Pembimbing :
dr. Fenty Karuniawati, Sp. A., M.Si.Med.
Disusun oleh :
Maulita Zulfiani
1 hari SMRS Saat pagi hari muncul kemerahan yang merata di sekitar keropeng.
Pasien mulai mengalami demam sejak tanggal 15 Mei pukul 13.00.
demam turun dengan penurun panas kemudian naik kembali setelah
kurang lebih 4 jam.
Hari masuk rumah Pada dini hari kaki pasien mulai membengkak dan terasa nyeri bila
sakit ditekan sehingga pasien rewel.
Saat pagi hari sekira pukul 10.00 orang tua pasien berencana untuk
memeriksakan ke bidan desa namun dalam perjalanan pasien
mengalami kejang sehingga disarankan oleh bidan untuk segera dibawa
ke RS
Riwayat Penyakit Dahulu
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Pasien
1 tahun 5 bulan
BB 8.6 kg
Riwayat makanan
0 – 6 bulan ASI eksklusif setiap 2 jam 15-30 menit setiap kali
6 – 9 bulan ASI, MPASI bubur (nasi, sayur, telur/ikan/daging/ayam) 2-3 kali sehari (1
mangkuk habis), snek buah
9 – 12 bulan ASI, MPASI kasar (nasi, sayur, telur/ikan/daging/ayam) 3 kali sehari (1
mangkuk habis). Snek roti, buah, biscuit
1 tahun- Nasi 1/2 centong, sayur, daging (menu tidak menentu) 3 kali sehari,
sekarang selingan biskuit, roti, ciki dan susu kotak 1-2 x/hari jika meminta saja,
pasien cuci tangan sebelum makan
Kesimpulan :
Kuantitas dan kualitas riwayat makanan baik. Food hygiene baik.
Riwayat Perkembangan
Usia Motorik kasar Motorik halus Sosialisasi Bicara
(bulan)
1-3 Tangan kaki gerak aktif Ikuti gerak benda Senyum spontan Mengeluarkan suara
3-6 Angkat kepala 900 Memindahkan benda Senyum spontan Cooing, ketawa
9-12 Berjalan dituntun Genggam erat pensil Kenal keluarga 2-3 suku kata tanpa arti
Kesimpulan :
Perkembangan motorik kasar, mototrik halus, bicara, dan sosial sesuai usia.
Riwayat Perkembangan
Kesimpulan :
Perkembangan menurut KIA sesuai usia.
Riwayat Imunisasi
Kesimpulan :
Imunisasi dasar menurut Kemenkes terpenuhi sesuai usia.
Faktor Risiko
Faktor Risiko Kejang Demam
1. Usia kurang dari 5 tahun
2. Demam
Faktor Risiko selulitis
3. Terdapat risiko penularan infeksi kulit dalam
keluarga
Pemeriksaan Fisik
(Status present saat di bangsal Cempaka tanggal 17 Mei 2023)
● Keadaan umum : sakit sedang Antropometrik & Status Gizi
● Kesadaran : komposmentis BB : 8.6 kg
PB : 78 cm
Tanda vital
Tekanan darah : 90/50 mmHg ● WAZ : 0 s/d -2 (normoweight)
Nadi : 112x/menit, regular, isi dan ● HAZ : 0 s/d -2 (normoheight)
tekanan cukup ● WHZ : -2 s/d -1 (gizi baik)
Laju napas : 32x/menit, reguler
Suhu : 39,1 C di IGD Kesimpulan : Status gizi baik
37 C di Cempaka
Grafik Percentil Tinggi Badan
menurut Usia dari CDC
Kesimpulan :
Normocephal
Kepala : mesocephal, UUB menutup (+) Jantung
Wajah : facies colley (-), facies mongoloid (-) I : iktus cordis tak tampak
Mata : ca (-/-), sclera ikterik (-/-), RC (+/+), RK Pa : iktus cordis teraba cukup di SIC
(+/+), pupil isokor (3mm/3mm) V LMCS
Hidung : discharge (-/-), napas cuping hidung (-/-) Pe : Pengukuran batas jantung tidak
Telinga : discharge (-/-), nyeri tekan tragus (-/-) dilakukan
Mulut : sianosis (-), karies dentis (-), mukosa basah A : S1>S2 regular, gallop (-),
(-), faring hiperemis (-), T1-T1 murmur (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), JVD (-), massa (-).
Thoraks : Bentuk dada normal Abdomen
Kulit : ikterik (-), turgor kulit kembali <2dtk I : datar, distensi (-), venektasi (-)
A : BU (+) 20x/menit, bruit (-)
Paru Pe : timpani, pekak alih (-), undulasi
I : gerakan dinding dada simetris, retraksi (-/-) (-)
Pa : taktil fremitus sin=dex, krepitasi (-/-), massa (-/-) Pa : supel (+), nyeri tekan (-)
Pe : sonor di seluruh lapang paru Hepar : tak teraba
A : SD vesikular (+/+), ronki basah (-/-), Lien : traube’s space timpani, palpasi lien
wheezing (-/-). tidak teraba
Pemeriksaan Lokalis
Ekstremitas Inferior
Efloresensi :
Makula eritem berbatas tak tegas,
perabaan lebih hangat, nyeri tekan disertai
non pitting oedem, bulla kendur, multipel
ulkus dangkal disertai krusta, dan eskoriasi
pada regio cruris dextra.
Fluktuasi (+) pada regio gastrocnemius
dextra
Panjang eritem 10 cm
STATUS NEUROLOGIS
Atas Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Bebas/aktif Bebas/aktif Bebas/aktif Bebas/aktif
Trofi eutrofi eutrofi eutrofi eutrofi
Tonus Normo tonus Normo tonus Normo tonus Normo tonus
Ref.fisiologis Biceps (+) N Biceps (+) N Patella (+) N Patella (+) N
Triceps (+) N Triceps (+) N Achilles (+) N Achilles (+) N
Monosit 12 H 2-8%
Pemeriksaan Penunjang
• Leukositosis
Daftar Masalah
Sindrom I Sindrom II
● Kejang pertama kali. ● Status gizi baik
● Kejang umum tipe tonik-klonik
durasi 10 menit, tidak berulang
dalam 24jam, tidak disertai
penurunan kesadaran.
● Kejang didahului demam
● Demam hari pertama febril 39 C
saat kejang
● Bengkak kemerahan di tungkai
bawah kanan
● Leukositosis
Diagnosis
Diagnosis Banding
Meningoensefalitis
Epilepsi
Erisipelas
Abses
Dermatitis kontak
Tatalaksana
Primary and secondary survey clear
Medikamentosa
● Konsul spesialis bedah advis Insisi drainase namun dalam kasus ini orang tua pasien
menolak dan memilih untuk dilakukan pengobatan konservatif
Edukasi
S Demam (-), kejang (-), bengkak di kaki kanan berkurang, merah (+), kaki teraba tidak
hangat lagi
Panjang eritem 10 cm
A KDS
Sellulitis
P IVFD D5½NS 10tpm makro
Inj. Seftriakson 500 mg/24jam (skin test)
Inj Metronidazol 100mg/6jam (Skin test)
Inj. Parasetamol 100 mg/6jam
Inj. Diazepam 2.5 mg, kec. 2mg/menit, hanya bila kejang.
Inj. Dexametason 2mg/8jam
PO Diazepam 0.8 mg diulang tiap 8 jam
Asam fusidat cream 2% diberikan pada luka keropeng setiap 12jam
Follow up
S Demam (-), kejang (-), bengkak di kaki kanan berkurang, merah (+) berkurang, kaki
teraba tidak hangat lagi
KDS KDK
● Lama > 15 menit
● Berlangsung singkat < 15 menit
● Kejang fokal atau umum
● Berbentuk umum tonik dan atau
didahului kejang parsial
klonik tanpa gerakan fokal
● Berulang >1x dalam 24 jam
● Tidak berulang dalam 24 jam
KASUS :
Kejang 1x durasi 10menit tidak berulang dalam 24 jam, tanpa penurunan kesadaran. Kejang umum tipe tonik-
klonik
Faktor Risiko
1. Demam oleh karena : (1) Tonsilofaringitis akut; (2) ISPA; (3) Otitis media; (4)
Pneumonia; (5) Gastroenteritis; (6) Infeksi saluran kemih. Demam
menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat.
2. Umur, 85% kejang pertama berumur 4 tahun, terbanyak antara 17-23 bulan.
3. Genetik, diturunkan secara autosomal dominan.
4. Faktor prenatal dan perinatal.
5. Imaturitas otak dan termoregulator.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium mengidentifikasi penyebab. Meliputi darah perifer, elektrolit, dan gula
darah.
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau menyingkirkan
kemungkinan meningitis. Berdasarkan bukti-bukti terbaru, saat ini pemeriksaan pungsi lumbal tidak
dilakukan secara rutin pada anak berusia <12 bulan yang mengalami kejang demam sederhana
dengan keadaan umum baik.
Indikasi pungsi lumbal (level of evidence 2, derajat rekomendasi B):
1. Terdapat tanda dan gejala rangsang meningeal
2. Terdapat kecurigaan adanya infeksi SSP berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis
3. Dipertimbangkan pada anak dengan kejang disertai demam yang sebelumnya telah mendapat
antibiotik dan pemberian antibiotik tersebut dapat mengaburkan tanda dan gejala meningitis.
3. EEG, tidak diperlukan untuk kejang demam, kecuali apabila bangkitan bersifat fokal untuk
menentukan focus kejang di otak.
4. Pencitraaan, Pemeriksaan neuroimaging (CT scan atau MRI kepala) tidak rutin dilakukan pada anak
dengan kejang demam sederhana kecuali ada kelainan neurologis menetap, seperti hemiparesis atau
paresis nervus kranialis.
Penatalaksanaan
1. Putus Kejang
2. Antipiretik
Dosis parasetamol yang digunakan adalah 10-15 mg/kg/kali diberikan tiap 4-6 jam.
Dosis ibuprofen 5-10 mg/kg/kali, 3-4 kali sehari.
3. Antikonvulsan
Profilaksis Intermitten, diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor
risiko :
● Kelainan neurologis berat, misalnya palsi serebral
● Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
● Usia <6 bulan
● Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius
● Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh
meningkat dengan cepat
Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kg/kali per oral atau rektal 0,5 mg/kg/kali (5
mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan >12 kg), sebanyak 3 kali sehari,
dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali. Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam
pertama demam. Perlu diinformasikan pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat
menyebabkan ataksia, iritabilitas, serta sedasi.
KASUS :
Pada kasus ini tidak memerlukan profilaksis intermitten
Profilaksis Rumatan
● Kejang fokal
● Kejang lama >15 menit
● Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang, misalnya palsi
serebral, hidrosefalus, hemiparesis.
Vaksinasi
Sampai saat ini tidak ada kontraindikasi untuk melakukan vaksinasi pada anak dengan riwayat kejang
demam. Kejang setelah demam karena vaksinasi sangat jarang. Angka kejadian kejang demam
pascavaksinasi DPT adalah 6-9 kasus per 100.000 anak yang divaksinasi, sedangkan setelah vaksin MMR
adalah 25-34 kasus per 100.000 anak. Pada keadaan tersebut, dianjurkan pemberian diazepam intermiten
dan parasetamol profilaksis.
Kejang demam akan berulang kembali pada sebagian kasus. Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah:
1. Riwayat kejang demam atau epilepsi dalam keluarga
2. Usia kurang dari 12 bulan
3. Suhu tubuh kurang dari 39 derajat Celsius saat kejang
4. Interval waktu yang singkat antara awitan demam dengan terjadinya kejang.
5. Apabila kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Bila seluruh faktor tersebut di atas ada, kemungkinan berulangnya kejang demam adalah 80%, sedangkan bila tidak
terdapat faktor tersebut kemungkinan berulangnya kejang demam hanya 10-15%.
Etiologi
1. Staphylococcus aureus
2. Streptococcus β-hemolytic grup A
Diagnosis
Anamnesis
- Selulitis bermanifestasi klinis berupa makula eritematosa tidak berbatas tegas antara lesi dan
kulit normal
- nyeri tekan
- Lesi mengenai area yang lebih dalam, disertai indurasi, fluktuasi, dan seringkali juga
didapatkan krepitasi pada palpasi.
- Pada beberapa kasus selulitis, dapat terjadi bula atau nekrosis yang akan menimbulkan
pelepasan epidermal dan erosi superfisial.
- Limfadenopati regional dapat terjadi pada selulitis di ekstremitas (James et al., 2011;
Lipworth et al., 2012; Stevens et al., 2016).
Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium darah : Leukositosis, peningkatan laju endap darah (LED), C-
reactive protein (CRP) yang positif, merupakan indikator non-spesifk.
b. Kultur darah atau spesimen eksudat/erosi/ulcus dengan uji resistensi antibiotik
c. Pewarnaan gram sangat membantu dalam identifikasi morfologi bakteri.
d. Lain : USG dapat memperjelas adanya abses
Tatalaksana
Topikal
• Bila banyak pus atau krusta: kompres terbuka dengan permanganas kalikus 1/5000, asam
salisilat 0,1%, rivanol 1‰, larutan povidon iodine 1%; dilakukan 3 kali sehari masing-
masing ½-1 jam selama keadaan akut.
• Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat 2%, mupirosin 2% Dioleskan
2-3 kali sehari, selama 7-10 hari.
Apabila lesi abses besar, nyeri, disertai fluktuasi, dilakukan insisi dan drainase.
Terima kasih