STATUS PASIEN
IDENTITAS PASIEN
Usia : 6 bulan
Agama : Islam
Nama OT : Tn. I
Riw. Kehamilan Ibu : Ibu OS rutin ANC di Bidan, selama hamil tidak pernah ada
keluhan dan sakit.
Riw. Kelahiran : Persalinan dengan SC, BB Lahir : 2600 gr, PB Lahir:46 cm.
PEMERIKSAAN FISIK
Kesadaran : Composmentis
Pernapasan : 34 x/menit
Suhu : 37,4 oC
STATUS ANTROPOMETRI
Panjang Badan : 70 cm
Lingkar kepala : 41 cm
Status Gizi:
STATUS GENERALIS
Mata : Mata tidak cekung, konjungtiva, Anemis (-)/(-), Sklera Ikterik (-)/(-),
edema palpebra (-/-)
Hidung : Pernafasan cuping hidung (-), deviasi septum (-/-), secret (-),
perdarahan (-)
Mulut :Bibir sianosis (+), mukosa lidah pucat (-), stomatitis (-), lidah
kotor (-),
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kelenjar Tiroid (-), Kaku kuduk (-)
STATUS NEUROLOGIS
GCS : E4 M6 V5 (15)
R. Meningens : (-)
Bisep (+/+)
Trisep (+/+)
R. Patologis : Babinski (-/-)
Chaddok (-/-)
Hasil Laboratorium
-05-2015
g/dL gr/dL
Hemoglobin 11,7 10,1-12,9
Hematokrit 44
L
Leukosit 11,75 6.00-17.50
MCV/VER 73-109
MCH/HER 21-33
gr/dL
MCHC/KHER 26-34
mEq/L
139 135-147
mEq/L
3,6-5,8
mEq/L
CL 94-111
RESUME :
Anak perempuan 6 bulan datang dengan kejang hari SMRS, kejang berlangsung 5 menit, 4-
5x/sehari, tangan os menghentak-hentakan dan kaki kaku, mata mendelik ke atas, ada
sianosis pada bibir, setelah kejang os tertidur lemas, kejang tanpa didahului dengan demam,
tidak ada keluhan lain yang dialami. Pada pemeriksaan fisik; status generalis dan status
neurologis dalam batas normal. Hasil pemeriksaan lab juga dalam keadaan normal. Pada
pemeriksaan EEG didapatkan hasil; EEG normal, tidak terdapat gelombang epileptoform.
Assesment :
Epilepsi
Diagnosis
Terapi
Medikamentosa
0 1L/menit
Proris 50 mg (prn)
Follow UP
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Epilepsi
Epilepsi adalah terjadinya dua atau lebih kejang tanpa adanya provokasi yang
dipisahkan oleh interval lebih dari 24 jam. Bangkitan epilepsy merupakan manifestasi klinis
lepas muatan listrik yang berlebihan dan hipersinkron dari sel neuron di otak.
Sindrom epilepsy adalah epilepsy yang ditandai oleh sekumpulan gejala dan tanda
klinis yang terjadi bersama-sama, meliputi jenis serangan, etiologi, anatomi, factor pencetus,
usia onset, berat penyakit, kronisitas, dan kadang-kadang prognosis.
Analisa masalah : Pada kasus diatas, seluruh kejang tanpa didahului dengan
demam.
B.Epidemiologi
Insidensi epilepsy 70/100.000 penduduk per tahun dan prevalensinya 4-10/1.000 pada
populasi umum. Insidensi terertinggi terjadi pada anak (0.3-0.4%). Laki-laki lebih banyak
dibandingkan perempuan.
C. Etiologi
Penyebab epilepsi adalah multifaktorial, termasuk genetik dan penyebab yang didapat:
Genetik :
1. Epilepsi primer oleh gangguan eksitabilitas dan sinkronisasi neuron kotreks serebri
2. Epilepsi sekunder pada tuberoskelrosis dan fenilketonuria
Lesi di otak / sekunder:
- Asfiksia
- Sklerosis hipokampus
- Tumor
- Trauma kepala
- Infeksi
Stroke
Untuk tipe serangan kejang/bangkitan epilepsi (Kustiowati dkk 2003, Sirven, Ozuna 2005).
Serangan parsial
Idiopatik (primer)
- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal (Rolandik
benigna)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
- Primary reading epilepsy.
Simptomatik (sekunder)
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parietalis
- Lobus oksipitalis
- Kronik progesif parsialis kontinua
Kriptogenik
Umum
Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga.
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak.
Kriptogenik atau simptomatik.
- Sindroma West (Spasmus infantil dan hipsaritmia).
- Sindroma Lennox Gastaut.
- Epilepsi mioklonik astatik
- Epilepsi absans mioklonik
Simptomatik
- Etiologi non spesifik
- Ensefalopati mioklonik neonatal
- Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik.
- Malformasi serebral.
- Gangguan Metabolisme.
Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum.
Klasifikasi Kejang
Analisa masalah : pada kasus, pasien mengalami kejang berulang 4-5x /hr, dengan
lama 5 menit, dengan tangan menghentak-hentakan, dan kaki dan mata mendelik
keatas, sianosis.
2. Abscense attacks = petit mal
Jenis yang jarang umumnya hanya terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja
penderita tiba-tiba melotot, atau matanya berkedip-kedip, dengan kepala terkulai kejadiannya
cuma beberapa detik, dan bahkan sering tidak disadari.
3. Myoclonic seizure
Biasanya terjadi pada pagi hari, setelah bangun tidur pasien mengalami sentakan yang
tiba-tiba jenis yang sama (tapi non-epileptik) bisa terjadi pada pasien normal.
4. Atonic seizure
Diagnosis epilepsi didasarkan atas anamnesis dan pemeriksaan klinis dengan hasil
pemeriksaan EEG dan radiologis. Namun demikian, bila secara kebetulan melihat serangan
yang sedang berlangsung maka epilepsi (klinis) sudah dapat ditegakkanJarang terjadi pasien
tiba-tiba kehilangan kekuatan otot jatuh, tapi bisa segera recovered.
b. Kejang parsial/focal jika dimulai dari daerah tertentu dari otak. Kejang parsial
terbagi menjadi :
tertentu daritubuh
Kejang Kompleks:
- Aura
- Tahap tonik atau kaku
- Tahap klonik atau kelojotan
Analisa masalah : pada kasus, pasien mengalami kejang berulang 4-5x /hr, dengan
lama 5 menit, dengan tangan menghentak-hentakan, dan kaki dan mata mendelik
keatas, sianosis.
Analisa masalah: pada kasus gejala dari os, mengenai lobus parietalis yaitu os ada
merasakan kekakuan pada kaki.
Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan menyeluruh, karena pemeriksa
hampir tidak pemah menyaksikan serangan yang dialami penderita. Penjelasan perihal segala
sesuatu yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan lamanya
serangan) merupakan informasi yang sangat berarti dan merupakan kunci diagnosis.
Anamnesis juga memunculkan informasi tentang trauma kepala dengan kehilangan
kesadaran, meningitis, ensefalitis, gangguan metabolik, malformasi vaskuler dan obat-obatan
tertentu Anamnesi (auto dan aloanamnesis), meliputi:
b. Lama serangan
d. Frekwensi serangan
e. Faktor pencetus
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi, seperti
trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan neurologik fokal
atau difus. Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya serangan dengan
menggunakan umur dan riwayat penyakit sebagai pegangan. Pada anak-anak pemeriksa harus
memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan, organomegali, perbedaan ukuran
antara anggota tubuh dapat menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.
3. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada semua pasien epilepsi dan merupakan
pemeriksaan penunjang yang paling sering dilakukan untuk menegakkan diagnosis epilepsi.
Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya lesi struktural di otak,
sedangkan adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan kemungkinan adanya kelainan
genetik atau metabolik.
1) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah yang sama di kedua hemisfer otak.
2) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih lambat disbanding seharusnya misal
gelombang delta.
3) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak normal, misalnya gelombang tajam,
paku (spike), paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat yang timbul secara
paroksimal. Bentuk epilepsi tertentu mempunyai gambaran EEG yang khas, misalnya spasme
infantile mempunyai gambaran EEG hipsaritmia, epilepsi petit mal gambaran EEG nya
gelombang paku ombak 3 siklus per detik (3 spd), epilepsy mioklonik mempunyai gambaran
EEG gelombang paku / tajam / lambat dan paku majemuk yang timbul secara serentak
(sinkron).
Analisa masalah: Pada pasien di kasus, hasil EEG dalam batas normal, tidak
terdapat gelombang epileptiform. Pd epilepsi biasanya terdapat gelombang
epileptiform, tetapisejumlah kecil pasien epilepsi tetap memperlihatkan hasil EEG
yang normal.
Rekaman EEG dan video secara simultan pada seorang penderita yang sedang
mengalami serangan dapat meningkatkan ketepatan diagnosis dan lokasi sumber serangan.
Rekaman video EEG memperlihatkan hubungan antara fenomena klinis dan EEG, serta
memberi kesempatan untuk mengulang kembali gambaran klinis yang ada. Prosedur yang
mahal ini sangat bermanfaat untuk penderita yang penyebabnya belum diketahui secara pasti,
serta bermanfaat pula untuk kasus epilepsi refrakter. Penentuan lokasi fokus epilepsi parsial
dengan prosedur ini sangat diperlukan pada persiapan operasi.
c. Pemeriksaan Radiologis
G. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari terapi epilepsi adalah tercapainya kualitas hidup penderita yang
optimal. Ada beberapa cara untuk mencapai tujuan tersebut antara lain menghentikan
bangkitan, mengurangi frekuensi bangkitan tanpa efek samping ataupun dengan efek samping
seminimal mungkin serta menurunkan angka kesakitan dan kematian.
1. Obat anti epilepsi (OAE) mulai diberikan apabila diagnosis epilepsi sudah dipastikan,
terdapat minimum 2 kali bangkitan dalam setahun. Selain itu pasien dan keluarganya harus
terlebih dahulu diberi penjelasan mengenai tujuan pengobatan dan efek samping dari
pengobatan tersebut.
3. Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikan secara bertahap samapai dengan
dosis efektif tercapai atau timbul efek samping obat.
4. Apabila dengan penggunakan OAE dosis maksimum tidak dapat mengontrol bangkitan,
maka ditambahkan OAE kedua dimana bila sudah mencapai dosis terapi, maka OAE pertama
dosisnya diturunkan secara perlahan.
5. Adapun penambahan OAE ketiga baru diberikan setelah terbukti bangkitan tidak terkontorl
dengan pemberian OAE pertama dan kedua.
JENIS BANGKITAN OAE LINI OAE LINI AOE LAIN YANG OAE YANG
PERTAMA KEDUA DAPAT SEBAIKNYA
DIPERTIMBANGKAN DIHINDARI
- ACTH atau steroid dapat digunakan untuk infantile spasme atau epilepsi berat yang
tidak terkontrol denhan medikasi lain
Analisa masalah: Pada kasus, os diberikan trazep supp 5 mg(diUGD). Saat di
bangsal diberikan inj.kutoin 2x15mg, Luminal12,5 mg (2x1bgks) P.panas(PCT 75
mg, diazepam 0,5mg)3x1 bgks. Sesuai dengan penatalaksaan untuk kejang.
Fenobarbital : 10-20mg/kgBB/hari
Prognosis
Pada umumnya epilepsi baik, 70% penderita epilepsi mengalami remisi (bebas bangkitan
selama 5 tahun sesudah penghentian obat)
Behrman et al. 2014. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15. Diterjemahkan oleh:
A.Samik Wahab. Jakarta: EGC.
Mansjoer, A, dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran, ed, 4. Jakarta: Medica
Aesculpalus. FKUI
Perhimpunan Dokter Saraf Indonesia. 2014. Edisi 5. Pedoman Tatalaksana Epilepsi.
Surabaya: Airlangga Universitas
Garna, Hary, dkk. 2012. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UNPAD. Bandung.
Panitia Penyusun Panduan Pelayanan Medis RSCM tahun 2007. 2007. Panduan
Pelayanan Medis Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM. Jakarta
Pudjiadi, Antonius H, dkk. 2011. Pedoman Pelayanan Medis, Ikatan Dokter Anak
Indonesia Jilid I. IDAI. Jakarta