Anda di halaman 1dari 35

CASE REPORT

(Gastroenteritis Akut)

Pembimbing :
dr. Roro Rukmi, M.Kes., Sp.A
dr. Murdoyo Rahmanoe, Sp.A

Oleh:
Azzren Virgita Pasya, S.Ked
Fauziah Lubis, S.Ked
M. Marliando Satria PC, S.Ked

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

1
BAB I
STATUS PENDERITA

No. Rekam Medik : 00.52.34.64


Masuk RSAM : 16 Juli 2017

Anamnesis
Alloanamnesis dari Ibu Pasien

IDENTITAS PASIEN

Nama : An. APP


Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 01 November 2015
Umur : 1 tahun 11 bulan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Jln. Samratulangi no. 12, Kedaton, Bandar Lampung

IDENTITAS ORANG TUA

Ayah

Nama : Tn. R
Umur : 31 Tahun
Pekerjaan : Pegawai
Pendidikan : SMA

Ibu

Nama : Ny. IS
Umur : 28 Tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan : SMA

ANAMNESIS

Dilakukan secara alloanamnesis pada tanggal 16/10/2017 dengan ibu pasien.

1. Keluhan Utama : BAB cair 6x sejak 1 hari sebelum masuk rumah


sakit
2. Keluhan Tambahan : Demam dan muntah
3. Riwayat penyakit sekarang : (aloanamnesis dengan ibu pasien)

1 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami BAB cair berampas
sebanyak 2x, volume tiap BAB kurang lebih 1 gelas belimbing. BAB disertai
lendir namun tidak disertai darah. Keluhan disertai muntah setiap kali makan dan

2
minum susu. Keluhan tidak disertai demam, batuk, pilek, maupun penyakit lain
seperti campak atau infeksi saluran THT.
Pagi hari sebelum masuk rumah sakit, pasien mengalami demam. Demam tidak
begitu tinggi (ibu pasien tidak memiliki termometer untuk mengukur suhu),
demam dirasakan terus menerus, dan tidak turun walaupun sudah diberikan obat
penurun panas (ibu lupa nama obatnya). Keluhan demam disertai dengan muntah
setiap diberi makan. Muntah sebanyak kurang lebih seperempat gelas belimbing.
Muntah berwarna putih, dan terdapat sisa makanan. Pasien juga mengalami BAB
cair sebanyak 4 kali. BAB tidak berampas, tidak berdarah, namun berlendir. Ibu
pasien tidak mengetahui kapan pasien terakhir kali BAK, namun ibu pasien
menyatakan mengganti pampers 2 jam sebelum masuk rumah sakit dan isinya
penuh. Anus pasien tidak merah.
Ibu pasien mengatakan anaknya agak rewel namun masih sadar sepenuhnya. Ibu
pasien memberikan makanan dan minuman seperti biasa, pasien masih mau
minum susu namun nafsu makannya menurun. Pasien kemudian dibawa ibunya
ke RSAM untuk mendapatkan terapi.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Diare berulang (-), batuk pilek (+), alergi susu (-).

5. Riwayat Penyakit Keluarga


Hipertensi (+), Diabetes Mellitus (-)

6. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Tidak terdapat penyakit pada saat kehamilan. Pasien lahir di bidan, persalinan

normal, usia kehamilan cukup bulan. BBL 2500 gr, PBL 48 cm dan langsung

menangis. Pasien merupakan anak kedua.

7. Riwayat Sosial Ekonomi dan Kondisi Lingkungan

Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi cukup. Pasien tinggal bersama ayah,

ibu, dan kakaknya. Pendidikan terakhir kedua orangtuanya adalah SMA. Ayah

bekerja sebagai pegawai dan Ibu sebagai ibu rumah tangga.

8. Riwayat Makanan

3
Pasien mendapat ASI eksklusif sejak lahir hingga usia 6 bulan. Kemudian sang

ibu mulai menambahkan susu formula pada usia 6 bulan, bubur susu dan nasi tim

sejak usia 8 bulan, dan mulai memberikan makanan dewasa sejak usia kurang

lebih 1 tahun. Ibu pasien mengaku tidak ada riwayat mengganti susu sebelum

anaknya sakit, serta anaknya jarang jajan sembarangan di luar.

9. Riwayat Imunisasi
Hepatitis B (+), Polio (+), BCG (+), DPT (+), Campak (-)

10. Riwayat Pertubuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan : Pasien merupakan bayi usia 1 tahun 11 bulan yang kini memiliki

panjang badan 78 cm dengan berat badan 8 Kg dan lingkar kepala 46 cm. Tidak

ada riwayat hambatan pertumbuhan.


Perkembangan : Pasien sudah bisa bicara > 100 kata, berjalan, berlari, melompat,

bisa makan dengan sendok dan minum dari cangkir sendiri, mengikuti perintah

sederhana dan membantu menyelesaikan tugas sederhana seperti menyapu dan

membuang sampah, namun masih belum bisa memakai baju sendiri. Pasien juga

memiliki relasi yang baik dengan teman seumurnya serta tidak ada riwayat

hambatan perkembangan.

PEMERIKSAAN FISIK

(dilakukan pada perawatan hari pertama tanggal 16 Juli 2017 pukul 16.30)

Status Present

Keadaan umum : Tampak sakit sedang


Nadi : 96x/menit, isi dan tegangan cukup
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 38,30 C
BB Lahir : 2500g
BB Sekarang : 8 kg
Tinggi Badan : 78 cm
Antoprometri : BB/U = -3 s.d -2 SD Kesan : Gizi kurang
PB/U = -3 s.d -2 SD Kesan : Pendek
BB/PB = -3 s.d -2 SD Kesan : Kurus

Status Generalis

4
Kelainan mukosa kulit/subkutan yang menyeluruh :

Pucat : Tidak ada


Sianosis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Oedem :
- -
- -

Turgor kulit : Baik


Pembesaran KGB : Oksipital (-), retroaurikular (-), aksila (-), inguinal (-)

KEPALA

Muka : Simetris, normocephal, pucat (-), ikterik (-)


Rambut : Hitam lebat, tidak mudah dicabut
Ubun-Ubun Besar : datar, tidak menonjol/cekung
Lingkar kepala : 46 cm
Mata : Konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), palpebra edema (-/-),

sekret (-/-), kornea jernih, pupil isokor, relfeks cahaya (+/+)


Telinga : Edema (-), Hiperemis (-), serumen (-), discharge (-)
Hidung : Deviasi (-), deformitas (-), sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), sariawan (-), lidah kotor (-) deviasi (-), atrofi papil

lidah (-), gusi berdarah (-), karies gigi (-), uvula berada di

tengah, edema tonsil (-), faring berwarna kemerahan, edema (-),

abses (-).

LEHER

Bentuk : Simetris
Trachea : Di tengah, tidak ada deviasi
KGB : Tidak teraba pembesaran

THORAKS

Inspeksi : Normothoraks, simetris, retraksi otot-otot pernafasan (-),


ptekie (-), luka (-)
Warna kulit : Putih

JANTUNG

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Palpasi : Iktus kordis teraba di ICS IV garis midklavikula sinistra
Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : Bunyi jantung I – II reguler, murmur (-), gallop (-)
PARU-PARU

5
Anterior Posterior
Sinistra Dextra Sinistra Dextra
Pergerakan Pergerakan nafas Pergerakan Pergerakan nafas
Inspeksi
nafas = dextra = sinistra nafas = dextra = sinistra
Retraksi (-) Retraksi (-)
Nyeri (-), vokal
Nyeri (-), vokal Nyeri (-), vokal Nyeri (-), vokal
Palpasi fremitus
fremitus normal fremitus normal fremitus normal
normal
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+ Vesikuler +/+
Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/- Wheezing -/-
Auskultasi
Ronkhi -/- Ronkhi -/- Ronkhi -/- Ronkhi -/-

ABDOMEN
Inspeksi : Datar, lemas, simetris, ptekie (-), luka (-)
Palpasi : Lemas, massa (-), nyeri (-), asites (-), pembesaran hepar (-),
pembesaran lien (-), ginjal tidak teraba
Perkusi : Timpani, asites (-)
Auskultasi : Bising usus (+) meningkat 8x / menit

ANUS DAN GENITALIA EKSTERNA


Kemerahan (-), edema (-), discharge (-)

EKSTREMITAS
Superior : Akral dingin, sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 3 detik,
Inferior : Akral dingin, sianosis (-/-), edema (-/-), CRT < 3 detik,

Status Neurologis

A. Motorik
Kekuatan :5|5|5|5
Gerakan : Aktif | Aktif | Aktif | Aktif
Tonus : Normal | Normal | Normal | Normal
Klonus : Tidak ditemukan
Refleks Fisiologis : Biseps (+/+), triseps (+/+), patela (+/+), achilles (+/+)
Refleks patologis : Babinski (-/-), gordon (-/-), gonda (-/-), oppenheim (-/-),

hoffmann (-/-), schaeffer (-/-)


B. Sensorik : Dalam batas normal
C. Tanda Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-), Brudzinski I (-/-), Brudzinski II (-/-),

Kernig (-/-), Lasseque (-/-)


D. Otonom : BAB (+), BAK (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2017

6
A. Hematologi

No. Indikator Hasil Nilai Rujukan


1 Hemoglobin 12,3 g/dl 12,0 – 16,0 g/dl
2 Leukosit 15.400/mikroliter 4.800 - 10.800/mikroliter
3 Eritrosit 5,1 juta/mikroliter 4,2 – 5,4 /mikroliter
4 Hematokrit 37 % 37 – 47 %
5 Trombosit 203.000/mikroliter 150.000 – 450.000 /mikroliter
6 MCV 73 fL 79 – 99 fL
7 MCH 24 pg 27 – 31 pg
8 MCHC 33 g/dL 30 – 35 g/dL
9 Basofil 0% 0–1%
10 Eosinofil 0% 0–8%
11 Batang 0% 0–8%
12 Segmen 73 % 17 – 60 %
13 Limfosit 17 % 20 – 70 %
14 Monosit 10 % 1 – 11 %
15 LED 10 mm/jam 0-15 mm/jam
Kesan : Leukositosis, shift to the right
B. Kimia Darah

No. Indikator Hasil Nilai Rujukan


1 Gula darah sewaktu 161 mg/dl < 140 mg/dl

DIAGNOSIS BANDING

Demam typhoid

DIAGNOSIS KERJA

Gastroenteritis Akut tanpa dehidrasi

PENATALAKSANAAN

Dari IGD:

1. IVFD KaEn 3B gtt X (makro)


2. Inj. Ranitidin 1/3 amp/12 jam
Di bangsal:
1. IVFD KaEn 3A gtt VI (makro)
2. Inj. Cefotaxim 300 mg/12 jam
3. Paracetamol Syr 4 x I cth (prn)
4. Zinc 1 cth/24 jam
5. Oralit 50 – 100 mL tiap BAB cair
6. Lacto B 1 sach/12 jam

PROGNOSIS

- Quo ad Vitam : Dubia ad bonam


- Quo ad Fungtionam : Dubia ad bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad bonam

7
RESUME

Seorang anak perempuan berusia 1 tahun 1 bulan dengan berat badan 4,3 kilogram datang

ke RSUD Abdul Moeloek dengan keluhan utama BAB cair 6x sejak 1 hari sebelum

masuk rumah sakit dan keluhan tambahan demam dan muntah. 1 hari sebelum masuk

rumah sakit pasien mengalami BAB cair berampas sebanyak 2x, volume tiap BAB

kurang lebih 1 gelas belimbing. BAB disertai lendir namun tidak disertai darah. Keluhan

disertai muntah setiap kali makan dan minum susu. Keluhan tidak disertai demam, batuk,

pilek, maupun penyakit lain seperti campak atau infeksi saluran THT. Pagi hari sebelum

masuk rumah sakit, pasien mengalami demam. Demam tidak begitu tinggi (ibu pasien

tidak memiliki termometer untuk mengukur suhu), demam dirasakan terus menerus, dan

tidak turun walaupun sudah diberikan obat penurun panas (ibu lupa nama obatnya).

Keluhan demam disertai dengan muntah setiap diberi makan. Muntah sebanyak kurang

lebih seperempat gelas belimbing. Muntah berwarna putih, dan terdapat sisa makanan.

Pasien juga mengalami BAB cair sebanyak 4 kali. BAB tidak berampas, tidak berdarah,

namun berlendir. Ibu pasien tidak mengetahui kapan pasien terakhir kali BAK, namun ibu

pasien menyatakan mengganti pampers 2 jam sebelum masuk rumah sakit dan isinya

penuh. Anus pasien tidak merah. Ibu pasien mengatakan anaknya agak rewel namun

masih sadar sepenuhnya. Ibu pasien memberikan makanan dan minuman seperti biasa,

pasien masih mau minum susu namun nafsu makannya menurun. Pasien kemudian

dibawa ibunya ke RSAM untuk mendapatkan terapi.


Riwayat penyakit dahulu, diare berulang (-), batuk pilek (+), alergi susu (-). Dalam

keluarga memiliki riwayat hipertensi (+), Diabetes Mellitus (-). Tidak terdapat penyakit

pada saat kehamilan. Pasien lahir di bidan, persalinan normal, usia kehamilan cukup

bulan. BBL 2500 gr, PBL 48 cm dan langsung menangis. Pasien merupakan anak kedua.

Pasien berasal dari golongan sosial ekonomi cukup. Pasien tinggal bersama ayah, ibu, dan

kakaknya. Pendidikan terakhir kedua orangtuanya adalah SMA. Ayah bekerja sebagai

8
pegawai dan Ibu sebagai ibu rumah tangga. Pasien mendapat ASI eksklusif sejak lahir

hingga usia 6 bulan. Kemudian sang ibu mulai menambahkan susu formula pada usia 6

bulan, bubur susu dan nasi tim sejak usia 8 bulan, dan mulai memberikan makanan

dewasa sejak usia kurang lebih 1 tahun. Ibu pasien mengaku tidak ada riwayat mengganti

susu sebelum anaknya sakit, serta anaknya jarang jajan sembarangan di luar. Imunisasi

Hepatitis B (+), Polio (+), BCG (+), DPT (+), Campak (-).

Pemeriksaan fisik pasien dilakukan pada tanggal 28 Juli 2017 dan didapatkan
Keadaan umum baik, tampak sakit ringan, nadi 120x/menit, isi dan tegangan cukup, nafas
56 x/menit, suhu 36,10 C, berat badan 4,3 kg, panjang badan 47 cm dengan status gizi
BB/U normal, PB/ U normal dan BB/PB kesan obesitas. Pemeriksaan status generalis
dalam batas normal, perabaan ekstremitas akral dingin crt < 2 detik, tidak ada tanda –
tanda dehidrasi, dan pemeriksaan status neurologi dalam batas normal. Pada pemeriksaan
laboratorium darah didapatkan anemia dengan hasil hb 9 g/dL. Sedangkan pada
pemeriksaan kimia darah didapatkan hipoglikemia (GDS 56 mg/dL), hypernatremia (159
mmol/L), hyperkalemia (6,1 mmol/L), hipokalsemia 5,8 mg/dL), hiperchlorida (137
mmol/dL).

FOLLOW UP

Tanggal/Jam Hasil Pemeriksaan Instruksi Dokter


16 Juli 2017 S/ Datang dengan keluhan BAB 1. IUVD KaEn 3A VI tpm
16.00 cair 7x sejak 1 jam SMRS demam makro
BB : 8 kg dan muntah setiap kali makan 2. Inj. cefotaxim 300 mg/12
jam (dosis 50-100
O/ mg/kgBB/hari)
Ku : tampak sakit sedang, 3. Zinc 1 x 20 mg
Sens: compos mentis 4. Paracetamol Syr 4 x1 cth
sesak (-), muntah (-) (prn) (dosis 10-15mg/
HR : 96 x/ menit kgBB/kali)
RR :22x/menit 5. Oralit 500 cc tiap BAB
T : 38,30C cair

Kepala : Normocephal

Mata : mata cekung (-/-)


Konjungtiva pucat (-/-), sclera
ikterik (-/-), hiperemi(-/-), edema
palpebra(-/-), pupil isokor (+)

Leher : perbesaran KGB (-)

9
THT: lidah kotor (-), stomatitis (-),
hiperemis(-)

Thorax
I : tidak ada nafas tertinggal,
simetris, massa (-), retraksi (-)
P : DBN
P : Sonor
A: Vesikuler (+/+), BJ I/II
Reguler

Abdomen
I : Datar, tidak ada massa
A : Bu (+) meningkat
P : Timpani
P : Nyeri tekan (-), turgor baik

Ekstremitas:
Akral hangat, sianosis (-), CRT <3”,
turgor baik

A/ Gastroenteritis akut tanpa


dehidrasi
17 Oktober 2017 S/ BAB cair (-), demam (-) 1. Zinc 1 cth/24 jam
07.00 2. Oralit 50-100 mL/
O/ BAB cair
Ku : tampak sakit ringan, 3. LactoB 1 sach/ 12
Sens: compos mentis jam
HR : 130 x/ menit
RR :28x/menit
T : 370C

A/ Gastroenteritis akut tanpa


dehidrasi

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi

Gastroenteritis atau diare akut adalah buang air besar pada bayi atau anak lebih dari 3

kali perhari, disertai perubahan konsistensi tinja mejadi cair dengan atau tanpa 11ender

dan darah yang berlangsung kurang dari satu minggu. Pada bayi yang minum ASI sering

frekuensi buang air besarnya lebih dari 3 – 4 kali per hari, keadaan ini tidak dapat disebut

diare, tetapi masih bersifat fisiologis atau normal. Selama berat badan bayi meningkat

normal, hal tersebut tidak tergolong diare, tetapi merupakan intoleransi laktosa sementara

akibat belum sempurnanya perkembangan saluran cerna. Untuk bayi yang minum ASI

secara eksklusif definisi diare yang praktis adalah meningkatnya frekuensi buang air

besar atau konsistensinya menjadi cair yang menurut ibunya abnormal atau tidak seperti

biasanya. Kadang – kadang pada seorang anak buang air besar kurang dari 3 kali perhari,

tetapi konsistensinya cair, keadaan ini sudah dapat disebut diare.

2.2 Epidemiologi

Diare masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang termasuk

di Indonesia dan merupakan salah satu penyebab kematian dan kesakitan tertinggi pada

anak, terutama usia di bawah 5 tahun. Di dunia, sebanyak 6 juta anak meninggal tiap

tahunnya karena diare dan sebagian besar kejadian tersebut terjadi di negara berkembang.

Sebagai gambaran 17% kematian anak di dunia disebabkan oleh diare sedangkan di

Indonesia, hasil Riskesdas 2007 diperoleh bahwa diare masih merupakan penyebab

kematian bayi yang terbanyak yaitu 42% dibanding pneumonia 24%, untuk golongan 1-4

tahun penyebab kematian karena diare 25,2% dibanding pneumonia 15,5%

11
2.3 Cara penularan dan Faktor Resiko

Cara penularan diare pada umumnya melalui cara fekal – oral yaitu melalui makanan

atau minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung tangan dengan

penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung

melalui lalat (melalui 4 F = finger, flies, fluid, field).

Faktor resiko yang dapat meningkatkan penularan enteropatogen antara lain : tidak

memberikan ASI secara penuh untuk 4 – 6 bulan pertama kehidupan bayi, tidak

memadainya penyediaan air bersih, pencemaran air oleh tinja, kurangnya sarana

kebersihan (MCK), kebersihan lingkungan dan pribadi yang buruk, penyiapan dan

penyimpanan makanan yang tidak higienis dan cara penyapihan yang tidak baik. Selain

hal-hal tersebut, beberapa faktor pada penderita dapat meningkatkan kecenderungan

untuk dijangkiti diare antara lain : gizi buruk, imunodefisiensi, berkurangnya keasaman

lambung, menurunnya motilitas usus, menderita campak dalam 4 minggu terakhir dan

faktor genetik.

1. Faktor umur

Sebagian besar episode diare terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi

tertinggi terjadi pada kelompok umur 6 – 11 bulan pada saat diberikan makanan

pendamping ASI. Pola ini menggambarkan kombinasi efek penurunan kadar

antibodi ibu, kurangnya kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin

terkontaminasi bakteri tinja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau

binatang pada saat bayi mulai merangkak. Kebanyakan enteropatogen

merangsang paling tidak sebagian kekebalan melawan infeksi atau penyakit yang

berulang, yang membantu menjelaskan menurunnya insiden penyakit pada anak

yang lebih besar dan pada orang dewasa.

2. Infeksi asimtomatik

Sebagian besar infeksi usus bersifat asimtomatik dan proporsi asimtomatik ini

meningkat setelah umur 2 tahun dikarenakan pembentukan imunitas aktif. Pada

12
infeksi asimtomatik yang mungkin berlangsung beberapa hari atau minggu, tinja

penderita mengandung virus, bakteri atau kista protozoa yang infeksius. Orang

dengan infeksi asimtomatik berperan penting dalam penyebaran banyak

enteropatogen terutama bila mereka tidak menyadari adanya infeksi, tidak

menjaga kebersihan dan berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat yang lain.

3. Faktor musim

Variasi pola musiman diare dapat terjadi menurut letak geografis. Didaerah sub

tropik, diare karena bakteri lebih sering terjadi pada musim panas, sedangkan

diare karena virus terutama rotavirus puncaknya terjadi pada musim dingin.

Didaerah tropik (termasuk Indonesia), diare yang disebabkan oleh rotavirus dapat

terjadi sepanjang tahun dengan peningkatan sepanjang musim kemarau,

sedangkan diare karena bakteri cenderung meningkat pada musim hujan.

4. Epidemi dan pandemi

Vibrio cholera 0,1 dan Shigella dysentriae 1 dapat menyebabkan epidemi dan

pandemi yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan dan kematian pada

semua golongan usia. Sejak tahun 1961, kolera yang disebabkan oleh V. Cholera

0,1 biotipe Eltor telah menyebar ke negara-negara di Afrika, Amerika Latin, Asia,

Timur Tengah dan di beberapa daerah di Amerika Utara dan Eropa. Dalam kurun

waktu yang sama Shigella dysentriae tipe 1 menjadi penyebab wabah yang besar

di Amerika Tengah dan terakhir di Afrika Tengah dan Asia Selatan. Pada akhir

tahun 1992, di kenal strain baru Vibrio cholera 0139 yang menyebabkan epidemi

di Asia dan lebih dari 11 negara mengalami wabah.

2.4 Etiologi

Pada saat ini, dengan kemajuan di bidang teknik laboratorium kuman-kuman patogen

telah dapat diidentifikasikan dari penderita diare sekitar 80 % pada kasus yang datang

disarana kesehatan dan sekitar 50 % kasus ringan di masyarakat. Pada saat ini telah dapat

13
diidentifikasi tidak kurang dari 25 jenis mikroorganisme yang dapat menyebabkan diare

pada anak dan bayi. Penyebab infeksi utama timbulnya diare umumnya adalah golongan

virus, bakteri dan parasit. Dua tipe dasar dari diare akut oleh karena infeksi adalah non

inflammatory dan inflammatory.

Enteropatogen menimbulkan non inflammatory diare melalui produksi enterotoksin

oleh bakteri, destruksi sel permukaan villi oleh virus, perlekatan oleh parasit, perlekatan

dan / atau translokasi dari bakteri. Sebaliknya inflammatory diare biasanya disebabkan

oleh bakteri yang menginvasi usus secara langsung atau memproduksi sitotoksin.

Beberapa penyebab diare akut yang dapat menyebabkan diare pada manusia adalah

sebagai berikut :

Golongan Bakteri Aeromonas


Bacillus cereus
Campylobacter jejuni
Clostridium perfringens
Clostridium defficile
Escherichia coli
Plesiomonas shigeloides
Salmonella
Shigella
Staphylococcus aureus
Vibrio cholera
Vibrio parahaemolyticus
Yersinia enterocolitica
Golongan Virus Astovirus
Calcivirus (Norovirus, Sapovirus)
Enteric adenovirus
Coronavirus
Rotavirus
Norwalk virus
Herpes simplex virus *
Cytomegalovirus *
Golongan Parasit Balantidium coli
Blastocystis homonis
Cryptosporidium parvum
Entamoeba histolytica
Giardia lamblia
Isospora belli
Stongyloides stercoralis
Trichuris trichiura
*umumnya berhubungan dengan diare hanya pada penderita imunocompromise

14
Di negara berkembang kuman patogen penyebab penting diare akut pada anak-

anak yaitu: Rotavirus, Escherichia coli enterotoksigenik, Shigella, Campylobacter jejuni

dan Cryptosporidium. Patogenesis terjadinya diare yang disebabkan virus yaitu virus

yang menyebabkan diare pada manusia secara selektif menginfeksi dan menghancurkan

sel-sel ujung-ujung villus pada usus halus. Biopsi usus halus menunjukkan berbagai

tingkat penumpulan villus dan infiltrasi sel bundar pada lamina propria. Perubahan-

perubahan patologis yang diamati tidak berkorelasi dengan keparahan gejala-gejala klinis

dan biasanya sembuh sebelum penyembuhan diare. Mukosa lambung tidak terkena

walaupun biasanya digunakan istilah “gastroenteritis”, walaupun pengosongan lambung

tertunda telah didokumentasi selama infeksi virus Norwalk.

Virus akan menginfeksi lapisan epithelium di usus halus dan menyerang villus di

usus halus. Hal ini menyebabkan fungsi absorbsi usus halus terganggu. Sel-sel epitel usus

halus yang rusak diganti oleh enterosit yang baru, berbentuk kuboid yang belum matang

sehingga fungsinya belum baik. Villus mengalami atrofi dan tidak dapat mengabsorbsi

cairan dan makanan dengan baik. Selanjutnya, cairan dan makanan yang tidak

terserap/tercerna akan meningkatkan tekanan koloid osmotik usus dan terjadi

hiperperistaltik usus sehingga cairan beserta makanan yang tidak terserap terdorong

keluar usus melalui anus, menimbulkan diare osmotik dari penyerapan air dan nutrien

yang tidak sempurna.

Pada usus halus, enterosit villus sebelah atas adalah sel-sel yang terdiferensiasi,

yang mempunyai fungsi pencernaan seperti hidrolisis disakharida dan fungsi penyerapan

seperti transport air dan elektrolit melalui pengangkut bersama (kotransporter) glukosa

dan asam amino. Enterosit kripta merupakan sel yang tidak terdiferensiasi, yang tidak

mempunyai enzim hidrofilik tepi bersilia dan merupakan pensekresi (sekretor) air dan

elektrolit. Dengan demikian infeksi virus selektif sel-sel ujung villus usus menyebabkan

(1) ketidakseimbangan rasio penyerapan cairan usus terhadap sekresi, dan (2)

malabsorbsi karbohidrat kompleks, terutama laktosa.

15
Pada hospes normal, infeksi ekstra-intestinal sangat jarang, walaupun penderita

terganggu imun dapat mengalami keterlibatan hati dan ginjal. Kenaikan kerentanan bayi

(dibanding dengan anak yang lebih tua dan orang dewasa) sampai morbiditas berat dan

mortalitas gastroenteritis virus dapat berkaitan dengan sejumlah faktor termasuk

penurunan fungsi cadangan usus, tidak ada imunitas spesifik, dan penurunan mekanisme

pertahanan hospes nonspesifik seperti asam lambung dan mukus. Enteritis virus sangat

memperbesar permeabilitas usus terhadap makromolekul lumen dan telah dirumuskan

menaikkan risiko alergi makanan.

Diare karena bakteri terjadi melalui salah satu mekanisme yang berhubungan

dengan pengaturan transpor ion dalam sel-sel usus cAMP,cGMP, dan Ca dependen.

Patogenesis terjadinya diare oleh salmonella, shigella, E coli agak berbeda dengan

patogenesis diare oleh virus, tetapi prinsipnya hampir sama. Bedanya bakteri ini dapat

menembus (invasi) sel mukosa usus halus sehingga depat menyebakan reaksi

sistemik.Toksin shigella juga dapat masuk ke dalam serabut saraf otak sehingga

menimbulkan kejang. Diare oleh kedua bakteri ini dapat menyebabkan adanya darah

dalam tinja yang disebut disentri.

Disamping itu penyebab diare non infeksi yang dapat menimbulkan diare pada

anak antara lain :

Kesulitan makan
Defek Anatomis Malrotasi
Penyakit Hirchsprung
Short Bowel Syndrome
Atrofi mikrovilli
Striktur
Malabsorpsi Defisiensi disakaridase
Malabsorpsi glukosa – galaktosa
Cystic fibrosis
Cholestosis
Penyakit Celiac
Endokrinopati Thyrotoksikosis
Penyakit Addison
Sindroma Adrenogenital
Keracunan makanan Logam Berat
Mushrooms

16
Neoplasma Neuroblastoma
Phaeochromocytoma
Sindroma Zollinger Ellison
Lain –lain Infeksi non gastrointestinal
Alergi susu sapi
Penyakit Crohn
Defisiensi imun
Colitis ulserosa
Gangguan motilitas usus
Pellagra

2.5 Anatomi dan Patofisiologi Diare

Anatomi

a. Gaster

Sel-sel epitel di gaster adalah merupakan kelenjar gaster. Terdapat 3 tipe kelenjar

yaitu : cardiac, oxyntic dan pyloric. Cardiac merupakan penghasil mukus yang

terletak pada perbatasan cincin gaster sampai oesophagus. Oxyntic merupakan

yang paling banyak dan didapatkan pada fundus. Tipe ketiga yaitu piloric

merupakan 10% permukaan mukosa gaster, ditandai adanya pits yang dalam. Dua

tipe sel yang utama adalah sel penghasil mukus dan sel penghasil gastrin. Fungsi

neuromuskuler gaster meliputi penyimpanan, mencampur, menggilas dan

melakukan kontrol terhadap pengeluaran makanan ke dalam duodenum. Sekresi

gaster terdiri dari asam hidroklorid (HCl), gastrin, pepsinogen, faktor intrinsik,

lipase dan mukus.

Asam hidroklorid (HCl)

Merupakan produksi sel tunggal dari berbagai spesies. HCl ini diproduksi oleh

sel parietal. Pada bayi baru lahir, HCl diproduksi dengan cara mengubah-ubah

bahan alkaline amnion yang ditelan hingga dapat mencapai pH lambung kurang

dari 4. Konsentrasi HCl tertinggi terjadi pada hari ke-7 sampai hari ke-10 setelah

lahir dan akan terus meningkat sampai mencapai kadar dewasa pada usia 60

sampai 90 hari. Pada bayi aterm 2 hari pertama setelah lahir, stimulasi sekresi

17
tidak dapat meningkat dengan stimulasi pentagastrin, dan reaksi terhadap bahan-

bahan histamin seperti betazole hidrochloride (histalog) tidak timbul sampai usia

1 bulan. Pentagastrin akan meningkatkan sekresi HCl mulai usia 1 minggu dan

lebih besar pada bayi-bayi aterm daripada yang preterm. Respon stimuli makanan

pada bayi aterm oleh HCl lambung terjadi setelah 2 jam. Sekresi asam lambung

dikendalikan oleh sistem sekresi dan inhibisi. Sistem persarafan gaster ada dua

yaitu pleksus myenteric dan pleksus mukosal. Pleksus myenteric menginervasi

lapisan otot dan melakukan regulasi fungsi motorik. Sarafsaraf ini terdiri atas 80

sampai 90 % saraf afferen dan 10 sampai 20% saraf efferen. Pleksus mukosal

terdiri dari neuropeptide transmiter seperti acetylcholin, serotonin, dan GABA

dan transmiter peptide seperti bombesin, vasoactive intestinal peptide (VIP) dan

substansi kalium.

Gastrin

Disintesis dan dilepaskan oleh sel endokrin G yang terletak pada antrum gaster.

Sekresi sel G yaitu gastrin secara lokal dihambat oleh somatostatin yang berasal

dari sel D yang letaknya berdekatan dengan sel G. Terdapat 2 bentuk gastrin yaitu

G-17 dan G-34 dimana G-34 mempunyai waktu paruh lebih panjang. Peregangan

ringan pada gaster terutama antrum akan mengaktifkan saraf VIP yang akan

menghambat sekresi gastrin dengan cara melepaskan antral somatostatin dan

prostaglandin E (PGE). Pada peregangan yang lebih besar terutama pada

proksimal lambung akan menstimuli pelepasan cholinergic vagal gaster. Sebagian

makanan dalam lambung dan protein duodenum terutama triptofan dan

phenylalanin akan merangsang pelepasan gastrin. Hambatan pelepasan gastrin

tidak hanya oleh somatostatin, tapi juga oleh sekretin, neurotensin, gastric

inhibitory polypeptide (GIP) dan PGE. Sel-sel somatostatin yang tersebar hingga

melewati usus bekerja sebagai hormon endokrin seperti halnya parakrin yang

menghambat sekresi sel G. Lemak usus merupakan perangsang utama pelepasan

18
somatostatin, sehingga terjadi penurunan gastrin dan perlambatan pengosongan

lambung. Sekretin terdapat nyata di usus halus proksimal dan dilepaskan karena

pengasaman intraduodenal. Neurotensin disintesis di ileum untuk merespon

lemak usus, menurunkan keasaman lambung. PGE seperti halnya somatostatin

bekerja menurunkan produksi asam oleh sel parietal.

Pepsinogen

Diproduksi oleh sel kepala dan sel mukosa leher fundus, badan dan cardiac

gaster. Fundus gaster memproduksi 4 proteinase acidic yaitu pepsinogen I atau A,

pepsinogen II atau C, captensin D dan captensin A. Sekresi pepsinogen dipacu

oleh stimuli cholinergic dan beta adrenergik. Perangsangan beta adrenergik

diperantarai oleh cAMP dan dihambat dengan propanolol, tidak oleh atropin atau

cimetidine. Stimuli cholinergic dihambat oleh atropin dan mengikuti perubahan

Ca intrasel. Pepsinogen juga dirangsang secara langsung oleh histamin,

cholesystokinin (CCK), sekretin dan VIP. CCK bekerja melalui pelepasan Ca

intrasel, sedangkan sekretin dan VIP bekerja melalui cAMP. Somatostatin dan

PGE menghambat sekresi pepsinogen dengan menurunkan cAMP.

Faktor intrinsik

Merupakan glikoprotein yang diproduksi oleh sel parietal di mukosa oxyntic

badan dan fundus gaster. Faktor intrinsik didapatkan pada jaringan gaster fetus

pada usia kehamilan 11 minggu. Sekresi kontinyu sedikit demi sedikit terjadi di

bawah kondisi basal oleh transpor membran vesikuler. Peningkatan sekresi

distimuli oleh agent penginduksi sekresi sel parietal seperti histamin,

acetylcholin, dan gastrin. Puncak pelepasan terjadi 25 sampai 30 menit. Sekresi

dihambat oleh H2 reseptor antagonis. Pada bayi aterm atau pretem sekresi basal

ini tidak tergantung sekresi asam gestasi atau kelebihan nutrisi enteral. Disosiasi

stimuli pelepasan asam dan faktor intrinsik secara baik terdapat pada usia anak

mulai berjalan. Sekresi faktor ini mendekati kadar dewasa pada usia 3 bulan.

19
Lipase gaster

Aktifitas lipase pada semua usia maksimal di badan gaster dan minimal di

antrum. Meski pH optimun 5.5 tetapi lipase aktif bekerja dalam 1 jam setelah

lahir, dan pelepaskan lipolytic intragaster merangsang sekresi CCK; pelepasan

asam lemak rantai sedang menyebabkan absorbsi lemak langsung segera di

gaster.

Mukus gaster

Epitel gaster dan sekresi sel mukus pit merupakan gel mukus tak larut air yang

membentuk lapisan kontinyu dan berfungsi protektif. Sintesis mucin dan volume

total mukus meningkat dengan stimuli oleh histamin, acetylcholin dan gastrin.

Mukus bekerja sebagai barier difusi terhadap pepsin luminal dan HCl. Kerusakan

lapisan mukosa menyebabkan difusi kembali asam peptide dan kehilangan

gradien pH bikarbonat, yang penting untuk mempertahankan integritas epitel dan

pembentukan epitel yang baru.

b. Usus halus

Memanjang dari pilorus hingga cecum. Pada neonatus memiliki panjang 275 cm

dan tumbuh mencapai 5 sampai 6 meter pada dewasa. Epitel usus halus tersusun

atas lapisan tunggal sel kolumnar disebut juga enterosit. Permukaan epitel ini

menjadi 300 kali lebih luas dengan adanya vilus dan kripta. Vilus berbeda dalam

bentuk dan densitas pada masing-masing regio usus halus. Di duodenum vilus

tersebut lebih pendek, lebih lebar dan lebih sedikit; menyerupai bentuk jari dan

lebih tinggi pada jejunum; serta menjadi lebih kecil dan lebih meruncing di

ileum. Densitas terbesar didapatkan di jejunum. Di antara vilus tersebut terdapat

kripta (Lieberkuhn) yang merupakan tempat proliferasi enterosit dan

pembaharuan epitel. Terdapat perbedaan tight junction antara jejunum dan ileum,

tight junction ini berperan penting dalam regulasi permeabilitas epitel dengan

melakukan kontrol terhadap aliran air dan solut paraseluler.

20
Sel goblet

Merupakan sel penghasil mukus yang terpolarisasi. Mukus yang disekresi sel

goblet menghampar di atas glikokaliks berupa lapisan yang kontinyu, membentuk

barier fisikokimia, memberi perlindungan pada epitel permukaan. Mukus ini

paling banyak didapatkan pada gaster dan duodenum.

Sel kripta

Sel kripta yang tidak berdiferensiasi merupakan tipe sel yang paling banyak

terdapat di kripta Lieberkuhn. Merupakan prekursor sel penyerap vilus, sel

paneth, sel enteroendokrine, sel goblet dan mungkin juga sel M. Sel kripta yang

tidak berdiferensiasi ini mensintesis dan mengekspresikan komponen sekretori

pada membran basolateral, dimana molekul ini bertindak sebagai reseptor untuk

sintesis IgA oleh lamina propria sel plasma.

Sel Paneth

Terdapat di basis kripte. Memiliki granula eosinophilic sitoplasma dan basophil.

Granula lisosom dan zymogen didapatkan juga pada sitoplasma, meskipun fungsi

sekretori sel panet belum diketahui. Diduga berperan dalam membunuh bakteri

dengan lisosom dan imunoglobulin intrasel, menjaga keseimbangan flora normal

usus.

Sel enteroendokrin

Merupakan sekumpulan sel khusus neurosekretori, sel enteroendokrin terdapat di

mukosa saluran cerna, melapisi kelenjar gaster, vilus dan kripta usus. Sel

enteroendokrin mensekresi neuropeptide seperti gastrin, sekretin, motilin,

neurotensin, glukagon, enteroglukagon, VIP, GIP, neurotensin, cholesistokinin

dan somatostatin.

Sel M

Merupakan sel epitel khusus yang melapisi folikel limfoid.

c. Usus besar

21
Terdiri atas sekum, appendik, kolon, rektum dan anus. Mukosa usus besar

bertambah dengan adanya plika semilunar yang irreguler dan adanya kripta

tubuler Lieberkuhn. Tidak terdapat vilus pada usus besar. Baik permukaan

mukosa dan kripta dilapisi oleh sel epitel kolumnar (kolonosit) dan sel goblet

yang membatasi dari jaringan mesenkim lamina propria. Kolonosit memiliki

mikrovilus lebih sedikit dan lebih pendek daripada usus halus. Epitel bagian

bawah kripta terdiri atas proliferasi sel kolumnar yang tidak berdiferensiasi, sel

goblet dan sedikit sel endokrin. Morfologi sel goblet dan sel endokrin mirip

seperti pada usus halus. Sel kolumnar penyerap berasal dari sel imatur dari bagian

bawah kripta yang berdiferensiasi dan bermigrasi ke bagian atas kripta, akhirnya

akan dilepaskan dari permukaan mukosa ke dalam lumen. Proses siklus

pembaharuan sel ini berlangsung 3 sampai 8 hari pada manusia. Kripta dikelilingi

oleh sarung fibroblas dalam lamina propria, mengalami proliferasi dan migrasi

secara sinkron dengan migrasi sel epitel. Jumlah total sel terbanyak pada kripta

kolon desenden, menurun secara progresif di sepanjang kolon transversum dan

kolon desenden dan meningkat lagi pada sekum.

2.6 Manifestasi Klinis

Infeksi usus menimbulkan tanda dan gejala gastrointestinal serta gejala lainnya bila

terjadi komplikasi ekstra intestinal termasuk manifestasi neurologik. Gejala

gastrointestinal bisa berupa diare, kram perut dan muntah. Sedangkan manifestasi

sistemik bervariasi tergantung pada penyebabnya.

Penderita dengan diare cair mengeluarkan tinja yang mengandung sejumlah ion

natrium, klorida, dan bikarbonat. Kehilangan air dan elektrolit ini bertambah bila ada

muntah dan kehilangan air juga meningkat bila ada panas. Hal ini dapat menyebabkan

dehidrasi, asidosis metabolik dan hipokalemia. Dehidrasi merupakan keadaan yang paling

berbahaya karena dapat menyebabkan hipovolemia, kolaps kardiovaskuler dan kematian

22
bila tidak diobati dengan tepat. Dehidrasi yang terjadi menurut tonisitas plasma dapat

berupa dehidrasi isotonik, dehidrasi hipertonik (hipernatremik) atau dehidrasi hipotonik.

Menurut derajat dehidrasinya bisa tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan, dehidrasi sedang atau

dehidrasi berat.

Infeksi ekstraintestinal yang berkaitan dengan bakteri enterik patogen antara lain :

vulvovaginitis, infeksi saluran kemih, endokarditis, osteomielitis, meningitis, pneumonia,

hepatitis, peritonitis dan septik trombophlebitis. Gejala neurologik dari infeksi usus bisa

berupa paresthesia (akibat makan ikan, kerang, monosodium glutamat) hipotoni dan

kelemahan otot (C. botulinum).

Bila terdapat demam dimungkinkan karena proses peradangan atau akibat dehidrasi.

Panas badan umum terjadi pada penderita dengan inflammatory diare. Nyeri perut yang

lebih hebat dan tenesmus yang terjadi pada perut bagian bawah serta rektum

menunjukkan terkenanya usus besar.

Mual dan muntah adalah simptom yang non spesifik akan tetapi muntah mungkin

disebabkan oleh karena organisme yang menginfeksi saluran cerna bagian atas seperti:

enterik virus, bakteri yang memproduksi enterotoksin, Giardia, dan Cryptosporidium.

Muntah juga sering terjadi pada non inflammatory diare. Biasanya penderita tidak

panas atau hanya subfebris, nyeri perut periumbilikal tidak berat, watery diare,

menunjukkan bahwa saluran cerna bagian atas yang terkena. Oleh karena pasien

immunocompromise memerlukan perhatian khusus, informasi tentang adanya

imunodefisiensi atau penyakit kronis sangat penting.

Tabel 16.2. Gejala khas diare akut oleh berbagai penyebab

Gejala Rotavirus Shigella Salmonella ETEC EIEC Kolera


klinik
Masa tunas 17-72 jam 24-48 jam 6-72 jam 6-72 jam 6-72 jam 48-72 jam
Panas + ++ ++ - ++ -
Mual Sering Jarang Sering + - Sering
muntah
Nyeri perut Tenesmus Tenesmus Tenesmus - - -
kramp kolik
Nyeri - + + - - -

23
kepala
Lamanya 5-7 hari >7 hari 3-7 hari 2-3 hari Variasi 3 hari
sakit
Sifat tinja
Volume Sedang Sedikit Sedikit Banyak Sedikit Banyak
Frekuensi 5-10 x/hari >10 x/hari Sering Sering Sering Terus
menerus
Konsistensi Cair Lembek Lembek Cair Lembek Cair
Darah - Sering Kadang - + -
Bau Langu ± Busuk + Tidak Amis khas
Warna Kuning Merah- Kehijauan Tak Merah- Seperti air
hijau hijau berwarna hijau cucian
beras
Leukosit - + + - - -
Lain-lain Anorexia Kejang Sepsis Meteorismus Infeksi -
sistemik

2.7 Diagnosis

1. Anamnesis

Pada anamnesis perlu ditanyakan hal-hal sebagai berikut: lama diare, frekuensi,

volume, konsistensi tinja, warna, bau, ada / tidak lendir dan darah. Bila disertai

muntah: volume dan frekuensinya. Kencing: biasa, berkurang, jarang atau tidak

kencing dalam 6 – 8 jam terakhir. Makanan dan minuman yang diberikan selama

diare. Adakah panas atau penyakit lain yang menyertai seperti: batuk, pilek, otitis

media, campak. Tindakan yang telah dilakukan ibu selama anak diare: memberi

oralit, membawa berobat ke Puskesmas atau ke Rumah Sakit dan obat-obatan

yang diberikan serta riwayat imunisasinya.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik perlu diperiksa: berat badan, suhu tubuh, frekuensi denyut

jantung dan pernapasan serta tekanan darah. Selanjutnya perlu dicari tanda-tanda

utama dehidrasi: kesadaran, rasa haus dan turgor kulit abdomen dan tanda-tanda

tambahan lainnya : ubun- ubun besar cekung atau tidak, mata : cowong atau

tidak, ada atau tidak adanya air mata, bibir, mukosa mulut dan lidah kering atau

basah. Pernapasan yang cepat dan dalam indikasi adanya asidosis metabolik.

Bising usus yang lemah atau tidak ada bila terdapat hipokalemi. Pemeriksaan

24
ekstremitas perlu karena perfusi dan capillary refill dapat menentukan derajat

dehidrasi yang terjadi. Penilaian beratnya atau derajat dehidrasi dapat ditentukan

dengan cara: obyektif yaitu dengan membandingkan berat badan sebelum dan

selama diare. Subyektif dengan menggunakan kriteria WHO, Skor Maurice King,

kriteria MMWR dan lain-lain dapat dilihat pada tabel berikut.

Penentuan derajat dehidrasi menurut MMWR 2003

Simptom Minimal atau tanpa Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat


dehidrasi (kehilangan sedang (kehilangan (kehilangan BB > 9%)
BB < 3%) BB 3% - 9%)
Kesadaran Baik Normal, lelah, gelisah, Apatis, letargi, tidak
irritable sadar
Denyut jantung Normal Normal - meningkat Takikardi, bradikardi
pada kasus berat
Kualitas nadi Normal Normal - melemah Lemah, kecil, tidak
teraba
Pernapasan Normal Normal – cepat Dalam
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Air mata Ada Berkurang Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Cubitan kulit/turgor Segera kembali Kembali < 2 detik Kembali > 2 detik
Capillary refill time Normal Memanjang Memanjang, minimal
Ekstremitas Hangat Dingin Dingin, mottled,
sianotik
Kencing Normal Berkurang Minimal

Penentuan derajat dehidrasi menurut WHO 2005


Penilaian A B C
1. Lihat:
Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel* Lesu, lunglai atau
tidak sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Kering
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, tidak Haus, ingin minum Malas minum atau
haus banyak* tidak bisa minum*
2. Periksa:
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat* Kembali sangat
lambat*
3. Hasil pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi Dehidrasi berat
ringan/sedang

Bila ada 1 tanda * Bila ada 1 tanda *


ditambah 1 atau lebih ditambah 1 atau lebih

25
tanda lain tanda lain
4. Terapi Rencana Terapi A Rencana Terapi B Rencana Terapi C

26
BAB III

ANALISIS KASUS

A. Apakah diagnosis pada pasien ini sudah tepat ?

Apakah anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan


sudah tepat dan lengkap untuk menegakkan diagnosis diare akut?

Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan Os memiliki beberapa keluhan atau gejala klinis sebagai
berikut:

Riwayat Penyakit Sekarang


BAB cair sebanyak 2 kali pada 1 hari sebelum masuk rumah sakit. BAB tidak
berampas, tidak berdarah, namun berlendir, sebanyak sekitar 1 gelas belimbing tiap
BAB. Muntah setiap kali habis makan sebanyak sekitar setengah gelas belimbing.
Kemudian diikuti dengan demam yang tidak terlalu tinggi pada 10 jam sebelum
masuk rumah sakit. BAB cair masih dirasakan sebanyak 4 kali dengan konsistensi
dan volume yang sama. Muntah juga masih dirasakan setiap kali habis diberi makan.
Pasien menjadi rewel dan lemas. Tidak ada riwayat mengganti susu maupun
perubahan pola makan. S

Anamnesis riwayat penyakit sekarang pada diare akut Pada kasus


BAB cair
Sejak kapan demam Ya, ditanyakan
Bagaimana konsistensi BAB Ya, ditanyakan
Berapa kali frekuensi diare dalam sehari Ya, ditanyakan
Berapa volume tiap kali BAB Ya, ditanyakan
Bagaimana warna dan bau BAB Ya, ditanyakan
Apakah BAB disertai darah/lendir Ya, ditanyakan
Keluhan penyerta
Apakah disertai dengan muntah Ya, ditanyakan
Berapa volume dan frekuensi muntah Ya, ditanyakan
Menentukan derajat dehidrasi
Apakah anak tampak lemas, rewel, mengantuk Ya, ditanyakan
Apakah anak masih mau menyusu atau tidak Ya, ditanyakan
Kapankah terakhir kali kencing Ya, ditanyakan
Makanan dan minuman yang diberikan selama diare Ya, ditanyakan
Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya diare
Apakah diare diawali dengan demam Ya, ditanyakan

27
Apakah ada riwayat diare berulang Ya, ditanyakan
Apakah ada riwayat mengganti susu yang diberikan Ya, ditanyakan
Apakah ada penyakit lain yang menyertai (batuk, pilek, Ya, ditanyakan
otitis media, campak)

Riwayat Penyakit Terdahulu


Pada usia 20 hari, pasien pernah mengalami demam tanpa disertai kejang.
Anamnesis riwayat penyakit terdahulu pada diare Pada kasus
Apakah pasien punya riwayat diare berulang Ya, ditanyakan
Pada usia berapa serangan kejang pertama Ya, ditanyakan
Apakah kejang didahului demam Ya, ditanyakan
Apakah punya riwayat gangguan neurologis Ya, ditanyakan
Apakah punya riwayat penyakit infeksi di otak Ya, ditanyakan
Apakah punya riwayat keterlambatan pertumbuhan dan Ya, ditanyakan
perkembangan
Apakah punya riwayat kejang tanpa didahului kejang Ya, ditanyakan

Riwayat Penyakit Keluarga

Anamnesis riwayat penyakit keluarga pada Pada kasus


kejang demam
Apakah orang tua pasien punya riwayat Ya, ditanyakan
kejang demam semasa kanak-kanak
Apakah saudara kandung pasien punya Ya, ditanyakan
riwayat kejang demam semasa kanak-kanak

Anamnesis riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit terdahulu, riwayat penyakit


keluarga pada kasus ini dapat disimpulkan sudah tepat karena bisa digunakan untuk
penegakan diagnosis penyakit yang mendasari kejang, menentukan klasifikasi kejang,
menyingkirkan diagnosis banding dan pengobatan kejang. Untuk menentukkan jenis
kejang demamnya dapat dilakukan analisis dari anamnesis pada kasus yaitu sebagai
berikut :

Anamnesis Kejang demam Kejang demam


pada kasus sederhana kompleks
lamanya <15 menit Durasi kejang < Ya Kejang lama > Tidak
menit 15 menit 15 menit
sebanyak 2x dalam Tidak berulang Tidak Berulang atau Ya
sehari dalam 24 jam lebih dari 1x
dalam 24 jam
kedua tangan Kejang umum Tidak Kejang fokal Ya
fleksi, diikuti (tonik, klonik,

28
bergetar pada tonik-klonik )
kedua kaki

Klasifikasi kejang demam terdiri atas kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks, berdasarkan anamnesis pada kasus ini dan dibandingkan dengan kriteria
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks dapat ditegakkan kejang
demam kompleks.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Fisik pada kejang demam Pemeriksaan Fisik pada kasus


Status Present Ya, dilakukan
Status Generalis Ya, dilakukan
Status Neurologis
Motorik Ya, dilakukan

Sensorik Ya, dilakukan

Tanda Rangsang Meningeal Ya, dilakukan


Otonom Ya, dilakukan

Pemeriksaan fisik pada kasus ini dapat disimpulkan sudah tepat karena pemeriksaan
status Present, status generalis, status neurologis (motorik, sensorik, tanda rangsang
meningeal dan otonom) yang yang bisa digunakan untuk penegakan diagnosis penyakit,
menyingkirkan diagnosis banding dan pengobatan kejang telah dilakukan pada kasus ini.
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu
rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial, hal ini sesuai dengan
pemeriksaan status present follow up ketika terjadi kejang didapatkan suhu 38 oC dan pada
pemeriksaan status neurologis akan didapatkan hasil negative pada refleks patologi dan
tanda-tanda rangsangan meningealnya.

Pemeriksan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada diare Pada kasus


Laboratorium Darah
Darah lengkap Ya, dilakukan
Serum elektrolit Tidak dilakukan
Glukosa darah Ya, dilakukan

29
Laboratorium Feses Tidak dilakukan

Pemeriksaan penunjang pada kasus ini dapat disimpulkan sudah tepat karena
dilakukannya pemeriksaan laboratorium atas indikasi demam yakni untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam sedangkan pungsi lumbal, EEG, dan pencitraan tidak
dilakukan dikarenakan pada pasien ini tidak memenuhi criteria indikasi dilakukannya
pemeriksaan tersebut. Pungsi lumbal tidak dilakukan karena kecurigaan kemungkinan
meningitis tidak ada, ditandai dengan rangsal meningeal yang negative. Sedangkan
pemeriksaan EEG dilakukan pada kejang demam yang tidak khas. Misalnya kejang
demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun atau kejang demam fokal. Sedangkan
indikasi dilakukan pencitraan seperti kelainan neurologik fokal yang menetap
(hemiparesis), paresis nervus VI dan papilledema. Pemeriksaan laboratorium tidak
dikerjakan secara rutin pada kejang demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi
sumber infeksi penyebab demam, atau keadaan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam
antara lain :

No Indikator Hasil
1 Elektrolit Tidak seimbang dapat berpengaruh atau
menjadi predisposisi pada aktivitas
Kejang
2 Glukosa Hipoglikemia ( Normal 80 – 120 g/dl)
3 Ureum / Kreatinin Meningkat ( Ureum normal 10 – 50 mg/dL
dan kreatinin normal = < 1,4 mg/dL)
4 Haemoglobin Bisa Menurun ( Normal 14-18 g/dl, 12-16
g/dl )

Pada hasil laboratorium pasien didapatkan adanya ketidakseimbangan elektrolit dan


penurunan glukosa darah akibat adanya kejang demam tersebut.

B. Apakah penatalaksanaan dari kasus ini sudah tepat ?


Penatalaksanaan pada kasus yakni :
1. IVFD KaEn 3A gtt VI (makro)
2. Inj. Cefotaxim 300 mg/12 jam
3. Paracetamol Syr 4 x I cth (prn)
4. Zinc 1 cth/24 jam
5. Oralit 50 – 100 mL tiap BAB cair

30
6. Lacto B 1 sach/12 jam

Penatalaksanaan kejang demam pada kasus dapat disimpulkan indikasi pemberian


obat sudah tepat.

IVFD D5 ¼ NS XII gtt/ menit


Pemberian cairan
Terapi cairan yang diberikan pasien ini menggunakan D5 ¼ NS . Infusan D5+1/4Ns
diindikasikan untuk perawatan penyakit penyimpanan glikogen, intoleransi terhadap
sukrosa, gagal ginjal, sirosis hati, tes toleransi glukosa, kadar natrium yang rendah
dan kondisi lainnya. D5 ¼ NS mengandung Natrium 38.5 meg/Liter, Klorida 38.5
meg/Liter, Dextrose 50 gram/Liter (NaCl 2.25 gram, water for injeksion 1.000 mL).
Osmolaritis : 355 mOsm/Liter.
Terapi rumatan bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi.
Terapi rumatan dapat diberikan infus cairan elektrolit dan karbohidrat atau infuse
yang mengandung karbohidrat saja. Larutan elektrolit yang mengandung karbohidrat
contohnya larutan KA-EN, Dextran+saline, Ringer’s dextrose 5, N4D5 sedangkan
larutan rumatan yang hanya mengandung karbohidrat adalah dextrose 5%. Pada
kasus ini sudah tepat pemberian D5 ¼ NS karena pada kasus demam terjadi
kenaikan suhu 10C akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan glukosa dan
ketidakseimbangan elektrolit.
Perhitungan tetes/menit
Pada kasus ini dengan berat badan pasien 15 kg sehingga kebutuhan cairan/hari :
(4,3 kg x 100 ml/kgBB) =430 ml/hari.
Tetesan per menit (mikro) =
430 x 60 (tetes/menit)
24 (jam) x 60 (menit)
= 17,9 tetes

Pada kasus ini diberikan 18 tetes/menit (mikro) jumlah pemberian tetesan sesuai
dengan kebutuhan cairan perhari, namun pada kasus diberikan 15 tetes/menit
(mikro).

Inj Cefotaxim 250 mg/24 jam, Inj Gentamisin 16 mg/ 24 jam

31
Antibiotic
Pemberian antibiotik pada kejang demam bertujuan untuk mengatasi penyakit atau
infeksi yang mendasari terjadinya demam, dikarenakan bakteri penyebab demam
tidak diketahui secara spesiik sehingga diberikan obat antibiotic spectrum luas.
Pada kasus ini terapi antibiotiknya sudah tepat karena diberikan obat antibiotic
spectrum luas yakni cefotaxime dan gentamisin, diberikannya dua kombinasi ini
dikarenakan walaupun keduanya antibiotic spectrum luas . Dosis cefotaxim 50-180
mg/kgBB/hari dapat diberikan 4 kali sehari. Dengan BB 4,3 kg maka cefotaxim
yang dapat diberikan 215-774 mg/hari dengan 4x pemberian namun pada kasus ini
diberikan Inj cefotaxim 250 mg/24 jam. Dosis Gentamisin 5 mg/kgBB/hari, Dengan
BB 4,3 kg maka Gentamisin yang dapat diberikan 21,5 mg/hari pemberian namun
pada kasus ini diberikan Inj Gentamisin 16mg/24 jam sehingga Indikasi
pemberian cefotaxim dan gentamisin sudah sesuai namun dosis yang diberikan
pada kasus ini belum sesuai.

Parasetamol sirup 4x cth ¼


Antipiretik
Terapi yang diberikan pada pasien untuk mengatasi kejang demam sudah sesuai,
yakni dengan pemberian paracetamol, dimana paracetamol diberikan selama pasien
mengalami demam yaitu dengan dosis 10-15mg/kgBB/kali dapat diulang 4-6 jam.
Dengan BB 4,3 kg maka paracetamol yang dapat diberikan 10mg x 4,3 kg = 43
mg/kali pemberian, dengan sediaan paracetamol sirup 120mg/5ml, didapatkan
1,7ml, 1 cth = 5 ml sehingga dapat diberikan 4x ¼ cth. Pada kasus ini diberikan 4x
cth ¼ . Indikasi dan dosis paracetamol pada kasus ini sudah sesuai.

Phenitoin pulv 2x15mg, Diazepam sup 5 mg bila kejang


Antikonvulsan

Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan
intravena atau intra rektal. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya
sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB ≤ 10 kg) atau 10 mg(BB ≥ 10 kg) bila
kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. BB pasien 4,3 kg
berarti kurang dari 10 kg sehingga pada kasus ini sesuai dengan pemberian
diazepam sup 5mg bila terjadi kejang.

32
Dosis rumatan fenitoin 4-8mg/kgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal. BB pasien
4,3 kg x 8mg = 34.4mg/ hari dibagi dalam 2 dosis.Indikasi dan dosis pemberian
fenitoin sudah tepat dalam kasus ini.

Ca Gluconase 2,5 cc/12 jam


Calcium Gluconate adalah obat dengan fungsi untuk mencegah atau mengobati
kadar kalsium darah yang rendah untuk orang-orang yang tidak memeroleh kalsum
yang cukup dari makanan yang mereka konsumsi. Obat ini juga dapat menggobati
kekurangan kalsium yang disebabkan oleh pengeroposan tulang (osteoporosis),
lemah tulang (osteomalacia/rickets), mengurangi kinerja kelenjar paratiroid
(hypoparathyroidism), dan beberapa masalah otot (latent tetany). Selain itu, obat ini
juga dapat digunakan untuk pasien yang harus memperoleh kalsium yang cukup
(misalnya wanita hamil, perawat, atau orang-orang yang sudah menopause, serta
orang-orang yang sedang menjalani pengobatan dengan obat seperti phenytoin,
phenobarbital atau prednisone). Dosis ca glukonas 0,1-0,5ml/kgBB. Dengan BB 4,3
kg maka pemberian Ca Glukonas 4,3x0,5ml= 2,15ml. Indikasi dan dosis
pemberian Ca Glukonas sudah tepat.

33
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Latief, et all. 2009. Pemeriksaan Neurologis. Diagnosis Fisis pada Anak. Ed.2.

Jakarta: CV Sagung Seto

Annegers JF, Hauser W, Shirts SB, Kurland LT. 1987. Factors prognostic of unprovoked

seizures after febrile convulsions. NEJM; 316:493-8

Arif, Mansjoer. 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica Aesculpalus, FKUI,

Jakarta.

Faizi M. 2009.kejang demam. www.pediatrik.com. diakses tanggal 24 Januari 2011.

Frank J. Domino, MD. 2008. The 5-Minute Cinical Consult. Philadelphia: Department

of Family Medicine and Community Health

Ikatan Dokter Anak Indonesia.2006.Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam. Unit

Kerja Koordinasi Neurologi. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.

Hasan, Rusepno.. 2007.Buku Kuliah 2 Kesehatan Anak. Infomedika. Jakarta

Hassan Ruspeno, et all. 2007. Kejang Demam. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid

II. Ed.11. Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia

Hudak, C.M. dan Gallo, B.M. 1996. Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik

(Critical Care Nursing: A Holistic Approach) edisi VI, volume II. Jakarta: EGC

Kee JL. 2007. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik. Edisi 6. Jakarta: EGC

Nelson.2000. Ilmu Kesehatan Anak, edisi 15. Jakarta: Penerbit buku kedokteran EGC.

34
Stafstrom CE. The incidence and prevalence of febrile seizures. 2002. Dalam: Baram TZ,

Shinnar S, eds, febrile seizures, San Diego: Academic Press. h. 1-20

Sukandar.E.Y.(et all).2009. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT.ISFI Penerbitan.

35

Anda mungkin juga menyukai