(Gastroenteritis Akut)
Pembimbing :
dr. Roro Rukmi, M.Kes., Sp.A
dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A
Oleh:
Azzren Virgita Pasya, S.Ked
Fauziah Lubis, S.Ked
M. Marliando Satria PC, S.Ked
1
BAB I
STATUS PENDERITA
Anamnesis
Alloanamnesis dari Ibu Pasien
IDENTITAS PASIEN
Ayah
Nama : Tn. R
Umur : 31 Tahun
Pekerjaan : Pegawai
Pendidikan : SMA
Ibu
Nama : Ny. IS
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA
ANAMNESIS
1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami BAB cair berampas
sebanyak 2x, volume tiap BAB kurang lebih 1 gelas belimbing. BAB disertai
lendir namun tidak disertai darah. Keluhan disertai muntah setiap kali makan dan
2
minum susu. Keluhan tidak disertai demam, batuk, pilek, maupun penyakit lain
seperti campak atau infeksi saluran THT.
Pagi hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam. Demam tidak
begitu tinggi (ibu pasien tidak memiliki termometer untuk mengukur suhu),
demam dirasakan terus menerus, dan tidak turun walaupun sudah diberikan obat
penurun panas (ibu lupa nama obatnya). Keluhan demam disertai dengan muntah
setiap diberi makan. Muntah sebanyak kurang lebih seperempat gelas belimbing.
Muntah berwarna putih, dan terdapat sisa makanan. Pasien juga mengalami BAB
cair sebanyak 4 kali. BAB tidak berampas, tidak berdarah, namun berlendir. Ibu
pasien tidak mengetahui kapan pasien terakhir kali BAK, namun ibu pasien
menyatakan mengganti pampers 2 jam sebelum masuk rumah sakit dan isinya
penuh. Anus pasien tidak merah.
Ibu pasien mengatakan anaknya agak rewel namun masih sadar sepenuhnya. Ibu
pasien memberikan makanan dan minuman seperti biasa, pasien masih mau
minum susu namun nafsu makannya menurun. Pasien kemudian dibawa ibunya
ke RSAM untuk mendapatkan terapi.
Tidak terdapat penyakit pada saat kehamilan. Pasien lahir di bidan, persalinan
normal, usia kehamilan cukup bulan. BBL 2500 gr, PBL 48 cm dan langsung
Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi cukup. Pasien tinggal bersama ayah,
ibu, dan kakaknya. Pendidikan terakhir kedua orangtuanya adalah SMA. Ayah
8. Riwayat Makanan
3
Pasien mendapat ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan. Kemudian sang
ibu mulai menambahkan susu formula pada usia 6 bulan, bubur susu dan nasi tim
sejak usia 8 bulan, dan mulai memberikan makanan dewasa sejak usia kurang
lebih 1 tahun. Ibu pasien mengaku tidak ada riwayat mengganti susu sebelum
9. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B (+), Polio (+), BCG (+), DPT (+), Campak (-)
panjang badan 78 cm dengan berat badan 8 Kg dan lingkar kepala 46 cm. Tidak
bisa makan dengan sendok dan minum dari cangkir sendiri, mengikuti perintah
membuang sampah, namun masih belum bisa memakai baju sendiri. Pasien juga
memiliki relasi yang baik dengan teman seumurnya serta tidak ada riwayat
hambatan perkembangan.
PEMERIKSAAN FISIK
(dilakukan pada perawatan hari pertama tanggal 16 Juli 2017 pukul 16.30)
Status Present
Status Generalis
4
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh :
KEPALA
lidah (-), gusi berdarah (-), karies gigi (-), uvula berada di
abses (-).
LEHER
Bentuk : Simetris
Trachea : Di tengah, tidak ada deviasi
KGB : Tidak teraba pembesaran
THORAKS
JANTUNG
5
Anterior Posterior
Sinistra Dextra Sinistra Dextra
Pergerakan Pergerakan nafas Pergerakan Pergerakan nafas
Inspeksi
nafas = dextra = sinistra nafas = dextra = sinistra
Retraksi (-) Retraksi (-)
Nyeri (-), vokal
Nyeri (-), vokal Nyeri (-), vokal Nyeri (-), vokal
Palpasi fremitus
fremitus normal fremitus normal fremitus normal
normal
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Auskultasi
Ronkhi -/- Ronkhi -/- Ronkhi -/- Ronkhi -/-
ABDOMEN
Inspeksi : Datar, lemas, simetris, ptekie (-), luka (-)
Palpasi : Lemas, massa (-), nyeri (-), asites (-), pembesaran hepar (-),
pembesaran lien (-), ginjal tidak teraba
Perkusi : Timpani, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat 8x / menit
EKSTREMITAS
Superior : Akral dingin, sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 3 detik,
Inferior : Akral dingin, sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 3 detik,
Status Neurologis
A. Motorik
Kekuatan :5|5|5|5
Gerakan : Aktif | Aktif | Aktif | Aktif
Tonus : Normal | Normal | Normal | Normal
Klonus : Tidak ditemukan
Refleks Fisiologis : Biseps (+/+), triseps (+/+), patela (+/+), achilles (+/+)
Refleks patologis : Babinski (-/-), gordon (-/-), gonda (-/-), oppenheim (-/-),
PEMERIKSAAN PENUNJANG
6
A. Hematologi
DIAGNOSIS BANDING
Demam typhoid
DIAGNOSIS KERJA
PENATALAKSANAAN
Dari IGD:
PROGNOSIS
7
RESUME
Seorang anak perempuan berusia 1 tahun 1 bulan dengan berat badan 4,3 kilogram datang
ke RSUD Abdul Moeloek dengan keluhan utama BAB cair 6x sejak 1 hari sebelum
masuk rumah sakit dan keluhan tambahan demam dan muntah. 1 hari sebelum masuk
rumah sakit pasien mengalami BAB cair berampas sebanyak 2x, volume tiap BAB
kurang lebih 1 gelas belimbing. BAB disertai lendir namun tidak disertai darah. Keluhan
disertai muntah setiap kali makan dan minum susu. Keluhan tidak disertai demam, batuk,
pilek, maupun penyakit lain seperti campak atau infeksi saluran THT. Pagi hari sebelum
masuk rumah sakit, pasien mengalami demam. Demam tidak begitu tinggi (ibu pasien
tidak memiliki termometer untuk mengukur suhu), demam dirasakan terus menerus, dan
tidak turun walaupun sudah diberikan obat penurun panas (ibu lupa nama obatnya).
Keluhan demam disertai dengan muntah setiap diberi makan. Muntah sebanyak kurang
lebih seperempat gelas belimbing. Muntah berwarna putih, dan terdapat sisa makanan.
Pasien juga mengalami BAB cair sebanyak 4 kali. BAB tidak berampas, tidak berdarah,
namun berlendir. Ibu pasien tidak mengetahui kapan pasien terakhir kali BAK, namun ibu
pasien menyatakan mengganti pampers 2 jam sebelum masuk rumah sakit dan isinya
penuh. Anus pasien tidak merah. Ibu pasien mengatakan anaknya agak rewel namun
masih sadar sepenuhnya. Ibu pasien memberikan makanan dan minuman seperti biasa,
pasien masih mau minum susu namun nafsu makannya menurun. Pasien kemudian
keluarga memiliki riwayat hipertensi (+), Diabetes Mellitus (-). Tidak terdapat penyakit
pada saat kehamilan. Pasien lahir di bidan, persalinan normal, usia kehamilan cukup
bulan. BBL 2500 gr, PBL 48 cm dan langsung menangis. Pasien merupakan anak kedua.
Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi cukup. Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan
kakaknya. Pendidikan terakhir kedua orangtuanya adalah SMA. Ayah bekerja sebagai
8
pegawai dan Ibu sebagai ibu rumah tangga. Pasien mendapat ASI eksklusif sejak lahir
hingga usia 6 bulan. Kemudian sang ibu mulai menambahkan susu formula pada usia 6
bulan, bubur susu dan nasi tim sejak usia 8 bulan, dan mulai memberikan makanan
dewasa sejak usia kurang lebih 1 tahun. Ibu pasien mengaku tidak ada riwayat mengganti
susu sebelum anaknya sakit, serta anaknya jarang jajan sembarangan di luar. Imunisasi
Hepatitis B (+), Polio (+), BCG (+), DPT (+), Campak (-).
Pemeriksaan fisik pasien dilakukan pada tanggal 28 Juli 2017 dan didapatkan
Keadaan umum baik, tampak sakit ringan, nadi 120x/menit, isi dan tegangan cukup, nafas
56 x/menit, suhu 36,10 C, berat badan 4,3 kg, panjang badan 47 cm dengan status gizi
BB/U normal, PB/ U normal dan BB/PB kesan obesitas. Pemeriksaan status generalis
dalam batas normal, perabaan ekstremitas akral dingin crt < 2 detik, tidak ada tanda –
tanda dehidrasi, dan pemeriksaan status neurologi dalam batas normal. Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan anemia dengan hasil hb 9 g/dL. Sedangkan pada
pemeriksaan kimia darah didapatkan hipoglikemia (GDS 56 mg/dL), hypernatremia (159
mmol/L), hyperkalemia (6,1 mmol/L), hipokalsemia 5,8 mg/dL), hiperchlorida (137
mmol/dL).
FOLLOW UP
Kepala : Normocephal
9
THT: lidah kotor (-), stomatitis (-),
hiperemis(-)
Thorax
I : tidak ada nafas tertinggal,
simetris, massa (-), retraksi (-)
P : DBN
P : Sonor
A: Vesikuler (+/+), BJ I/II
Reguler
Abdomen
I : Datar, tidak ada massa
A : Bu (+) meningkat
P : Timpani
P : Nyeri tekan (-), turgor baik
Ekstremitas:
Akral hangat, sianosis (-), CRT <3”,
turgor baik
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Definisi
Gastroenteritis atau diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3
kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa 11ender
dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering
frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut
diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat
normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara
akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI
secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air
besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti
biasanya. Kadang – kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari,
2.2 Epidemiologi
di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada
anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap
tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.
Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di
Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab
kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4
11
2.3 Cara penularan dan Faktor Resiko
Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui makanan
atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak
memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak
memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana
kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan
penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain
untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman
lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan
faktor genetik.
1. Faktor umur
Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan
antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin
terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau
merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang
2. Infeksi asimtomatik
Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini
12
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja
penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang
menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.
3. Faktor musim
Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub
tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan
diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.
Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat
Vibrio cholera 0,1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan
semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera
0,1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia,
Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun
waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar
di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir
tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi
2.4 Etiologi
Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen
telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 % pada kasus yang datang
disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat
13
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare
pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan
virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non
oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan
dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan
oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.
Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah
sebagai berikut :
14
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-
dan Cryptosporidium. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus
yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan
sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai
tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-
perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis
dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena
Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di
usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus
halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang
sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi
cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak
hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong
keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien
Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,
yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan
seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa
dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak
mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan
elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan
(1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2)
15
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita
terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi
(dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan
penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme
pertahanan hospes nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat
Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan
dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.
Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan
patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat
menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi
sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga
menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah
Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada
Kesulitan makan
Defek Anatomis Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Striktur
Malabsorpsi Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa – galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Endokrinopati Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan Logam Berat
Mushrooms
16
Neoplasma Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Lain –lain Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Gangguan motilitas usus
Pellagra
Anatomi
a. Gaster
Sel-sel epitel di gaster adalah merupakan kelenjar gaster. Terdapat 3 tipe kelenjar
yaitu : cardiac, oxyntic dan pyloric. Cardiac merupakan penghasil mukus yang
yang paling banyak dan didapatkan pada fundus. Tipe ketiga yaitu piloric
merupakan 10% permukaan mukosa gaster, ditandai adanya pits yang dalam. Dua
tipe sel yang utama adalah sel penghasil mukus dan sel penghasil gastrin. Fungsi
gaster terdiri dari asam hidroklorid (HCl), gastrin, pepsinogen, faktor intrinsik,
Merupakan produksi sel tunggal dari berbagai spesies. HCl ini diproduksi oleh
sel parietal. Pada bayi baru lahir, HCl diproduksi dengan cara mengubah-ubah
bahan alkaline amnion yang ditelan hingga dapat mencapai pH lambung kurang
dari 4. Konsentrasi HCl tertinggi terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-10 setelah
lahir dan akan terus meningkat sampai mencapai kadar dewasa pada usia 60
sampai 90 hari. Pada bayi aterm 2 hari pertama setelah lahir, stimulasi sekresi
17
tidak dapat meningkat dengan stimulasi pentagastrin, dan reaksi terhadap bahan-
bahan histamin seperti betazole hidrochloride (histalog) tidak timbul sampai usia
1 bulan. Pentagastrin akan meningkatkan sekresi HCl mulai usia 1 minggu dan
lebih besar pada bayi-bayi aterm daripada yang preterm. Respon stimuli makanan
pada bayi aterm oleh HCl lambung terjadi setelah 2 jam. Sekresi asam lambung
dikendalikan oleh sistem sekresi dan inhibisi. Sistem persarafan gaster ada dua
lapisan otot dan melakukan regulasi fungsi motorik. Sarafsaraf ini terdiri atas 80
sampai 90 % saraf afferen dan 10 sampai 20% saraf efferen. Pleksus mukosal
dan transmiter peptide seperti bombesin, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan
substansi kalium.
Gastrin
Disintesis dan dilepaskan oleh sel endokrin G yang terletak pada antrum gaster.
Sekresi sel G yaitu gastrin secara lokal dihambat oleh somatostatin yang berasal
dari sel D yang letaknya berdekatan dengan sel G. Terdapat 2 bentuk gastrin yaitu
G-17 dan G-34 dimana G-34 mempunyai waktu paruh lebih panjang. Peregangan
ringan pada gaster terutama antrum akan mengaktifkan saraf VIP yang akan
tidak hanya oleh somatostatin, tapi juga oleh sekretin, neurotensin, gastric
inhibitory polypeptide (GIP) dan PGE. Sel-sel somatostatin yang tersebar hingga
melewati usus bekerja sebagai hormon endokrin seperti halnya parakrin yang
18
somatostatin, sehingga terjadi penurunan gastrin dan perlambatan pengosongan
lambung. Sekretin terdapat nyata di usus halus proksimal dan dilepaskan karena
Pepsinogen
Diproduksi oleh sel kepala dan sel mukosa leher fundus, badan dan cardiac
diperantarai oleh cAMP dan dihambat dengan propanolol, tidak oleh atropin atau
intrasel, sedangkan sekretin dan VIP bekerja melalui cAMP. Somatostatin dan
Faktor intrinsik
badan dan fundus gaster. Faktor intrinsik didapatkan pada jaringan gaster fetus
pada usia kehamilan 11 minggu. Sekresi kontinyu sedikit demi sedikit terjadi di
dihambat oleh H2 reseptor antagonis. Pada bayi aterm atau pretem sekresi basal
ini tidak tergantung sekresi asam gestasi atau kelebihan nutrisi enteral. Disosiasi
stimuli pelepasan asam dan faktor intrinsik secara baik terdapat pada usia anak
mulai berjalan. Sekresi faktor ini mendekati kadar dewasa pada usia 3 bulan.
19
Lipase gaster
Aktifitas lipase pada semua usia maksimal di badan gaster dan minimal di
antrum. Meski pH optimun 5.5 tetapi lipase aktif bekerja dalam 1 jam setelah
gaster.
Mukus gaster
Epitel gaster dan sekresi sel mukus pit merupakan gel mukus tak larut air yang
membentuk lapisan kontinyu dan berfungsi protektif. Sintesis mucin dan volume
total mukus meningkat dengan stimuli oleh histamin, acetylcholin dan gastrin.
Mukus bekerja sebagai barier difusi terhadap pepsin luminal dan HCl. Kerusakan
b. Usus halus
Memanjang dari pilorus hingga cecum. Pada neonatus memiliki panjang 275 cm
dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun
atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. Permukaan epitel ini
menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya vilus dan kripta. Vilus berbeda dalam
bentuk dan densitas pada masing-masing regio usus halus. Di duodenum vilus
tersebut lebih pendek, lebih lebar dan lebih sedikit; menyerupai bentuk jari dan
lebih tinggi pada jejunum; serta menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di
pembaharuan epitel. Terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum,
tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan
20
Sel goblet
Merupakan sel penghasil mukus yang terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel
Sel kripta
Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak
paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang
pada membran basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk
Sel Paneth
Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi
sekretori sel panet belum diketahui. Diduga berperan dalam membunuh bakteri
usus.
Sel enteroendokrin
mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, vilus dan kripta usus. Sel
dan somatostatin.
Sel M
c. Usus besar
21
Terdiri atas sekum, appendik, kolon, rektum dan anus. Mukosa usus besar
bertambah dengan adanya plika semilunar yang irreguler dan adanya kripta
tubuler Lieberkuhn. Tidak terdapat vilus pada usus besar. Baik permukaan
mukosa dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit) dan sel goblet
mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek daripada usus halus. Epitel bagian
bawah kripta terdiri atas proliferasi sel kolumnar yang tidak berdiferensiasi, sel
goblet dan sedikit sel endokrin. Morfologi sel goblet dan sel endokrin mirip
seperti pada usus halus. Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian
bawah kripta yang berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya
pembaharuan sel ini berlangsung 3 sampai 8 hari pada manusia. Kripta dikelilingi
oleh sarung fibroblas dalam lamina propria, mengalami proliferasi dan migrasi
secara sinkron dengan migrasi sel epitel. Jumlah total sel terbanyak pada kripta
Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila
gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi
Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion
natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada
muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan
dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling
22
bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat
Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau
dehidrasi berat.
Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain :
hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa
berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan
Bila terdapat demam dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.
Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang
lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum
Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin
disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:
Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak
panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,
menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien
23
kepala
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 x/hari >10 x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu ± Busuk + Tidak Amis khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexia Kejang Sepsis Meteorismus Infeksi -
sistemik
2.7 Diagnosis
1. Anamnesis
Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,
volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai
muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak
kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama
diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis
media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut
jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda
utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda
tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau
tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau
basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.
Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan
24
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat
dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan
dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan
selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,
25
tanda lain tanda lain
4. Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C
26
BAB III
ANALISIS KASUS
Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan Os memiliki beberapa keluhan atau gejala klinis sebagai
berikut:
27
Apakah ada riwayat diare berulang Ya, ditanyakan
Apakah ada riwayat mengganti susu yang diberikan Ya, ditanyakan
Apakah ada penyakit lain yang menyertai (batuk, pilek, Ya, ditanyakan
otitis media, campak)
28
bergetar pada tonik-klonik )
kedua kaki
Klasifikasi kejang demam terdiri atas kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks, berdasarkan anamnesis pada kasus ini dan dibandingkan dengan kriteria
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks dapat ditegakkan kejang
demam kompleks.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus ini dapat disimpulkan sudah tepat karena pemeriksaan
status Present, status generalis, status neurologis (motorik, sensorik, tanda rangsang
meningeal dan otonom) yang yang bisa digunakan untuk penegakan diagnosis penyakit,
menyingkirkan diagnosis banding dan pengobatan kejang telah dilakukan pada kasus ini.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial, hal ini sesuai dengan
pemeriksaan status present follow up ketika terjadi kejang didapatkan suhu 38 oC dan pada
pemeriksaan status neurologis akan didapatkan hasil negative pada refleks patologi dan
tanda-tanda rangsangan meningealnya.
Pemeriksan Penunjang
29
Laboratorium Feses Tidak dilakukan
Pemeriksaan penunjang pada kasus ini dapat disimpulkan sudah tepat karena
dilakukannya pemeriksaan laboratorium atas indikasi demam yakni untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam sedangkan pungsi lumbal, EEG, dan pencitraan tidak
dilakukan dikarenakan pada pasien ini tidak memenuhi criteria indikasi dilakukannya
pemeriksaan tersebut. Pungsi lumbal tidak dilakukan karena kecurigaan kemungkinan
meningitis tidak ada, ditandai dengan rangsal meningeal yang negative. Sedangkan
pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. Sedangkan
indikasi dilakukan pencitraan seperti kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI dan papilledema. Pemeriksaan laboratorium tidak
dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam
antara lain :
No Indikator Hasil
1 Elektrolit Tidak seimbang dapat berpengaruh atau
menjadi predisposisi pada aktivitas
Kejang
2 Glukosa Hipoglikemia ( Normal 80 – 120 g/dl)
3 Ureum / Kreatinin Meningkat ( Ureum normal 10 – 50 mg/dL
dan kreatinin normal = < 1,4 mg/dL)
4 Haemoglobin Bisa Menurun ( Normal 14-18 g/dl, 12-16
g/dl )
30
6. Lacto B 1 sach/12 jam
Pada kasus ini diberikan 18 tetes/menit (mikro) jumlah pemberian tetesan sesuai
dengan kebutuhan cairan perhari, namun pada kasus diberikan 15 tetes/menit
(mikro).
31
Antibiotic
Pemberian antibiotik pada kejang demam bertujuan untuk mengatasi penyakit atau
infeksi yang mendasari terjadinya demam, dikarenakan bakteri penyebab demam
tidak diketahui secara spesiik sehingga diberikan obat antibiotic spectrum luas.
Pada kasus ini terapi antibiotiknya sudah tepat karena diberikan obat antibiotic
spectrum luas yakni cefotaxime dan gentamisin, diberikannya dua kombinasi ini
dikarenakan walaupun keduanya antibiotic spectrum luas . Dosis cefotaxim 50-180
mg/kgBB/hari dapat diberikan 4 kali sehari. Dengan BB 4,3 kg maka cefotaxim
yang dapat diberikan 215-774 mg/hari dengan 4x pemberian namun pada kasus ini
diberikan Inj cefotaxim 250 mg/24 jam. Dosis Gentamisin 5 mg/kgBB/hari, Dengan
BB 4,3 kg maka Gentamisin yang dapat diberikan 21,5 mg/hari pemberian namun
pada kasus ini diberikan Inj Gentamisin 16mg/24 jam sehingga Indikasi
pemberian cefotaxim dan gentamisin sudah sesuai namun dosis yang diberikan
pada kasus ini belum sesuai.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intra rektal. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya
sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB ≤ 10 kg) atau 10 mg(BB ≥ 10 kg) bila
kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. BB pasien 4,3 kg
berarti kurang dari 10 kg sehingga pada kasus ini sesuai dengan pemberian
diazepam sup 5mg bila terjadi kejang.
32
Dosis rumatan fenitoin 4-8mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. BB pasien
4,3 kg x 8mg = 34.4mg/ hari dibagi dalam 2 dosis.Indikasi dan dosis pemberian
fenitoin sudah tepat dalam kasus ini.
33
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Latief, et all. 2009. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2.
Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. 1987. Factors prognostic of unprovoked
Arif, Mansjoer. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,
Jakarta.
Frank J. Domino, MD. 2008. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department
Hassan Ruspeno, et all. 2007. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid
II. Ed.11. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
Hudak, C.M. dan Gallo, B.M. 1996. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik
(Critical Care Nursing: A Holistic Approach) edisi VI, volume II. Jakarta: EGC
Kee JL. 2007. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC
Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.
34
Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. 2002. Dalam: Baram TZ,
35