Characteristics, and Outcome: Population- Based Study’, Stroke, vol 46,
pp 361-368.
Qureshi, A, Mendelow, A, dan Hanley, D 2009, ‘Intracerebral haemorrhage’, The
Lancet, vol 373(9675), pp 1632-1644.
Arboix, A, Comes, E, Garcia-Eroles, L, Massons, J, Oliveres, M, Balcells, M, dan
Targa, C 2002, ‘Site of bleeding and early outcome in primary intracerebral
hemorrhage’, Acta Neurol Scand, vol 105, pp 282–288.

Anda mungkin juga menyukai