Anda di halaman 1dari 37

BAB II

LAPORAN KASUS

STATUS PENDERITA

I. ANAMNESIS

1. Identitas Pasien

Nama pasien : An. B

Tanggal lahir : 23/5/ 2013

Usia : 6 tahun

Jenis kelamin : laki - laki

Alamat : Kaliombo Jepara

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

No. RM : 4996xx

Nama wali : Tn. S

Usia : 39 tahun

Pekerjaan : Tukang Batu

Pendidikan terakhir : SMP

Agama : Islam

Alamat : Kaliombo Jepara

1
2. Keluhan utama

Ruam pada kedua kaki

3. Riwayat Penyakit Sekarang

Seorang anak laki-laki bersama oleh kedua orangtunya di bangsal


Melati 2 RSUD RA Kartini dengan keluhan ruam pada kedua punggung
kaki dan tungkai. Ibu mengatakan ruam pada kedua kaki muncul sejak 7
hari yang lalu dan semakin banyak dari hari ke hari. Ruam berbentuk
bulat dengan diameter ± 0,5-1 cm dengan permukaan yang menonjol dan
tidak terasa nyeri atau gatal pada ruam tersebut. Dalam satu hari ruam
bisa bertambah 2-3 ruam, dan mulai bertambah pada kedua tangan dan
lengan saat mulai di rawat di RSUD RA Kartini 1 hari yang lalu .
Sebelum muncul ruam, kedua kaki dan tangan bengkak sehari
sebelumnya. Pasien juga merasakan nyeri perut sejak 7 hari yang lalu
namun tidak jelas lokasinya, BAB lancar dan warna normal, serta BAK
lancar warna normal putih kekuningan, mual dan muntah disangkal,
demam disangkal, batuk pilek disangkal. Pasien juga merasakan sangat
nyeri pada tungkai atas sehingga kesulitan untuk bergerak apalagi untuk
berdiri, sehingga pasien selalu digendong oleh orang tuanya.

4. Riwayat Penyakit Dahulu :

 Riwayat sakit seperti ini berupa ruam, nyeri perut, nyeri pada tungkai
disangkal

 Riwayat sakit yang berhubungan dengan darah disangkal

 Riwayat alergi makanan maupun obat-obatan disangkal

2
5. Riwayat Penyakit Keluarga :

 Riwayat sakit seperti ini di keluarga berupa ruam, nyeri perut, nyeri
pada tungkai disangkal

 Riwayat sakit yang berhubungan dengan darah pada keluarga


disangkal

 Riwayat alergi pada keluarga disangkal

6. Riwayat Sosial Ekonomi :

Pasien tinggal bersama kedua orang tuannya, dan kedua kakak


kandungnya. Ibu pasien bekerja sebagai penjahit. Ayah pasien adalah
seorang kuli. Sehari hari pasien diasuh oleh ibu pasien. Pasien
menggunakan KIS.
Kesan : Sosial ekonomi kurang

3
II. DATA KHUSUS

Riwayat Perinatal :
a. Prenatal
Ibu P3A0 hamil 42 minggu rutin ANC di bidan
b. Natal
Penolong persalinan: Dokter
Cara persalinan : SC karena lebih bulan
Tempat kelahiran : RSUD RA Kartini
Masa gestasi : Lebih bulan
Berat badan lahir : 4100 gram
Panjang badan : 50 cm
Lingkar kepala : tidak diketahui ibu pasien
Keadaan bayi : Langsung menangis
Kelainan bawaan : tidak ada
c. Postnatal
Pemeliharaan postnatal dilakukan dibidan dan anak dalam keadaan sehat.

4
Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan
Pertumbuhan :
BB Lahir : 4.100 gram
BB sekarang : 18 kg
PB Lahir : 50 cm
TB sekarang : 113 cm
LK lahir : tidak diketahui
LK sekarang : 51 cm
LILA lahir : tidak diketahui
LILA sekarang : 18 cm
WHZ : -1.00
WAZ : -0.61
HAZ : -0.99
Kesan : BB cukup, perawakan normal, gizi baik, mesosefal

Riwayat Perkembangan :
Saat ini masih TK 0 kecil karena ibu terlambat memasukkan anak ke sekolah,
suka bermain dengan teman-teman seusianya, dapat mengikuti pelajaran di
sekolahnya, tidak pernah ada masalah di lingkungan sekolah maupun
lingkungan rumah.

Riwayat Imunisasi :
Ibu mengatakan riwayat imunisasi lengkap dan sesuai usia

Riwayat Makan dan Minum :


 ASI eksklusif sampai usia 6 bulan

5
 MP ASI mulai diberikan > 6 bulan berupa bubur yang dibuat sendiri
ditambah sayuran, telur, ayam dan terkadang daging, namun susu formula
tidak diberikan karena ibu khawatir anak akan terus meminta susu walau
terkadang orangtua tak mampu membelikan anaknya susu. ASI diberikan
hingga usia 1 tahun.
 Anak mulai memakan nasi dengan lauk telur, ayam dengan sayuran dan
terkadang daging sejak usia 2 tahun sebanyak 3 kali sehari.

Kesan : kuantitas dan kualitas makan baik

Pemeriksaan Status Gizi WHO Increament


Anak laki-laki usia 6 tahun dengan BB 18 kg, TB 113 cm

Kesan : Perawakan Normal

6
Kesan : Berat Badan cukup

Kesan: BMI normal

7
Riwayat Keluarga Berencana Orang tua
Pasien merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara, sebelumnya ibu
menggunakan kontrasepsi suntik 3 bulan

III. PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : tampak sakit


Kesadaran : composmentis
Tanda Vital
 Nadi : 160 x/menit reguler, isi tegangan cukup
 Laju pernapasan : 24x/menit
 Suhu : 37,3º C
 SpO2 : 98 %

Status internus :
 Kepala : Mesocephale
 Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut
 Kulit : purpura (+) pada kedua ekstramitas inferior
 Mata : konjungtiva anemis (-/-), edema palpebra (-/-)
 Hidung : Epistaksis (-/-), nafas cuping hidung (-/-)
 Telinga : Discharge (-/-)
 Mulut : Bibir kering (-), bibir sianosis (-), gusi berdarah (-)
 Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
 Tenggorok : T1-T1, Faring hiperemis(-)
 Thorak
Paru-paru
Inspeksi : Bentuk normal, hemithorax dextra dan sinistra
simetris, retraksi (-)

8
Palpasi : Strem fremitus simetris
Perkusi : Perkusi tidak dilakukan
Auskultas :Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahahan
ronkhi (-/-) , wheezing (-/-), stridor (-/-)

Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak
Perkusi : Tidak dilakukan
Palpasi : Iktus cordis teraba, tak kuat angkat di linea
midclavicula sinistra ICS IV
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II normal reguler, bising (-)

Abdomen
Inspeksi : Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) normal
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Palpasi : Nyeri tekan (+) seluruh lapang abdomen;
organomegali (-)

Anggota gerak

Extremitas atas (D/S) Extremitas bawah (D/S)


CRT <2” +/+ +/+
Akral dingin -/- -/-
Edem +/+ +/+
Sianosis -/- -/-
Gerak +/+ +/+
Terbatas Terbatas
Refleks fisiologis Tidak dilakukan
Refleks patologis Tidak dilakukan

9
Status Lokalis
Regio Ekstremitas Superior Ekstremitas inferior
Look Purpura (+) dengan Purpura (+/+) diameter ±
permukaan edem dengan permukaan 0,5-1
diameter ± 0,5-1 cm pada cm pada dorsum pedis
dorsum manus dan dextra sinistra dan
lengan dextra sinistra tungkai inferior dextra
sinistra
Feel Edem (+/+) pada dorsum Edem (+/+) pada dorsum
manus dan lengan dextra pedis dan tungkai inferior
sinistra, nyeri (-/-) dextra sinistra, nyeri
(+/+) pada tungkai atas
dextra sinistra
Movement Gerakan (+/+) Gerakan terbatas

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang yang diusulkan :


 Darah lengkap
Dapat menunjukkan adanya leukositosis, jumlah trombosit normal atau
meningkat untuk membedakan HSP dengan ITP.
 Pemeriksaan faktor pembekuan darah untuk membedakan HSP dengan
penyakit yang behubungan dengan faktor pembekuan misalnya DIC.
 Urin rutin
Untuk melihat apakah pada pasien terdapat hematuria, 10-20% kasus
ditemukan hematuria.
 Pemeriksaan ureum kreatinin
Pada ureum dan kreatinin yang meningkat dapat menunjukkan adanya
kelainan fungsi ginjal pada pasien dan dehidrasi.

10
Darah rutin Hasil Nilai normal (Laki-laki)

Hemoglobin 14,1 g% 14-18

Leukosit 23.840 mm3 4.000-10.000

Trombosit 584.000 mm3 150.000-400.000

Hematokrit 39,4 % 40-48

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 16 Mei 2019


Kesan : leukositosis, trombositosis

V. RESUME

Seorang anak laki-laki bersama oleh kedua orangtunya di bangsal Melati


2 RSUD RA Kartini dengan keluhan ruam pada kedua kaki dan tungkai. Ibu
mengatakan ruam pada kedua kaki muncul sejak 7 hari yang lalu dan semakin
banyak dari hari ke hari. Ruam berbentuk bulat dengan diameter ± 0,5-1 cm
dengan permukaan yang menonjol dan tidak terasa nyeri atau gatal pada ruam
tersebut. Dalam satu hari ruam bisa bertambah 2-3 ruam, dan mulai bertambah
pada kedua tangan saat mulai di rawat di RSUD RA Kartini 1 hari yang lalu .
Sebelum muncul ruam, kedua kaki dan tangan bengkak sehari sebelum ruam
muncul. Pasien juga merasakan perutnya sakit sejak 7 hari yang lalu namun
tidak jelas lokasinya, BAB lancar dan warna normal, serta BAK lancar warna
normal putih kekuningan, mual dan muntah disangkal, demam disangkal.
Pasien juga merasakan sangat nyeri pada tungkai atas sehingga kesulitan untuk

11
bergerak apalagi untuk berdiri, sehingga pasien selalu digendong oleh orang
tuanya.
Sebelumnya pasien sudah pernah periksa ke PKU saat kedua tungkai
mulai bengkak 8 hari yang lalu, dan keesokan harinya mulai muncul gejala
yang lain dan disarankan untuk rawat inap. Ibu mengatakan dokter
mendiagnosa bahwa pasien terkena tifus, dan ruam yang muncul karena alergi.
Kemudian anak tak kunjung membaik sehingga di rujuk ke RSUD RA Kartini
Jepara
Pemeriksaan fisik didapatkan : purpura (+) pada kedua kaki dan
tungkai atas dan bawah, nyeri tekan abdomen (+), gerakan ekstremitas superior
dan inferior terbatas.
Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, trombositosis.

VI. DAFTAR MASALAH

 Ruam pada ekstramitas superior dan inferior


 Nyeri perut
 Nyeri tungkai
 Pupura yang menonjol
 Gerakan ekstremitas terbatas
 Leukositosis
 Trombositosis

12
VII. PEMBAHASAN

Dari hasil anamnesis didapatkan keluhan utama terdapat lesi berwarna


kemerahan di sekitar ekstremitas inferior dekstra dan sinistra sejak satu minggu
sebelum masuk RS. Lesi ini tidak nyeri dan tidak gatal. Pasien juga mengeluh
nyeri perut, mual namun tidak disertai muntah. Keluhan ini baru pertama kali
dialami pasien, riwayat alergi disangkal. Dari hasil pemeriksaan fisik, tampak
lesi purpura yang dapat dipalpasi pada kulit ekstremitas inferior dextra dan
sinistra, dan nyeri tekan pada abdomen di kuadran periumbilikal. Ruam di kulit
dapat menjadi penanda awal pasien dengan HSP. Henoch-Schonlein purpura
(HSP) adalah suatu bentuk vaskulitis yang melibatkan pembuluh darah kecil
(kapiler) yang ditandai dengan perdarahan kulit (purpura) tanpa
trombositopenia, pembengkakan pada sendi, nyeri perut, dan kelainan pada
ginjal. Ruam yang muncul khas berupa purpura yang dapat dipalpasi pada
tungkai bawah dan bokong. Gejala ruam pada pasien tersebut telah memenuhi
kriteria utama diagnosis HSP.
Lalu, pada pasien ini didapatkan keluhan lainnya berupa nyeri perut pada
kuadran periumbilikal. Untuk menegakkan diagnosis HSP, diperlukan salah
satu tanda berikut, antara lain: adanya nyeri perut yang menyebar, arthritis atau
arthralgia akut, deposisi predominan IgA pada hasil biopsi, dan keterlibatan
ginjal seperti hematuria dan atau proteinuria. HSP adalah gangguan inflamasi
yang penyebabnya sampai saat ini belum diketahui dan ditandai dengan
kompleks imun IgA yang dominan dalam venula kecil, kapiler dan arteriol.
Diduga beberapa faktor memegang peranan, antara lain faktor genetik, infeksi
traktus respiratorius bagian atas, makanan, gigitan serangga, paparan terhadap
dingin, imunisasi.
Pemeriksaan penunjang pada pasien ini didapatkan adanya leukositosis,
hal ini mungkin menjadi salah satu faktor yang menyebabkan timbulnya
vaskulitis sistemik. Sesuai dengan hasil beberapa studi yang menyebutkan

13
bahwa dua per tiga pasien HSP mengalami infeksi pemicu. Selain itu, tidak
adanya trombositopenia pada pasien ini dapat menyingkirkan diagnosis banding
Immunologic Trombositopenia Purpura (ITP). Pada kasus seperti ini, bila ada
kecurigaan HSP namun kriteria diagnosis dari anamnesis dan pemeriksaan fisik
belum terpenuhi, dapat dilakukan biopsi jaringan kulit atau ginjal untuk
menegakkan diagnosis. Biopsi dari kulit yang terkena memperlihatkan
leukocytoclastic vasculitis dengan deposisi IgA yang mengandung kompleks
imun, terutama di pembuluh darah kecil di dermis papiler (terutama venula),
namun pada kasus ini biopsy jaringan kulit tidak dilakukan. Biopsi ginjal
biasanya dilakukan pada pasien dengan diagnosis pasti dan pada mereka
dengan keterlibatan ginjal yang parah (nefritis progresif cepat, sindrom
nefrotik). Secara umum, ada korelasi antara keparahan manifestasi ginjal dan
temuan pada biopsi ginjal.
Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa terapi suportif dan
simtomatik. Pada pemeriksaan lab didapatkan adanya peningkatan leukosit
yang menunjukkan adanya infeksi bakteri sehingga diberikan antibiotik
ampisilin 1 gram per 8 jam. Ampisilin merupakan antibiotik lini pertama
derivat penisilin yang merupakan kelompok antibiotik β –laktam yang memiliki
spektrum antimikroba yang luas. Ampisilin efektif terhadap mikroba Gram
positif dan Gram negatif. Pasien juga diberikan injeksi Ranitidin golongan AH-
2 reseptor. Obat ini bekerja dengan menurunkan kadar asam berlebihan yang
diproduksi oleh lambung sehingga rasa mual yang dirasakan pasien dapat
mereda. Pada pasien ini terjadinya inflamasi pada pembuluh darah kecil
sehingga pemberian steroid mengurangi inflamasi yang terjadi sehingga nyeri
perut dan purpura juga dapat berkurang. Terapi metil prednisolon merupakan
obat anti inflamasi golongan steroid yang bekerja dengan mekanisme
penghambatan sintesis prostaglandin dan leukotrin dengan cara melepas
lipokortin yang dapat menghambat fosfolipase A2 pada sintesis asam
arakhidonat sehingga bisa dikatakan bahwa steroid merupakan obat anti

14
inflamasi yang poten. Berdasarkan penelitian metaanalisis menemukan bahwa
penggunaan kortikosteroid pada anak dengan HenochSchonlein Purpura
mengurangi rata-rata waktu untuk resolusi nyeri perut dan menurunkan
kemungkinan berkembangnya penyakit yang persisten. Pada umumnya
prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari atau
minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Bila manifestasi awalnya
berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi
ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.
Karena pada pasien ini tidak terdapat manifestasi adanya keterlibatan
ginjal jadi prognosis pada pasien ini baik, sehingga pasien diperbolehkan
pulang dan satu minggu kemudian datang untuk kontrol ke poli anak.

VIII. DIAGNOSIS

DIAGNOSIS BANDING
 DIC (Disseminated Intravascular Coagulation)
 Endokarditis
 ITP (Idiopatic Thrombocytopenic Purpura)

1. DIAGNOSIS KERJA
Diagnosis utama : Henoch Schonlein Purpura
Diagnosis Komorbid :-
Diagnosis komplikasi :-
Diagnosis gizi : berat badan normal, perawakan normal,
BMI normal
Diagnosis sosial ekonomi : Kurang
Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap sesuai usia

15
Diagnosis Pertumbuhan : Pertumbuhan sesuai usia
Diagnosis Perkembangan : Perkembangan sesuai usia

IX. ASSESSMENT DAN INITIAL PLAN DIAGNOSIS


Henoch Schonlein Purpura

 Ip. Dx : Darah rutin, Hitung Jenis Darah, Urin rutin, Fases rutin, ureum dan
kreatinin darah, Biopsi kulit adalah standar baku untuk diagnosis vaskulitis
kutaneus dimana gambaran biopsi ini memiliki korelasi dengan manifestasi
klinisnya (tidak dilakukan).

 Ip. Tx :
Infus D5 ½ Ns 20 tpm
Injeksi Metilprednisolon 8 mg/12 jam IV
Injeksi cefotaxime 300 mg/ 12 jam IV
Injeksi acran ½ ampul/ 12 jam IV
Sirup Pamol 3 x 2 cth oral
Metilprednisolon 8 mg/ 8 jam oral

 Ip. Mx :

 Monitoring KU dan tanda vital : suhu, frekuensi jantung, frekuensi


pernapasan, dan tekanan darah
 Monitoring respon terapi

 Ip. Ex :

1. Jelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit pasien bahwa anak


mengalami Henoch Schonlein Purpura yang merupakan penyakit
autoimun

16
2. Jelaskan komplikasi yang dapat terjadi berupa keterlibatan sistem saraf
pusat, dan atau gangguan pada ginjal

3. Jelaskan kepada keluarga bahwa setelah diperbolehkan untuk pulang


anak kontrol kembali ke poli 1 minggu kemudian dan harus kontrol
rutin selama 6 bulan setelah terdiagnosis HSP karena penyakit ini dapat
kambuh kembali. Untuk pemeriksaan darah.

17
X. FOLLOW UP
Waktu Hari ke-0 perawatan
Tanggal Kamis, 16 April 2019
S: Ruam pada kedua kaki dan tungkai, bengkak pada kedua kaki dan
tangan, nyeri pada tungkai, nyeri perut, demam (-)
O: Ku tampak sakit, kesadaran composmentis
HR : 160x/menit isi tegangan cukup
RR : 24x/mnt
T : 37,3
Thorax : sdv +/+, suara napas, ronki -/-, retraksi (-)
Cor Bunyi jantung I-II reguler
Abdomen supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat +/+
A: Henoch Schonlein Purpura

P: o Infus D5 ½ Ns 20 tpm
o Injeksi Metilprednisolon 8 mg/12 jam IV
o Injeksi cefotaxime 300 mg/12 jam IV
o Injeksi acran ½ ampul/12 jam IV
o Sirup Pamol 3 x 2 cth po

18
Waktu Hari ke-1 perawatan
Tanggal Jumat,17 Mei 2019
S: Ruam pada kedua kaki, tungkai,dan tangan bengkak pada kedua
kaki dan tangan, nyeri pada tungkai, nyeri perut, demam (-)
O: Ku tampak sakit, kesadaran composmentis
HR : 140x/menit isi tegangan cukup
RR : 22x/mnt
T : 36,6
Thorax : sdv +/+, suara napas, ronki -/-, retraksi (-)
Cor Bunyi jantung I-II reguler
Abdomen supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat +/+
A: Henoch Schonlein Purpura
P:
o Infus D5 ½ Ns 20 tpm
o Injeksi Metilprednisolon 8 mg/12 jam IV
o Injeksi cefotaxime 300 mg/12 jam IV
o Injeksi acran ½ ampul/12 jam IV
o Sirup Pamol 3 x 2 cth po

19
Waktu Hari ke-2 perawatan
Tanggal Sabtu,18 Mei 2019
S: Ruam pada kedua kaki, tungkai,dan tangan bengkak pada kedua
kaki dan tangan, nyeri pada tungkai, nyeri perut, demam (-)
O: Ku tampak sakit, kesadaran composmentis
HR : 123x/menit isi tegangan cukup
RR : 22x/mnt
T : 36,3
Thorax : sdv +/+, suara napas, ronki -/-, retraksi (-)
Cor Bunyi jantung I-II reguler
Abdomen supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat +/+
A: Henoch Schonlein Purpura
P:
o Infus D5 ½ Ns 20 tpm
o Injeksi Metilprednisolon 8 mg/12 jam IV
o Injeksi cefotaxime 300 mg/12 jam IV
o Injeksi acran ½ ampul/12 jam IV
o Sirup Pamol 3 x 2 cth po

20
Waktu Hari ke-3 perawatan
Tanggal Minggu,19 Mei 2019
S: Ruam pada kedua kaki, tungkai,dan tangan berkurang,bengkak
pada kedua kaki dan tangan berkurang , nyeri pada tungkai
berkurang, nyeri perut (-), demam (-)
O: Ku tampak sakit, kesadaran composmentis
HR : 100x/menit isi tegangan cukup
RR : 22x/mnt
T : 36,5
Thorax : sdv +/+, suara napas, ronki -/-, retraksi (-)
Cor Bunyi jantung I-II reguler
Abdomen supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat +/+
A: Henoch Schonlein Purpura
P:
o Infus D5 ½ Ns 20 tpm
o Injeksi Metilprednisolon 8 mg/12 jam IV
o Injeksi cefotaxime 300 mg/12 jam IV
o Injeksi acran ½ ampul/12 jam IV
o Sirup Pamol 3 x 2 cth po

21
Waktu Hari ke-4 perawatan
Tanggal Senin,20 Mei 2019
S: Ruam (-), bengkak (-), nyeri pada tungkai (-), nyeri perut (-),
demam (-)
O: Ku tampak sakit, kesadaran composmentis
HR : 103x/menit isi tegangan cukup
RR : 22x/mnt
T : 36,6
Thorax : sdv +/+, suara napas, ronki -/-, retraksi (-)
Cor Bunyi jantung I-II reguler
Abdomen supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat +/+
A: Henoch Schonlein Purpura
P:
o Infus D5 ½ Ns 20 tpm
o Injeksi cefotaxime 300 mg/12 jam IV
o Injeksi acran ½ ampul/12 jam IV
o Metilprednisolon 8 mg/8 jam po
o Sirup Pamol 3 x 2 cth po
o Besok boleh pulang

22
Waktu Hari ke-5 perawatan
Tanggal Selasa, 21 Mei 2019
S: Tidak ada keluhan
O: KU: Sedang , kesadaran composmentis
HR : 103x/menit isi tegangan cukup
RR : 22x/mnt
T : 36,6
Thorax : sdv +/+, suara napas, ronki -/-, retraksi (-)
Cor Bunyi jantung I-II reguler
Abdomen supel, bising usus (+) normal, nyeri tekan (+)
Extremitas : akral hangat +/+
A: Henoch Schonlein Purpura
P: o BLPL
o Metilprednisolon 8 mg/8 jam po
o Sirup Pamol 3 x 2 cth po

23
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Purpura Henoch-Schönlein disebut juga sebagai purpura anafilaktoid.
Istilah ini diambil dari nama dua orang dokter yang berasal dari Jerman.
Pada tahun 1837, Johan Schönlein menggunakan istilah peliosis
rheumatica untuk menggambarkan beberapa kasus dengan gejala klinis
nyeri sendi dan purpura. Pada tahun 1874, Henoch murid Schönlein
menjumpai kasus serupa, namun disertai dengan gejala nefritis, kolik
abdomen, dan melena. Purpura Henoch Schönlein (PHS) atau disebut juga
sebagai purpura anafilaktoid adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh
vaskulitis pembuluh darah kecil sistemik. Penyakit ini ditandai oleh lesi
kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis, nyeri perut dan
perdarahan saluran cerna, serta dapat pula disertai nefritis.2

2. ETIOLOGI
Henoch Schonlein Purpura merupakan vaskulitis yang tidak diketahui
penyebabnya dan mempunyai ciri-ciri berupa inflamasi pada pembuluh
darah kecil dengan infiltrasi leukosit di jaringan, perdarahan dan iskemia.
Komplek imun yang berhubungan dengan HSP sebagian besar terdiri dari
IgA, yang merupakan petunjuk penyakit yang diperantarai imun, meskipun
hal ini belum dapat dibuktikan.1
Etiologi terjadinya HSP sampai saat ini masih belum diketahui, tetapi
dilaporkan HSP sering terjadi setelah infeksi saluran napas atas. Lebih dari
sepertiga kasus HSP menunjukkan kultur tenggorokan positif terhadap
Streptococcus b haemolyticus grup A, disertai peningkatan titer anti
streptolisin O.Pada pasien ini diduga penyebabnya adalah infeksi saluran
napas atas, dua minggu sebelum masuk rumah sakit didapatkan gejala
demam disertai batuk. Beberapa kasus HSP juga terjadi setelah pasien
terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis, Mycoplasma pneumonia,
Helicobacter pylori, Campylobacter jejuni, Shigella sp, Epstein Barr virus,
Yersinia, virus hepatitis A,B dan C, varicella, measles, rubella, adenovirus,
CMV, dan Parvovirus B19. HSP dapat juga timbul setelah vaksinasi tifoid,

24
campak, dan kolera. Pencetus lain adalah gigitan serangga, toksin kimiawi,
dan obat-obatan seperti penisilin, eritromisin, dan antikonvulsan.2

3. EPIDEMIOLOGI
HSP merupakan vaskulitis sistemik yang paling sering dijumpai
pada masa anak dan penyebab purpura nontrombositopenia, dengan
insidens 13 per 100.000 anak. HSP terutama mengenai anak berusia 3-15
tahun, meskipun juga pernah dilaporkan terjadi pada dewasa. HSP sedikit
lebih sering terjadi pada anak laki-laki dan lebih sering terjadi pada musim
dingin dibandingkan musim panas.1

4. PATOFISIOLOGI
Henoch-Schonlein Purpura (HSP) merupakan kelainan berupa
leukositoklastik vaskulitis (LcV) yang merupakan suatu proses imunologi
dan inflamasi yang sangat kompleks. LcV terjadi akibat interaksi antara
leukosit dan sel endotel pembuluh darah. Terjadinya suatu reaksi
kompleks imun pada HSP ini kurang lebih sama dengan reaksi kompleks
imun yang terjadi pada reaksi Arthus, suatu reaksi hipersensitivitas tipe III
menurut Coombs and Gell. Suatu kompleks imun yang menyebabkan
penyakit dibentuk oleh ikatan antibodi dengan self antigen maupun
antigen asing. Dengan demikian, penyakit yang diperantarai kompleks
imun cenderung bermanifestasi sistemik.
Berbagai macam patogen infeksi dilaporkan dapat menjadi penyebab
terjadinya LcV pada HSP. 22% kasus vaskulitis pada kulit biasanya
berhubungan dengan suatu infeksi, dimana organisme apapun
memungkinkan terjadinya kondisi ini. Sebanyak 50% penderita HSP
biasanya didahului oleh suatu infeksi saluran pernapasan. Group A beta-

25
hemolytic streptococcus (GAS) ditemukan pada 20-50% penderita dengan
HSP akut melalui tes serologi maupun kultur bakteri.
Baru-baru ini, reseptor plasmin yang berhubungan dengan nefritis
(nephritis-associated plasmin reseptor/NAPlr) yang merupakan antigen
GAS ditemukan pada mesangium glomerular pada anak dengan HSP
nefritis (HSN). Penemuan ini menunjukkan bahwa GAS memiliki peran
pada awal terjadinya maupun berkembangnya HSN, meskipun demikian
pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya
peningkatan anti-streptolisin-O titre (ASOT) pada penderita HSP. ASOT
yang meningkat pada serum banyak dijumpai pada HSN dibandingkan
HSP tanpa nefritis.
Terdapat empat hipotesa mengenai mekanisme patogenik yang
dapat terjadi melalui infeksi.
 Hipotesis pertama adalah molecular mimicry, sebagai contoh:
mikroba dan pembuluh darah kecil pejamu memiliki epitop yang
sama. Bersamaan dengan invasi patogen tersebut, respons imunitas
seluler dan humoral akan teraktivasi dan terjadi reaksi silang
dengan pembuluh darah.
 Hipotesis kedua adalah patogen dapat memulai proses inflamasi
yang dapat menimbulkan kerusakan sel dan jaringan. Proses ini
akan menimbulkan suatu autoantigen yang biasanya tidak terpapar
oleh suatu sistem imun.
 Hipotesis ketiga adalah bila mikroba yang sangat invasif secara
langsung berinteraksi dengan protein pembuluh darah, maka akan
terbentuk suatu antigen yang baru (neo-antigen) yang kemudian
akan mengaktivasi suatu reaksi imun.
 Dan yang keempat yaitu hipotesis superantigen, dimana pada
beberapa bakteri seperti Streptococcus dan virus dapat menjadi

26
suatu superantigen. Tanpa adanya suatu proses dan presentasi suatu
sel penyaji antigen, suatu superantigen akan langsung berinteraksi
dan mengaktifkan sel-T.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada mikroba khusus yang
menyebabkan terjadinya HSP. Seperti dijelaskan diatas, HSP merupakan
suatu penyakit inflamasi sistemik. Limfokin mempunyai peranan penting
pada terjadinya lesi vaskular. Sitokin pro-inflamasi non spesifik seperti
tumor necrosis alpha (TNF-α), interleukin (IL)-6 dan IL-1β biasanya
didapatkan lebih tinggi pada anak-anak dengan HSP 1,4,14 . fase akut.
Baik TNF-α maupun IL-1 dapat menstimulasi endotelium untuk
mengaktifkan jalur koagulasi instrinsik dan ekstrinsik serta mengurangi
aktivitas fibrinolitik. Hal inilah yang dapat menerangkan adanya
trombosis yang terjadi pada 1 4 vaskulitis. Besbas dan kawan-kawan
dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa sitokin-sitokin pro inflamasi
diatas dapat menstimulasi pelepasan kemokin dari sel endotel, dengan
demikian sitokin tersebut dapat menarik sel-sel inflamasi, menginduksi
ekspresi sel molekul adhesi pada sel endotel serta memperantarai
perlekatan molekul tersebut pada dinding pembuluh darah. Yang dan
kawan-kawan dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa beberapa faktor
tertentu pada serum anak-anak dengan HSP yang aktif dapat berinteraksi
dengan sel endotel dan sel endotel yang teraktivasi kemudian dapat
menghasilkan beberapa kemotraktan yang potent, seperti IL-8 dan 4
meningkatkan ekspresi molekul adhesi.

27
Gambar 1. Mekanisme terjadinya deposit IgA 1 pada
glomerulus dan progresivitas terjadinya kerusakan ginjal

5. PATOGENESIS
Pada kulit, pembuluh darah kecil dikelilingi oleh suatu reaksi
peradangan leukositoklastik akut yang terdiri dari sel polimorfonuklear dan
sel bulat; eosinofil dan bisa didanati berbagai jumlah sel darah merah.
Endapan IgA kulit telah diperagakan. Kapiler adalah yang paling sering
terlibat, tetapi arteriola dan venula kecil dapat juga terkena. Puing-puing
nukleus tersebar, edema, dan pembengkakan serabut-serabut kolagen
terdapat berdekatan dengan pembuluh darah yang terkena. Tempat-tempat
peradangan atau perdarahan lainnya dapat meliputi sinovium, saluran
gastrointestinal, dan sistem saraf pusat. Edema dan vaskulitis dinding usus
dapat menyebabkan intususepsi, jarang sampai perforasi dan dapat
menyerupai penyakit radang usus. Pada ginjal, terdapat penambahan fokal
dari sel-sel dan matriks mesangial setempat, glomerulitis fokal, dan yang
jarang, perubahan difus. Imunofluoresens menunjukkan endapan mesangial
IgA dan kadangkadang lgC dan komplemen.1

28
6. MANIFESTASI KLINIS
Mulainya penyakit dapat akut, dengan penampakan beberapa
manifestasi secara simultan, atau bertahap, dengan penampakan berbagai
manifestasi berurutan selama masa beberapa minggu. Berbagai kombinasi
gejala dan tanda dapat terjadi. Malaise dan demam ringan dijumpai pada
50% penderita.1
Lesi kulit ada pada semua penderita yang dikenali; tidak diketahui
apakah manifestasi terjadi bila tidak ada ruam. Lesi biasanya tampak pada
ekstremitas bawah dan ekor tetapi dapat melibatkan ekstremitas atas,
badan,.dan muka . Manifestasi dermatologis sangat bervariasi. Lesi klasik
mulai sebagai bilur kecil atau makulopapula eritematosa. Lesi pada
mulanya pucat pada penekanan, tetapi kemudian kehilangan sifat ini dan
biasanya menjadi petekia atau purpura. Daerah purpura berkembang
dengan cara ekimosis biasa, berubah dari merah ke warna.ungu! menjadi
seperti warna karat, dan akhirnya menghilang. Purpura sering dapat
diraba. Lesi kulit tampak dalam kelompok, dan mungkin ada suatu variasi
pada setiap saat. Di samping lesi yang khas ini, berbagai pola eritema
multiforme dan eritema nodosum mungkin jarang terjadi dan jarang gatal.
Angioedema yang melibatkan kulit kepala, kelopak mata, bibir, telinga,

29
punggung tangan dan kaki, punggung, skrotum, dan perineum adalah
umum dan mungkin mencolok, terutama pada anak-anak kecil. Seluruh
segmen anggota gerak seperti lengan atas, mungkin bengkak dan lunak
sementara.
Artritis terjadi pada duapertiga anak yang terkena. Sendi besar
terutama lutut dan sendi kaki, paling sering terlibat. Sendi yang terkena
dapat membengkak, lunak dan nyeri pada gerakan. Bila ada efusi,
menunjukkan cairan serosa; cairan ini tidak hemoragis. Gejala-gejala
sendi biasanya mereda sesudah beberapa hari tanpa deformitas sisa atau
cedera artikuler tetapi dapat kambuh selama masa penyakit aktif.
Gejala gatrointestinal tarnpak pada lebih dari 50% anak yang terkena.
Keluhan yang paling sering adalah nyeri kolik abdomen, yang mungkin
berat dan sering disertai dengan muntah. Tinja menarnpakkan darah yang
banyak atau tersembunyi pada lebih dari 50% penderita, dan dapat terjadi
hematemesis. Kegagalan untuk mengenali sindrom ini pada anak-anak,
yang dimulai dengan nyeri abdomen akut mendadak, dapat menyebabkan
tindakan laparotomi yang tidak diperlukan. Pada kasus demikian, eksudat
peritoneum, kelenjar getah bening mesenterika membesar, edema
segmental dan mungkin ada perdarahan ke dalam dinding usus.
Roentgenogram gastrointestinal dapal menunjukkan pengurangan
motilitas dan penyempitan segmental, agaknya terkait dengan edema dan
perdarahan submukosa. Jarang, namun dapat terjadi intususepsi,obstruksi
atau infark dengan perforasi usus.
Keterlibatan ginjal terjadi pada 25-50% anak selama fase akut,
sebagian frekuensinya tergantung pada pemeriksaan yang adekuat.
Biasanya bermanifestasi dalam bentuk hematuria dengan atau tanpa
silinder, atau proteinuria selama beberapa minggu pertama penyakit;
kadang-kadang permulaan keterlibatan ginjal nampak belakangan sesudah
manifestasi lainnya menjadi tenang. Sindrom nefrotik, azotemia sedang,
hiperrensi. oliguria dan ensefalopati hipertensif kadang-kadang dapat
terjadi. Kebanyakan anak dengan.keterlibatan ginjal sembuh. Walaupun
beberapa anak kemudian berlanjut mengalami kelainan sedimen urin,
dengan atau tanpa kelainan fungsi ginjal; beberapa anak akan mengalami
penyakit ginjal kronis dalam beberapa tahun fase akut purpura Henoch-
Schonlein.
Suatu manifestasi yang jarang tetapi berkemungkinan serius adalah
keterlibatan sistem saraf sentral, berupa kejang-kejang, paresis dan koma.

30
Hepatosplenomegali dan limfadenopati dapat juga terjadi selama fase
akut penyakit. Jarang ada perdarahan intramuskuler, nodulus seperti
reumatoid, keterlibatan jantung, keterlibatan mata, dan pembengkakan
testis serta perdarahan yang telah dilaporkan.
Hasil akhirnya sangat baik bila tidak terdapat penyakit ginjal yang
berarti. Perjalanannya bervariasi. Penyakitnya sering ringan, berakhir
selama beberapa hari, hanya dengan artritis yang bersifat sementara dan
sedikit bintik-bintik purpura. Pada anak yang terkena lebih berat, rata-rata
lamanya adalah 4-6 minggu, tetapi selanjutnya dapat terjadi eksaserbasi
dan remisi. Kadang-kadang penyakit dapat menetap selama I tahun atau
lebih lama.1

7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Laju endap darah, C-reactive protein, dan hitung sel darah putih
meningkat pada pasien HSP. Hitung trombosit merupakan pemeriksaan
yang paling penting, karena HSP mempunyai ciri-ciri berupa purpura
nontrombositopenia dengan trombosit normal atau bahkan meningkat, hal
ini yang membedakan HSP dengan purpura lain yang berhubungan
dengan trombositopenia seperti trombositopeni autoimun, lupud
eritematosus sistemik, atau leukemia. Skrining urinalisis dilakukan untuk
melihat adanya hematuria. Pemeriksaan ureum dan kreatinin darah harus
dilakukan untuk mengevaluasi fungsi ginjal. Pemeriksaan feses untuk
melihat darah dapat mengidentifikasi adanya iskemia usus. Adanya
kecurigaan perforasi usus memerlukan pemeriksaan radiologi. 1

8. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING


Diagnosis HSP ditegakkan berdasarkan adanya 2 dari 4 kriteria (tabel
1), yang mempunyai sensitivitas 87,1% dan spesifisitas 87,7 % untuk
penyakit ini. Diagnosis banding antara lain vaskulitis sistemik (tabel 2)
dan penyakit yang berhubungan dengan purpura trombositopenia, antara
lain purpura trombositopenia idiopatik dan leukemia.1

31
Tabel 1. Kriteria Diagnosis Henoch Schonlein Purpura
Kriteria Definisi
Purpura yang teraba Lesi kulit hemoragik yang teraba dan meninggi
tanpa adanya trombositopenia
Nyeri usus Nyeri abdomen difus atau adanya diagnosis
iskemia usus
Biopsi Perubahan histologik yang menunjukkan
granulosa pada dinding arteriola atau venula
Usia anak Usia < 20 tahun pada saat onset gejala
*Diagnosis Henoch Schonlein Purpura ditegakkan berdasarkan adanya 2
dari 4 kriteria

Tabel 2 Klasifikasi vaskultis


Vaskulitis yang berhubungan dengan antibodi antisitoplasmik neutrofil
 Granulomatosis wegener
 Poliarteritis nodosa
 Sindrom Churg-Strauss
 Poliangitis mikroskopik
Sindrom hipersensitivitas
 Henoch Schonlein Purpura
 Serum sickness (misalnya yang berhubungan dengan obat)
 Vaskulitis yang berhubungan dengan infeksi
K
Penyakit jaringan ikat
 Lupus Eritematosus Sistemik
 Dermatomiositis
 Artritis reumatoid juvenile
Arteritis Giant Cell
 Arteritis temporal
 Arteritis takayasu
Lain-lain
 Sindrom behcet
 Penyakit kawasaki
 Vaskulitis urtikaria hipokomplementemik

Kriteria konsensus terbaru yang diterbitkan pada tahun 2010 oleh


European League Against Rheumatism and the Paediatric Rheumatology

32
European Society bahwa untuk diagnosis HSP harus ditemukan purpura
yang teraba disertai dengan setidaknya salah satu dari berikut: sakit perut,
dominasi deposisi IgA pada biopsi spesimen, arthritis atau arthralgia, atau
keterlibatan ginjal ditandai dengan hematuria atau proteinuria.3,4

9. TATALAKSANA
Terapi untuk HSP bersifat suportif . Penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid jangka pendek dapat diberikan pada artritis akut. Kortikosteroid
sistemik biasanya hanya diberikan pada anak dengan keterlibatan
gastrointestinal untuk mengurangi nyeri abdomen. Dosis prednison yang umum
dipakai, 1 mg/kg/hari selama 1-2 minggu, diikuti jadwal tapering off.
Berulangnya nyeri abdomen pada saat dosis kortikosteroid diturunkan
menunjukkan perlunya pengobatan dalam waktu yang lebih lama. Nefritis akut
biasanya diobati dengan kortikosteroid namun memerlukan terapi
imunosupresif yang lebih agresif.

10. KOMPLIKASI
Sebagian besar kasus HSP bersifat monofasik, berlangsung 3-4 minggu
dan mengalami remisi spontan. Ruam dapat hilang atau mereda, namun dalam 1
tahun setelah HSP, orang tua harus diberitahu tentang kemungkinan rekurensi.
Keterlibatan gastrointestinal dapat menyebabkan peristaltik abnormal sementara
yang beresiko untuk mengalami intususepsi, yang dapat diikuti dengan
obstruksi total atau infark dengan perforasi usus. Semua anak dengan riwayat
HSP yang mempunyai gejala nyeri abdomen, obstipasi atau diare harus
dievaluasi untuk intususepsi. Keterlibatan ginjal meskipun jarang dapat
menyebabkan terjadinya gagal ginjal. 1

33
11. PROGNOSIS
Prognosis HSP sangat baik, sebagian besar anak mengalami resolusi total
tanpa adanya sekuele signifikan. Pasien dengan penyakit ginjal HSP
(peningkatan ureum, proteinuria berat persisten ) beresiko untuk mengalami
komplikasi jangka panjang, seperti hipertensi atau insufisiensi renal, terutama
jika perjalanan penyakit awal ditandai dengan nefritis yang signifikan. Terdapat
resiko jangka panjang untuk menjadi penyakit ginjal tahap akhir pada kurang
dari 1% anak dengan HSP. Pasien yang mengalami penyakit ginjal tahap akhir
memerlukan transplantasi ginjal. HSP dapat mengalami rekurensi juga pada
ginjal yang di transplantasikan.

34
KESIMPULAN

Henoch-Schonlein Purpura adalah kelainan sistemik yang penyebabnya tidak


diketahui dengan karakteristik terjadinya vaskulitis, inflamasi pada dinding pembuluh
darah kecil dengan infiltrasi leukositik pada jaringan yang menyebabkan perdarahan
dan iskemia. Adanya keterlibatan kompleks imun Imunoglobulin A memungkinkan
proses ini berkaitan dengan proses alergi. Namun mekanisme kausal tentang ini
belum dapat dibuktikan. Beberapa penelitian menyatakan bahwa HSP berhubungan
dengan infeksi kuman streptokokus grup A.
Terapi yang diberikan adalah Metylprednisolone, Prednisone, dan golongan
Non steroid anti inflammatory drugs. Pengobatan simptomatik, termasuk diet
dan kontrol nyeri dengan asetaminofen, disediakan untuk masalah sendiri yang
terbatas dari arthritis, edema, demam dan malaise. Menjauhi aktivitas kompetitif dan
menjaga ekstremitas bawah pada ketergantungan persistent dapat menurunkan edema
lokal.
Prognosis penyakit ini baik, karena dapat sembuh sempurna, kecuali yang
menimbulkan komplikasi, misal pada ginjal, prognosis tergantung komplikasi yang
terjadi.

35
DAFTAR PUSTAKA

1. Kliegman Robert, Behrman, Arvin, Nelson Textbook of Pediatrics, 17th


edition, Pennyslvania, WB Saunders Company, 2014.
2. Susiana Tendean, Sjawitri P. Siregar. 2005. Purpura Henoch Schonlein
Purpura vol.7, No.1.Sari Pediatri
3. Oktaria D dkk. 2017. Purpura Henoch-Schonlein pada anak. Jurnal. Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
4. Wardhana AW dkk. 2016. Faktor prediktor nefritis pada anak dengan Purpura
Henoch-Schonlein. Jurnal. FK UGM, Yogyakarta.
5. Cassidy JT, Petty RE. Leukocytoclastic vasculitis: HenochSchonlein purpura.
In: Cassidy JT Petty RE, Laxer RM,dkk. Textbook of Pediatrics
Rheumatology 5th ed. Philadelphia: Elsevier Saunders, 2005;496-501.
6. Mills JA, Michel BA, Bloch DA, Calabrese LH, Hunder GG, Arend WP, et al. Th
e American College of Rheumatology 1990 Criteria for the Classification of
Henoch Schonlein Purpura. Arthritis Rheum.1990:33:1114-21
7. Soepriadi M,Setiawan B.Henoch Schonlein purpura.Pedoman diagnosis dan t
erapi ilmu kesehatan anak. Edisi ke-3. Bandung IKA FK Unpad,2005;167-9.
8. Yang YH, Chuang YH, Wang LC, Huang HY, Gershwin ME, Chiang BL. The
immunobiology of Henoch-Schonlein Purpura. Autoimmune Review 2008;7:179-
84.

9. Tahan F, Dursun I, Poyrazoglu H, Gurgoze M, Dusunsel R. The role of


chemokines in HenochSchonlein Purpura. Rheumatol Int 2007; 27: 955- 960.
10. Sunderkotter C, Bonsmann G, Sindrilaru A, Luger T. Clinical review management
of leukocytoclastic vasculitisJ Dermatolog Treat 2005; 16:193-206.

36
37

Anda mungkin juga menyukai