Anda di halaman 1dari 39

Case Based Discussion

Dengue Hemorrhagic Fever

Nama : Derryl Arya Sariputra


NRP : 1815071
Preceptor : dr. Susana Farah Diba, Sp.A., M.Kes.

BAGIAN / SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
RS IMMANUEL BANDUNG
2020
PRESENTASI KASUS
Derryl Arya Sariputra (1815071)
Preceptor: dr. Susana Farah Diba, Sp.A., M.Kes.
1. KETERANGAN UMUM
Nama : An. Ersya Ethan Caka
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 10 Juli 2019
Umur : 6 Bulan
Alamat : Jl. Dermaaasuh no 29, Gg Pagarsih, Astanaanyar Bandung
No Rekam Medis : 01.429.634
Tanggal mulai di rawat: 15 Januari 2020
Tanggal pemeriksaan : 15 Januari 2020
Nama ibu : Ny. Siti
Pendidikan ibu : SMA
Usia ibu : 38 tahun
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Nama ayah : Tn. Ade Gunawan
Usia ayah : 36 tahun
Pendidikan ayah : SMA
Pekerjaan ayah : Wiraswasta
Penghasilan keluarga : ± Rp 3.000.000/bulan,-

II. ANAMNESIS
Keluhan utama : Demam
Heteroanamnesis didapatkan dari ibu kandung pasien pada Rabu, 15 Januari
2020 pukul 21.45 WIB
Sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, pasien panas badan timbulnya mendadak
tinggi, dirasakan terus menerus, siang sama dengan malam. Keluhan disertai mual,
penurunan nafsu makan namun masih mau menyusu, lemas, sering tidur dan terdapat
bintik-bintik merah pada kulit lengan kiri pasien. Keluhan tidak disertai muntah, nyeri
ulu hati, mimisan, kejang, perdarahan gusi, sesak, batuk dan pilek. BAB hari ini lebih
dari 3 kali, lebih lembek dari biasanya, berwarna kuning, tidak berbau busuk dan tidak
berlendir.
Pasien baru pertama kali sakit seperti ini. Riwayat anggota keluarga dan
lingkungan di sekitar penderita yang sakit demam berdarah disangkal. Riwayat
penyemprotan nyamuk demam berdarah di sekitar lingkungan pasien 3 bulan terakhir
disangkal.
Pasien merupakan anak kedua dari ibu P2A0 yang lahir secara section caesaria
dengan indikasi persalinan tidak maju dan bayi besar, aterm 40 minggu, letak kepala,
langsung menangis, ditolong oleh dokter spesialis obgyn. Berat badan lahir 3600
gram dan panjang badan lahir 50 cm, selama kehamilan ibu sehat, gizi hamil cukup,
teratur melakukan kontrol kehamilan di bidan.
Pasien mendapatkan ASI dari lahir sampai usia sekarang, minum kuat. Sumber air
minum keluarga adalah air minum galon isi ulang. Lingkungan rumah pasien tidak
berada di daerah rawan banjir.
Riwayat imunisasi dasar pasien lengkap, pasien hanya mendapatkan imunisasi
BCG pada bulan ke-1.

1
III. PEMERIKSAAN FISIK
Rabu, 15 januari 2020 pukul 21.45 WIB
(Hari perawatan ke-1, pemantauan hari ke-1)
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : State V
Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 130 x/menit, regular, equal, isi lemah
Respirasi : 30 x/menit, tipe abdominothorakal
Suhu : 37.2°C
Saturasi : 98 %
Status Antropometri
Berat badan : 8,8 kg
Panjang badan : 74 cm
BMI : 16.07 kg/m2
Lingkar Kepala : 42 cm
Lingkar Lengan Atas : 14 cm
Status pertumbuhan berdasarkan WHO Growth Reference untuk 0-2 tahun :
Berat badan menurut tinggi badan : berada di 0 s/d -1 standar deviasi (normal)
Tinggi badan menurut usia : berada di 0 s/d +3 standar deviasi (sangat
tinggi)
Berat badan menurut usia : berada di 0 s/d +2 standar deviasi (normal)
BMI menurut usia : berada di 0 s/d -1 standar deviasi (normal)

2
3
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut, risus sardonicus
(-), Chvostek's Sign (-)
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), konjungtiva bulbi hiperemis (-/-),
sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil bulat isokor diameter 3 cm,
reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-)
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-), bekas
darah (-), perdarahan (-)
Mulut : mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi, trismus (-)
Telinga : bentuk normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri
VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/-
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Wheezing -/-
Slem -/-
Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, meteorismus (-)

4
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai
-/-, petekie (+), ikterik (-)
Anogenital : tidak ada kelainan
Status Neurologis
Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), tes Brudzinski I/II/III (-)
Saraf otak :
Saraf otak I -XII : normal
Motorik : kesan parese (-)
Sensorik : rangsang nyeri (+/+), raba (-/-)
Reflek fisiologis : APR (-/-), KPR (-/-)
Reflek Patologis : Babinsky (+/+), Oppenheim (-/-), Chaddock (-/-), Gordon (-/-)
Pemeriksaan laboratorium
15/1/2020
Hematologi
Hb : 13,2 g/dL
Ht : 42 %
L : 3.470/mm3
Tc : 56.000/mm3
Eri : 6,3 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 68 fL
MCH : 21 pg/mL
MCHC : 31 g/dL

IV. DIAGNOSIS BANDING


Dengue Hemorrhagic Fever grade III
Dengue Hemorrhagic Fever grade IV

DIAGNOSIS TAMBAHAN
Diare akut non disentriform

V. DIAGNOSIS KERJA
Dengue Hemorrhagic Fever grade III + Diare akut non disentriform

VI. PENATALAKSANAAN
Non Medikamentosa
- Rawat inap
- Cek hematocrit dan trombosit per 24 jam
- Pemantauan tanda-tanda vital
- Pemantauan tanda-tanda perdarahan
- Pemantauan urine ouput
- Lanjutkan ASI

5
Medikamentosa
- Infus RL 180cc/ 2jam
- Bila membaik dilanjutkan infus RL 400cc dalam 6 jam
- Dilanjutkan RL 270cc dalam 6 jam
- Dilanjutkan RL 170cc dalam 6 jam
- Dilanjutkan RL 80cc dalam 6 jam
- O2 nasal kanul 1LPM
- Paracetamol 3 x 100 mg prn (IV)
- Oralit 50mL setiap BAB
- Zinc 20mg/hari
- Probiotik Lactobacillus GG 2 kali per hari

VII. PEMANTAUAN
Kamis, 16 Januari 2020 pukul 10.00 WIB
(Hari perawatan ke-2, pemantauan hari ke-2)
Subjektif (S) :
Menurut ibu, hari ini pasien suhu tubuh sudah mulai turun, pasien muntah 1 kali
sesudah menyusu, masih terlihat lemas dan hari ini BAB 1x lembek, kuning, tidak
berlendir dan tidak ada darah.

Objektif (O) :
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : State V

Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 108 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 32 x/menit, tipe abdominothorakal
Suhu : 37,6 °C
Saturasi : 98% dengan nasal kanul O2 ½ LPM
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut, risus sardonicus
(-), Chvostek's Sign (-)
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), konjungtiva bulbi hiperemis (-/-),
sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil bulat isokor diameter 3 cm,
reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-),
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-), bekas
darah (-)
Mulut :mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi, trismus (-)
Telinga : bentuk normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang

6
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri
VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/-
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Wheezing -/-
Slem -/-
Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : cembung, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, meteorismus (-)
Perkusi : dull di seluruh lapang abdomen, Fluid Wave (+)
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai
-/-, tungkai spasme -/-, petekie (+), ikterik (-)
Anogenital : tidak ada kelainan
Status Neurologis
Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), tes Brudzinski I/II/III (-)
Saraf otak :
Saraf otak I -XII : normal
Motorik : kesan parese (-)
Sensorik : rangsang nyeri (+/+), raba (-/-)
Reflek fisiologis : APR (-/-), KPR (-/-)
Reflek Patologis : Babinsky (+/+), Oppenheim (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-)

Pemeriksaan laboratorium
16/1/2020 Jam 04.00 WIB
Hematologi
Hb : 10.8 g/dL
Ht : 36 %
L : 3.020/mm3
Tc : 36.000/mm3
Eri : 5,2 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 74 fL
MCH : 21 pg/mL
MCHC : 30 g/dL
Faal Hemostasis
Protrombin Time : 17.9 detik
INR : 1.28
APTT : 33.0 detik

16/1/2020 Jam 10.00 WIB


Hematologi
Hb : 11.5 g/dL

7
Ht : 37 %
L : 3.030/mm3
Tc : 24.000/mm3
Eri : 5,5 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 67 fL
MCH : 21 pg/mL
MCHC : 31 g/dL
16/1/2020 Jam 14.00 WIB
Hematologi
Hb : 10.7 g/dL
Ht : 34 %
L : 2.700/mm3
Tc : 21.000/mm3
Eri : 5,5 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 66 fL
MCH : 21 pg/mL
MCHC : 31 g/dL

Assessment (A) : Dengue Hemorrhagic Fever grade III + diare akut non disentriform

Planning (P) :
Non Medikamentosa
- Rawat inap
- Cek hematocrit dan trombosit per 24 jam
- Pemantauan tanda-tanda vital
- Pemantauan tanda-tanda perdarahan
- Pemantauan urine ouput
- Lanjutkan ASI

Medikamentosa
- Infus RL 500 cc/24 jam
- Ditambah 225cc/ 24jam
- O2 nasal kanul ½ LPM
- Paracetamol 3 x 100 mg prn (IV)
- Furosemide 3 x 3 mg (IV)
- Oralit 50mL setiap BAB
- Zinc 20mg/hari
- Probiotik Lactobacillus GG 2 kali per hari

8
Jumat, 17 Januari 2020 pukul 10.00 WIB
(Hari perawatan ke-3, pemantauan hari ke-3)
Subjektif (S) :
Menurut ibu, hari ini pasien sudah tidak demam. Bab sudah kembali normal seperti
biasa, hari ini sudah 1x BAB, kuning dan lembek seperti biasa. Pasien terlihat rewel
dan sesak. Tidak ada muntah.

Objektif (O) :
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : State V

Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 125 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 56 x/menit, tipe abdominothorakal
Suhu : 36,6 °C
Saturasi : 98% dengan nasal kanul O2 1LPM
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut, risus sardonicus
(-), Chvostek's Sign (-)
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), konjungtiva bulbi hiperemis (-/-),
sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil bulat isokor diameter 3 cm,
reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-),
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-), bekas
darah (-)
Mulut :mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi, trismus (-)
Telinga : bentuk normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri
VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/-
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Wheezing -/-
Slem -/-
Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : sedikit cembung, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, meteorismus (-)
Perkusi : dull seluruh lapang abdomen, fluid wave (+)
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat

9
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai
-/-, tungkai spasme -/-, petekie (+), ikterik (-)
Anogenital : tidak ada kelainan
Status Neurologis
Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), tes Brudzinski I/II/III (-)
Saraf otak :
Saraf otak I -XII : normal
Motorik : kesan parese (-)
Sensorik : rangsang nyeri (+/+), raba (-/-)
Reflek fisiologis : APR (-/-), KPR (-/-)
Reflek Patologis : Babinsky (+/+), Oppenheim (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-)

Pemeriksaan laboratorium
17/1/2020 Jam 13.00 WIB
Hematologi
Hb : 9.8 g/dL
Ht : 31%
L : 5.020/mm3
Tc : 25.000/mm3
Eri : 4.2 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 67 fL
MCH : 21 pg/mL
MCHC : 30 g/dL
17/1/2020 Jam 18.00 WIB
Hematologi
Hb : 9.3 g/dL
Ht : 30%
L : 4.390/mm3
Tc : 18.000/mm3
Eri : 4.5 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 66 fL
MCH : 21 pg/mL
MCHC : 30 g/dL

Assessment (A) : Dengue Hemorrhagic Fever grade III

Planning (P) :
Non Medikamentosa
- Rawat inap
- Cek hematocrit dan trombosit per 24 jam
- Pemantauan tanda-tanda vital
- Pemantauan tanda-tanda perdarahan
- Pemantauan urine ouput
- Lanjutkan ASI

10
Medikamentosa
- Infus RL 500 cc/24 jam
- Infus RL 225cc/24 jam
- O2 nasal kanul ½ LPM
- Paracetamol 3 x 100 mg prn (IV)
- Furosemide 3 x 3mg (IV)
- Zinc 20mg/hari
- Probiotik Lactobacillus GG 2 kali per hari
Sabtu, 18 Januari 2020 pukul 10.00 WIB
(Hari perawatan ke-4, pemantauan hari ke-4)
Subjektif (S) :
Menurut ibu, hari ini pasien sudah tidak demam. Bab sudah kembali normal seperti
biasa, hari ini 1x kuning lembek. Pasien sudah tidak gelisah. Tidak ada muntah

Objektif (O) :
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : State V

Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 110 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 44x/menit, tipe abdominothorakal
Suhu : 36,4 °C
Saturasi : 98% dengan nasal kanul O2 1LPM
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut, risus sardonicus
(-), Chvostek's Sign (-)
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), konjungtiva bulbi hiperemis (-/-),
sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil bulat isokor diameter 3 cm,
reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-),
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-), bekas
darah (-)
Mulut :mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi, trismus (-)
Telinga : bentuk normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/- Ronkhi -/-

11
Wheezing -/-
Wheezing -/-
Slem -/-
Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, meteorismus (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai
-/-, tungkai spasme -/-, petekie (+), ikterik (-)
Anogenital : tidak ada kelainan
Status Neurologis
Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), tes Brudzinski I/II/III (-)
Saraf otak :
Saraf otak I -XII : normal
Motorik : kesan parese (-)
Sensorik : rangsang nyeri (+/+), raba (-/-)
Reflek fisiologis : APR (-/-), KPR (-/-)
Reflek Patologis : Babinsky (+/+), Oppenheim (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-)

Pemeriksaan laboratorium
18/1/2020 Jam 17.00 WIB
Hematologi
Hb : 9.8 g/dL
Ht : 34%
L : 9.120/mm3
Tc : 36.000/mm3
Eri : 4.7 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 72 fL
MCH : 21 pg/mL
MCHC : 30 g/dL

Assessment (A) : Dengue Hemorrhagic Fever grade III

Planning (P) :
Non Medikamentosa
- Rawat inap
- Cek hematocrit dan trombosit per 24 jam
- Pemantauan tanda-tanda vital
- Pemantauan tanda-tanda perdarahan
- Pemantauan urine ouput
- Lanjutkan ASI

12
Medikamentosa
- Infus RL 500 cc/24 jam
- O2 nasal kanul 1LPM
- Paracetamol 3 x 100 mg prn (IV)
- Zinc 20mg/hari
- Probiotik Lactobacillus GG 2 kali per hari
Senin, 20 Januari 2020 pukul 10.00 WIB
(Hari perawatan ke-6, pemantauan hari ke-6)
Subjektif (S) :
Menurut ibu, hari ini pasien sudah tidak demam. Bab sudah kembali normal seperti
biasa, hari ini 3x kuning lembek. BAK normal banyak. Pasien sudah tidak gelisah.
Tidak ada muntah.

Objektif (O) :
Keadaan umum : Sakit ringan
Kesadaran : State V

Tanda vital
Tekanan darah : -
Nadi : 108 x/menit, regular, equal, isi cukup
Respirasi : 35x/menit, tipe abdominothorakal
Suhu : 36,5 °C
Saturasi : 98% tanpa O2
Kepala : normocephal, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut, risus sardonicus
(-), Chvostek's Sign (-)
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), konjungtiva bulbi hiperemis (-/-),
sekret (-/-), sklera ikterik (-/-), kedua pupil bulat isokor diameter 3 cm,
reflek cahaya (+/+), mata cekung (-/-),
Hidung :bentuk hidung normal, pernapasan cuping hidung (-), sekret (-/-), bekas
darah (-)
Mulut :mukosa bibir basah, tonsil T1/T1, tidak hiperemis, faring tidak hiperemis,
lidah tidak kotor dan tidak tremor, tidak tampak karies dentis, tidak ada
perdarahan gusi, trismus (-)
Telinga : bentuk normal, tidak ada sekret
Leher : kelenjar getah bening tidak teraba membesar, retraksi suprasternal (-)
Toraks :
Paru-paru Depan Belakang
o Inspeksi Bentuk normal, Bentuk normal,
Pergerakan simetris Pergerakan simetris
Retraksi intercostalis (-/-) Retraksi intercostalis (-/-)
o Palpasi Nyeri tekan (-) Nyeri tekan (-)
o Perkusi Sonor seluruh lapang paru Sonor seluruh lapang paru
o Auskultasi VBS +/+ kanan = kiri
VBS +/+ kanan = kiri
Ronkhi -/-
Ronkhi -/-
Wheezing -/-
Wheezing -/-
Slem -/-

13
Jantung : bunyi jantung S1, S2 murni, regular, murmur (-)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, retraksi epigastrium (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal, meteorismus (-)
Perkusi : timpani
Palpasi : soepel, nyeri tekan epigastrium (-), hepar tidak teraba,
lien tidak teraba, turgor kembali cepat
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, akrosianosis (-), edema tungkai
-/-, tungkai spasme -/-, petekie (+), ikterik (-)
Anogenital : tidak ada kelainan
Status Neurologis
Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), tes Brudzinski I/II/III (-)
Saraf otak :
Saraf otak I -XII : normal
Motorik : kesan parese (-)
Sensorik : rangsang nyeri (+/+), raba (-/-)
Reflek fisiologis : APR (-/-), KPR (-/-)
Reflek Patologis : Babinsky (+/+), Oppenheim (-/-), Chaddock (-/-), Gordon
(-/-)

Pemeriksaan laboratorium
19/1/2020 Jam 17.00 WIB
Hematologi
Hb : 9.9 g/dL
Ht : 34%
L : 8.220/mm3
Tc : 50.000/mm3
Eri : 4.7 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 72 fL
MCH : 24 pg/mL
MCHC : 30 g/dL
20/1/2020 Jam 10.00 WIB
Hematologi
Hb : 10.4 g/dL
Ht : 36%
L : 7.820/mm3
Tc : 72.000/mm3
Eri : 4.9 juta/mm3
Nilai- nilai MC
MCV : 70 fL
MCH : 24 pg/mL
MCHC : 30 g/dL

Assessment (A) : Dengue Hemorrhagic Fever grade III

Planning (P) :
Non Medikamentosa
- Rawat inap

14
- Cek hematocrit dan trombosit per 24 jam
- Pemantauan tanda-tanda vital
- Pemantauan tanda-tanda perdarahan
- Pemantauan urine ouput
- Lanjutkan ASI
- Medikamentosa
- Infus RL 500 cc/24 jam
- Paracetamol 3 x 100 mg prn (IV)
- Zinc 20mg/hari
- Probiotik Lactobacillus GG 2 kali per hari

VIII. DIAGNOSIS AKHIR


Dengue Hemorrhagic Fever Grade III + Diare akut non disentriform

IX. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Ad bonam
Quo ad functionam : Ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia Ad bonam

15
X. ANALISIS KASUS
PENDAHULUAN

Demam berdarah (DF) dan bentuk lebih berat nya-dengue haemorrhagic fever
( DHF) atau demam berdarah dengue(DBD) dan dengue shock syndrome (DSS) -telah
menjadi masalah kesehatan masyarakat international yang utama. Selama tiga dekade
terakhir, telah terjadi peningkatan global yang dramatis dalam frekuensi terjadinya
demam berdarah (DF), DBD dan DSS dan epidemi mereka, dengan seiring
bertambahnya kejadian penyakit. Dengue ditemukan di daerah tropis dan subtropis di
seluruh dunia, terutama di daerah perkotaan dan semi- perkotaan.2

Penyakit ini disebabkan oleh virus milik keluarga Flaviviradae yang disebarkan
oleh nyamuk Aedes (Stegomyia). Tidak ada pengobatan khusus untuk demam
berdarah, tapi perawatan medis yang tepat sering menyelamatkan hidup pasien
dengan demam berdarah dengue. Cara yang paling efektif untuk mencegah penularan
virus dengue adalah untuk memerangi nyamuk pembawa penyakit.2

1. DEFINISI

Dengue adalah penyakit demam yang disebabkan oleh infeksi salah satu dari
empat virus dengue (DENV) yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti atau Aedes
albopictus.1 Dengue Hemorrhagic Fever merupakan Dengue fever (DF) dengan
ditemukannya kelainan hemostasis dan kebocoran plasma yang disebabkan oleh
peningkatana permiabilitas vaskular dengan bukti hemokonsentrasi (≥ 20%
peningkatan hematokrit diatas nilai normal).2

2. EPIDEMIOLOGI

Demam berdarah dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data
dari seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah
penderita DBD setiap tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga
tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai
negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara.3
Di Indonesia, demam berdarah dengue masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting. Infeksi dengue terjadi secara endemis di Indonesia selama
dua abad terakhir dari gejala yang ringan dan self limiting disease. Dalam beberapa
tahun terakhir, penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang semakin berat sebagai
demam berdarah dengue dan frekuensi kejadian luar biasa meningkat. Indonesia
merupakan negara dengan jumlah populasi yang padat mencapai 245 juta penduduk. 4
16
Hampir 60% penduduk tinggal di pulau Jawa, daerah kejadian luar biasa infeksi
dengue terjadi. Walaupun demikian, penyakit dengue banyak dilaporkan di kota besar
dan pedesaan di Indonesia dan telah menyebar sampai di desa-desa terpencil karena
perpindahan dan kepadatan penduduk yang tinggi.5

Gambar 2.1. Kasus DBD di Indonesia Tahun 2017


Sumber : Ditjen P2P, Kemenkes RI, 2018.6

Kasus demam berdarah dengue (DBD) yang terjadi di Indoneisa dengan jumlah
kasus 68.407 tahun 2017. Provinsi dengan jumlah kasus tertinggi terjadi di tiga
provinsi di Pulau Jawa, masing-masing Jawa Barat dengan total kasus sebanyak
10.016 kasus, Jawa Timur sebesar 7.838 kasus dan Jawa Tengah 7.400 kasus.
Sedangkan untuk jumlah kasus terendah terjadi di provinsi Maluku Utara dengan
jumlah 37 kasus.6

3. ETIOLOGI

Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus dan family Flaviviridae. Virus
dengue mengandung ssRNA sebagai genom.2 Virion terdiri dari nukleokapsid yang
dimana ditutup oleh lipoprotein. Genom virus dengue terdiri dari 11.644 nukleotida.
Genom virus dengue menyandi 10 produk gen: C (capsid), prM (matrix), E
(envelope), dan protein-protein nonstruktural termasuk NS-1, NS-2A, NS-2B, NS-3,
NS-4A, dan NS-5. Protein E berinteraksi dengan reseptor seluler sehingga
memprakarsai proses masuknya virus, rangkaian asam aminonya menentukan

17
aktivitas penetralisiran antibodi yang menggolongkan virus dengue menjadi 4
serotipe.7
Protein-protein nonstruktural berfungsi dalam replikasi RNA dan pemrosesan
protein virus. NS-1 satu-satunya dengan bentuk terlarut yang dapat dideteksi dalam
sirkulasi. Beberapa protein nonstruktural juga memainkan peran dalam memodifikasi
sistem imun, seperti NS-2A, NS-2B dan NS-4B yang berpengaruh pada jalur sinyal
interferon 1 dengan menginduksi produksi sitokin, NS-5 menginduksi produksi
interleukin 8. NS-3 berfungsi ganda dalam aktivitas helicase (melepas rantai DNA)
dan protease, di mana aktivitas proteasenya memerlukan NS-2B sebagai kofaktor.8
Berdasarkan sifat antigen dan sekuen genetik, terdapat 4 variasi serotipe virus
dengue yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Kekebalan spesifik
terhadap 1 serotipe tidak dapat menghambat infeksi terhadap serotipe yang lain.
Infeksi sekunder atau multipel infeksi dengan serotipe yang berbeda mengakibatkan
dengue yang berat (DHF/DSS).2
Aedes aegypti (Ae. Aegypti) dan Aedes albopictus (Ae. Albopictus) adalah dua
vector utama dengue. Aedes aegypti memiliki bebrapa karekater yang membuat
mereka ideal untuk menyebarkan virus. Aedes aegypti berkembangbiak di dalam atau
dekat perumahan warga, menempatkan telurnya pada wadah air baik buatan manusia
maupun secara alami. Jarak penerbangan yang relative pendek. Aedes aegypti sering
mengigit manusia pada saat siang hari, sehingga sangat berisiko untuk anggota
keluarga yang berada di rumah ketika sore, terutama perempuan dan anak-anak.1
Aedes aegypti seirngkali mengigit lebih dari satu host untuk menyelesaikan satu
rangkaian makan.2
Agar penularan terjadi, nyamuk Aedes aegypti betina harus menggigit manusia
yang terinfeksi pada saat manusia tersebut berada pada fase viremia (dua hari sebelum
timbulnya demam atau empat sampai lima hari setelah onset demam). Setelah nyamuk
memakan darah yang terinfeksi, virus bereplikasi di lapisan sel epitel midgut dan
keluar ke haemocoele untuk menginfeksi kelenjar ludah dan akhirnya memasuki air
liur. Nyamuk Aedes sp. yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap infektif
sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang rentan pada saat
menggigit dan menghisap darah.2

4. PATOGENESIS

18
DBD terjadi pada sebagian kecil pasien demam berdarah. Meskipun DBD dapat
terjadi pada pasien yang mengalami infeksi virus dengue untuk pertama kalinya,
sebagian besar kasus DBD terjadi pada pasien dengan infeksi sekunder hubungan
antara terjadinya DHF / DSS dan infeksi dengue sekunder berimplikasi pada sistem
kekebalan tubuh dalam patogenesis DBD. Baik imunitas bawaan seperti sistem
komplemen dan sel NK serta kekebalan adaptif termasuk imunitas humoral dan cell
mediated terlibat dalam proses ini.2
Peningkatan aktivasi immune, terutama selama infeksi sekunder, menyebabkan
respon sitokin yang berlebihan mengakibatkan perubahan permeabilitas pembuluh
darah. Selain itu, produk virus seperti NS1 mungkin memainkan peran dalam
mengatur aktivasi komplemen dan permeability vaskular.2
Ciri dari DBD adalah permeabilitas pembuluh darah yang meningkat
mengakibatkan kebocoran plasma, penurunan volume intravaskular, dan shock pada
kasus yang berat. Kebocoran yang terjadi adalah hal yang unik, karena terjadi
kebocoran selektif plasma di rongga pleura dan peritoneal dan periode kebocoran
pendek (24-48 jam). Pemulihan yang cepat dari shock tanpa gejala sisa dan tidak
adanya peradangan pada pleura dan peritoneum menunjukkan perubahan fungsional
dalam integritas vaskular daripada kerusakan struktural endotel sebagai mekanisme
yang mendasari.2
Berbagai sitokin yang berefek meningkatkan permeabilitas terlibat dalam
patogenesis DHF. Namun, fungsi penting sitokin ini pada DBD masih belum
diketahui. Penelitian telah menunjukkan bahwa pola respon sitokin mungkin
berhubungan dengan pola cross-recognition, dari T-sel- spesifik dengue. T-sel croos
reactive tampaknya mengalami defisit fungsional dalam aktivitas sitolitik mereka
tetapi terjadi peningkatan produksi sitokin termasuk TNF-a, IFN-g dan chemokines.2
TNF-a terlibat dalam beberapa manifestasi yang berat/parah termasuk perdarahan
dalam beberapa hewan models. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah juga dapat
dimediasi oleh aktivasi sistem komplemen. Peningkatan kadar fragmen komplemen
telah didokumentasikan di DHF.2
Beberapa fragmen komplemen seperti C3a dan C5a diketahui memiliki efek
meningkatkan permeabilitas. Dalam studi terbaru, NS1 antigen virus dengue telah
menunjukkan peran dalam mengatur aktivasi komplemen dan mungkin memainkan
peran dalam patogenesis DHF.2

19
Jumlah virus yang lebih banyak (viral load) pada pasien DBD dibandingkan
dengan pasien DF telah dibuktikan dalam banyak penelitian. Tingkat/jumlah protein
virus, NS1, juga lebih tinggi pada pasien DBD. Derajat viral load berkorelasi dengan
tingkat keparahan penyakit seperti jumlah efusi pleura dan trombositopenia,
menunjukkan bahwa viral load dapat menjadi kunci penentu keparahan penyakit.2

5. GEJALA KLINIK

Secara umum penderita dengue ditandai oleh demam yang mendadak tinggi dan
terus menerus. Secara klinis dibagi menjadi tiga fase:

Fase febrile
Demam yang mendadak tinggi, fase ini biasanya terjadi selama 2-7 hari disertai
nyeri kepala, nyeri otot seluruh badan, nyeri sendi, kemerahan pada wajah (flushing)
dan eritema kulit. Pada beberapa kasus ditemukan nyeri tenggorok dengan hiperemis
faring dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah. Fase ini sulit dibedakan dengan
penyakit infeksi akut dengan gejala demam lainnya. Fase ini juga tidak dapat
dibedakan antara dengue berat atau tidak, sehingga harus dimonitor adanya tanda-
tanda bahaya dengue. Pada pemeriksaan darah yang paling cepat terlihat abnormal
adalah penurunan jumlah leukosit (leukopenia). Jumlah trombosit dan nilai hematokrit
sering kali masih dalam batas normal. Perdarahan ringan seperti petechiae dan
perdarahan mukosa dapat dijumpai pada fase ini, kadang-kadang perdarahan
pervaginam atau perdarahan gastrointestinal. Uji torniket hanya dilakukan bila
manifestasi petechiae dan perdarahan tidak ditemukan.

Fase Kritis
Fase kritis terjadi sekitar hari ke 3-7 sakit, ditandai penurunan suhu tubuh sampai
mendekati batas normal (defervescence) dan peningkatan permeabilitas kapiler
disertai peningkatan hematokrit. Penurunan jumlah leukosit progresif diikuti
penurunan jumlah trombosit biasanya mendahului terjadinya kebocoran plasma.
Kebocoran plasma biasanya berlansung selama 24-48 jam.
Tingkat kebocoran plasma bervariasi, biasanya dinilai dari penurunan hematokrit.
Pada foto x-ray dada dan USG abdomen dapat terlihat adanya efusi pleura atau asites.
Syok dapat terjadi pada fase ini, biasanya diawali dengan tanda-tanda bahaya. Bila

20
keadaan syok hipovolemik tidak diatasi dengan segera, dapat mengakibatkan perfusi
jaringan terganggu sehingga menyebabkan kerusakan organ, asidosis metabolik dan
disseminated intravascular coagulation (DIC).
Pada penderita yang tidak mengalami peningkatan permeabilitas kapiler akan
menunjukkan perbaikan klinis menuju kesembuhan.

Fase Pemulihan
Bila fase kritis terlewati, maka akan terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan-lahan selama 48-72 jam setelahnya.
Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan kembali pulih, hemodinamik stabil dan
diuresis membaik. Nilai hematokrit akan mengalami penurunan sampai stabil dalam
rentang normal disertai peningkatan jumlah trombosit secara cepat menuju nilai
normal.9

Gambar 5.1 Perjalanan penyakit infeksi dengue


Sumber : WHO10

Syok dengue umumnya terjadi di sekitar penurunan suhu tubuh (fase kritis), yaitu
pada hari sakit ke 4-5 (rentang hari ke 3-7), dan sering kali didahului oleh tanda
bahaya (warning signs). Pasien yang tidak mendapat terapi cairan intravena yang
adekuat akan segera mengalami syok.

21
6. DIAGNOSIS

Kriteria diagnosis infeksi dengue dibagi menjadi kriteria diagnosis klinis dan
kriteria diagnosis laboratoris. Kriteria diagnosis klinis penting dalam penapisan kasus,
tata laksana kasus, memperkirakan prognosis kasus, dan surveilans. Kriteria diagnosis
laboratoris yaitu kriteria diagnosis dengan konfirmasi laboratorium yang penting
dalam pelaporan, surveilans, dan langkah-langkah tindakan preventif dan promotif.
Kriteria diagnosis klinis terdiri atas demam dengue (DD), demam berdarah dengue
(DBD), demam berdarah dengue dengan syok (sindrom syok dengue/ SSD), dan
expanded dengue syndrome (unusual manifestation).11

Tabel 6.1 Diagnosis klinis demam dengue


Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus, bifasik

Manifestasi perdarah baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji torniquiet positif

Nyeri kepala myalgia, artralgia, nyeri retroorbital

Dijumpai kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar rumah

Leukopenia <4.000/mm3

Trombositopenia <100.000/mm3

Apabila ditemukan gejala demam ditambah denagn adanya dua atau lebih tanda dan gejala lain,
diagnosis klinis demam dengue dapat ditegakkan

Sumber: Hadinegoro, S.R11

Perlu mendapat perhatian bahwa yang disebut mendadak adalah tidak didahului
oleh demam ringan, seperti misalnya anak pulang sekolah belum demam, kemudian
tidur, bangun tidur anak menderita demam tinggi di atas 38,5°C. Demam bersifat
terus menerus berarti perbedaan suhu terendah dengan suhu tertinggi kurang dari 1°C.
Masalah yang timbul dalam menilai pola demam ini adalah tidak selalu orang tua
mengukur tingginya demam dan pengaruh pemberian obat penurun panas oleh orang
tua. Tingginya demam dapat diperkirakan melalui pertanyaan mengenai akibat

22
demam terhadap pasien, seperti anak rewel/gelisah, kulit kemerahan terutama pada
wajah (flushing) dan fotofobi. Efek obat penurun panas, pada umumnya hanya
sebentar, paling lama sesuai dengan masa kerja obat, setelah itu demam kembali
meningkat tinggi. Adanya epistaksis pada anak yang biasa mengalami epistaksis,
harus dicari petunjuk lain, misalnya pemeriksaan uji tourniquet atau tanda dan gejala
manifestasi perdarahan lain.
Tanda dan gejala demam berdarah dengue pada fase awal sangat menyerupai
demam dengue, tanda dan gejala yang karakteristik berupa tanda kebocoran plasma
baru timbul beberapa hari kemudian. Oleh karena itu, pada pasien dengan diagnosis
klinis demam dengue yang ditegakkan pada saat masuk, baik yang kemudian
diperlakukan sebagai pasien rawat jalan maupun rawat inap, masih perlu dievaluasi
lebih lanjut apakah hanya demam dengue atau merupakan demam berdarah dengue
fase awal. Pasien demam berdarah dengue memiliki risiko untuk mengalami syok,
sehingga harus menjalani rawat inap dengan tatalaksana yang berbeda dari demam
dengue.11

Tabel 6.2 Diagnosis klinis demam berdarah dengue


Demam 2-7 hari yang timbul mendadak, tinggi, terus-menerus (kontinua)

Manifestasi perdarah baik spontan seperti petekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi,
hematemesis dan atau melena; maupun berupa uji torniquiet positif

Nyeri kepala myalgia, artralgia, nyeri retroorbital

Dijumpai kasus demam berdarah dengue baik di lingkungan sekolah, rumah atau di sekitar
rumah

Hepatomegali

Terdapat kebocoran plasma yang ditandai dengan salah satu tanda/gejala :

 Peningkatan nilai hematocrit, >20% dari pemeriksaan awal atau dari data populasi
Menurut umur
 Ditemukan adanya efusi pleura, asites
 Hipoalbuminemia, hypoproteinemia
Trombositopenia <100.000/mm3

Demam disertai dengan dua atau lebih manifestasi klinis, ditambah bukti pembesaran plasma dan
trombositopenia cukup untuk menegakkan diagnosis demam berdarah dengue

Sumber: Hadinegoro, S.R11

23
Tanda bahaya (warning signs) untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok
pada penderita demam berdarah dengue tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 6.3 Tanda bahaya (warning signs)
Klinis Demam turun tetapi keadaan anak memburuk

Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen

Muntah yang menetap

Perdarahan mukosa

Pembesaran hati

Akumulasi cairan

Oliguria

Laboratorium Peningkatan kadar hematokrit bersamaan dengan


penurunan cepat jumlah trombosit

Hematokrit awal tinggi

Sumber: Hadinegoro, S.R11

Tingkat keparahan DBD diklasifikasikan menjadi empat kelas (Gambar 6.1).


Penilaian tingkat keparahan DBD telah ditemukan secara klinis dan epidemiologis
berguna dalam epidemi DBD pada anak-anak di Asia Tenggara, Pasifik Barat dan
Amerika.2

24
Gambar 6.1 Tingkat keparahan demam dengue berdarah
Sumber : WHO10
Kriteria Diagnosis Laboratoris
Kriteria diagnosis laboratoris diperlukan untuk survaillans epidemiologi, terdiri
atas:
 Probable dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat oleh hasil pemeriksaan
serologi anti dengue
 Confirmed dengue, apabila diagnosis klinis diperkuat dengan deteksi genome
virus dengue dengna pemeriksaan RT-PCR, antigen dengue pada pemeriksaan
NS1, atau apabila didapatkan serokonversi pemeriksaan IgG dan IgM (dari
negatif menjadi positif) pada pemeriksaan serologi berpasangan.
Isolasi virus dengue memberi nilai yang sangat kuat dalam konfirmasi diagnosis
klinis, namun karena memberlukan teknologi yang canggih dan prosedur yang rumit,
pemeriksaan ini bukan merupakan pemeriksaan yang rutin dilakukan.11

7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Penegakkan diagnosis melalui pemeriksaan laboratorium yang cepat dan akurat


sangat penting dalam tata laksana klinis, surveillans, penelitian dan uji klinis vaksin.
Pemeriksaan laboratorium untuk infeksi virus dengue adalah isolasi virus, deteksi

25
asam nukleat virus, deteksi antigen virus, deteksi serum respns imun/uji serologi
serum imun, analisis parameter hematologi.

Isolasi Virus
Isolasi virus dapat dilakukan dengan metode inokulasi pada nyamuk, kultur sel
nyamuk atau pada sel mamalia (vero cell LLCMK2 dan BHK21). Pemeriksaan ini
merupakan pemeriksaan yang rumit dan hanya tersedia di beberapa laboratorium
besar yang terutama dilakukan untuk tujuan penelitian, sehingga tidak tersedia di
laboratorium komersial. Isolasi virus hanya dapat dilakukan pada enam hari pertama
demam.

Deteksi Asam Nukleat Virus


Genom virus dengue yang terdiri dari asam ribonukleat (ribonucleic acid/RNA)
dapat dideteksi melalui pemeriksaan reverse transcriptase polymerase chain reaction
(RT-PCR). Metode pemeriksaan bisa berupa nested-PCR, one-step multiplex RT-
PCR, real-time RT-PCR, dan isothermal amplification method. Pemeriksaan ini hanya
tersedia di laboratorium yang memiliki peralatan biologi molekuler dan petugas
laboratorium yang handal. Memberi hasil positif bila sediaan diambil pada enam hari
pertama demam. Biaya pemeriksaan tergolong mahal.

Deteksi Antigen Virus Dengue


Deteksi antigen virus dengue yang banyak dilaksanakan pada saat ini adalah
pemeriksaan NS-1 antigen virus dengue (NS-1 dengue antigen), yaitu suatu
glikoprotein yang diproduksi oleh semua flavivirus yang penting bagi kehidupan dan
replikasi virus. Protein ini dapat dideteksi sejalan dengan viremia yaitu sejak hari
pertama demam dan menghilang setelah 5 hari, sensitivitas tinggi pada 1-2 hari
demam dan kemudian makin menurun setelahnya.11

26
Gambar 7.1 Kinetik NS-1 antigen dengue dan IgM serta IgG anti dengue
Sumber : Hadinegoro, S.R11

Deteksi Respon Imun Serum


Pemeriksaan respon imun serum berupa Haemaglutination inhibiton test (uji HI),
complement fixation test (CFT), neutralization test (uji neutralisasi), pemeriksaan
serologi IgM dan IgG anti dengue.

Haemaglutination inhibition test (Uji HI)


Pada saat ini tidak banyak laboratorium yang menyediakan pemeriksaan ini. Uji
H.I. walau sensitif namun kurang spesifik dan memerlukan dua sediaan serum akut
dan kovalesens, sehingga tidak dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dini.

Complement Fixation Test (CFT)


Tidak banyak dipakai secara luas untuk tujuan menegakkan diagnosis, sulit untuk
dilakukan dan memerlukan petugas yang sangat terlatih.

Uji Neutralisasi
Merupakan pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik, metode yang paling
sering dipakai adalah plaque reduction neutralization test (PRNT). Pemeriksaan ini
mahal, perlu waktu, secara teknik cukup rumit, oleh karena itu jarang dilakukan di
laboratorium klinik. Sangat berguna untuk penelitian pembuatan dan efikasi vaksin.

27
Pemeriksaan Serologi IgM dan IgG Anti Dengue
Imunoglobulin M anti dengue memiliki kadar bervariasi, pada umumnya dapat
terdeteksi pada hari sakit kelima, dan tidak terdeteksi setelah sembilan puluh hari.
Pada infeksi dengue primer, IgG anti dengue muncul lebih lambat dibandingkan
dengan IgM anti dengue, namun pada infeksi sekunder muncul lebih cepat. Kadar IgG
anti dengue bertahan lama dalam serum. Kinetik NS-1 antigen virus dengue dan IgG
serta IgM anti dengue, merupakan petunjuk dalam menentukan jenis pemeriksaan dan
untuk membedakan antara infeksi primer dengan infeksi sekunder. Gambar 7.2.
menunjukkan waktu perjalanan penyakit infeksi virus dengue primer dan sekunder,
serta metode diagnostik yang dapat digunakan untuk mendeteksi infeksi virus
dengue.11

Gambar 7.2 Metode diagnostic dan pemeriksaan serologi anti dengue


Sumber : WHO2

Parameter Hematologi
Parameter hematologi terutama pemeriksaan hitung leukosit, nilai hematokrit, dan
jumlah trombosit sangat penting dan merupakan bagian dari diagnosis klinis demam
berdarah dengue.
 Pada awal fase demam hitung leukosit dapat normal atau dengan peningkatan
neutrofil, selanjutnya diikuti penurunan jumlah leukosit dan neutrofil, yang
mencapai titik terendah pada akhir fase demam. Perubahan jumlah leukosit
(<5.000 sel/mm³) dan rasio neturofil dan limfosit (neutrofil < limfosit) berguna

28
dalam memprediksi masa kritis perembesan plasma. Sering kali ditemukan
limfositosis relatif dengan peningkatan limfosit atipik pada akhir fase demam
dan saat masuk fase konvalesens. Perubahan ini juga dapat terlihat pada demam
dengue.
 Pada awal fase demam jumlah trombosit normal, kemudian diikuti oleh
penurunan. Trombositopenia di bawah 100.000/µL dapat ditemukan pada
demam dengue, namun selalu ditemukan pada demam berdarah dengue.
Penurunan trombosit yang mendadak di bawah 100.000/µL terjadi pada akhir
fase demam memaski fase kritis atau saat penurunan suhu. Trombositopeni pada
umumnya ditemukan antara hari sakit ketiga sampai delapan, dan sering
mendahului peningkatan hematokrit. Jumlah trombosit berhubungan dengan
derajat penyakit demam berdarah dengue. Disamping itu terjadi gangguan
fungsi trombosit (trombositopati). Perubahan ini berlangsung singkat dan
kembali normal selama fase penyembuhan.
 Pada awal demam nilai hematokrit masih normal. Peningkatan ringan pada
umumnya disebabkan oleh demam tinggi, anoreksia dan muntah. Peningkatan
hematokrit lebih dari 20% merupakan tanda dari adanya kebocoran plasma.
Trombositopeni di bawah 100.000/µL dan peningkatan hematokrit lebih dari
20% merupakan bagian dari diagnosis klinis demam berdarah dengue. Harus
diperhatikan bahwa nilai hematokrit dapat diakibatkan oleh penggantian cairan
dan adanya perdarahan.11

8. TATALAKSANA

Pada fase kritis DBD akan menyebakan terjadinya kebocoran plasma. Indikasi
pemberian cairan melalui intravena:
 Pasien yang tidak bisa mendapatkan cairan yang cukup melalui oral atau
muntah
 Ketika Ht mengalami kenaikkan 10 – 20 % walaupun sudah mendapat cairan
secara oral
 Presyok / syok
Prinsip umum terapi cairan pada DBD meliputi :

29
 Larutan kristaloid isotonik harus digunakan selama periode kritis kecuali pada
bayi yang <6 bulan di mana dapat menggunakan 0,45% natrium klorida
 Solusi koloid hiperonkotik (osmolaritas> 300 mOsm / l) seperti dekstran 40
dapat digunakan pada pasien dengan kebocoran plasma masif, dan pada yang
tidak merespons volume minimum kristaloid. Solusi koloid isoonkotik seperti
plasma mungkin tidak efektif.
 Volume sekitar perawatan + 5% dehidrasi harus diberikan untuk
mempertahankan volume dan sirkulasi intravaskular yang adekuat.
 Durasi terapi cairan intravena tidak boleh melebihi 24 hingga 48 jam untuk
mereka yang syok. Namun, bagi pasien yang tidak mengalami syok, lamanya
infus terapi cairan mungkin harus lebih lama tetapi tidak lebih dari 60 hingga 72
jam. Ini karena kelompok pasien tidak mengalami syok baru saja memasuki
periode kebocoran plasma sementara pasien syok telah mengalami durasi
kebocoran plasma yang lebih lama sebelum terapi intravena dimulai.
 Pada pasien obesitas, berat badan ideal harus digunakan sebagai panduan untuk
menghitung cairan volume.
 Tingkat cairan intravena harus disesuaikan dengan situasi klinis. Tingkat cairan
IV berbeda pada orang dewasa dan anak-anak.
 Transfusi trombosit tidak dianjurkan untuk trombositopenia (tidak ada transfusi
trombosit profilaksis). Ini dapat dipertimbangkan pada orang dewasa dengan
hipertensi dan trombositopenia yang parah (kurang dari 10.000 sel / mm3).2

Penanganan pada DHF kelas I dan II


Secara umum, cairan yang diperbolehkan (oral + IV) adalah pemeliharaan (untuk
satu hari) + defisit 5% (cairan oral dan IV bersamaan), untuk diberikan selama 48
jam. Misalnya, pada anak dengan berat 20 kg, defisit 5% adalah 50 ml / kg x 20 =
1000 ml. Pemeliharaannya 1500 ml untuk satu hari. Oleh karena itu, total M + 5%
adalah 2500 ml. Volume ini akan dikelola lebih dari 48 jam dipasien syok. Tingkat
infus 2500 ml ini dapat seperti yang ditunjukkan pada di bawah ini. Tingkat
penggantian IV harus disesuaikan dengan tingkat kehilangan plasma, dipandu oleh
kondisi klinis, tanda-tanda vital, keluaran urin, dan tingkat hematokrit.

30
Gambar 8.1 Tingkatan cairan infus pada kasus non syok
Sumber : WHO2

Penanganan pada DHF kelas III


DSS adalah syok hipovolemik disebabkan oleh kebocoran plasma dan ditandai
dengan peningkatan resistensi vaskuler sistemik, bermanifestasi sebagai tekanan nadi
menyempit (tekanan sistolik tetap dengan peningkatan tekanan diastolik, misalnya
100/90 mmHg).
Ketika terdapat gejala hipotensi, harus menduga bahwa adanya pendarahan parah,
dan yang sering tersembunyi adalah perdarahan gastrointestinal, yang mungkin terjadi
selain kebocoran plasma. Perlu dicatat bahwa resusitasi cairan dari DSS adalah
berbeda dari jenis shock lain seperti syok septik. Sebagian besar kasus DSS akan
berespon 10 ml / kg pada anak-anak atau 300-500 ml pada orang dewasa dalam satu
jam lebih atau dengan bolus, jika perlu. Selanjutnya, pemberian cairan harus
mengikuti grafik seperti pada Gambar 9. Namun, sebelum mengurangi tingkat
penggantian IV, kondisi klinis, tanda-tanda vital, urin output dan tingkat hematokrit
harus diperiksa untuk memastikan perbaikan klinis.
Penting diketahui bahwa terapi cairan IV harus dikurangi saat perfusi perifer
membaik; tetapi harus dilanjutkan untuk durasi minimal 24 jam dan dihentikan
setelah 36 sampai 48 jam. Cairan yang berlebihan akan menyebabkan efusi yang

31
masif karena meningkatnya permeabilitas kapiler. Aliran penggantian volume untuk
pasien dengan DSS diilustrasikan di bawah ini .

Gambar 8.2 Tingkatan cairan infus pada kasus syok


Sumber : WHO2

Gambar 8.3 Alur penggantian volume untuk pasien dengan DSS


Sumber : WHO2

32
Penanganan pada DHF kelas IV
Resusitasi cairan awal pada DBD kelas 4 lebih agresif agar dapat mengembalikan
tekanan darah dengan cepat dan pemeriksaan laboratorium harus dilakukan sesegera
mungkin untuk ABC serta keterlibatan organ. Bahkan hipotensi ringan harus
ditangani secara agresif. 10 ml / kg cairan bolus harus diberikan secepat mungkin,
idealnya dalam waktu 10 sampai 15 menit. Ketika tekanan darah dipulihkan, cairan
intravena lebih lanjut dapat diberikan sebagai terapi DBD di kelas 3. Jika syok tidak
reversibel setelah yang pemberian pertama 10 ml / kg, bolus ulangi 10 ml / kg dan
hasil laboratorium harus dikejar dan diperbaiki secepat mungkin.
Transfusi darah yang mendesak harus dianggap sebagai langkah berikutnya
(setelah menilai HCT pre-resusitasi) dan ditindaklanjuti dengan pemantauan lebih
ketat, misalnya kateterisasi kandung kemih, kateteriasi vena central atau
pemerikasaan gas arteri.
Perlu dicatat bahwa memulihkan tekanan darah sangat penting untuk kelangsungan
hidup dan jika ini tidak dapat dicapai dengan cepat maka prognosis sangat buruk.
Inotropik dapat digunakan untuk mendukung tekanan darah, jika penggantian volume
telah dianggap memadai yang dinilai melalui tekanan tinggi vena sentral (CVP), atau
adanya kardiomegali, atau didokumentasikan adanya kontraktilitas jantung yang
buruk.
Jika tekanan darah dipulihkan setelah resusitasi cairan dengan atau tanpa transfusi
darah, dan terdapat gangguan organ , pasien harus dikelola secara tepat dengan terapi
suportif khusus. Contoh dialisis peritoneal, terapi penggantian ginjal terus menerus
dan ventilasi mekanis.
Jika akses intravena tidak dapat diperoleh dengan cepat, dapat dicoba pemberian
cairan elektrolit per oral jika pasien sadar atau rute intraosseous jika sebaliknya.
Akses intraosseous adalah tindakan life-saving dan harus dicoba setelah 2-5 menit
atau setelah dua kali gagal di akses vena perifer atau setelah terapi oral gagal.2

Tanda Pemulihan
Tanda-tanda pemulihan dapat dilihat dari nadi, tekanan darah dan laju pernapasan
yang stabil, suhu normal, tidak ada bukti perdarahan eksternal atau internal, nafsu
makan membaik, tidak ada muntah, tidak ada sakit perut, produksi urine baik,
hematokrit yang stabil pada nilai baseline dan ruam petechiae yang muncul pada fase
penyembuhan bisa disertai rasa gatal, terutama pada ekstremitas.2
33
Kriteria Pemulangan Pasien
Kriteria untuk pemulangan pasien adalah tidak adanya demam selama setidaknya
24 jam tanpa menggunakan terapi anti-demam, nafsu makan membaik, perbaikan
klinis terlihat, jumlah produksi urine memuaskan, minimal 2-3 hari telah berlalu
setelah sembuh dari syok, tidak ada gangguan pernapasan akibat efusi pleura, tidak
ada asites, jumlah trombosit lebih dari 50.000/mm³. Jika trombosit tidak lebih dari
50.000/mm³, pasien dianurkan untuk menghindari kegiatan traumatis setidaknya 1-2
minggu hingga trombosit menjadi normal. Pada kebanyakan kasus yang kompleks,
trombosit meningkat normal dalam waktu 3-5 hari.2

9. PENCEGAHAN

Demam berdarah dengue dapat dicegah dengan memberantas jentik-jentik nyamuk


demam berdarah dengan cara melakukan PSN (Pembersihan Sarang Nyamuk). Upaya
ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat dilakukan oleh
masyarakat dengan cara sebagai berikut :
 Bersihkan tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi/WC, drum dan lain lain)
sekurang-kurangnya seminggu sekali. Gantilah air di vas kembang, tempat
minum burung, perangkap semut dan lain-lain sekurang-kurangnya seminggu
sekali.
 Tutuplah rapat-rapat tempat penampungan air, seperti tampayan, drum, dan
lain-lain agar nyamuk tidak dapat masuk dan berkembang biak di tempat itu.
 Kubur atau buanglah pada tempatnya barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah dan lain-lain yang dapat menampung air
hujan, agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Potongan bambu,
tempurung kelapa, dan lain-lain agar dibakar bersama sampah alinnya.
 Tutuplah lubang-lubang pagar pada pagar bambu dengan tanah atau adukan
semen.
 Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak
hinggap disitu.
 Untuk tempat-tempat air yang tidak mungkin atau sulit dikuras, taburkan bubuk
ABATE ke dalam genangan air tersebut untuk membunuh jentik-jentik nyamuk.

34
Ulangi hal ini setiap 2-3 bulan sekali.10 Takaran penggunaan bubuk abate
adalah sebagai berikut : untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk ABATE.
Untuk menukar ABATE digunakan sendok makan. Satu sendok makan peres
berisi 10 gram ABATE. Setelah dibubuhkan ABATE maka selama 3 bulan
bubuk ABATE dalam air tersebut mampu membunuh jentik Aedes aegypti,
selama 3 bulan bila tempat penampungan air tersebut akan dibersihkan/diganti
airnya, hendaknya jangan menyikat bagian dalam dinding tempat penampungan
air tersebut, air yang telah dibubuhi ABATE dengan takaran yang benar, tidak
membahayakan dan tetap aman bila air tersebut diminum.12

Vaksin Dengue
Vaksin dengue yang telah diregistrasi dan beredar di beberapa negara yaitu live,
tetravalent, chimeric yellow fever tetravalent dengue vaccine (CYD-TDV) dengan
nama dagang Dengvaxia®. WHO merekomendasikan pemberian vaksin dengue
CYD-TDV di negara-negara endemis dengue. Vaksin diberikan pada umur ≥9 tahun
dipopulasi dengan seroprevalensi ≥70%. Jika diberikan pada populasi dengan
seroprevalensi antara 50% sampai 70%, imunisasi sebaiknya diberikan pada umur
≥11 tahun. Vaksin dengue mempunyai efekasi yang baik pada umur ≥9 tahun dengan
jadwal 0-6-12 bulan. Vaksin dengue telah terbukti menurunkan risiko dengue berat,
dan perawatan di rumah sakit akan tetapi jika vaksin dengue diberikan pada
seronegatif dapat meningkatkan risiko dengue berat dan perawatan di rumah sakit
dibandingkan dengan yang tidak diberikan vaksin dengue.
Mekanisme terjadinya belum dapat dipahami secara menyeluruh, tetapi hipotesis
yang mungkin bahwa vaksin dapat memulai respon imun pertama pada orang
seronegatif yang membuat mereka lebih berisiko terhadap dengue berat.
Vaksin dengue CYD-TDV disuntikan dengan dosis 0,5 mL, secara subkutan, tiga
kali penyuntikan dengan interval 6 bulan. Kontraindikasi vaksin dengue adalah
terdapat riwayat reakasi alergi berat terhadap komponen vaksin dengue atau setelah
pemberian vaksin yang mengandung komponen sama, individu dengan
imunodefisensi kongenital, individu dengan infeksi HIV simtomatik atau asimtomatik
dengan bukti adanya gangguan fungsi system imun selular.13

35
Gambar 9.1 Hipotesis vaksin dengue
Sumber : WHO13

10. KOMPLIKASI

Komplikasi yang paling sering terjadi adalah kelebihan cairan. Tanda dan gejala
dari kelebihan cairan adalah bengkak pada kelopak mata, distensi abdomen (asites),
tachypnea, dan dyspnea. Tanda-tanda dan gejala lebih lanjut mencakup semua hal di
atas, bersama dengan distress pernapasan sedang-berat, sesak napas dan mengi (bukan
karena asma) yang juga merupakan tanda awal edema paru interstitial dan krepitasi.
Gelisah/agitasi dan kebingungan merupakan tanda-tanda hipoksia dan kegagalan
pernapasan yang mengancam jiwa. Selain kelebihan cairan, komplikasi lain yang
dapat timbul adalah perdarahan, ensefalopati, dan gangguan ginjal.2

11. PROGNOSIS

Prognosis DHF ditentukan oleh derajat penyakit, cepat tidaknya penanganan yang
diberikan, umur dan keadaan nutrisi. Prognosis demam berdarah dengue derajat I dan
II umumnya baik. Demam berdarah dengue derajat III dan IV bila dapat dideteksi
secara cepat maka pasien dapat ditolong. Angka kematian pada syok yang tidak
terkontrol sekitar 40-50% tetapi dengan terapi penggantian cairan yang baik bisa
menjadi 1-2%. Penelitian pada orang dewasa di Surabaya, Semarang dan Jakarta
memperlihatkan bahwa prognosis dan perjalanan penyakit demam berdarah dengue
pada orang dewasa umumnya lebih ringan daripada anak-anak. Pada kasus demam
berdarah dengue yang disertai komplikasi seperti DIC dan ensefalopati prognosisnya
buruk.14

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Thomas, S. 2018. Dengue Virus Infection : Clinical Manisfestation and Diagnosis. Uptodate.
2. WHO. 2011. Dengue: Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue and
Dengue Haemorrhagic Fever Revised and expanded edition. World Health Organization
3. Achmadi, Umar Fahmi. 2010. Buletin Jendela Epidemiologi. Vol 2.
4. Suwandono A, Kosasih H, Nurhayati,Kusriastuti R, Harun S, Ma’roef C, dkk. Four dengue
virus serotypes found circulating during an outbreak of dengue fever and dengue
haemorrhagic fever in Jakarta, Indonesia, during 2004. Trans R Soc Trop Med Hyg
2006;100:855-62.
5. Sumarmo. Dengue haemorrhagic fever in Indonesia. Southeast Asian J Trop Med Public
Health 1987;18:269-74.
6. Kemenkes RI. 2018. Situasi Penyakit Demam Berdarah di Indonesia Tahun 2017. Kementrian
Kesehatan RI
7. Srikiatkhachorn A. Plasma leakage in dengue haemorrhagic fever. Thromb Haemost 2009;
102: 1042-1049.
8. Avirutnan P, Punyadee N, Noisakran S, et al. Vascular leakage in severe Dengue virus
infections: a potential role for the nonstructural viral protein NS-1 and complement. J.
Infect.Dis. 2006; 193: 1078-1088.
9. Garna, H. 2014. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak Edisi ke-5.
10. WHO. 2009. DENGUE Guidelines for diagnosis, treatment, prevention and control. World
Health Organization.
11. Hadinegoro, S.R., Moedjito, I., Chairulfatah, A. 2014. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksan
Infeksi Virus Dengue Pada Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia. UKK Infeksi dan Penyakit
Tropis Ikatan Dokter Anak Indonesia.
12. Shu PY. Comparison of a capture immunoglobulin M (IgM) and IgG ELISA and non-
structural protein NS1 serotype-specific IgG ELISA for differentiation of primary and
secondary dengue virus infections. Clin Diagn Lab Immunol 2006; 10:622-30.
13. WHO. 2017. Updated Questions and Answers related to the dengue vaccine Dengvaxia and its
use. World Helth Organization.
14. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata Laksana Demam
Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics Problem. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. Hal 63-72

37

Anda mungkin juga menyukai