Anda di halaman 1dari 60

Presentasi Kasus

Kejang Demam Simplek

Pembimbing :
dr. Fenty Karuniawati, Sp. A., M.Si.Med.

Disusun oleh :
Maulita Zulfiani

Program Internship Dokter Indonesia


RSUD RA. Kartini Kabupaten Jepara
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
2023
Identitas Pasien
Nama : An. F

Tanggal lahir : 23 Desember 2021

Usia : 1 tahun 5 bulan

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Tahunan Jepara

Tanggal masuk : 16 Mei 2023 pukul 13.00

Tanggal periksa : 17 Mei 2023 pukul 12.00


Alloanamnesis
Keluhan utama : Kejang

Keluhan tambahan : Demam, bengkak kemerahan di tungkai


bawah kanan
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien diantar orangtua ke IGD RS Kartini dengan keluhan
kejang. Kejang 1 kali saat perjalanan ke RS durasi 10 menit
berupa kaku seluruh badan kemudian kelonjotan, mata melirik
keatas. Saat kejang pasien tidak sadar dan dalam kondisi
demam. Kejang berhenti setelah diberikan suntikan anti kejang
di IGD. Keluhan lain yang dirasakan adalah demam, bengkak
kemerahan di tungkai bawah kanan. Mual muntah (-), BAB cair
(-), batuk pilek (-), keluhan BAK (-), keluhan di telinga (-),
keluhan bengkak di mata/bagian tubuh lain (-)
Riwayat Penyakit Sekarang
Kronologi
10 hari SMRS  Tungkai bawah pasien terasa gatal dan digaruk garuk
7 hari SMRS  Muncul lenting kecil berisi nanah disekitar tempat garukan yang
kemudian pecah dan menjadi keropeng
Awalnya hanya 1 lenting namun semakin hari semakin bertambah

1 hari SMRS  Saat pagi hari muncul kemerahan yang merata di sekitar keropeng.
Pasien mulai mengalami demam sejak tanggal 15 Mei pukul 13.00.
demam turun dengan penurun panas kemudian naik kembali setelah
kurang lebih 4 jam.

Hari masuk rumah  Pada dini hari kaki pasien mulai membengkak dan terasa nyeri bila
sakit ditekan sehingga pasien rewel.
Saat pagi hari sekira pukul 10.00 orang tua pasien berencana untuk
memeriksakan ke bidan desa namun dalam perjalanan pasien
mengalami kejang sehingga disarankan oleh bidan untuk segera dibawa
ke RS
Riwayat Penyakit Dahulu

• Riwayat alergi : (-)


• Riwayat batuk-pilek : (-)
• Riwayat kejang : (-)
• Riwayat gatal bernanah : (+), sembuh sendiri
Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat keluhan serupa : (-)
• Riwayat alergi : (-)
• Riwayat kejang demam : (-)
• Riwayat epilepsi : (-)
• Riwayat gatal : (+), ayah pasien saat ini
mengalami gatal bernanah di kedua kaki. Awalnya gatal
dialami oleh kakak pertama pasien yang sempat tinggal di
pondok pesantren
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien tinggal satu rumah bersama ayah, ibu, dan kedua
kakaknya. Ayah bekerja sebagai buruh bangunan dan ibu sebagai
ibu rumah tangga. Penghasilan keluarga tidak pasti kurang lebih
2juta/bulan. Pasien berobat menggunakan biaya sendiri karena
belum didaftarkan BPJS.
Riwayat Pribadi

Prenatal Natal Post Natal


• Ibu G3P2A0 usia 35 • Lahir di bidan • Riw bayi kuning (-)
tahun, hamil cukup bulan praktik mandiri • Riw kejang (-)
• ANC rutin di puskesmas spontan, saat lahir • Riw trauma fisik (-)
• Riw HT ges (-) langsung menangis • Riw sianotik (-)
• Riw DM ges (-) kuat • Riw asfiksia (-)
• Kenaikan BB saat hamil • Aterm, SMK • Bayi langsung dirawat gabung
dbn • BBL : 3000 gram dengan ibu
• Riw trauma (-) • PB : 50 cm
• Riw infeksi antepartum (-) Kesimpulan :
Riwayat kehamilan sampai setelah
persalinan baik.
Riwayat Keluarga

Keterangan :
Laki-laki

Perempuan

Pasien

1 tahun 5 bulan
BB 8.6 kg
Riwayat makanan
0 – 6 bulan  ASI eksklusif setiap 2 jam 15-30 menit setiap kali
6 – 9 bulan  ASI, MPASI bubur (nasi, sayur, telur/ikan/daging/ayam) 2-3 kali sehari (1
mangkuk habis), snek buah
9 – 12 bulan  ASI, MPASI kasar (nasi, sayur, telur/ikan/daging/ayam) 3 kali sehari (1
mangkuk habis). Snek roti, buah, biscuit
1 tahun-  Nasi 1/2 centong, sayur, daging (menu tidak menentu) 3 kali sehari,
sekarang selingan biskuit, roti, ciki dan susu kotak 1-2 x/hari jika meminta saja,
pasien cuci tangan sebelum makan

Kesimpulan :
Kuantitas dan kualitas riwayat makanan baik. Food hygiene baik.
Riwayat Perkembangan
Usia Motorik kasar Motorik halus Sosialisasi Bicara
(bulan)

1-3 Tangan kaki gerak aktif Ikuti gerak benda Senyum spontan Mengeluarkan suara

3-6 Angkat kepala 900 Memindahkan benda Senyum spontan Cooing, ketawa

6-9 Duduk, belajar berdiri Makan kue sendiri Ciluk ba Babbling

9-12 Berjalan dituntun Genggam erat pensil Kenal keluarga 2-3 suku kata tanpa arti

12-18 Berdiri sendiri Menumpuk 2 kubus Cemburu/bersaing ibu “mama”

Kesimpulan :
Perkembangan motorik kasar, mototrik halus, bicara, dan sosial sesuai usia.
Riwayat Perkembangan

Kesimpulan :
Perkembangan menurut KIA sesuai usia.
Riwayat Imunisasi

Kesimpulan :
Imunisasi dasar menurut Kemenkes terpenuhi sesuai usia.
Faktor Risiko
Faktor Risiko Kejang Demam
1. Usia kurang dari 5 tahun
2. Demam
Faktor Risiko selulitis
3. Terdapat risiko penularan infeksi kulit dalam
keluarga
Pemeriksaan Fisik
(Status present saat di bangsal Cempaka tanggal 17 Mei 2023)
● Keadaan umum : sakit sedang Antropometrik & Status Gizi
● Kesadaran : komposmentis BB : 8.6 kg
PB : 78 cm
Tanda vital
Tekanan darah : 90/50 mmHg ● WAZ : 0 s/d -2 (normoweight)
Nadi : 112x/menit, regular, isi dan ● HAZ : 0 s/d -2 (normoheight)
tekanan cukup ● WHZ : -2 s/d -1 (gizi baik)
Laju napas : 32x/menit, reguler
Suhu : 39,1 C di IGD Kesimpulan : Status gizi baik
37 C di Cempaka
Grafik Percentil Tinggi Badan
menurut Usia dari CDC
Kesimpulan :
Normocephal
Kepala : mesocephal, UUB menutup (+) Jantung
Wajah : facies colley (-), facies mongoloid (-) I : iktus cordis tak tampak
Mata : ca (-/-), sclera ikterik (-/-), RC (+/+), RK Pa : iktus cordis teraba cukup di SIC
(+/+), pupil isokor (3mm/3mm) V LMCS
Hidung : discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-) Pe : Pengukuran batas jantung tidak
Telinga : discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-) dilakukan
Mulut : sianosis (-), karies dentis (-), mukosa basah A : S1>S2 regular, gallop (-),
(-), faring hiperemis (-), T1-T1 murmur (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), JVD (-), massa (-).
Thoraks : Bentuk dada normal Abdomen
Kulit : ikterik (-), turgor kulit kembali <2dtk I : datar, distensi (-), venektasi (-)
A : BU (+) 20x/menit, bruit (-)
Paru Pe : timpani, pekak alih (-), undulasi
I : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-) (-)
Pa : taktil fremitus sin=dex, krepitasi (-/-), massa (-/-) Pa : supel (+), nyeri tekan (-)
Pe : sonor di seluruh lapang paru Hepar : tak teraba
A : SD vesikular (+/+), ronki basah (-/-), Lien : traube’s space timpani, palpasi lien
wheezing (-/-). tidak teraba
Pemeriksaan Lokalis

Ekstremitas Inferior
Efloresensi :
Makula eritem berbatas tak tegas,
perabaan lebih hangat, nyeri tekan disertai
non pitting oedem, bulla kendur, multipel
ulkus dangkal disertai krusta, dan eskoriasi
pada regio cruris dextra.
Fluktuasi (+) pada regio gastrocnemius
dextra

Panjang eritem 10 cm
STATUS NEUROLOGIS

Atas Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas/aktif Bebas/aktif Bebas/aktif Bebas/aktif
Trofi eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Tonus Normo tonus Normo tonus Normo tonus Normo tonus
Ref.fisiologis Biceps (+) N Biceps (+) N Patella (+) N Patella (+) N
Triceps (+) N Triceps (+) N Achilles (+) N Achilles (+) N

Ref.patologis Hoffman (-) Hoffman (-) Babinsky (-) Babinsky (-)


Tromner (-) Tromner (-) Oppenheim (-) Oppenheim (-)
Chaddock (-) Chaddock (-)
Klonus - -
Meningeal Sign Kaku kuduk (-), brudzinki I, II, III, IV (-), laseque (-), kernig (-)

Sensibilitas Normal Normal Normal Normal


Akral hangat hangat hangat hangat
Kesimpulan Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik
● Kejang demam simpleks
● Selulitis regio cruris dextra
● Ektima
Pemeriksaan Penunjang
Hematologi HASIL NILAI NORMAL Kimia Klinik HASIL NILAI NORMAL
Hemoglobin 11.0 10.8-12.8 g/dL GDS 198 H 80-150 mg/dL
Leukosit 16.450 H 3.60-14.00 103/uL
Trombosit 223 150-400 103/uL
Hematokrit 31.6 35.0-43.0 %
Eritrosit 4.28 3.90-5.60 106/uL
MCH 23.1 23.0-31.0 Pg
MCHC 31.3 26.0-34.0 g/dL
MCV 73.8 73.0-101.0 fL
Diff count
Eosinofil 1 1-4 %
Basofil 0 0-1 %
Stab 0L 2-6 %
Segmen 46 L 50-70 %
Limfosit 41 H 20-40%

Monosit 12 H 2-8%

Kesan : leukositosis, shift to Right dominasi segmen.


Resume
Anamnesis

● Anak perempuan usia 1 tahun 5 bulan BB 8.6 kg.

● Kejang pertama kali tipe tonik-klonik 1x dalam 24 jam


durasi 10 menit

● 1 hari sebelum kejang, didahului demam yang tinggi secara


bertahap.

● Sejak 10 hari terakhir pasien mengalami keluhan di kulit


awalnya gatal bernanah menjadi keropeng kemudian
bengkak kemerahan

● Terdapat risiko penularan infeksi kulit dalam keluarga


Resume
Pemeriksaan Fisik

• Suhu tubuh febril 39 derajat celcius saat kejang

• Kejang umum tipe tonik-klonik.

• Odem eritem pada regio cruris dextra

Pemeriksaan Penunjang

• Leukositosis
Daftar Masalah
Sindrom I Sindrom II
● Kejang pertama kali. ● Status gizi baik
● Kejang umum tipe tonik-klonik
durasi 10 menit, tidak berulang
dalam 24jam, tidak disertai
penurunan kesadaran.
● Kejang didahului demam
● Demam hari pertama febril 39 C
saat kejang
● Bengkak kemerahan di tungkai
bawah kanan
● Leukositosis
Diagnosis

Kejang demam simplex


Febris et causa selulitis

Diagnosis Banding
Meningoensefalitis
Epilepsi

Erisipelas
Abses
Dermatitis kontak
Tatalaksana
Primary and secondary survey clear

Medikamentosa

● IVFD D5½NS 10tpm makro


● Inj. Seftriakson 500 mg/24jam (skin test)
● Inj Metronidazol 100mg/6jam (Skin test)
● Inj. Parasetamol 100 mg/6jam
● Inj. Diazepam 2.5 mg, kec. 2mg/menit, hanya bila kejang.
● Inj. Dexametason 2mg/8jam
● PO Diazepam 0.8 mg/ 8 jam
● Asam Fusidat cream 2% diberikan pada luka keropeng setiap 12jam
Non Medikamentosa

● Konsul spesialis bedah advis Insisi drainase namun dalam kasus ini orang tua pasien
menolak dan memilih untuk dilakukan pengobatan konservatif

Edukasi

● Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya mempunya prognosis baik.


● Memberitahukan cara penanganan kejang.
● Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
● Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi
harus diingat adanya efek samping obat.
● Pencegahan kejang bila anak demam.
Prognosis

Quo ad vitam Quo ad sanationam Quo ad functionam

Bonam Dubia ad bonam Bonam


Follow up

Tanggal 18 Mei 2023

S Demam (-), kejang (-), bengkak di kaki kanan berkurang, merah (+), kaki teraba tidak
hangat lagi

O Kesadaran : Allert Pemeriksaan lokalis : oedem eritem berkurang, perabaan


RR 30x/menit suhu cruris dextra sama dengan kontralateral. nyeri tekan
S 37 disertai bulla kendur, multipel ulkus dangkal disertai krusta,
HR 96x/menit dan eskoriasi pada regio cruris dextra.
Fluktuasi (+) pada regio gastrocnemius dextra

Panjang eritem 10 cm
A KDS
Sellulitis
P IVFD D5½NS 10tpm makro
Inj. Seftriakson 500 mg/24jam (skin test)
Inj Metronidazol 100mg/6jam (Skin test)
Inj. Parasetamol 100 mg/6jam
Inj. Diazepam 2.5 mg, kec. 2mg/menit, hanya bila kejang.
Inj. Dexametason 2mg/8jam
PO Diazepam 0.8 mg diulang tiap 8 jam
Asam fusidat cream 2% diberikan pada luka keropeng setiap 12jam
Follow up

Tanggal 19 Mei 2023

S Demam (-), kejang (-), bengkak di kaki kanan berkurang, merah (+) berkurang, kaki
teraba tidak hangat lagi

O Kesadaran : Allert Pemeriksaan lokalis : oedem eritem berkurang, perabaan


RR 28x/menit suhu cruris dextra sama dengan kontralateral. nyeri tekan (-)
S 36.4 bulla (-), multipel ulkus dangkal disertai krusta, dan eskoriasi
HR 98x/menit pada regio cruris dextra.
Fluktuasi (+) pada regio gastrocnemius dextra

Panjang eritem 7.5 cm


A KDS
Sellulitis
P IVFD D5½NS 10tpm makro Pasien pulang atas permintaan sendiri
Inj. Seftriakson 500 mg/24jam (skin test) Obat pulang :
Inj Metronidazol 100mg/6jam (Skin test) PO Cefixime syr ½ cth/ 12jam
Inj. Parasetamol 100 mg/6jam PO Metronidazol syr 3/4 cth/ 6jam
Inj. Diazepam 2.5 mg, kec. 2mg/menit, hanya
bila kejang.
Inj. Dexametason 2mg/8jam
PO Diazepam 0.8 mg diulang tiap 8 jam
Asam fusidat cream 2% diberikan pada luka
keropeng setiap 12jam
Kejang
Demam.
Definisi
● Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada 2-5% anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun yang mengalami kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 C,
dengan metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses
intrakranial.
● Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan elektrolit atau
metabolik lainnya.
● Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya maka tidak disebut sebagai kejang
demam.
● Anak berumur antara 1-6 bulan masih dapat mengalami kejang demam, namun jarang
sekali. National Institute of Health (1980) menggunakan batasan lebih dari 3 bulan,
sedangkan Nelson dan Ellenberg (1978), serta ILAE (1993) menggunakan batasan usia
lebih dari 1 bulan. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan mengalami kejang didahului
demam, pikirkan kemungkinan lain, terutama infeksi susunan saraf pusat.
● Bayi berusia kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan
termasuk dalam kejang neonatus
(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016)
Klasifikasi

KDS KDK
● Lama > 15 menit
● Berlangsung singkat < 15 menit
● Kejang fokal atau umum
● Berbentuk umum tonik dan atau
didahului kejang parsial
klonik tanpa gerakan fokal
● Berulang >1x dalam 24 jam
● Tidak berulang dalam 24 jam

(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016)

KASUS :
Kejang 1x durasi 10menit tidak berulang dalam 24 jam, tanpa penurunan kesadaran. Kejang umum tipe tonik-
klonik
Faktor Risiko
1. Demam oleh karena : (1) Tonsilofaringitis akut; (2) ISPA; (3) Otitis media; (4)
Pneumonia; (5) Gastroenteritis; (6) Infeksi saluran kemih. Demam
menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat.
2. Umur, 85% kejang pertama berumur 4 tahun, terbanyak antara 17-23 bulan.
3. Genetik, diturunkan secara autosomal dominan.
4. Faktor prenatal dan perinatal.
5. Imaturitas otak dan termoregulator.

(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016; Soetomenggolo, T. S.


2000)
KASUS :
Demam disebabkan infeksi pada kulit
Usia 17 bulan saat kejang pertama kali
Anamnesis
Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, dan lama kejang.

• Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan


anak paska kejang, penyebab di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala
infeksi saluran nafas akut/ ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media
akut/OMA, dll).
• Riwayat perkembangan, riwayat kejang demam, dan epilepsi dalam
keluarga
• Singkirkan penyebab kejang yang lain (misalnya diare/muntah yang
mengakibatkan gangguan elektrolit, sesak yang mengakibatkan
hipoksemia, asupan kurang yang dapat menyebabkan hipoglikemia,
hipertensi menyebabkan ensefalopati hipertensi)
Pemeriksaan Fisik
• Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran,
• suhu tubuh: apakah terdapat demam.
• Tanda rangsang meningeal: Kaku kuduk, Brudzinski I dan II,
Kernique, Laseque.
• Pemeriksaan nervus kranial.
• Tanda peningkatan tekanan intrakranial: Ubun-ubun besar menonjol
(UUB), pupil edema.
• Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, ISK, OMA, dan lain-lain.
• Pemeriksaan neurologis: Tonus, motorik, reflek fisiologis, dan reflek
patologis.
(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016)

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium mengidentifikasi penyebab. Meliputi darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak
dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana
dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
3. EEG, tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan bersifat fokal untuk
menentukan focus kejang di otak.
4. Pencitraaan, Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana kecuali ada kelainan neurologis menetap, seperti hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.
Penatalaksanaan
1. Putus Kejang
2. Antipiretik
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
3. Antikonvulsan
Profilaksis Intermitten, diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko :
● Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
● Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
● Usia <6 bulan
● Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
● Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat

Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5
mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
KASUS :
Pada kasus ini tidak memerlukan profilaksis intermitten
Profilaksis Rumatan
● Kejang fokal
● Kejang lama >15 menit
● Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.

Obat yang diberikan :


- Asam valproate 15-40 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. ESO : Anak < 2 tahun
menyebabkan gangguan fungsi hati
- Fenobarbital 3-4 mg/kg/hari dibagi dalam 1-2 dosis. ESO : gangguan belajar dan
kesulitan belajar.

Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk kejang


demam tidak membutuhkan tapering off, namun dilakukan pada saat anak tidak sedang
demam.
KASUS :
Pada kasus ini tak memenuhi kriteria profilaksis rumatan.
Indikasi rawat inap
● KDK
● Hiperpireksia
● Usia < 6 bulan
● Kejang demam pertama kali
● Terdapat kelainan neurologis

(PPM IDAI, 2009)


KASUS :
Pada kasus ini memerlukan rawat inap karena kejang demam pertama kali.
Edukasi pada orang tua
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi setiap orangtua. Pada saat kejang, sebagian besar
orangtua beranggapan bahwa anaknya akan meninggal. Kecemasan tersebut harus dikurangi dengan cara
diantaranya:
1. Meyakinkan orangtua bahwa kejang demam umumnya mempunyai prognosis baik.
2. Memberitahukan cara penanganan kejang.
3. Memberikan informasi mengenai kemungkinan kejang kembali.
4. Pemberian obat profilaksis untuk mencegah berulangnya kejang memang efektif, tetapi harus diingat
adanya efek samping obat.

Vaksinasi
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak dengan riwayat kejang
demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian kejang demam
pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin MMR
adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan tersebut, dianjurkan pemberian diazepam intermiten
dan parasetamol profilaksis.

(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016)


Saat anak kejang dirumah…
1. Tetap tenang dan tidak panik.
2. Longgarkan pakaian yang ketat terutama di sekitar leher.
3. Bila anak tidak sadar, posisikan anak miring. Bila terdapat muntah, bersihkan muntahan atau lendir di
mulut atau hidung.
4. Walaupun terdapat kemungkinan (yang sesungguhnya sangat kecil) lidah tergigit, jangan memasukkan
sesuatu kedalam mulut.
5. Ukur suhu, observasi, dan catat bentuk dan lama kejang.
6. Tetap bersama anak selama dan sesudah kejang.
7. Berikan diazepam rektal bila kejang masih berlangsung lebih dari 5 menit. Jangan berikan bila kejang
telah berhenti. Diazepam rektal hanya boleh diberikan satu kali oleh orangtua.
8. Bawa ke dokter atau rumah sakit bila kejang berlangsung 5 menit atau lebih, suhu tubuh lebih dari 40
derajat Celsius, kejang tidak berhenti dengan diazepam rektal, kejang fokal, setelah kejang anak tidak sadar,
atau terdapat kelumpuhan.

(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016)


Prognosis
Prognosis kejang demam secara umum sangat baik. Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap
normal pada pasien yang sebelumnya normal. Kelainan neurologis dapat terjadi pada kasus kejang lama atau kejang
berulang, baik umum maupun fokal. Hal tersebut menegaskan pentingnya terminasi kejang demam yang berpotensi menjadi
kejang lama.

Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%.

(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016)


Faktor risiko menjadi epilepsi di kemudian hari adalah:
1. Terdapat kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung
4. Kejang demam sederhana yang berulang 4 episode atau lebih dalam satu tahun.
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%, kombinasi dari
faktor risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-49%. Kemungkinan
menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumatan pada kejang demam.

(UKK NEUROLOGI IDAI, 2016)


Selulitis
Definisi
Selulitis termasuk skin and soft-tissue infection (SSTI) meliputi pioderma
profunda di lapisan dermis dan jaringan subkutan (Lipworth et al., 2012; Stevens
et al., 2016)

Etiologi
1. Staphylococcus aureus
2. Streptococcus β-hemolytic grup A
Diagnosis
Anamnesis

- Riwayat luka sebelumnya


- Didahului gejala prodromal malaise dan demam
- Keluhan kemerahan yang meluas dengan cepat, bengkak dan nyeri
Pemeriksaan Fisik

- Selulitis bermanifestasi klinis berupa makula eritematosa tidak berbatas tegas antara lesi dan
kulit normal
- nyeri tekan
- Lesi mengenai area yang lebih dalam, disertai indurasi, fluktuasi, dan seringkali juga
didapatkan krepitasi pada palpasi.
- Pada beberapa kasus selulitis, dapat terjadi bula atau nekrosis yang akan menimbulkan
pelepasan epidermal dan erosi superfisial.
- Limfadenopati regional dapat terjadi pada selulitis di ekstremitas (James et al., 2011;
Lipworth et al., 2012; Stevens et al., 2016).
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah : Leukositosis, peningkatan laju endap darah (LED), C-
reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk.
b. Kultur darah atau spesimen eksudat/erosi/ulcus dengan uji resistensi antibiotik
c. Pewarnaan gram sangat membantu dalam identifikasi morfologi bakteri.
d. Lain : USG dapat memperjelas adanya abses
Tatalaksana
Topikal
• Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan permanganas kalikus 1/5000, asam
salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan povidon iodine 1%; dilakukan 3 kali sehari masing-
masing ½-1 jam selama keadaan akut.
• Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2% Dioleskan
2-3 kali sehari, selama 7-10 hari.

Sistemik: minimal selama 7 hari


Lini pertama:
• Kloksasilin/dikloksasilin 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
• Amoksisilin dan asam klavulanat 25 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis
• Sefaleksin: 25-50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis
Kasus yang berat, disertai infeksi sitemik atau infeksi di daerah berbahaya (misalnya
maksila), antibiotik diberikan parenteral.
• Nafcillin 100-150 mg/kgBB/hari terbagi dalam 4 dosis.
• Penisilin G 60-100.000 unit/kgBB tiap 6 jam.
• Cefazolin IV anak: 50 mg/kgbb/hari dibagi dalam 3 dosis.
• Ceftriaxone IV 50 mg/kgBB/hari 1 kali/hari.

Apabila terdapat/dicurigai ada methycillin resistant Staphylococcus aureus (MRSA) pada


infeksi berat:
• vankomisin 15 mg/kgBB IV tiap 6 jam. Selama 7-14 hari
• Linezolid 10 mg/kgBB oral atau intravena tiap 8 jam.
• Klindamisin IV 10-13 mg/kgBB tiap 6-8 jam.

Kasus rekuren, diberikan antibiotik berdasarkan hasil kultur dan resistensi

Apabila lesi abses besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan insisi dan drainase.
Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai