Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

PERITONSILITIS AKUT DEKSTRA

Disusun oleh:
Dias Azizah Putri (406152034)

Pembimbing:
dr. Ardhian Noor Wicaksono, SpTHT-KL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS


TARUMANAGARA KEPANITERAAN ILMU
THT RSUD RAA SOEWONDO PATI
PERIODE 9 JANUARI 11
FEBRUARI
2017

KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang dengan
rahmat-Nya karena penulis diberi kesehatan dan kelancaran dalam menyelesaikan
laporan kasus ini. Tugas ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Fakultas Kedokteran Universitas
Tarumanagara periode 9 Januari 11 Februari 2017 di RSUD RAA Soewondo Pati.
Penulis ucapkan terima kasih kepada dr. Ardhian Noor Wicaksono, Sp.THT-KL
yang telah membimbing dalam pembuatan laporan kasus ini dan juga kepada seluruh
tim yang memberikan dorongan baik moril maupun spiritual dalam proses penyusunan
laporan kasus sehingga dapat berjalan dengan lancar.
Penulis sangat menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
laporan kasus ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
pembaca demi perbaikan pembuatan laporan kasus selanjutnya.
Demikianlah, semoga penyusunan laporan kasus ini bermanfaat. Akhir kata,
penulis mengucapkan terima kasih atas semua perhatiannya.

Pati, Januari 2017

Penulis
STATUS PASIEN

IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. J
Umur : 33 tahun
Pendidikan : S1
Status : Menikah
Pekerjaan : Karyawan
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Alamat : Sarirejo Pati, Pati, Jawa Tengah

ANAMNESIS
Telah dilakukan anamnesis secara Autoanamnesis pada tanggal 14 Januari
2017, pukul 07.00 di bangsal Bougenville.
Tanggal MRS : 13 Januari 2017, pukul 10.15 WIB
Keluhan Utama : Nyeri saat menelan
Keluhan Tambahan :
Banyak ludah di mulut
Suara sengau
Terasa mengganjal di tenggorokan

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Lima hari SMRS (9 Januari 2017) pasien merasa nyeri menelan sejak pagi hari
setelah meminum minuman jus sachet dingin. Selain itu pasien juga merasa
banyak ludah di mulutnya, suara menjadi sengau bila berbicara, dan terasa seperti
ada yang mengganjal di tenggorokan. Karena merasa terganggu maka pasien
memutuskan ke dokter umum pada sore hari lalu diberi 3 jenis obat. Esoknya (10
Januari 2017) pasien masih merasa tidak membaik sehingga sore harinya pasien
ke dokter umum lainnya dan diberi 4 macam obat. Dua hari kemudian (12 Januari
2017) pasien masih merasa tidak membaik sehingga pasien memutuskan ke klinik
spesialis THT dan dokter menganjurkan untuk kembali ke poli THT RSUD
Soewondo Pati besok paginya (13 Januari 2017) untuk menjalani rawat inap.

1
Pada hari pemeriksaan (14 Januari 2017) pasien sudah merasa nyeri telannya
berkurang tetapi masih terasa seperti ada yang mengganjal di tenggorokan.
Keluhan demam disangkal, mulut berbau disangkal, nyeri telinga disangkal,
sukar membuka mulut / kaku disangkal, mual dan muntah disangkal. Pasien
sering sakit tenggorokan berulang dalam 1 tahun terakhir ini. Pasien menderita
gigi berlubang yang sudah bertahun-tahun.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


Pasien menyangkal adanya riwayat diabetes mellitus dan hipertensi.

RIWAYAT KELUARGA
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit diabetes mellitus, hipertensi, dan
penyakit jantung pada keluarga.

RIWAYAT KEBIASAAN
Pasien suka minum minuman dingin. Pasien berhenti merokok sejak 1 bulan
lalu. Konsumsi alkohol disangkal.

RIWAYAT OBAT
Pasien sudah minum obat-obatan dari dokter sebelum ke klinik THT RSUD
Soewondo. Alergi obat disangkal.

PEMERIKSAAN FISIK
TANDA-TANDA VITAL
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Frekuensi nadi : 86x/menit, regular, isi cukup
Suhu : 36,6 oC
Laju Pernapasan : 18x/menit
Berat Badan : 75 kg

2
STATUS LOKALIS
A. TELINGA
TELINGA KANAN TELINGA KIRI
INSPEKSI
Aurikula Bentuk (N) Bentuk (N)
Peradangan (-) Peradangan (-)
Sikatriks (-) Sikatriks (-)
Fistula Prearikular (-) Fistula Prearikular (-)
Fistula Retroaurikula (-) Fistula Retroaurikula (-)
Abses Retroaurikula (-) Abses Retroaurikula (-)
Meatus Lapang Lapang
Auricula Hiperemis (-) Hiperemis (-)
Sekret (-) Sekret (-)
Eksterna
Furunkel (-) Furunkel (-)
Jaringan Granulasi (-) Jaringan Granulasi (-)
Serumen (+) Serumen (+)
Benda Asing (-) Benda Asing (-)
Massa Tumor (-) Massa Tumor (-)
Eksostose (-) Eksostose (-)
Membran Bentuk utuh Bentuk utuh
Timpani Perforasi (-) Perforasi (-)
Refleks Cahaya (+) Refleks Cahaya (+)
Warna putih mengkilat Warna putih mengkilat
Atrofi (-) Atrofi (-)
Bercak putih (-) Bercak putih (-)
Bulging (-) Bulging (-)
PALPASI
Nyeri pergerakan Nyeri pergerakan
aurikula (-) aurikula (-)
Nyeri tekan tragus (-) Nyeri tekan tragus (-)
Nyeri tekan mastoid (-) Nyeri tekan mastoid (-)
B. HIDUNG
HIDUNG KANAN HIDUNG KIRI
HIDUNG LUAR
Inspeksi Bentuk (N) Bentuk (N)
Frog Nose (-) Frog Nose (-)
Ragaden (-) Ragaden (-)
Depresi tulang hidung (-) Depresi tulang hidung (-)
Udara pernafasan (+) Udara pernafasan (+)
Palpasi Nyeri tekan hidung (-) Nyeri tekan hidung (-)
Nyeri tekan sinus Nyeri tekan sinus

3
paranasal (-) paranasal (-)
RINOSKOPI ANTERIOR
Vestibulum Furunkel (-) Furunkel (-)
Nasi Laserasi (-) Laserasi (-)
Bekuan darah (-) Bekuan darah (-)
Kavum Lapang Lapang
Nasi Sekret (-) Sekret (-)
Konka nasi inferior (N) Konka nasi inferior (N)
Meatus nasi inferior (N) Meatus nasi inferior (N)
Septum nasi (N) Septum nasi (N)
Mukosa hidung merah Mukosa hidung merah
muda muda
Benda asing (-) Benda asing (-)
Masa tumor (-) Masa tumor (-)
Konka nasi media (N) Konka nasi media (N)
Meatus nasi media (N) Meatus nasi media (N)

4
C. MULUT DAN TENGGOROKAN
Mulut Trismus (-)
Hipersalivasi (-)
foetor ex ora (-)
Mukosa pipi Warna merah muda
perdarahan (-)
ulserasi (-)
Gusi Warna merah muda
Edema (-)
perdarahan (-)
Gigi Jumlah 3212 2123
3212 2123
Warna putih
Karies (+)

Palatum Berwarna merah muda


Durum massa (-)
ulserasi (-)
Perdarahan (-)

Palatum Oedem (+)


mole Hiperemis (+)
Gerakan palatum mole (+)
Arkus Oedema (+/-)
faring Hiperemis (+)

Uvula Di tengah
Tonsil Ukuran : T1- T1
Kripta tidak melebar
Detritus (-)
Membran (-)

5
D. LEHER
Pembesaran KGB submandibula (-)
Nyeri tekan (-)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Berikut hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 13 Januari 2017.

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


DARAH RUTIN
Leukosit 14,2 103/L 3.8 10.60
Eritrosit 5,61 106/L 4.70 6.1
Hemoglobin 15,8 g/dl 14 - 18
Hematokrit 43,7 % 40.0 52.0
MCV 77,9 fL 79.0 - 99.0
MCH 28.2 Pg 27-31
MCHC 36,2 g/dL 33.0 37.0
Trombosit 291 103/L 150 - 450
HITUNG JENIS LEUKOSIT
Neutrofil 76,50 % 50.0 70.0
Limfosit 11.50 % 25.0 40.0
Monosit 11.80 % 0.16 1
Eosinofil 0.10 % 24
Basofil 0.10 % 01

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI RUJUKAN


HbsAg Reaktif Non Reaktif

6
SGOT 17.8 U/L 0.0 35.0
SGPT 29.3 U/L 0.0 41.0
GDS 91 mg/dL 70 125
Ureum 31.4 mg/dL 10 50
Creatinin 1.07 mg/dL 0.6 1.2
Protombin time 12,3 Detik
Ratio 0,99
INR 0,97
APTT/PTTK Pasien 20.7 Detik 20.0 40.0
Kontrol 30.5 Detik

RESUME
Telah diperiksa seorang laki-laki usia 33 tahun dengan keluhan nyeri telan
sejak 5 hari SMRS setelah meminum minuman jus sachet dingin. Pasien juga
merasa banyak ludah di mulutnya, suara menjadi sengau bila berbicara, dan terasa
seperti ada yang mengganjal di tenggorokan. Keluhan demam disangkal, mulut
berbau disangkal, nyeri telinga disangkal, sukar membuka mulut / kaku disangkal,
mual dan muntah disangkal. Pasien sering sakit tenggorokan berulang dalam 1
tahun terakhir ini. Pasien menderita gigi berlubang yang sudah bertahun-tahun.
Sebelumnya pasien sudah mengkonsumsi obat-obatan dari dokter umum
namun tidak merasa membaik. Pasien memiliki riwayat merokok.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, compos mentis,
tanda-tanda vital dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis regio mulut
dan tenggorokan: trismus (-), hipersalivasi (-), foeter ex ora (-); Mukosa pipi
merah muda; gigi karies (+); palatum durum merah muda; palatum mole
hiperemis (+), oedema (+), gerakan (+); arkus faring oedema (+/-), hiperemis (+),
uvula di tengah, tonsil T1-T1, kripta tidak melebar, detritus (-). Pemeriksaan KGB
submandibula tidak ditemukan pembesaran dan nyeri tekan. Pemeriksaan hidung
dan telinga didapatkan dalam batas normal.
Hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan leukositosis dan HbsAg reaktif.
Pemeriksaan laboratorium lainnya dalam batas normal.

DIAGNOSA
DIAGNOSA KERJA : Peritonsilitis Akut Dekstra
DIAGNOSA BANDING : Tonsilitis akut, abses peritonsillar

7
TATALAKSANA
IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 gr /24 jam
Inj. Methylprednisolone 62,5 mg /12 jam
Inj. Ketorolac 15 mg /8 jam

PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanationam : bonam
Ad fungsionam : bonam

FOLLOW UP (16 Januari 2017)


Perjalanan Penyakit
S nyeri menelan (-), rasa mengganjal (-), demam (-). Makan / minum
membaik

O TD 120/80 mmHg
Nadi 82x /menit
Suhu 36,7oC
Telinga: Liang Telinga lapang, membrane timpani intak, discharge (-)
Hidung: CNDS lapang, SD -/-, discharge (-)
Tenggorok: uvula di tengah, arkus faring edema (-/-), hiperemis (-), T1-
T1, dinding faring posterior tenang.

8
Peritonsilitis Perbaikan
A
Rawat jalan, terapi pulang:
P
1. Clindamycin 150 mg 3x1
2. Metilprednisolon 4 mg 2 x 1

9
TINJAUAN PUSTAKA

1. ANATOMI
Rongga mulut dan faring dibagi menjadi beberapa bagian. Rongga mulut
terletak di depan batas bebas palatum mole, arkus faringeus anterior dan dasar
lidah. Nasofaring meluas dari dasar tengkorak sampai batas palatum mole.
Orofaring meluas dari batas tadi sampai batas epiglotis, sedangkan di bawah garis
batas ini adalah laringofaring atau hipofaring. 1

Anatomi Faring

1.1 RONGGA MULUT1


Bibir dan pipi terutama disusun oleh sebagian besar otot orbikularis oris yang
dipersarafi oleh saraf fasialis. Vermilion berwarna merah karena ditutupi oleh
lapisan tipis epitel skuamosa. Ruangan di antara mukosa pipi bagian dalam dan
gigi adalah vestibulurn oris. Muara duktus kelenjar parotis menghadap gigi molar
kedua atas.
Gigi pada bayi terdiri dari dua gigi seri, satu gigi taring dan dua gigi geraham.
Gigi dewasa terdiri dari dua gigi seri dan satu gigi taring, dua gigi premolar dan
tiga gigi molar. Daerah di antara gigi molar paling belakang atas dan bawah
dikenal dengan trigonum retromolar.

10
Palatum dibentuk oleh tulang dari palatum durum dibagian depan dan
sebagian besar dari otot palatum mole dibagian belakang. Dasar mulut diantara
lidah dan gigi terdapat kelenjar sublingual dan bagian dari kelenjar submandibula.
Muara duktus mandibularis terletak di depan di tepi frenulum lidah.
Lidah merupakan organ muskular yang aktif. Dua pertiga bagian depan dapat
digerakkan, sedangkan pangkalnya terfiksasi. Otot dari lidah dipersarafi oleh saraf
hipoglosus. Perasaan dua pertiga lidah bagian depan dipersarafi oleh saraf
lingualis dan saraf glosofaringeus pada sepertiga lidah bagian belakang.

Anatomi Rongga Mulut

1.2 NASOFARING
Nasofaring yang relatif kecil, mengandung serta berhubungan erat dengan
beberapa struktur penting, seperti adenoid, jaringan limfoid pada dinding lateral
faring dengan resesus faring yang disebut fosa Rosenmuller, kantong Rathke, yang
merupakan invaginasi struktur embrional hipofisis serebri, torus tubarius, suatu
refleksi mukosa faring di atas penonjolan kartilago tuba Eustachius, koana, foramen
jugulare, yang dilalui oleh n. glosofaring, n. vagus dan n.asesorius spinal saraf kranial
dan v.jugularis interna, bagian petrosus os temporalis dan foramen laserum dan muara
tuba Eustachius.2

11
1.3 OROFARING
Orofaring disebut juga mesofaring dengan batas atasnya adalah palatum mole,
batas bawah adalah tepi atas epiglottis, ke depan adalah rongga mulut, sedangkan ke
belakang adalah vertebra sevikal. Struktur yang terdapat di rongga orofaring adalah
dinding posterior faring, tonsil palatine, fosa tonsil serta arkus faring anterior dan
posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. 2

1.3.1 Fosa Tonsil2


Fosa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas lateralnya
adalah m.konstriktor faring superior. Pada batas atas yang disebut kutub atas
(upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang dinamakan fossa supratonsil. Fosa ini
berisi jaringan ikat jarang dan biasanya merupakan tempat nanah memecah ke luar
bila terjadi abses. Fosa tonsil diliputi oleh fasia yang merupakan bagian dari fasia
bukofaring dan disebut kapsul.

Dinding Faring Bagian Lateral

1.3.2 Tonsil2
Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh
jaringan ikat dengan kriptus didalamnya. Terdapat 4 macam tonsil yaitu tonsil
faringal (adenoid), tonsil palatina, tonsil lingual, dan tonsil tuba eustachius yang
membentuk lingkaran cincin Waldeyer.

12
Tonsil Palatina biasanya disebut tonsil saja. Terletak di dalam fosa tonsil.
Pada kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil. Kutub bawah tonsil
biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil bentuknya beraneka
ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil
ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Di dalam kriptus biasanya
biasanya ditemukan leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa
makanan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil. Tonsil mendapat darah dari a. palatina minor, a.palatina
ascendens, cabang tonsil a. maksila eksterna, a. faring ascendens dan a .lingualis
dorsal.

1.4 LARINGOFARING (HIPOFARING)2


Bila laringofaring diperiksa dengan kaca tenggorok (pemeriksaan laring tidak
langsung) atau dengan laringoskop (pemeriksaan laring langsung), maka struktur
pertama yang tampak di bawah dasar lidah ialah valekula (pill pockets). Bagian ini
merupakan dua buah cekungan yang dibentuk oleh ligamentum glosoepiglotika
medial dan ligamentum glosoepiglotika lateral pada tiap sisi.
Dibawah valekula terdapat epiglottis, berfungsi untuk melindungi (proteksi)
glotis ketika menelan minuman atau bolus makanan, pada saat bolus tersebut
menuju ke sinus piriformis dan ke esofagus. Nervus laring superior berjalan di
bawah dasar sinus piriformis pada tiap sisi laringofaring.

Gambaran Laringoskopi

13
2. PERITONSILITIS
2.1 DEFINISI
Peritonsilitis adalah suatu infeksi akut pada jaringan ikat longgar antara
m.konstriktor faring dengan tonsil pada fosa tonsil. Infeksi ini menembus kapsul
tonsil (biasanya pada kutub atas).3,4 Dikenal juga sebagai peritonsilar selulitis,
istilah peritonsilitis mengacu pada abses peritonsilar atau Quinsy, dimana terjadi
pengumpulan material purulen di ruang peritonsilar, sehingga memberikan
gambaran benjolan palatal unilateral.5 Banyak buku tidak membuat batasan yang
jelas antara kedua keadaan peritonsilar ini.6 Ketika pada aspirasi jarum tidak
didapatkan pus, maka disebut peritonsilitis atau peritonsilar selulitis.1,5 Dapat
dibedakan juga dalam penatalaksanaan, pada abses peritonsilar biasanya tidak
membaik tanpa prosedur drainase sedangkan peritonsilar selulitis memberikan
respon hanya dengan pemberian antibiotik.6

2.2 ETIOLOGI 1,2


Biasanya kuman penyebab sama dengan penyebab tonsillitis, dapat ditemukan
kuman aerob terutama Streptococcus pyogenes, yang agak jarang Staphylococcus
aureus. Dapat juga ditemukan kuman anaerob dari famili Bacteroides.

2.3 EPIDEMIOLOGI7
Peritonsilitis lebih sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda, tetapi dapat
terjadi juga pada semua usia. Beberapa faktor predisposisi yaitu tonsillitis kronis,
infeksi gigi, merokok, dan infeksi mononukleosis. Peritonsilitis dapat terjadi pada
pasien yang sebelumnya telah menjalani tonsilektomi total.

2.4 PATOFISIOLOGI2
Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar,
oleh karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering
menempati daerah ini, sehingga tampak palatum mole membengkak. Abses
peritonsil juga dapat terbentuk di bagian inferior, namun jarang. Pada stadium
permulaan, (stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak juga permukaan yang
hiperemis. Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan berwarna
kekuning-kuningan. Tonsil terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula
terdorong ke sisi kontra lateral. Bila proses terus berlanjut, peradangan jaringan di

14
sekitarnya akan menyebabkan iritasi pada m.pterigoid interna, sehingga timbul
trismus. Abses dapat pecah spontan, sehingga dapat terjadi aspirasi ke paru.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Selain gejala dan tanda tonsillitis akut, juga terdapat odinofagia (nyeri
menelan) yang hebat dengan onset yang bertahap, biasanya pada sisi yang sama
juga terjadi nyeri telinga (otalgia), mungkin terdapat regurgitasi (muntah), mulut
berbau (foetor ex ore), banyak ludah (hipersalivasi), suara gumam (hot potato
voice), serta pembengkakan kelenjar submandibula dengan nyeri tekan. Demam
sekitar 100oF (37,7oC) atau lebih tinggi.2,1

2.6 PEMERIKSAAN FISIK


Baik pada abses ataupun selulitis ditemukan mukosa eritematosa 7 dan terjadi
pembengkakan di atas tonsil yang terkena, tetapi pada abses terdapat benjolan
yang lebih berbeda, dengan deviasi palatum mole dan uvula disertai trismus. 4
Sedangkan pada pasien-pasien dengan selulitis ditemukan bengkak di daerah
palatum mole dan peritonsilar namun biasanya uvula tetap di tengah (midline).6

Gambar Peritonsilitis (kiri) dan Abses Peritonsil (kanan)

2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG4


1. Needle Aspiration
Pasien dengan tanda dan gejala di atas perlu dilakukan needle aspiration
kemudian dilakukan pemeriksaan kultur. Terdapatnya pus pada aspirasi
membedakan abses dengan selulitis.4 Jika pada aspirasi tidak ditemukan pus
maka diagnosis peritonsilitis ditegakkan.5
2. Pemeriksaan radiologi
CT-Scan atau ultrasonografi leher dapat membantu menentukan diagnosis
jika sulit dilakukan pemeriksaan fisik atau jika diagnosis meragukan,

15
khususnya ketika kondisi harus dibedakan dengan infeksi parafaringeal atau
infeksi leher dalam lainnya.4

2.8 TATALAKSANA
Diberikan antibiotika dan obat simtomatik. Baik pada peritonsilitis atau
Quinsy, mulai antibiotik dengan target untuk bakteria gram positif, umumnya
streptococcus. Penisilin merupakan pilihan kecuali pada pasien yang alergi atau
resisten dengan penisilin. Selain benzylpenicillin intravena, co-amoxiclav dapat
digunakan sebagai terapi pilihan pertama.5 Klindamisin dan sefalosporin juga
dapat diberikan selain golongan penisilin.1,2 Juga perlu kumur-kumur dengan air
hangat dan kompres dingin pada leher. 5,2
Bila telah terbentuk abses, dilakukan pungsi pada daerah abses, kemudian
diinsisi untuk mengeluarkan nanah. Tempat insisi ialah di daerah yang paling
menonjol dan lunak, atau pada pertengahan garis yang menghubungkan dasar
uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit. Kemudian pasien
dianjurkan untuk operasi tonsilektomi bila dilakukan bersama-sama tindakan
drainase abses, disebut tonsilektomi a chaud. Bila tonsilektomi dilakukan 3-4
hari sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi a tiede, dan bila tonsilektomi
4-6 minggu sesudah drainase abses, disebut tonsilektomi a froid. Pada
umumnya tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang, yaitu 2-3 minggu
sesudah drainase abses.2

2.9 DIAGNOSIS BANDING


Peritonsilitis dibedakan dengan tonsillitis dan abses peritonsilar, ketiganya
memiliki gejala nyeri menelan, demam, otalgia dan pembengkakan kelenjar
submandibula dengan nyeri tekan.2
Demam pada tonsillitis dengan suhu tubuh yang tinggi disertai rasa lesu, rasa
nyeri di sendi-sendi dan tidak nafsu makan. Berbeda dengan peritonsilitis, pada
pemeriksaan fisik didapatkan tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus
berbentuk folikel, lacuna atau tertutup oleh membrane semu. Kelenjar
submandibula membengkak dan nyeri tekan.2
Abses peritonsilar merupakan proses lanjut dari peritonsilitis. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan palatum mole membengkak yang lebih besar dari
peritonsilitis sehingga uvula deviasi serta terdapat trismus.4 Pada pemeriksaan

16
aspirasi didapatkan pus.5,1 Abses peritonsilar biasanya tidak membaik tanpa
prosedur drainase sedangkan peritonsilar selulitis memberikan respon hanya
dengan pemberian antibiotik.6

2.10 KOMPLIKASI2
Jika proses peritonsilitis berlanjut dapat terjadi supurasi sehingga terbentuk
abses peritonsilar. Beberapa komplikasi dari abses peritonsilar yaitu:
1. Abses pecah spontan, dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau
piemia.
2. Penjalaran infeksi dan abses ke daerah parafaring, sehingga terjadi abses
parafaring. Pada penjalaran selanjutnya, masuk ke mediastinum, sehingga
terjadi mediastinitis.
3. Bila perjadi penjalaran ke daerah intracranial, dapat mengakibatkan
thrombus sinus kavernosus, meningitis dan abses otak.

2.11 PROGNOSIS
Kebanyakan pasien yang diberikan antibiotik dan drainase (pada abses
peritonsilar) yang adekuat membaik dalam beberapa hari. Sedikit pasien
menderita abses lainnya di kemudian hari sehingga membutuhkan tonsilektomi.
Jika pasien terus mengeluhkan kekambuhan atau nyeri tenggorokan kronik setelah
insisi dan drainase dilakukan, maka dapat diindikasikan tonsilektomi.8

17
ANALISA KASUS

TEORI KASUS
Manifestasi klinis: Anamnesa :
Odinofagia (nyeri menelan) Nyeri menelan setelah meminum
Nyeri telinga (otalgia) pada sisi minuman jus sachet dingin
yang sama, Merasa banyak ludah di
Regurgitasi (muntah) mulutnya
Mulut berbau (foetor ex ore) Suara menjadi sengau bila
Banyak ludah (hipersalivasi)
Suara gumam (hot potato voice) berbicara
Pembengkakan kelenjar Rasa mengganjal di

submandibula dengan nyeri tekan tenggorokan


Demam sekitar 100of (37,7oc) atau
lebih tinggi.
Faktor Predisposisi: Anamnesa :
Tonsillitis kronis Gigi berlubang & karies (PF)
Infeksi gigi Riw. merokok
Merokok
infeksi mononukleosis
Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan Fisik:
Abses: Selulitis:
Palatum mole oedema (+),
Mukosa Mukosa
Hiperemis (+)
eritematosa eritematosa Arkus faring oedema (+/-),
Oedema pala- Oedema
hiperemis(+)
tum mole >> pala-tum Uvula di tengah
Deviasi uvula Trismus (-)
mole <<
Trismus (+) Uvula di
tengah
Tatalaksana: Tatalaksana:
1. Antibiotika Rawat inap
Penisilin IVFD RL 20 tpm
Inj. Ceftriaxone 2 gr /24 jam
Klindamisin
Inj. Methylprednisolone 62,5 mg /12
Sefalosporin
jam
Inj. Ketorolac 15 mg /8 jam
2. Simptomatik Rawat Jalan

18
Clindamycin 150 mg 3x1
Metilprednisolon 4 mg 2 x 1

Kesimpulan: Dari data anamnesis dan pemeriksaan fisik, dapat disimpulkan


diagnosis pasien adalah peritonsilitis akut

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Adams GL, Boies LR, Higler PA. 1 Buku Ajar Penyakit THT. Ed 6. EGC.
Jakarta; 2001;
2. Soepardi AE.dr, Iskandar N.Dr.Prof, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher, FKUI, Jakarta, 2014.
3. Fandi Agus, Dewa Artha. Peritonsilar Abscess. MEDICINA 2013;44:186-
189.
4. Sasaki CT. Peritonsillar Abscess and Cellulitis. Merck Manuals
Professional Edition. 2016 [cited 25 Jan 2017] Available at:
http://www.msdmanuals.com/professional/ear,-nose,-and-throat-
disorders/oral-and-pharyngeal-disorders/peritonsillar-abscess-and-cellulitis
5. Mohamad I, Yaroko AA. Peritonsillar Swelling is not always Quinsy.
Malaysian Family Physician. 2013; 8(2): 53-5.
6. Roberts J. Emergency Department Approach to Peritonsillar Cellulitis.
Emergency Medicine News. 2001;23(2):16.
7. Adams J. Emergency medicine. 1st ed. Philadelphia, Pa: Elsevier/
Saunders; 2013; 252-3.
8. Gosselin BJ. Peritonsillar Abscess: Background, Anatomy,
Pathophysiology [Internet]. Emedicine.medscape.com. 2017 [cited 27
January 2017]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article /
194863-overview#a2

20

Anda mungkin juga menyukai