Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

ILMU KESEHATAN ANAK


KEJANG DEMAM KOMPLEK

Disusun oleh :
dr. Wulan Ayu Astari Suhardi

Pembimbing :
dr. Andri Saputra Sp. A
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Inisial Pasien : An. A
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 22/07/2020
Status Perkawinan : Belum menikah
Agama : Islam
Pendidikan :-
Alamat : Nagrak
Tanggal masuk RS : 22 oktober 2021
No RM : 309719

1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis dengan orang tua
kejang dirumah 4x , 1x kejang kurang lebih 3 menit , setelah kejang os sadar
Kembali , kejang didahului demam , demam sejak tadi pagi.

Keluhan Utama
Kejang

Keluhan tambahan: Kejang saat demam

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Cimacan diantar oleh orangtua nya
dengan keluhan keluhan post kejang ± 6 jam sebelum masuk Rumah Sakit,
Kejang sebanyak 4x kejang sekitar <3 menit dengan Tangan dan kaki kaku, mata
mendelik ke atas, lidah menjulur keluar, bibir kebiruan (-). 3 hari sebelum masuk
Rumah Sakit, anak demam (+) demam bersifat naik turun, sudah diberi obat
paracetamol syrup namun demam tidak turun juga. Batuk (+) sesak (-), mual (-),

2
muntah (-), nyeri telan (-), nafsu makan berkurang (+), keluar cairan dari telinga
(-/-), BAB mencret (-), BAK normal, tidak menangis saat BAK.
Saat kejang Pertama Os sempat dibawa ke klinik terdekat dan
diberikan obat dari anus yang berwarna agak kekuningan, setelah membaik os
diperbolehkan pulang oleh dokter diklinik, dan diberikan obat penurun panas.

Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat kejang disertai demam disangkal.

 Riwayat kejang tanpa demam sebelumnya disangkal.

 Riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal.

 Riwayat alergi disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

 Riwayat kejang disertai demam pada keluarga, disangkal

 Riwayat kejang tanpa demam pada keluarga, disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan

Ayah bekerja sebagai Karyawan Pabrik, Ibu bekerja sebagai ibu rumah
tangga, kondisi rumah baik, Pembiayaan pengobatan menggunakan biaya BPJS.
Kesan : Riwayat social baik, ekonomi menengah, kondisi lingkungan baik.

Riwayat Pemeliharaan Prenatal

Pemeliharaan prenatal (ANC) di bidan lebih dari 4x. Selama hamil ibu
pasien tidak sakit, tidak pernah minum jamu. Minum vitamin dan tablet
tambah darah yang diberikan bidan, tidak pernah mengonsumsi obat diluar
resep dokter.

3
No Kehamilan dan Persalinan Usia sekarang

1. Laki-laki lahir aterm, BBL 3800 gr , PBL 49 cm, lahir 1 tahun,


langsung menangis, kuning (-), biru (-)

Riwayat Kelahiran

Bayi laki-laki lahir dari ibu G2P1A0, usia saat melahirkan 29 tahun,
lahir normal, trauma dalam kehamilan disangkal, infeksi selama kehamilan
disangkal, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan disangkal, riwayat
kejang selama kehamilan disangkal, riwayat minum jamu-jamuan disangkal,
riwayat demam tinggi disangkal, riwayat foto rontgen selama hamil disangkal.

Riwayat Pemeliharaan Postnatal

Anak dipantau pertumbuhannya di Posyandu yang diadakan setiap


bulan di RW setempat. Anak dibawa ke Puskesmas untuk mendapatkan
imunisasi. Anak ASI eksklusif (+), masih mendapat ASI sampai sekarang.
Pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia. Saat ini anak makan dan minum
2-4 kali sehari seperti makanan keluarga dan susu formula.

Riwayat Imunisasi

Imunisasi dasar lengkap.

4
1.3 Pemeriksaan Fisik
Tanggal 22/10/ 2021
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, tidak kejang, tidak sesak nafas, nafas
spontan adekuat.
Kesadaran : GCS 15 (E4 M6 V5), compos mentis

Tanda - Tanda Vital


Nadi : 130x/menit
Laju Pernafasan : 30x/menit
Suhu : 38,9oC
SpO2 : 99% room air
Berat Badan : 9,5 Kg
Tinggi Badan : 80 cm

Status Generalis
Sistem Deskripsi
Kulit Warna kuning kecoklatan, lesi (-), perdarahan (-)
Kepala Mesosefal, Hitam, cukup banyak , tidak mudah lepas,
Wajah Normofacies
Konjungtiva anemis -, sclera ikterik -, injeksi konjungtiva
-/-, pupil bulat isokor 3mm, Reflek cahaya +/+, Refleks
Kornea +/+, air mata (+), mata cowong (-/-)
pergerakan bola mata
Mata

OD OS

Simetris, deviasi septum (-), nafas cuping hidung (-),


Hidung
secret-/-
Telinga sekret -/-, hiperemis -/-, nyeri tekan -/-
Bibir lembab, lidah geografik (-), coated tongue (-),
Mulut strawberry tongue (-), lidah kotor (+), caries dentis (-),
mukosa lembab, hiperemis gingiva (-), halitosis (-)
Tenggorokan Tidak dapat dinilai

5
Leher Pembesaran KGB (-)
Dada
Inspeksi : pergerakan dada simetris pada saat statis maupun

dinamis, retraksi (-) minimal.

Palpasi : tidak dapat dilakukan


Paru-paru
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru

Auskultasi : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-, slem -/-,

stridor -/-
Iktus kordis tidak terlihat ataupun teraba
Jantung
Bunyi jantung S1 S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Inspeksi : bentuk cembung, distensi (-)
Auskultasi : BU (+), metallic sound (-)
Abdomen Perkusi : Tympani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), turgor baik, hepatomegali (-),
splenomegaly (-),ascites (-)
Genital laki-laki, OUE hiperemis (-), fimosis (-)
Ekstremitas Superior Inferior

Sianosis -/- -/-


Akral dingin -/- -/-
Edema -/- -/-
Capillary refill <2”/<2” <2”/<2”
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS

Pemeriksaan Motorik

Pergerakan +/+ +/+


Kekuatan sulit sulit dinilai
dinilai
Tonus N/N N/N
Trofi Eutrofi/ Eutrofi/Eutrofi
Eutrofi
Reflek +N/+N +N/+N
fisiologis
Reflek -/- -/-
Patologis
Klonus - -

6
Tanda rangsang meningeal
Kaku kuduk (-)
Brudzinski I (-)

Brudzinski II (-)

Test Kernig (-)

Test Laseque (-)

Pemeriksaan Nervus Kranialis

Kesan : sulit dinilai

STATUS ANTHROPOMETRI

BB : 9,5 kg

TB : 80 cm

LK : 49 cm

WAZ : -0,88 SD

HAZ : -1,46 SD

WHZ : -0,17SD

Indeks Hasil Pengelolaan Katagori Posisi Ambang Batas


WHO (Z-Score)
BB/PB (WHZ) 0,29 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
BB/U (WAZ) 0,04 Gizi Baik -2 SD sampai dengan 2 SD
PB/U (HAZ) -0,41 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
IMT/U (BAZ) 0,36 Normal -2 SD sampai dengan 2 SD
Kesan : Gizi baik, BB sesuai, perawakan normal

1.4 Pemeriksaan Penunjang


Laboratorium (22/10/2021)

7
Hematologi
Hasil Unit Reference Range
Hemoglobin 11.1 g/dL 10.8 – 12,8
Hematocrit 35.50 % 35 – 43
Leukosit (WBC) 9.700 μL 5.500 – 15.500
Trombosit 245.000 μL 150.000– 450.000
Basofil 0 % 0-1
Eusinofil 0 % 1-3
Neutrophil batang 0 % 2-6
Neutrophil segmen 60 % 50-70
Limfosit 29 % 20-40
Monosit 11 % 2-8

1.5 Diagnosis Kerja


1. Kejang demam kompleks

DD
1. Meningitis
2. Encephalophati dengue

1.6 Prognosis
Ad vitam : bonam
Ad functionam : bonam
Ad sanactionam : bonam

1.7 Tatalaksana
 O2 Nc 1 LPM prn
 IVFD D5 ¼ NS 4cc/jam
 Paracetamol 100mg/4jam iv prn
 Diazepam 3-5mg iv (Bolus pelan) bila kejang
 Sanvita syr 1x5mg
 Diet lunak 3kali/hari
Edukasi :

8
- Menjelaskan kepada orangtua untuk melapor kepada petugas kesehatan
bila kejang berulang.

- Bila anak panas segera kompres air hangat pada dahi, leher, ketiak, dan
lipat paha.

- Bila anak kejang, dianjurkan mengusahakan jalan nafas tetap lancar,


memposisikan anak dengan posisi miring, melapor kepada perawat atau
dokter jaga di ruangan tersebut.

1.8 Follow Up
22/10/2021
Hari perawatan ke-1
S Demam saat malam hari kejang (-) muntah (-) gusi berdarah (-)
mimisan(-) BAK berdarah (-), BAB mencret 3 kali air> ampas, batuk (-)
O - KU: TSS, Kes: CM
- N: 115x/menit, RR: 25x/menit, S: 36,3C
Mata: anemis (-/-), mata cowong -/- Leher : kaku kuduk (-),
Thorax: simetris, retraksi (-),
Pulmo: dalam batas normal Cor: BJ I-II normal, bising (-)
Abdomen:
datar, supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tak teraba, BU (+)
meningkat, turgor kulit cukup
Genital : OUE hiperemis(-), fimosis (-) Ekstremitas : akral hangat,
edema -/-

A Kejang Demam Kompleks


Dengue Fever
P – O2 NC 1 LPM prn
– Infus D5 ¼ NS 4ml/jam
– Sanvita syr

Hari perawatan ke-2


23/10/2021
S Demam (-)kejang (-)
O KU : TSS
Kesadaran : CM (E4M6V5)
TTV : HR 104x/menit

9
RR 26x/menit
Suhu 37.1oC
Mata : CA -/- SI -/- Mata cowong -/-
Hidung : sekret -/-, konka edema -/-, konka hiperemis -/-
Mulut : mukosa lembab
Thorax : Cor : S1 S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+ rh -/- wh -/- slem -/-
Abdomen : supel, BU (+) meningkat, NT (-)
Ektremitas : akral hangat, CRT < 2 detik
A Kejang Demam Kompleks
P
– O2 Nc 1 LPM prn
– IVFD D5 ¼ NS 4cc/jam
– Paracetamol 100mg/4jam iv prn
– Diazepam 3-5mg iv (Bolus pelan) bila kejang
– Sanvita syr 1x5mg
– Diet lunak 3kali/hari

Keluarga meminta APS

Obat pulang :

– Paracetamol syr 3x5ml po


– Diazepam 3x3 mg po
– Sanvita syr 1x5mg

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kejang Demam

1. Definisi Kejang Demam

Kejang
demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 oC,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses

10
intrakranial. Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan
keseimbangan elektrolit atau metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya (unprovoked seizure) maka tidak disebut kejang demam. Bayi berusia
kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk dalam
kejang neonatus.1,4

2. Epidemiologi

Kejang demam masih menjadi masalah kesehatan dunia dan Indonesia.


Kejang demam merupakan kelainan yang sering dijumpai di bidang neurologi
khususnya anak.2 Anak yang mengalami kejang demam pertama pada usia kurang dari
satu tahun memiliki kemungkinan kambuh sebesar 50%, dan bila berusia lebih dari
satu tahun, kemungkinan kambuhnya adalah 28%.9 Kejang demam terjadi pada 2-5%
anak berusia 6 bulan-5 tahun.

Angka kejadian kejang demam bervariasi diberbagai negara. Hampir 1,5 juta
kejadian kejang demam terjadi di USA tiap tahunnya, dan sebagian besar terjadi
dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak padausia 18 bulan. 4 Prevalensi
kejang demam di daerah Eropa Barat dan Amerika berkisar 2 - 4% tahun.9
Prevalensi meningkat dua kali lipat di Asia. Angka kejadian demam di India sebesar
5- 10% dan di Jepang 8,3% - 9,9%.4,5

Di Indonesia sendiri angka kejadian kejang demam dilaporkan mencapai 2 - 4


% di tahun 2005 -2006. Provinsi jawa tengah 2-3% pada tahun 2005 – 20066. Hampir
80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang <15 menit, umum, tonik atau
klonik, berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam waktu 24 jam).
Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplikata (kejang >15 menit,
fokal atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari satu kali
dalam 24 jam).5

3. Etiologi Kejang Demam

Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1)


Imaturitas otak dan termoregulator, (2) Demam dimana kebutuhan oksigen
meningkat, (3) Predisposisi genetik : >7 lokus kromosom (poligenik autosomal
dominan).7

11
Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam : 4,7

1. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan


atas, otitis media akut, pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi
saluran kemih.
2. Produk toksik dari mikroorganisme

3. Respon alergi terhadap infeksi

4. Ketidakseimbangan/ gagguan elektrolit

5. Ensefalitis viral yang ringan, yang tidak diketahui, atau ensefalopati


toksik

4. Faktor risiko kejang demam

Kejang demam dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:

a. Faktor usia

Umur sebagai faktor risiko kejang demam terkait dengan fase perkembangan
otak yaitu masa developmental window. Masa developmental window merupakan
masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berumur kurang
dari 2 tahun. Anak pada umur di bawah 2 tahun mempunyai nilai ambang kejang
(threshold) yang rendah sehingga mudah terjadi kejang demam. Anak berumur
dibawah 2 tahun dengan otak yang belum matang juga mempunyai excitability
neuron lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Regulasi ion Na +, K+,
dan Ca++ belum sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi paska
depolarisasi dan meningkatkan excitability neuron.8

Dalam sebah penelitian dikatakan bahwa sekitar sepertiga penderita kejang


demam akan mengalami kekambuhan satu kali atau lebih dan kekambuhan paling
besar terjadi pada tahun pertama. Kemungkinan kambuh tersebut akan lebih besar
bila kejang demam pertama terjadi pada usia kurang dari satu tahun, terdapat
riwayat keluarga yang mengalami kejang demam, temperatur rendah saat terjadi
kejang, cepatnya kejang setelah demam.9,10

Usia rata-rata mulainya kejang demam berkisar antara 18- 22 bulan dan
penelitian Lumbantobing memperlihatkan bahwa usia waktu terjadinya kejang

12
demam pertama yang terbanyak mengalami kejang demam pada umur 1 - 6 bulan
(25%) dan 6 - 12 bulan(30%) dan umur 1 - 2 tahun (28,6%), serta2 - 3 tahun
(6,3%).9

b. Jenis kelamin

Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa kejang demam lebih sering dijumpai
pada anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan sekitar 1,4:1 dan
1,2:1.9

c. Sifat kejang

Pada sebagian besar kejang demam, kejang bersifat umum atau simetris.9

d. Lama kejang

Sebagian besar kejang demam berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).9

Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara restrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada
kasus dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.6

e. Suhu saat kejang

Suhu
yang dapat mencetuskan kejang adalah suhu sebelum terjadinya kejang.
Umunya orang tua membawa anaknya ke rumah sakit setelah terjadinya kejang.
Menurut penelitian Lumbantobing, suhu rata-rata per rektal setelah terjadi
kejang adalah 39ºC.9

f. Riwayat kejang keluarga

Penderita kejang demam mempunyai saudara pernah menderita kejang demam


mempunyai risiko sebesar 2,7% sedangkan apabila penderita tersebut
mempunyai salah satu orang tua dengan riwayat pernah menderita kejang
demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi
10% dan apabila ke dua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah
menderita kejang demam risiko tersebut meningkat menjadi 20%.

g. Riwayat kelahiran

13
Bayi yang lahir premature mempunyai risiko untuk menderita kejang demam 4,9
kali lebih besar dibanding anak yang lahir tidak premature. Bayi yang
mengalami trauma lahir dapat mengalami pendarahan intraventrikuler, keadaan
ini akan menimbulkan gangguan struktur serebral dengan kejang sebagai salah
satu manifestasi klinisnya.9

5. Klasifikasi kejang demam

Kejang demam diklasifikasikan menjadi:1,11

Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks

Berlangsung singkat, <15 menit Kejang lama >15 menit

Kejang umum tonik dan atau Kejang fokal atau parsial satu sisi,
klonik, umumnya berhenti sendiri, atau kejang umum didahului kejang
tanpa gerakan fokal parsial

Tidak berulang dalam waktu 24 jam Berulang dalam waktu 24 jam

Jika
kejang demam berlangsung lebih dari 30 menit (baik kejang tunggal
maupun kejang berulang) tanpa pulihnya kesadaran di antara kejang,
diklasifikasikan sebagai febrile status epilepticus.12

6. Mekanisme kejang demam

Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan


listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, ataupun anatomi.

Pada saat kejang demam kebutuhan konsumsi energi di otak, jantung, otot
akan meningkat serta terjadi gangguan pusat pengatur suhu yang akan
menyebabkan kejang bertambah lama sehingga kerusakan otak akan semaki
bertambah. Kejang demam yang berlangsung lama dapat menimbulkan

14
kerusakan anatomi otak berupa kehilangan neuron dan gliosis pada daerah yang
merupakan prekursor timbulnya epilepsi yang berlatar belakang kejang demam.

Terdapat beberapa teori mengenai mekanisme kejang demam :

1. Demam atau kenaikan suhu mengakibatkan meningkatnya gerakan ion


Na ekstra sel sehingga terjadi Na influks. Ion Na masuk membawa
muatan positif sehingga terjadi depolarisasi.
2. Gangguan pembentukan ATP misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan
hipoglikemia
3. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf misalnya pada
hipokalsemia, hipomagnesia
4. Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi meyebabkan
depolarisasi yang berlebihan misalnya pada ketidakseimbangan GABA
(inhibitor) dan glutamat (eksitator)

7. Penilaian klinis kejang demam

Dalam menentukan diagnosis kejang demam, gejala klinis merupakan


petunjuk yang sangat diperlukan. Umumnya serangan terjadi tonik-klonik,
awalnya bisa berupa menangis, kemudian tak sadar dan timbul kekakuan otot.
Kemudian diikuti fase klonik berulang, ritmik sampai pada kejang lethargi atau
tertidur. Bentuk kejang lain dapat berupa mata mendelik keatas disertai
kekakuan otot.

Evaluasi
awal harus terfokus pada penentuan sumber demam, riwayat
keluarga dengan kejang demam atau epilepsi, imunisasi, penggunaan antibiotik,
durasi kejang dan pemanjangan fase postictal. Ketika terjadi kejang demam, hal
hal yang harus diperhatikan adalah adanya tanda meningeal dan level kesadaran
anak.13

Anamnesis7

- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang

- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan


anak pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat
(gejala infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis

15
media akut/OMA, dan sebagainya)
- Riwayat perinatal, riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan
epilepsi dalam keluarga
Pemeriksaan Fisik7

- Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh: apakah


terdapat demam
- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernique

- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun besar (UUB)


membonjol, papil edema
- Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, ISK, OMA, dan sebagainya

- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflek fisiologis, refleks


patologis.

8. Pemeriksaan penunjang1,10

1. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang


demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan misalnya
darah perifer, elektrolit dan gula darah.

2. Pungsi lumbal

Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau


menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.

Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan


diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena
itu pungsi lumbal dianjurkan pada:

a) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan

b) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan

c) Bayi > 18 bulan tidak rutin

16
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.

3. Elektroensefalografi

Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi


berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi
pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan

Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam


yang tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih
dari 6 tahun, atau kejang demam fokal.

4. Pemeriksaan radiologis

Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan


(CT-scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan,
tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:

a) Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)


b) Paresis nervus VI
c) Papiledema

9. Penatalaksanaan kejang demam1,2,10

1. Tatalaksana saat kejang

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien


datang kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat
yang paling cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan secara intravena. Dosis diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg
perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2 mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit,
dengan dosis maksimal 20 mg.

Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam
rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg
untuk berat badan lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg

17
untuk anak dibawah usia 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun (lihat bagan penatalaksanaan kejang demam)

Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat


diulang lagi dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit.
Bila setelah 2 kali pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan
ke rumah sakit. Di rumah sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan
dosis 0,3-0,5 mg/kg.

Bila kejang tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena


dengan dosis awal 10-20 mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau
kurang dari 50 mg/menit. Bila kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8
mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis awal. Bila dengan fenitoin kejang
belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang rawat intensif.

Gambar 3. Algoritma tata laksana kejang akut dan status epileptikus

Indikasi Rawat
- Kejang demam kompleks

18
- Hiperpireksia

- Usia di bawah 12 bulan

- Kejang demam pertama kali

- Pasca kejang tidak sadar

Kemungkinan berulangnya kejang demam1,7

- Onset yang muda saat terjadi kejang demam (<15 bulan)

- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung

- Riwayat kejang demam dalam keluarga

- Banyaknya episode kejang demam yang terjadi sebelumnya

- Temperatur yang rendah saat kejang

- Cepatnya kejang setelah demam

2. Pemberian obat saat demam1

a. Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko


terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di
Indonesia sepakat bahwa antipiretik tetap diberikan. Dosis paracetamol yang
digunakan adalah 10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-
10 mg/kgBB/kali 3-4 kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat
menyebabkan sindrom Reye terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga
penggunaan asam asetilsalisilat tidak dianjurkan

b. Antikonvulsan

● Anti konvulsan intermiten

Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat


antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.

Profilaksis intermiten diberikan pada kejang demam dengan salah satu


faktor risiko :

19
o Kelainan neurologis berat, misalnya cerebral palsy

o Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun

o Usia <6 bulan

o Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39oC

o Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh


meningkat dengan cepat
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kgBB/kali (5mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk
berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum
diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut
cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.

 Antikonvulsan rumatan

Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan


penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan,
maka pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam
jangka pendek. Indikasi pengobatan rumat:

o Kejang fokal

o Kejang lama >15 menit

o Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah kejang,


misal cerebral palsy, hidrosefalus, dan hemiparesis
Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:

● Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam

● Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan

● Kejang demam ≥ 4 kali per tahun

Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari
dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 – 50%

20
kasus. Obat pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil
kasus, terutama yang berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat
menyebabkan gangguan fungsi hati. Dosis asam valproat adalah 15-40
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari
dalam 1-2 dosis.

Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk


kejang demam tidak membutuhkan tappering-off, namun dilakukan pada
saat anak tidak sedang demam.

21
DAFTAR PUSTAKA

1. Ismael S, Pusponegoro HD, Widodo DP, Mangunatmadja I, Handyrastuti S.


Rekomendasi Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit Kerja Koordinasi
Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2016.
2. Deliana M. Tatalaksana Kejang Demam Pada Anak 2002;4(2):59-62. 2nd ed.
Sari Pediatri; 2002.
3. Bahtera T, Putranti A, Sareharto T. Kejang Demam Dalam Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak. Semarang: Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas
Kedokteran Universitas Diponegoro; 2011.
4. Jones T, Jacobsen S. Childhood Febrile Seizures: Overview and Implications.
Int J Med Sci. 2007;4(2):110-114.
5. Gunawan P, Saharso D. Faktor Risiko Kejang Demam Berulang pada Anak.
Media Med Indones. 2012;46(2):75-80.
6. Siqueira L. Febrile Seizure: Update on Diagnosis and Management. Rev
Assoc Med Bras. 2010;56(4):489-492.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta; 2009.

8. Anonim. Kejang demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia.


http://www.idai.or.id/kesehatananak/artikel.asp?q=199641513584. Published
2009. Accessed September 24, 2017.
9. Lumbantobing S. Kejang Demam (Febrile Convulsions). Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2002.
10. Pusponegoro H, Widodo D, Ismael S. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Jakarta; 2006.
11. UKK Neurologi IDAI PERDOSSI. Konsensus Penanganan Kejang Demam.
Jakarta: Unit Kerja Koordinasi Neurologi Ikatan Dokter Anak Indonesia;
2005.
12. Angriani H. Kejang demam yang perlu diwaspadai. In: Pelatihan Kejang,
Status Epileptikus, Dan Penurunan Kesadaran Pada Bayi Dan Anak.
Makassar; 2009.
13. Graves R, Oehler K, Tingle L. Febrile Seizures: Risks, Evaluation, and
Prognosis. Am Acad Fam Physicians. 2012;85(2):149-153.
14. Departemen kesehatan RI, Buku Saku petugas kesehatan lintas diare ,

22
pengendalian penyaki da penyehatan lingkungan, 2011
15. d L wong, Wilson D, Schwartz P, : Buku ajar Keperawatan Pedriatric ,
penerbit buku kedokteran EGC, edisi 6, 2009

23

Anda mungkin juga menyukai