Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

KEJANG DEMAM KOMPLEKS

Disusun Oleh :
dr. Alma Gladys Vania

Pembimbing :
dr. Noorlatifah

Internship RSU Bhakti Asih Agustus 2023 - Februari 2024


BAB I

ILUSTRASI KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : An. MHE
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 2 tahun 2 bulan
No. MR : 000615513
Tanggal lahir : 15 Juli 2021
Agama : Islam
Pendidikan : Belum sekolah
Tanggal Masuk RS : 16 September 2023
Tanggal Pemeriksaan : 16 September 2023

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan ibu pasien di IGD Rumah Sakit
Umum Bhakti Asih pada Rabu, 23 Maret 2022 pukul 13.10 WIB.

1.2.1 Keluhan Utama


Pasien datang dengan keluhan kejang selama 3 menit di IGD RSBA.

1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan kejang yang disertai demam di IGD RSBA
dengan durasi +- 3 menit. Ibu pasien mengatakan bahwa kejang sudah dialami
oleh pasien dalam perjalanan menuju rumah sakit selama 5 menit. Kejang
dialami dengan kaku kelojotan seluruh badan, mata mendelik ke atas, kepala
menengadah ke atas, dan gigi yang menggigit. Sebelum kejang, ibu
mengatakan bahwa pasien sadar dan menyangkal adanya perubahan perilaku.
Setelah kejang pasien sadar, menangis, kemudian menjadi lelah dan mengantuk.
Keluhan kejang juga disertai dengan demam sejak pagi hari SMRS. Ibu pasien
mengatakan bahwa di rumah suhu tidak diukur. Demam dirasakan terus
menerus, tidak ada waktu tertentu demam dirasa naik ataupun turun. Pasien
sudah diberikan obat Paracetamol sirup tetapi keluhan demam tidak kunjung
membaik. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien sehari kira - kira
mengganti pampers sebanyak 4-5 kali. Ibu pasien menyangkal adanya batuk (-),
pilek (-), sesak nafas (-), diare (-), infeksi telinga (-), mual (-), ataupun muntah
(-). Ibu pasien menyangkal adanya keluhan demam pada anggota keluarga yang
tinggal serumah.

1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu


Ibu pasien mengatakan pasien memiliki riwayat kejang demam sebelumnya
sebanyak 3x dengan durasi <1 menit dan karakteristik kejang kaku kelojotan,
kejang pertama dan kedua pada bulan Mei 2023 yang mana kemudian pasien di
rawat inap dan kejang ketiga pada 3 minggu SMRS.

1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Ayah pasien juga pernah mengalami kejadian kejang demam pada saat kecil.
Riwayat epilepsi disangkal (-).

1.2.5 Riwayat Alergi


Ibu pasien menyangkal adanya riwayat alergi makanan, susu, ataupun obat -
obatan tertentu. Ibu pasien juga menyangkal keluhan bersin - bersin di pagi hari
pada pasien.

1.2.6 Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien lahir secara spontan
dengan bidan pada usia kehamilan 38-39 minggu. Pasien lahir dengan berat
lahir 3000 gram, tetapi ibu pasien lupa panjang lahir.

1.2.7 Riwayat Nutrisi


Pasien menerima ASI eksklusif selama 6 bulan. Saat ini pasien masih
mengkonsumsi ASI sebanyak 7-10x/hari diikuti makanan keluarga sebanyak
3x/hari dengan lauk seperti sayur, ayam, dan telur. Ibu pasien mengaku pasien
sulit makan dan biasanya hanya makan dengan porsi kecil.

1.2.8 Riwayat Tumbuh Kembang


Saat ini pasien sudah bisa berjalan, berbicara 1-2 kata, dan bisa makan sendiri.

1.2.9 Riwayat Imunisasi

Pasien rutin melakukan imunisasi di Puskesmas. Imunisasi yang diterima pasien


lengkap sampai umur 18 bulan.

1.2.10 Riwayat Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan


Pasien tinggal di rumah bersama ayah, ibu, dan seorang kakak laki - laki. Ibu
pasien merupakan ibu rumah tangga. Ayah pasien bekerja sebagai karyawan
swasta. Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi menengah kebawah.

1.2.11 Riwayat Kebiasaan


Pasien sehari - hari beraktivitas bermain di rumah bersama kakak dan ibu
pasien. Pasien belum masuk sekolah.
1.3 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Umum

Keadaan Umum Sakit sedang

Kesadaran Compos Mentis

GCS E4 M6 V5

Tanda - Tanda Vital

Nadi 133x/menit

Laju Napas 34x/menit

Suhu 40,2℃

SpO2 100% on NK 3lpm

Status Gizi dan Antropometri


Berat Badan (BB) : 10 kg
Tinggi Badan (TB) : 84 cm
IMT : 14,1
BB/U : -2 < Z < 0 (BB cukup sesuai usia)
TB/U : -2 < Z < 0 (Perawakan normal)
BB/TB : -1 < Z < 0 (Status gizi baik/cukup)
Kesan : Normosefali, perawakan normal, dan gizi baik
Status Generalis

Kepala Tengkorak Normosefali, deformitas (-)

Muka Normofasies, edema (-)

Mata Palpebra Edema (-)

Pupil Bulat, isokor (2mm/2mm), RCL (+/+),


RCTL (+/+)

Sklera Ikterik (-/-)

Konjungtiva Anemis (-/-)

Telinga Normotia, sekret (-)

Hidung Deviasi (-), sekret (-), nafas cuping hidung (-/-)

Mulut Kering (-), sianosis (-)

Gigi, Gusi Perdarahan (-), hiperemis (-)

Rongga leher Faring Arkus faring simetris, Hiperemis (-), petechiae (-)

Tonsil T1/T1, detritus (-)

Leher Pembesaran KGB (-), massa (-)

Thorax

Paru Inspeksi Pengembangan dada simetris baik statis dan


dinamis, retraksi (-), bekas luka (-), massa
(-), spider naevi (-)

Palpasi Pengembangan dada simetris, tidak ada


paru tertinggal, nyeri tekan (-)

Perkusi Sonor pada kedua lapang paru

Auskultasi Vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-

Jantung Inspeksi Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi Iktus kordis tidak teraba, heave (-), thrill (-)

Auskultasi S1 S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi Cembung, caput medusa (-), bekas luka (-)

Auskultasi Bising usus (+), bruit (-), metallic sound (-)


Perkusi Timpani di seluruh regio abdomen,
shifting dullness (-)

Palpasi Supel, nyeri tekan (-), hepatomegali


(-), splenomegali (-)

Punggung Massa (-), deformitas (-)

Ekstremitas Atas dan Akral hangat, CRT < 2 detik, edema


Bawah (-/-/-/-), sianosis (-)

Pemeriksaan Neurologis

Tanda rangsang meningeal

Kaku kuduk Negatif

Brudzinski I Negatif

Brudzinski II Negatif

Laseque Negatif

Kernig Negatif

Saraf kranial

Saraf otak 1 (N. Olfaktorius) Tidak dilakukan

Saraf otak II (N. Optikus) - Refleks kedip (+)


- Memejamkan mata bila ada
benda yang mendadak bergerak
ke arah mata

Saraf otak III, IV, VI (N. - Gerakan bola mata baik dan
Okulomotorius, Troklearis, dan simetris ke segala arah
Abdusen)

Saraf otak V (N. Trigeminus) - Refleks kornea tidak dilakukan -


Pasien dapat mengunyah dengan
baik

Saraf otak VII (N. Fasialis) - Wajah pasien simetris kanan dan
kiri

Saraf otak VIII (N. Vestibulocochlear) - Dapat mendengar gesekan jari


simetris kanan dan kiri
Saraf otak IX, X (N. Glosofaringeus, - Arkus faring simetris, uvula
N. Vagus) ditengah, disfonia (-), disfagia (-)

Saraf otak XI (N. Aksesorius) - M. Sternocleidomastoideus dan


M. Trapezius simetris kanan
dan kiri

Saraf otak XII (N. Hipoglosus) - Deviasi lidah (-), atrofi (-)

Saraf otak XII (N. Hipoglosus) - Deviasi lidah (-), atrofi (-)

Sistem Motor

Ekstremitas atas 5555/5555

Ekstremitas bawah 5555/5555

Pemeriksaan Refleks

Refleks Fisiologis

Biceps 2+/2+

Triceps 2+/2+

Patella 2+/2+

Achilles 2+/2+

Refleks Patologis

Kelompok babinski -/-


1.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Laboratorium 16 September 2023 - 13:27

Pemeriksaan Hasil Unit Nilai Normal

Full Blood Count

Hemoglobin 11.1 g/dL 10.80 - 12.80

Hematrokrit 33.20 % 35.00 - 43.00

Leukosit 19.86 10^3/μL 5.50 - 15.50

Trombosit 369 10^3/μL 150 - 450

1.5 Resume
Pasien laki-laki, usia 2 tahun 2 bulan datang dengan keluhan kejang yang disertai
demam di IGD RSBA dengan durasi +- 3 menit. Ibu pasien mengatakan bahwa kejang
sudah dialami oleh pasien dalam perjalanan menuju rumah sakit selama 5 menit.
Kejang dialami dengan kaku kelojotan seluruh badan, mata mendelik ke atas, kepala
menengadah ke atas, dan gigi yang menggigit. Sebelum kejang, ibu mengatakan bahwa
pasien sadar dan menyangkal adanya perubahan perilaku. Setelah kejang pasien sadar,
menangis, kemudian menjadi lelah dan mengantuk. Keluhan kejang juga disertai
dengan demam sejak pagi hari SMRS. Ibu pasien mengatakan bahwa di rumah suhu
tidak diukur. Demam dirasakan terus menerus, tidak ada waktu tertentu demam dirasa
naik ataupun turun. Pasien sudah diberikan obat Paracetamol sirup tetapi keluhan
demam tidak kunjung membaik. BAB dan BAK dalam batas normal. Pasien sehari kira
- kira mengganti pampers sebanyak 4-5 kali. Ibu pasien mengatakan pasien memiliki
riwayat kejang demam sebelumnya sebanyak 3x dengan durasi <1 menit dan
karakteristik kejang kaku kelojotan, kejang pertama dan kedua pada bulan Mei 2023
yang mana kemudian pasien di rawat inap dan kejang ketiga pada 3 minggu SMRS.
Ayah pasien juga pernah mengalami kejadian kejang demam saat kecil. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan kenaikan suhu (40,2℃). Pada pemeriksaan penunjang
laboratorium ditemukan penurunan Hb 11.1, Ht 33.2 serta peningkatan Leukosit 19.86.
1.6 Diagnosa
Diagnosis kerja:
- Kejang Demam Kompleks
- Anemia

Diagnosis banding:
- Meningitis
- Encephalitis

1.7 Tatalaksana

1.7.1 Medikamentosa
Terapi IGD
- Terapi Oksigen Nasal Kanul 3 lpm
- Paracetamol suppositoria 125 mg

Terapi Rawat Inap


- Terapi Oksigen Nasal Kanul 3 lpm
- IVFD RL 15 tpm
- Ceftriaxone 1 x 500 mg tab
- Methylprednisolone 2 x ½ ampul 40mg/ml
- Paracetamol 6 x 100 mg (6 x 4,2 ml sirup 120 mg/5 ml)
- Diazepam 1 mg (3 x 2.5ml sirup 2mg/5ml) selang seling tiap 4 jam dengan;
- Ibuprofen 50 mg (3 x 2.5 ml sirup 100 mg/5 ml)

Resep Pulang
- Azitromycin 1 x 100 mg (1 x 2.5ml sirup 200 mg/5 ml)

1.7.2 Non-Medikamentosa
- Rawat inap
- Observasi kejadian kejang ulang dan TTV
- Observasi balance cairan dan diuresis per jam
- Edukasi kejang demam

1.8 Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanationam : ad bonam

1.9 Follow Up

Hasil Follow Up 17 September 2023

S Pasien rawat inap hari kedua. Ibu pasien mengatakan pasien tidak ada
kejang ulang maupun demam selama dirawat. Ibu pasien menyatakan
pasien masih lemas dan tidak nafsu makan.

O GCS: E4M6V5 (Compos Mentis)


KU: Tampak sakit sedang
HR: 124x/menit
RR: 24x/menit
Temp: 36,6 C
SpO2 : 100% on NK 3 lpm
BB: 10 Kg
TB: 84 cm

BB/U: -2 s/d 0 (BB cukup sesuai usia)


TB/U: -2 s/d 0 (Perawakan baik)
BB/TB: -1 s/d 0 (Status gizi normal)

Status Neurologis :
Meningeal Sign: Kaku Kuduk (-), Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-),
Kernig (-), Lasegue (-)

Status generalis:
● Kepala : Normosefali
● Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung
(-/-), pupil bulat isokor 2mm/2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+),
edema palpebra (-/-)
● Telinga: Normotia, sekret (-/-)
● Hidung: Pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-) ●
Mulut: Sianosis (-), mukosa lembab, perdarahan gusi (-), arkus faring
tidak hiperemis
● Paru: Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
● Jantung: S1 S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
● Abdomen: Supel, BU (+), Nyeri tekan (-), timpani pada 9
regio abdomen
● Ekstremitas atas: akral hangat: CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis
(- /-)
● Ekstremitas bawah: akral hangat, CRT < 2 detik, edema
(-/-), sianosis (-/-)
A Kejang Demam Kompleks
Anemia

P Medikamentosa
Terapi O2 NK 3 lpm
IVFD RL 15 tpm
Ceftriaxone 1 x 500 mg tab
Methylprednisolone 2 x ½ ampul 40mg/ml
Paracetamol 6 x 100 mg
Diazepam 1 mg selang seling tiap 4 jam dengan Ibuprofen 50 mg

Non Medikamentosa
Observasi kejadian kejang ulangan
Observasi TTV
Edukasi ibu pasien mengenai kejang
Lanjutkan terapi

Hasil Follow Up 18 September 2023

S Pasien rawat inap hari ketiga. Ibu pasien mengatakan pasien tidak ada
kejang ulang maupun demam selama dirawat. Ibu pasien menyatakan
pasien masih lemas dan tidak nafsu makan.

O GCS: E4M6V5 (Compos Mentis)


KU: Tampak sakit sedang
HR: 100x/menit
RR: 21x/menit
Temp: 36 C
SpO2 : 100% on NK 3 lpm
BB: 10 Kg
TB: 84 cm

BB/U: -2 s/d 0 (BB cukup sesuai usia)


TB/U: -2 s/d 0 (Perawakan baik)
BB/TB: -1 s/d 0 (Status gizi normal)

Status Neurologis :
Meningeal Sign: Kaku Kuduk (-), Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-),
Kernig (-), Lasegue (-)

Status generalis:
● Kepala : Normosefali
● Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung
(-/-), pupil bulat isokor 2mm/2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+),
edema palpebra (-/-)
● Telinga: Normotia, sekret (-/-)
● Hidung: Pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-) ●
Mulut: Sianosis (-), mukosa lembab, perdarahan gusi (-), arkus faring
tidak hiperemis
● Paru: Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
● Jantung: S1 S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
● Abdomen: Supel, BU (+), Nyeri tekan (-), timpani pada 9
regio abdomen
● Ekstremitas atas: akral hangat: CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis
(- /-)
● Ekstremitas bawah: akral hangat, CRT < 2 detik, edema
(-/-), sianosis (-/-)

A Kejang Demam Kompleks


Anemia

P Medikamentosa
Terapi O2 NK 3 lpm
IVFD RL 15 tpm
Ceftriaxone 1 x 500 mg tab
Methylprednisolone 2 x ½ ampul 40mg/ml
Paracetamol 6 x 100 mg
Diazepam 1 mg selang seling tiap 4 jam dengan Ibuprofen 50 mg

Non Medikamentosa
Observasi kejadian kejang ulangan
Observasi TTV
Edukasi ibu pasien mengenai kejang
Lanjutkan terapi
Hasil Follow Up 19 September 2023

S Pasien rawat inap hari keempat. Rencana pulang hari ini. Ibu pasien
mengatakan pasien tidak ada kejang ulang maupun demam selama
dirawat. Ibu pasien menyatakan pasien masih lemas dan tidak nafsu makan.

O GCS: E4M6V5 (Compos Mentis)


KU: Tampak sakit sedang
HR: 110x/menit
RR: 23x/menit
Temp: 36.7 C
SpO2 : 100% on NK 3 lpm
BB: 10 Kg
TB: 84 cm

BB/U: -2 s/d 0 (BB cukup sesuai usia)


TB/U: -2 s/d 0 (Perawakan baik)
BB/TB: -1 s/d 0 (Status gizi normal)

Status Neurologis :
Meningeal Sign: Kaku Kuduk (-), Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-),
Kernig (-), Lasegue (-)

Status generalis:
● Kepala : Normosefali
● Mata: Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung
(-/-), pupil bulat isokor 2mm/2mm, RCL (+/+), RCTL (+/+),
edema palpebra (-/-)
● Telinga: Normotia, sekret (-/-)
● Hidung: Pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-), perdarahan (-/-)
● Mulut: Sianosis (-), mukosa lembab, perdarahan gusi (-), arkus
faring tidak hiperemis
● Paru: Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
● Jantung: S1 S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)
● Abdomen: Supel, BU (+), Nyeri tekan (-), timpani pada 9
regio abdomen
● Ekstremitas atas: akral hangat: CRT < 2 detik, edema (-/-), sianosis
(- /-)
● Ekstremitas bawah: akral hangat, CRT < 2 detik, edema
(-/-), sianosis (-/-)

A Kejang Demam Kompleks


Anemia
P Medikamentosa
Terapi O2 NK 3 lpm
IVFD RL 15 tpm
Ceftriaxone 1 x 500 mg tab
Paracetamol 6 x 100 mg
Diazepam 1 mg selang seling tiap 4 jam dengan Ibuprofen 50 mg

Non Medikamentosa
Observasi kejadian kejang ulangan
Observasi TTV
Edukasi ibu pasien mengenai kejang
Lanjutkan terapi
BAB II

ANALISA KASUS

Pasien laki - laki, usia 2 tahun 2 bulan datang dengan keluhan kejang yang disertai
demam di IGD RSBA dengan durasi +- 3 menit. Ibu pasien mengatakan bahwa kejang sudah
dialami oleh pasien dalam perjalanan menuju rumah sakit selama 5 menit. Kejang dialami
dengan kaku kelojotan seluruh badan, mata mendelik ke atas, kepala menengadah ke atas, dan
gigi yang menggigit. Sebelum kejang, ibu mengatakan bahwa pasien sadar dan menyangkal
adanya perubahan perilaku. Setelah kejang pasien sadar, menangis, kemudian menjadi lelah
dan mengantuk. Keluhan kejang juga disertai dengan demam sejak pagi hari SMRS. Ibu pasien
mengatakan bahwa di rumah suhu tidak diukur. Demam dirasakan terus menerus, tidak ada
waktu tertentu demam dirasa naik ataupun turun. Pasien sudah diberikan obat Paracetamol
sirup tetapi keluhan demam tidak kunjung membaik. BAB dan BAK dalam batas normal.
Pasien sehari kira - kira mengganti pampers sebanyak 4-5 kali. Ibu pasien mengatakan pasien
memiliki riwayat kejang demam sebelumnya sebanyak 3x dengan durasi <1 menit dan
karakteristik kejang kaku kelojotan, kejang pertama dan kedua pada bulan Mei 2023 yang
mana kemudian pasien di rawat inap dan kejang ketiga pada 3 minggu SMRS. Ayah pasien
juga pernah mengalami kejadian kejang demam saat kecil. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
kenaikan suhu (40,2℃). Dari anamnesis ini, dapat dipikirkan diagnosis kerja pasien adalah
kejang demam kompleks. Kejang demam itu sendiri memiliki pengertian bangkitan kejang
yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh diatas 38℃ dan tidak disebabkan oleh proses
intrakranial. Kejang demam juga terjadi pada anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun. Kejang
demam terbagi menjadi dua yaitu kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks,
yang memiliki perbedaan sebagai berikut:1,2
Kejang Demam Sederhana Kejang Demam Kompleks

● Kejang < 15 menit Dengan salah satu ciri berikut:


● Bentuk kejang umum
● Kejang lama (>15 menit)
(tonik dan atau klonik)
● Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau
● Tidak berulang dalam
kejang umum didahului kejang parsial
waktu 24 jam
● Berulang atau lebih dari 1 kali dalam
waktu 24 jam

Pada pasien ini dipikirkan kejang demam dikarenakan usia pasien ini adalah 2 tahun 2
bulan dan mengalami demam sebelum kejadian kejang. Usia untuk kejang demam terjadi pada
usia 6 bulan hingga 5 tahun dan kejang yang dialami pasien disertai dengan keluhan demam
sebelumnya. Pasien juga memiliki riwayat kejang demam 4 bulan dan 3 minggu SMRS serta
memiliki faktor risiko dari keluarga yaitu ayah pasien juga mengalami kejang demam saat
kecil. Sesuai epidemiologi, 30% anak dengan riwayat kejang demam berisiko lebih besar
untuk terjadinya kejadian ulang kejang demam di kemudian hari. Berdasarkan anamnesis, ibu
pasien mengatakan adanya kejang berulang terjadi 2x dalam waktu 24 jam sehingga dapat
dikategorikan menjadi kejang demam kompleks.1

Pada pasien dengan kejang demam tidak rutin dilakukan pemeriksaan laboratorium,
tetapi dapat dilakukan untuk mengevaluasi penyebab dari demam, dapat dilakukan
pemeriksaan darah perifer, elektrolit, dan gula darah. Pemeriksaan lainnya seperti pungsi
lumbal dilakukan apabila ada kecurigaan ke arah infeksi sistem saraf pusat seperti
meningitis, elektroensefalografi tidak diperlukan untuk pasien dengan kejang demam kecuali
pasien mengalami bangkitan bersifat fokal merupakan kejang parsial satu sisi untuk
menentukan adanya fokus kejang di otak, CT scan atau MRI kepala juga dilakukan biasanya
pada pasien yang memiliki kelainan neurologis fokal yang menetap seperti adanya
hemiparesis atau paresis nervus kranialis.1,2

Terapi pada pasien ini diberikan diazepam 3x1 mg. Obat diazepam yang diberikan
secara oral digunakan sebagai obat antikonvulsan intermiten yaitu obat yang diberikan hanya
pada saat demam sebagai profilaksis untuk mencegah bangkitan kejang dan diberikan selama
48 jam pertama demam, dosis yang digunakan adalah diazepam oral 0,3mg/kg/kali per oral
atau rektal 0,5mg/kg/kali (5mg untuk BB < 12kg dan 10mg untuk BB ≥ 12kg) sebanyak 3 kali
sehari dengan dosis maksimum diazepam 7,5mg/kali. Pada pasien ini diberikan diazepam
sirup hingga pada hari rawat inap terakhir diduga untuk mencegah kejang berulang dengan
pemberian dosis kecil yaitu 3mg/hari dimana saran yang dianjurkan adalah 3mg/kali pemberian
tetapi hanya diberikan pada 48 jam pertama demam, karena dipikirkan untuk efek samping
dari diazepam tersebut seperti ataksia, iritabilitas, dan sedasi. Apabila pasien datang dalam
keadaan masih kejang, dapat diberikan obat diazepam intravena dengan dosis 0,2-0,5 mg/kg
perlahan - lahan dengan kecepatan 2mg/menit atau dalam waktu 3 - 5 menit, dengan dosis
maksimal 10mg.1,3

Terapi pada pasien ini juga diberikan obat antipiretik berupa paracetamol dengan dosis
6 x 100mg dan Ibuprofen 3 x 50mg. Hal ini sesuai dengan dosis yang dapat diberikan pada
anak yaitu paracetamol 10-15mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam atau dosis ibuprofen
5-10mg/kg/kali diberikan 3-4 kali sehari. Selain itu, ada obat antikonvulsan rumatan seperti
asam valproat dan fenobarbital, tetapi pada pasien ini tidak diberikan obat antikonvulsan
rumatan karena tidak menunjukkan adanya indikasi pemberian obat ini. Indikasi pemberian
obat antikonvulsan rumatan adalah diberikan pada kasus selektif dan dalam jangka pendek
pada pasien dengan kejang fokal, kejang lama > 15 menit, dan terdapat kelainan neurologis
yang nyata sebelum atau sesudah kejang seperti palsi serebral, hidrosefalus, dan hemiparesis.
Obat fenobarbital atau asam valproat efektif untuk menurunkan risiko berulangnya kejang
tetapi untuk saat ini asam valproat menjadi obat pilihan saat ini dengan dosis 15-40mg/kg/hari
dibagi dalam 2 dosis, untuk usia dibawah 2 tahun dapat memicu gangguan fungsi hati, obat
fenobarbital dengan dosis 3-4mg/kg/hari dalam 1-2 dosis, dapat memicu adanya gangguan
perilaku dan kesulitan belajar pada 40-50% kasus. Pemberian obat jenis ini diberikan selama
satu tahun dan dapat dihentikan tanpa tapering off. Pada pemeriksaan penunjang laboratorium
juga ditemukan adanya peningkatan Leukosit 19.86 yang mengarah pada infeksi bakteri
sehingga pada pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas berupa Ceftriaxone 1x500 mg.
Dosis yang diberikan sesuai dengan dosis yang dianjurkan yaitu 50-75 mg/kgbb per hari.
Ceftriaxone merupakan salah satu antibiotik yang paling umum digunakan karena potensinya
yang tinggi, spektrum aktivitasnya yang luas, dan risiko toksisitasnya yang rendah. Antibiotik
ini digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi bakteri termasuk pneumonia, infeksi
tulang, infeksi perut, infeksi kulit dan jaringan lunak, infeksi saluran kemih. Sebagai resep
pulang pasien diberikan Azitromisin 1x100mg sesuai dosis yaitu 10 mg/kgbb. Azitromisin
merupakan antibiotik spektrum luas yang telah terbukti efektif mengatasi berbagai penyakit
infeksius dengan sitotoksisitas yang rendah. 1,4,5

Pada pasien ini sudah mengalami kejang 5x dalam hidupnya sehingga penting untuk
diberikan edukasi mengenai kejang demam. Kejang demam merupakan hal yang sangat umum
terjadi pada anak dengan patofisiologi yang belum diketahui, belum ada penyebab demam
yang spesifik untuk terjadinya kejang demam tetapi dapat dipikirkan adanya infeksi bakteri
atau virus sebagai penyebab paling umum yang berhubungan dengan kejang demam.
Prognosis untuk kejang demam juga umumnya sangat baik, tidak menimbulkan kecacatan,
tidak mengganggu perkembangan anak, menjelaskan mengenai cara penanganan kejang
demam pada anak dan kemungkinan berulangnya kejang demam.1,3

Edukasi yang dapat diberikan kepada orangtua apabila terjadi kejang demam berulang
yaitu tetap tenang dan tidak panik, melonggarkan pakaian terutama pada bagian leher,
memposisikan anak dalam kondisi miring dan membersihkan muntahan atau lendir yang keluar
dari mulut/hidung, dan tidak diperbolehkan untuk memasukkan sesuatu ke dalam mulut. Orang
tua pasien harus melihat bentuk dan berapa lama kejang itu terjadi dan mengukur suhu dan
orang tua dapat memberikan diazepam rektal apabila kejang masih berlangsung > 5 menit,
hanya diberikan apabila masih kejang dan hanya diperbolehkan diberikan satu kali. Apabila
pasien masih terus kejang, suhu > 40, kejang hanya satu sisi, setelah kejang anak tidak sadar,
dan tidak membaik dengan diazepam rektal, langsung dibawa ke dokter atau rumah sakit
terdekat untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.1,3

Pada pemeriksaan penunjang laboratorium ditemukan Hb 11,1 dimana diagnosa


anemia dapat ditegakkan. Anemia sendiri merupakan suatu keadaan berkurangnya jumlah
eritrosit atau hemoglobin (protein pembawa O2) dari nilai normal dalam darah sehingga tidak
dapat memenuhi fungsinya untuk membawa O2 dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer.
Secara fisiologi, kadar normal hemoglobin bervariasi sesuai umur, jenis kelamin, dan
kehamilan. Biasanya kejadian paling sering pada anak, sekitar 42% dapat disebabkan oleh
gangguan pembentukan eritrosit yang biasanya terjadi akibat defisiensi substansi tertentu
seperti mineral (besi, tembaga), vitamin (B12, asam folat), asam amino, serta gangguan pada
sumsum tulang. Untuk menegakkan penyebab anemia, dapat dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut seperti pemeriksaan iron profile dan Hb elektroforesis. Pemeriksaan iron profile meliputi
Fe, Ferritin, dan TIBC.6

Diagnosis banding yang dipikirkan adalah meningitis dan ensefalitis. Meningitis


merupakan infeksi pada meninges dapat disebabkan oleh infeksi dari bakteri, virus, jamur, atau
parasit, penyakit autoimun, reaksi obat, dan kecurigaan kanker. Pada kasus ini dapat dipikirkan
diagnosis meningitis karena memiliki gejala yang sama yaitu demam dan adanya kejang, tetapi
diagnosis ini dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan fisik pada pasien meningitis dapat
ditemukan adanya kaku kuduk, brudzinski, kernig, dan laseque test positif, tetapi pada pasien
ini pemeriksaan fisik neurologis dalam batas normal. Keluhan sakit kepala, mual dan muntah
juga disangkal oleh pasien. Untuk menegakkan diagnosis meningitis, dapat dilakukan lumbal
pungsi untuk menganalisis cairan serebrospinal untuk menegakkan diagnosis penyebab
meningitis.7

Diagnosis banding lainnya adalah ensefalitis. Ensefalitis mayoritas disebabkan oleh


virus, seperti herpes simplex virus, polio dan Japanese encephalitis virus. Ensefalitis
merupakan peradangan parenkim otak yang berhubungan dengan disfungsi neurologis seperti
penurunan kesadaran, kejang, perubahan kepribadian, kelumpuhan saraf kranial, gangguan
bicara, dan defisit motorik dan sensorik. Ensefalitis dipikirkan sebagai diagnosis banding
karena memiliki keluhan yang sama yaitu demam dan kejang. Data epidemiologi menunjukan
bahwa kasus ensefalitis dapat terjadi pada semua usia, namun paling banyak terjadi pada anak
anak dengan insidensi sedikit lebih banyak pada laki-laki dibandingkan perempuan. Mortalitas
tergantung dari tingkat virulensi virus dan daya tahan tubuh pasien. Diagnosis ensefalitis harus
dipikirkan bila seseorang memiliki gejala demam, kejang, dan penurunan kesadaran. Namun,
diagnosis ini dapat disingkirkan karena pasien tidak mengalami penurunan kesadaran,
perubahan kepribadian mendadak dari gaya bahasa maupun gangguan bicara. Pasien juga tidak
memiliki riwayat bepergian dari luar negeri yang merupakan salah satu faktor risiko dari
ensefalitis.8

Pasien dipulangkan pada hari perawatan keempat dengan pertimbangan suhu sudah
tidak demam yaitu 36,6℃, sudah terdapat kondisi klinis yang baik dan stabil, dan sudah tidak
ada kejadian ulangan kejang. Ibu pasien juga teredukasi bahwa kejang demam bisa
memungkinkan ada rekurensi, tidak perlu panik dalam menangani kejang di rumah, dan pada
umumnya mempunyai prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Rekomendasi


Penatalaksanaan Kejang Demam. 2016.
2. Xixis KL, Samanta D, Keenaghan M. Febrile Seizure. [Updated 2021 Jul 6]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available
from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448123/
3. Melda D. Tata Laksana Kejang Demam. Sari Pediatri Vol. 4 No.2. 2002;4(2): 59-62.
4. Ayele AA, Gebresillassie BM, Erku DA, Gebreyohannes EA, Demssie DG, Mersha
AG, Tegegn HG. Prospective evaluation of Ceftriaxone use in medical and emergency
wards of Gondar university referral hospital, Ethiopia. Pharmacol Res Perspect.
2018;6(1).
5. Firth A, Prathapan P. Azithromycin: The First Broad-spectrum Therapeutic. Eur J Med
Chem. 2020;1:207
6. Central for Disease Control and Prevention. Anemia or Iron Deficiency Statistics.
CDC. 2015.
7. Hersi K, Gonzalez FJ, Kondamudi NP. Meningitis. In: StatPearls [Internet]. Treasure
Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459360/
8. Ellul M, Solomon T. Acute encephalitis - diagnosis and management. Clin Med
(Lond). 2018;18(2):155–159.

Anda mungkin juga menyukai