Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Sepsis pada Neonatus


Sepsis pada neonatus atau BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasif
dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti darah,
cairan sumsum tulang atau air kemih. Keadaan ini sering terjadi pada bayi
berisiko misalnya pada BKB, BBLR, Bayi dengan Sindrom Gangguan Nafas atau
bayi yang lahir dari ibu berisiko. Infeksi pada BBL dapat terjadi in utero
(antenatal), tersering melalui penyebaran mikroorganisme transplasental kedalam
tubuh janin, infeksi pada waktu persalinan (intranatal) bisa terjadi akibat aspirasi
cairan amnion yang terinfeksi atau dari cairan vagina, tinja, urin ibu. Sedangkan
infeksi setelah lahir dan selama periode neonatal (pascanatal) semuanya
disebabkan oleh pengaruh lingkungan.

2.2 Etiologi
Infeksi neonatal merupakan sindroma klinis dari penyakit sistemik akibat infeksi
selama satu bulan pertama kehidupan. Bakteri, virus, jamur dan protozoa dapat
menyebabkan sepsis bayi baru lahir.
Pola kuman penyebab sepsis tidak selalu sama antara satu Rumah sakit
dengan Rumah sakit yang lain. Perbedaan tersebut terdapat pula antar suatu
negara dengan negara lain. Hampir sebagian besar kuman penyebab di negara
berkembang adalah kuman Gram negatif berupa kuman enterik seperti
Enterobacter sp, Klebsiella sp dan Coli sp. Indonesia sebagai salah satu negara
yang sedang berkembang, pola kuman yang terlihat juga tidak banyak berbeda
dengan kuman di negara berkembang lainnya.

2.3 Klasifikasi
Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua kelompok yaitu sepsis awitan dini dan
awitan lambat.

1. Sepsis awitan dini (early onset). Kelainan ditemukan pada hari-hari


pertama kehidupan (umur dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal
karena penyakit ibu atau infeksi yang diderita ibu selama persalinan atau
kelahiran.
2. Sepsis awitan lambat (late onset). Disebabkan kuman yang berasal dari
lingkungan di sekitar bayi setelah hari ke 3 lahir. Proses infeksi semacam
ini disebut juga infeksi dengan transmisi horizontal dan termasuk
didalamnya infeksi karena kuman nosokomial.
2.4 Patofisiologi dan Patogenesis
Selama dalam kandungan janin relatif aman terhadap kontaminasi kuman karena
terlindung oleh berbagai organ tubuh seperti plasenta, selaput amnion, khorion
dan beberapa faktor anti infeksi pada cairan amnion. Walaupun demikian
kemungkinan kontaminasi dapat timbul melalui berbagai jalan, yaitu:
1. Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin
2. Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor aseptik/antiseptik
misalnya saat pengambilan contoh darah janin, bahan vili khorion atau
amniosintesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur dilakukan
akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi kontaminasi
kuman pada janin.
3. Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk
ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi melalui saluran
pernapasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman pada bayi
yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban pecah lebih dari jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang mendapat
prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi dalam ventilator,
kurang memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap yang terlalu lama dan
hunian terlalu padat, dll.
Short MA (2004) mengemukakan bahwa patofisiologi dan tingkat
beratnya sepsis tampaknya tidak banyak berbeda antara pasien dewasa dan bayi.
Sepsis biasanya akan dimulai dengan adanya respon sistemik tubuh dengan
gambaran proses inflamasi, koagulopati, gangguan fibrinolisis yang selanjutnya
menimbulkan gangguan sirkulasi dan perfusi yang berakhir dengan gangguan
fungsi organ.
Pada infeksi awitan dini, respon sistemik pada BBL terjadi saat bayi masih
didalam kandungan. Keadaan ini dikenal dengan fetal inflammatory response
syndrome (FIRS), yaitu infeksi janin atau BBL terjadi karena penjalaran infeksi
kuman vagina -ascending infection- atau infeksi yang menjalar secara hematogen
dari ibu yang menderita infeksi. Dengan demikian konsep infeksi pada BBL,
khusus pada infeksi awitan dini, perjalanan penyakit bermula dengan FIRS
kemudian sepsis, sepsis berat, syok septik/renjatan septik, disfungsi multiorgan
dan akhirnya kematian. Berbeda halnya pada infeksi awitan lambat, respon
sistemik terjadi setelah diluar kandungan akibat infeksi yang berasal dari
lingkungan tempat perawatan pasien.

2.5 Manifestasi Klinis dan Diagnosis


Gambaran klinis sepsis neonatal tidak spesifik. Pada sepsis awitan dini, janin yang
terkena infeksi mungkin mengalami takikardi, lahir dengan asfiksia, dan
memerlukan resusitasi karena nilai agpar yang rendah. Setelah lahir bayi terlihat
lemah dan tampak gambaran hipo/hipertermia, hipoglikemia atau kadang2
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan fungsi
organ.

1. Anamnesis
 Riwayat ibu mengalami infeksi intrauterin, demam dengan kecurigaan
infeksi berat atau ketuban pecah dini
 Riwayat persalinan tindakan, penolong persalinan, lingkungan persalinan yang
kurang higienis
 Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah
 Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur meconium
 Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
 Riwayat keadaan bayi lunglai, mengantuk aktivitas berkurang atau
iritabel/rewel, muntah, perut kembung, tidak sadar, kejang
2. Pemeriksaan fisis
A. Keadaan Umum
 Suhu tubuh tidak normal (lebih sering hipotermia)
 Letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas berkurang
 Malas minum setelah sebelumnya minum dengan baik
 Iritabel atau rewel
B. Gastroenterologi
 Muntah, diare, perut kembung, hepatomegali
 Perdarahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb > 2 g%,
hipotensi, perlu tranfusi darah atau operasi gastrointestinal
C. Hepar
 Bilirubin total > 3 mg%
D. Kulit
 Perfusi kulit kurang, sianosis, petekie, ruam, sklerema, ikterik.
E. Kardiopulmonal
 Hipotensi (tekanan darah sistolik < 40 mmHg). Terjadi henti jantung.
Denyut jantung < 50 / > 220 / menit. pH darah < 7.2 pada PaCO2
normal
 Takipnu (frekuensi napas > 90 x / menit), distres respirasi (napas
cuping hidung, merintih, retraksi), PaCO2 > 65 mmHg, PaO2 <
40 mmHg, memerlukan ventilasi mekanik, FiO2 < 200 tanpa kelainan
jantung sianotik.
F. Neurologis
 Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol,
kaku kuduk sesuai dengan meningitis.
Berikut kelompok temuan yang berhubungan dengan Infeksi Neonatorum:
Kategori A Kategori B

1) Kesulitan bernapas (mis. apnea, 1) Tremor


napas kurang dari 40 kali per
2) Letargi atau lunglai
menit, retraksi dinding dada,
grunting pada waktu ekspirasi, 3) Mengantuk atau aktivitas berkurang
sianosis sentral)
4) Iritabel atau rewel
2) Kejang
3) Tidak sadar 5) Muntah (menyokong ke arah sepsis)
4) Suhu tubuh tidak normal, (tidak
6) Perut kembung (menyokong ke arah
normal sejak lahir & tidak
sepsis)
memberi respon terhadap terapi
atau suhu tidak stabil sesudah 7) Tanda-tanda mulai muncul sesudah
pengukuran suhu normal selama hari ke empat (menyokong ke arah
tiga kali atau lebih, menyokong sepsis)
ke arah sepsis)
8) Air ketuban bercampur mekonium
5) Persalinan di lingkungan yang
kurang higienis (menyokong ke 9) Malas minum sebelumnya minum
arah sepsis) dengan baik (menyokong ke arah
6) Kondisi memburuk secara cepat sepsis)
dan dramatis (menyokong ke
arah sepsis)

Diagnosis sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien yang tidak
spesifik. Kecurigaan besar sepsis, bila:
 Pada bayi umur sampai dengan 3 hari: Bila ada riwayat ibu dengan infeksi
rahim, demam dengan kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini
atau bayi mempunyai 2 atau lebih kategori A atau 3 atau lebih kategori B.
 Pada bayi umur lebih dari 3 hari: Bila bayi mempunyai dua atau lebih
temuan kategori A atau tiga atau lebih temuan kategori B.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Bervariasinya gambaran klinis yang tidak seragam menyebabkan kesulitan dalam
menentukan diagnosis pasti. Untuk hal itu pemeriksaan penunjang baik
pemeriksaan laboratorium ataupun pemeriksaan khusus lainnya sering digunakan
dalam membantu menegakkan diagnosis.
Bila tersedia fasilitas, maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang
sebagai berikut:
 Pemeriksaan jumlah leukosit dan hitung jenis secara serial untuk menilai
perubahan akibat infeksi. Dapat ditemukan adanya leukositosis atau
leukopenia, trombositopenia.
 Ditemukan kuman pada pemeriksaan pengecatan gram darah.
 Gangguan metabolik: Hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik.
 Peningkatan kadar bilirubin.
2.7 Manajemen
a. Antibiotik
Eliminasi kuman merupakan pilihan utama dalam manajemen sepsis neonatal.
Pada kenyataannya menentukan kuman secara pasti tidak mudah dan
membutuhkan waktu. Untuk memperoleh hasil yang optimal pengobatan
sepsis harus cepat dilaksanakan. Sehubungan dengan hal tersebut pemberian
antibiotika secara empiris terpaksa diberikan untuk menghindarkan
berlanjutnya perjalanan penyakit.
Pemberian pengobatan pasien biasanya dengan memberikan
antibiotik kombinasi yang bertujuan untuk memperluas cakupan
mikroorganisme patogen yang mungkin diderita pasien. Diupayakan
kombinasi antibiotik tersebut mempunyai sensitifitas yang baik terhadap
kuman Gram positif maupun Gram negatif. Tergantung pola dan resistensi
kuman di masing-masing Rumah sakit biasanya antibiotik yang dipilih adalah
golongan ampisilin / kloksasilin / vankomisin dan golongan aminoglikosid /
sefalosporin.
Lamanya pengobatan sangat tergantung kepada jenis kuman
penyebab. Pada penderita yang disebabkan oleh kuman Gram positif,
pemberian antibiotik dianjurkan selama hari, sedangkan penderita dengan
kuman Gram negatif pengobatan dapat diteruskan sampai 2-3 minggu.
b. Respirasi
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk mencegah hipoksia.
Pada kasus tertentu mungkin dibutuhkan ventilator mekanik.
c. Kardiovaskular
Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan serta lakukan
pemantauan tekanan darah (bila tersedia fasilitas) dan perfusi jaringan untuk
medeteksi dini adanya syok. Pada gangguan perfusi dapat diberikan volume
ekspander (NaCl fisiologis, darah atau albumin, tergantukebutuhan) sebanyak
10 ml/kgBB dalam waktu setengah jam, dapat diulang 1-2 kali. Jangan lupa
untuk melakukan monitor keseimbangan cairan. Pada beberapa keadaan
mungkin diperlukan obat-obat inotropik seperti dopamin atau dobutamin.
d. Hematologi
Transfusi komponen jika diperlukan, atasi kelainan yang mendasari.
Tunjangan nutrisi adekuat
Manajemen khusus
 Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta serta
komplikasi yang terjadi (misal: kejang, gangguan metabolik, hematologi,
respirasi, gastrointestinal, kardiorespirasi, hiperbilirubin).
 Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian
imunoglobulin, antibodi monoklonal atau transfusi tukar (bila fasilitas
memungkinkan).
 Transfusi tukar diberikan jika tidak terdapat perbaikan klinis dan
laboratorium setelah pemberian antibiotik adekuat.
e. Bedah
Pada kasus tertentu, seperti hidrosefalus dengan akumulasi progesif dan
enterokolitis nekrotikan, diperlukan tindakan bedah.
f. Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya, dll)
Pengelolaan bersama dengan sub bagian Neurologi anak, Pediatri Sosial,
bagian Mata, Bedah Syaraf dan Rehabilitasi anak.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis, terutama jika
disertai dengan meningitis, adalah gangguan tumbuh kembang berupa gejala sisa
neurologis seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran belajar dan
kelainan tingkah laku.

2.9 Langkah Preventif


 Mencegah dan mengobati ibu demam dengan kecurigaan infeksi berat
atau infeksi intrauterin.
 Mencegah dan pengobatan ibu dengan ketuban pecah dini.
 Perawatan antenatal yang baik.
 Mencegah aborsi yang berulang, cacat bawaan.
 Mencegah persalinan prematur.
 Melakukan pertolongan persalinan yang bersih dan aman.
 Melakukan resusitas dengan benar.
 Melakukan tindakan pencegahan infeksi : cuci tangan
 Melakukan identifikasi awal terhadap faktor resiko sepsis pengelolaan yang
efektif.
DAFTAR PUSTAKA

Kosim, M. Sholeh, dkk. 2008. Buku Ajar Neonatologi. Ed.I. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.

Tim Paket Pelatihan Klinik PONED. 2008. Buku Acuan Pelayanan


Obstetri dan Neonatal Emergensi Dasar (PONED). Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai