Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN

Nama Pasien : An. Ishara Nadhifa

Usia : 6 bulan

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Jln. Bentengan RT 5/6 Kel. Sunter Jaya

Masuk Rumah Sakit : 25 Mei 15

Nama OT : Tn. I

Dokter yang merawar : dr. Ommy A Sp, A

ANAMNESIS (ALLOANAMNESIS) (25/05/2015)

Keluhan Utama : Kejang 4-5 kali sehari sejak 4 hr yg lalu SMRS

Riw. Peny. Sekarang :

- 4 hari SMRS: Kejang berlangsung 5menit, 4-5 x/sehari,


tangan os menghentak-hentakan dan kaki kaku, mata
mendelik ke atas, setelah kejang os tertidur lemas. Demam
(-), mual, muntah (-), batuk pilek(-), BAB, BAK tidak ada
keluhan
- SMRS: Kejang berlangsung selama 5 menit, hari ini
kejang sebanyak 3 x, tangan os menghentak-hentakan dan
kaki kaku, ada sianosis pada mulut, mata mendelik keatas.
Setelah kejang os tertidur lemas. Demam(-), batuk pilek (-),
mual muntah (-) BAB, BAK tidak ada keluhan
Riw. Peny. Dahulu : OS belum pernah seperti ini sebelumnya. Riwayat kejang saat
demam disangkal.
Riw. Peny. Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang memiliki gejala yang sama,
tapi sepupu os ada yang menderita epilepsi.

Riw. Pengobatan : Tidak sedang mengkonsumsi obat TB

Riw. Kehamilan Ibu : Ibu OS rutin ANC di Bidan, selama hamil tidak pernah ada
keluhan dan sakit.

Riw. Kelahiran : Persalinan dengan SC, BB Lahir : 2600 gr, PB Lahir:46 cm.

Riw. Imunisasi : Imunisasi tidak lengkap

Riw. Tumbuh Kembang :- Perkembangan Sosial : bisa menggapai mainan

- Motorik halus : memegang icik-icik


- Perkembangan Bahasa : menoleh ke arah suara
- Motorik kasar : kepala tegak, mulai bisa duduk tanpa
pegangan

Kesan : Tumbuh kembang sesuai usia

Riw. Alergi : Disangkal

Riw. Psikososial : Nafsu makan-minum masih baik.

PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

TTV : Nadi : 130 x/menit

Pernapasan : 34 x/menit

Suhu : 37,4 oC

STATUS ANTROPOMETRI

Berat Badan : 6.1 kg

Panjang Badan : 70 cm
Lingkar kepala : 41 cm

Status Gizi:

BB/U = 6,1/7 X 100 % = 87,14 Gizi Kurang

TB/U = 70/65 X 100 % = 109 Normal

BB/TB = 6,1/8,7X 100% = 70,11 Gizi kurang

Kesan : Gizi Kurang

STATUS GENERALIS

Kepala: Normocephal, Ubun-ubun tidak cekung, tidak terdapat tanda-tanda trauma

Rambut :Hitam, tidak mudah rontok.

Alis : Hitam, tidak rontok

Mata : Mata tidak cekung, konjungtiva, Anemis (-)/(-), Sklera Ikterik (-)/(-),
edema palpebra (-/-)

Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-/-), secret (-),
perdarahan (-)

Telinga : Normotia, serumen (-)/(-)

Mulut :Bibir sianosis (+), mukosa lidah pucat (-), stomatitis (-), lidah
kotor (-),

Tonsil = T1-T1, faring hiperemis (-)

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-), Kaku kuduk (-)

INSPEKSI PALPASI PERKUSI AUSKULTASI


PARU Simetris, Vokal fremitus simetris, nyeri
Sonor Vesikular +/+
pergerakan tekan (-/-) Rhonki -/-
dada Wheezing -/-
simetris,
retraksi dada
(-)

JANTUNG Ictus cordis tidak


Ictus cordis teraba Redup BJ 1 & 2 tunggal,
terlihat murmur (-),
gallop (-)

ABDOMEN Datar, Distensi (-)


Supel, turgor kulit baik, hepar,
Timpani Bising usus (+)
lien dan ginjal tidak teraba
Seluruh
abdomen

Turgor kulit : baik

Ekstremitas Atas bawah

Sianosis : -/- -/-

Akral : Dingin(-), pucat Dingin, pucat (-)

Udem : -/- -/-

RCT : < 2 < 2

Anus : Anus tidak kemerahan

Kelenjar Inguinal : tidak ada pembesaran kelenjar

STATUS NEUROLOGIS

GCS : E4 M6 V5 (15)

R. Meningens : (-)

R. Fisiologis : Patella (+/+)

Bisep (+/+)

Trisep (+/+)
R. Patologis : Babinski (-/-)

Chaddok (-/-)

Hasil Laboratorium

Tgl Nilai Normal Satuan

-05-2015
g/dL gr/dL
Hemoglobin 11,7 10,1-12,9

Hematokrit 44
L
Leukosit 11,75 6.00-17.50

Trombosit 454 29-553 3


/L

MCV/VER 73-109

MCH/HER 21-33
gr/dL
MCHC/KHER 26-34
mEq/L
139 135-147
mEq/L
3,6-5,8
mEq/L
CL 94-111

Pemeriksaan EEG : Hasil EEG normal, tidak terdapat gelombang epileptiform

RESUME :

Anak perempuan 6 bulan datang dengan kejang hari SMRS, kejang berlangsung 5 menit, 4-
5x/sehari, tangan os menghentak-hentakan dan kaki kaku, mata mendelik ke atas, ada
sianosis pada bibir, setelah kejang os tertidur lemas, kejang tanpa didahului dengan demam,
tidak ada keluhan lain yang dialami. Pada pemeriksaan fisik; status generalis dan status
neurologis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan lab juga dalam keadaan normal. Pada
pemeriksaan EEG didapatkan hasil; EEG normal, tidak terdapat gelombang epileptoform.

Assesment :
Epilepsi

Diagnosis

Diagnosis Klinis : Epilepsi


Status Imunisasi : Imunisasi tidak lengkap
Satatus Tumbuh Kembang : Tumbuh Kembang sesuai dengan usia
Status Gizi : Gizi Baik

Terapi

Medikamentosa

0 1L/menit

Infus RL 25 tpm mikro

Inj. Kutoin 2x15 mg

Luminal 12,5 mg 2x1 bgks

Proris 50 mg (prn)

Follow UP

Hari/ tanggal Subjektif Objektif Assesment Planning


05/2015 Kejang (-) Kes : CM DD Infus RL 25 tpm
GCS E4M6V5 Epilepsi mikro
(15) Inj. Kutoin 2x15
Suhu :37C
mg
Nadi : 110 x/m
RR : 24x/m Luminal 12,5 mg
PF : DBN 2x1 bgks
Proris 50 mg
(prn)
R/ EEG
5/2015 Kejang (-) Kes : CM Epilepsi Os boleh pulang
GCS E4M6V5 Edukasi orang
(15) tua bila terjadi
Suhu :37,5C kejang
Nadi : 120 x/m Trazep supp 5mg
RR : 28x/m P. Luminal 10
PF: DBN bgks 2x1 bgks
Becombion
drops 1x9 tts
Edukasi orang
tua bila terjadi
kejang

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah terjadinya dua atau lebih kejang tanpa adanya provokasi yang
dipisahkan oleh interval lebih dari 24 jam. Bangkitan epilepsy merupakan manifestasi klinis
lepas muatan listrik yang berlebihan dan hipersinkron dari sel neuron di otak.
Sindrom epilepsy adalah epilepsy yang ditandai oleh sekumpulan gejala dan tanda
klinis yang terjadi bersama-sama, meliputi jenis serangan, etiologi, anatomi, factor pencetus,
usia onset, berat penyakit, kronisitas, dan kadang-kadang prognosis.
Analisa masalah : Pada kasus diatas, seluruh kejang tanpa didahului dengan
demam.

B.Epidemiologi
Insidensi epilepsy 70/100.000 penduduk per tahun dan prevalensinya 4-10/1.000 pada
populasi umum. Insidensi terertinggi terjadi pada anak (0.3-0.4%). Laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan.

C. Etiologi

Penyebab epilepsi adalah multifaktorial, termasuk genetik dan penyebab yang didapat:

Genetik :
1. Epilepsi primer oleh gangguan eksitabilitas dan sinkronisasi neuron kotreks serebri
2. Epilepsi sekunder pada tuberoskelrosis dan fenilketonuria
Lesi di otak / sekunder:
- Asfiksia
- Sklerosis hipokampus
- Tumor
- Trauma kepala
- Infeksi
Stroke

Etiologi Epilepsi dapat dibagi ke dalam 3 kategori, sebagai berikut:

1. Idiopatik epilepsy : biasanya berupa epilepsy dengan serangan kejang umum,


penyebabnya tidak diketahi. Pasien dengan idiopatik epilepsy mempunyai inteligensi
normal dan hasil pemeriksaan juga normal dan umumnya predisposisi genetic
2. Kriptogenik epilepsy : dianggap aimptomatik tapi penyebabnya belum diketahui.
Kebanyakan lokasi yang berhubunhan dengan epilepsy tanpa disertai lesi yang
mendasari atau lesi diotak tidak diketahui. Termasuk disini adalah Sindrom West,
Sindrom Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik. Gambaran klinis berupa
ensefalopati difus
3. Simptomatik epilepsy : pada simptomatik terdapat lesi structural di otak yang
mendasari, contohnya oleh karena sekunder dari trauma kepala, infeksi SSP, kelainan
congenital, proses sesak diruang otak, gangguan pembuluh darah diotak,
toksik(alcohol, obat) gangguan metbaolik dan kelainan neurodegenerative
Analisa masalah : pada kasus, ada riwayat keluarga(sepupu) yang mengalami
epilepsy, kemungkinan ada keterkaitan dengan etiologi dari epilepsy idiopatik.

D. KLASIFIKASI ILAE 1981

Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi (Kustiowati dkk 2003, Sirven, Ozuna 2005).

Serangan parsial

Serangan parsial sederhana (kesadaran baik).


- Motorik
- Sensorik
- Otonom
- Psikis
Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu)
- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran.
- Gangguan kesadaran saat awal serangan.
Serangan umum sekunder
- Parsial sederhana menjadi tonik klonik.
- Parsial kompleks menjadi tonik klonik
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik.
Serangan umum.
- Absans (lena)
- Mioklonik
- Klonik
- Tonik
- Atonik.
Tak tergolongkan.
KLASIFIKASI ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi (Kustiowati dkk 2003)

Berkaitan dengan letak fokus

Idiopatik (primer)
- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik
benigna)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
- Primary reading epilepsy.
Simptomatik (sekunder)
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis
- Kronik progesif parsialis kontinua
Kriptogenik
Umum

Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
Kriptogenik atau simptomatik.
- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).
- Sindroma Lennox Gastaut.
- Epilepsi mioklonik astatik
- Epilepsi absans mioklonik
Simptomatik
- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.
- Malformasi serebral.
- Gangguan Metabolisme.
Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.

Serangan umum dan fokal


- Serangan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Sindroma Taissinare
- Sindroma Landau Kleffner
Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
Epilepsi berkaitan dengan situasi
- Kejang demam
- Berkaitan dengan alkohol
- Berkaitan dengan obat-obatan
- Eklampsi.
- Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek epilepsi)
Epilepsi Interaktabel
Definisi: gangguan kejang dimana pasien gagal atau tidak terkontrol pengobatan. Kejang ini
juga disebut tidak terkontrol atau refrakter.
Etiologi: kesulitan mengontrol kejang yang didapatkan oleh kejang yang terlalu kuat dan
dapat dikontrol dengan pengobatan atau dengan intoleransi pengobatan.
Pengobatan: Dokter dapat mengeevaluasi kembali diagnosis dan terapi pengobatan.
Seseorang dengan epilepsi dapat mengatur untuk mengingat tanda dan gejala untuk
mendapatkan pengobatan dan menurunkan faktor pemicu kejang jika ada. Jika pengobatan
tidak bisa berkerja, lalu terapi medikamentosa untuk epilepsi dapat digunakan seperti bedah
epilepsi atau stimulasi nervus vagal.

Klasifikasi Kejang

a. Kejang umum(generalized seizure) jika aktivasi terjadi pd kedua hemisfere otak

secara bersama-sama. Kejang umum terbagi atas:

1. Tonic-clonic convulsion = grand mal


Merupakan bentuk paling banyak terjadi pasien tiba-tiba jatuh, kejang, nafas
terengah-engah, keluar air liur bisa terjadi sianosis, ngompol, atau menggigit lidah terjadi
beberapa menit, kemudian diikuti lemah, kebingungan, sakit kepala.

Analisa masalah : pada kasus, pasien mengalami kejang berulang 4-5x /hr, dengan
lama 5 menit, dengan tangan menghentak-hentakan, dan kaki dan mata mendelik
keatas, sianosis.
2. Abscense attacks = petit mal

Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai kejadiannya
cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari.

3. Myoclonic seizure

Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami sentakan yang
tiba-tiba jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.

4. Atonic seizure

Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan
yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkanJarang terjadi pasien
tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa segera recovered.

b. Kejang parsial/focal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang parsial

terbagi menjadi :

1. Simple partial seizures

Pasien tidak kehilangan kesadaran terjadi sentakan-sentakan pada bagian

tertentu daritubuh

2. Complex partial seizures

Pasien melakukan gerakan-gerakan tak terkendali: gerakan mengunyah, meringis, dll


tanpa kesadaran
E. Gejala Kejang
Kejang Parsial :
- Dj vu
- Perasaan senang/takut tiba tiba
- Kebas
- Gerakan tidak terkontrol
- Halusinasi

Kejang Kompleks:

- Mencucu atau mengunyah


- Melakukan gerakan sama berulang
- Melakukan gerakan tidak jelas
- Menendang atau meninju berulang
- Menggumam

Kejang Tonik-Klonik (Gran Mal):

- Aura
- Tahap tonik atau kaku
- Tahap klonik atau kelojotan
Analisa masalah : pada kasus, pasien mengalami kejang berulang 4-5x /hr, dengan
lama 5 menit, dengan tangan menghentak-hentakan, dan kaki dan mata mendelik
keatas, sianosis.

Gejala klinis menurut letak lesi

Sisi otak yg terkena Gejala


Lobus frontalis Kedutan pada otot tertentu
Lobus oksipitalis Halusinasi kilauan cahaya
Lobus parietalis Mati rasa atau kesemutan di bagian tubuh tertentu
Halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang
Lobus temporalis kompleks
misalnya berjalan berputar-putar
Lobus temporalis anterior Gerakan mengunyah, gerakan bibir mencium
Halusinasi bau, baik yg menyenangkan maupun yg tidak
Lobus temporalis anterior sebelah dalam
menyenangkan

Analisa masalah: pada kasus gejala dari os, mengenai lobus parietalis yaitu os ada
merasakan kekakuan pada kaki.

F. PEMERIKSAAN PADA EPILEPSI


1. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa
hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala
sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya
serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.
Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan
tertentu Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:

a. Pola / bentuk serangan

b. Lama serangan

c. Gejala sebelum, selama dan paska serangan

d. Frekwensi serangan

e. Faktor pencetus

f. Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang

g. Usia saat serangan terjadinya pertama

h. Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan

i. Riwayat penyakit, penyebab dan terapi sebelumnya

j. Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga

2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti
trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal
atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran
antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

Pemeriksaan Rangsangan Meningeal


Pemeriksaan Kaku Kuduk
Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi
kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan
fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan
juga didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.
Pemeriksaan Tanda Kernig
Pasien berbaring terlentang, tangan diangkat dan dilakukan fleksi pada sendi panggul
kemudian ekstensi tungkai bawah pada sendi lutut sejauh mengkin tanpa rasa nyeri. Tanda
Kernig positif (+) bila ekstensi sendi lutut tidak mencapai sudut 135 (kaki tidak dapat di
ekstensikan sempurna) disertai spasme otot paha biasanya diikuti rasa nyeri.
Pemeriksaan Tanda Brudzinski I ( Brudzinski Leher)
Pasien berbaring terlentang dan pemeriksa meletakkan tangan kirinya dibawah kepala
dan tangan kanan diatas dada pasien kemudian dilakukan fleksi kepala dengan cepat kearah
dada sejauh mungkin. Tanda Brudzinski I positif (+) bila pada pemeriksaan terjadi fleksi
involunter pada leher.

Pemeriksaan Tanda Brudzinski II ( Brudzinski Kontra Lateral Tungkai)


Pasien berbaring terlentang dan dilakukan fleksi pasif paha pada sendi panggul
(seperti pada pemeriksaan Kernig). Tanda Brudzinski II positif (+) bila pada pemeriksaan
terjadi fleksi involunter pada sendi panggul dan lutut kontralateral.

3. Pemeriksaan penunjang

a. Elektro ensefalografi (EEG)

Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis epilepsi.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik.

Rekaman EEG dikatakan abnormal:

1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal
gelombang delta.

3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam,
paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya
gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsy mioklonik mempunyai gambaran
EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak
(sinkron).

Analisa masalah: Pada pasien di kasus, hasil EEG dalam batas normal, tidak
terdapat gelombang epileptiform. Pd epilepsi biasanya terdapat gelombang
epileptiform, tetapisejumlah kecil pasien epilepsi tetap memperlihatkan hasil EEG
yang normal.

b. Rekaman video EEG

Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan.
Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta
memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang
mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti,
serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial
dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.

c. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging bertujuan untuk melihat


struktur otak dan melengkapi data EEG. Bila dibandingkan dengan CT Scan maka MRl lebih
sensitif dan secara anatomik akan tampak lebih rinci. MRI bermanfaat untuk membandingkan
hipokampus kanan dan kiri (Foldvary & Wyllie., 1999).

G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang
optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping
seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.

Dalam farmakoterapi, terdapat prinsip-prinsip penatalaksanaan untuk epilepsi yakni,

1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan,
terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus
terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari
pengobatan tersebut.

2. Terapi dimulai dengan monoterapi

3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama
dosisnya diturunkan secara perlahan.

5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl
dengan pemberian OAE pertama dan kedua.

JENIS OBAT ANTI-EPILEPSI


Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan epilepsi, efek samping OAE
Tabel 1. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis bangkitan

JENIS OAE LINI


OAE LINI KEDUA AOE LAIN YANG OAE YANG
BANGKITAN PERTAMA DAPAT SEBAIKNYA
DIPERTIMBANGKAN DIHINDARI

BANGKITAN Asam Valproat Clobazam Clonazepam


Lamotrigine Levetiraceta Phenobarbital
UMUM TONIK
Topiramate Phenytoin
m
KLONIK Zonisamid Acetazolamide
Oxarbazepine
Levatirasetam
Carbamazepine

BANGKITAN Sodium Clobazam Carbamazepine


Topiramate Gabapentin
LENA Valproat
Oxarbazepine
Lamotrigine

BANGKITAN Sodium Clobazam Carbamazepine


Levetiraceta Gabapentin
MIOKLONIK Valproat
Oxarbazepine
Topiramate m
Lamotrigine
Piracetam
Topiramate

BANGKITAN Sodium Clobazam Phenobarbital Carbamazepine


Levetiraceta Phenytoin Oxarbazepine
TONIK Valproat
Lamotrigine m
Topiramate

BANGKITAN Sodium Clobazam Phenobarbital


Gabapentin Acetazolamide
FOKAL Valproat
Levetiraceta Clonazepam
Lamotrigine
DENGAN/TAN
Topiramate m
PA UMUM Carbamazepine Phenytoin
Oxarbazepine Tiagabine
SEKUNDER
Tabel 2. Pemilihan OAE didasarkan atas jenis sindrom epilepsi

JENIS BANGKITAN OAE LINI OAE LINI AOE LAIN YANG OAE YANG
PERTAMA KEDUA DAPAT SEBAIKNYA
DIPERTIMBANGKAN DIHINDARI

EPILEPSI LENA PADA Sodium Valproat Levetiracetam Carbamazepine


Lamotrigine Topiramate Oxarbazepine
ANAK KECIL (CAE)
Phenytoin

BANGKITAN LENA Sodium Valproat Levetiracetam Carbamazepine


Lamotrigine Topiramate Oxarbazepine
PADA ANAK (JAE)
Phenytoin

EPILEPSI Sodium Valproat Levetiracetam Acetazolamide Carbamazepine


Lamotrigine Oxarbazepine
MIOKLONIK PADA
Phenytoin
ANAK (JME)

EPILEPSI UMUM Sodium Valproat Levetiracetam Phenobarbital


Lamotrigine Phenytoin
TONIK KLONIK
Carbamazepine Acetazolamide
Topiramate Clobazam
Clonazepam
Oxarbazepine

EPILEPSI FOKAL Topiramate Clobazam Acetazolamide


Carbamazepine Gabapentin Clonazepam
KRIPTOGENIK/SIMT
Oxarbazepine Levetiracetam Phenobarbital
OMATIK Sodium Valproat Phenytoin
Lamotrigine

SPASMUS INFANTIL Steroid Clobazam Carbamazepine


Clonazepam Oxarbazepine
Topiramate
Sodium
Valproat

EPILEPSIBENIGNA Carbamazepine Levetiracetam


Oxarbazepine Topiramate
DGN GELOMBANG
Sodium Valproat
PAKU DI DAERAH Lamotrigine
SENTRO-TEMPORAL

EPILEPSI BENIGNA Carbamazepine Levetiracetam


Oxarbazepine Topiramate
DGN GELOMBANG
Sodium Valproat
PAROKSISMAL DI Lamotrigine
DAERAH OKSIPITAL

EPILEPSI Clobazam Levetiracetam Phenobarbital Carbamazepine


Clonazepam Lamotrigine
MIOKLONIK BERAT
PADA BAYI (SMEI) Topiramate Oxarbazepine
Sodium Valproat

GELOMBANG PAKU Sodium Valproat Levetiracetam Carbamazepine


Lamotrigine Topiramate Oxarbazepine
YANG KONTINU
Clobazam
PADA STADIUM Clonazepam
TIDUR DALAM

SINDROM LENNOX- Sodium Valproat Levetiracetam Carbamazepine


Lamotrigine Clobazam Oxarbazepine
GASTAUT
Clobazam
Clonazepam

SINDROM LANDAU- Sodium Valproat Levetiracetam \


Lamotrigine Topiramate
LEFFNER
Steroid

EPILEPSI MIKLONIK- Sodium Valproat Levetiracetam Carbamazepine


Clobazam Topiramate Oxarbazepine
ASTATIK
Clonazepam
Topiramate

Obat lini pertama

- Asam valproat 10-40 mg/kgBB/hr, dalam 2-3 dosis

- Fenobarbital 4-5 mg/kgBB/hr, dalam 2 dosis

- Karbamazepin 10-30mg/kgBB/hr, dalam 2-3 dosis

Obat lini kedua

- Topiramate (Topamax). Dosis inisial 1-3 mg/kgBB/hr, naikkan perlahan dengan


interval 1-2 minggu

- Lamotrigine (Lamictal). Dosis inisial 0,15 mg/kgBB/hr dalam 2 dosis selama 2


minggu, lalu naikkan menjadi 0,3 mg/kgBB/hr dalam 2 dosis

- Levetirasetam (keppra). Dosis inisial 10 mg/kgBB/hari dalam 2 dosis

- ACTH atau steroid dapat digunakan untuk infantile spasme atau epilepsi berat yang
tidak terkontrol denhan medikasi lain
Analisa masalah: Pada kasus, os diberikan trazep supp 5 mg(diUGD). Saat di
bangsal diberikan inj.kutoin 2x15mg, Luminal12,5 mg (2x1bgks) P.panas(PCT 75
mg, diazepam 0,5mg)3x1 bgks. Sesuai dengan penatalaksaan untuk kejang.

Dosis Obat Antiepilepsi

Fenobarbital : 10-20mg/kgBB/hari

Fenitoin : 5-10 mg/kgBB/hari

Karbamazepin : 10-30 mg/kgBB/hari

Asam Valproat: 20 mg/kgBB/hari

Nitrazepam : 0,1-1 mg/kgBB/hari

Klonazepam : 0,1-0,3 mg/kgBB/hari

Primidon : 15-30 mg/kgBB/hari

ACTH : 10-30 mg/kgBB/hari

Asetazolamid : 20-25 mg/kgBB/hari

Prognosis

Pada umumnya epilepsi baik, 70% penderita epilepsi mengalami remisi (bebas bangkitan
selama 5 tahun sesudah penghentian obat)

Beberapa faktor prediktor prognosis:

Kelainan neurologi berat

Terdapat beberapa jenis bangkitan

Respon terhadap OAE

EEG abnormal pada awal terapi atau EEG memburuk

Memerlukan politerapi untuk kontrol bangkitan


DAFTAR PUSTAKA

Behrman et al. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Diterjemahkan oleh:
A.Samik Wahab. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A, dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, ed, 4. Jakarta: Medica
Aesculpalus. FKUI
Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia. 2014. Edisi 5. Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
Surabaya: Airlangga Universitas
Garna, Hary, dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Bandung.
Panitia Penyusun Panduan Pelayanan Medis RSCM tahun 2007. 2007. Panduan
Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta
Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid I. IDAI. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai