Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

Disusun Oleh :
dr. Della Sulamita

Pembimbing :
dr. Dimas Radityo Yohakim, Sp.OG., BMedSc

INTERNSIP KELOMPOK IGD


RUMAH SAKIT UMUM TIPE D JAGAKARSA
PERIODE 04 JULI 2020 - 04 SEPTEMBER 2020
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
KETUBAN PECAH DINI

Disusun dan diajukan untuk memenuhi persyaratan tugas


Program Dokter Internsip
Rumah Sakit Umum Jagakarsa

Disusun Oleh
dr. Della Sulamita

Jakarta, 13 Agustus 2020


Telah dibimbing dan disahkan oleh,

Pembimbing,

(dr. Dimas Radityo Yohakim, Sp.OG., BMedSc)

2
BAB I
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. M
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jagakarsa
Agama : Islam
Tanggal Masuk : 11 Agustus 2020
No. RM : 00102485
Pembayaran : BPJS Kesehatan

II. ANAMNESIS
 Keluhan Utama
Keluar air-air dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P1A0 hamil 39 minggu datang ke IGD RSUD Jagakarsa ,
dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak 5 jam SMRS. Pasien
mengatakan air-air berwarna jernih dan tidak berbau. Pasien mengatakan baru
muncul mulas-mulas pada area perut sejak 1 jam SMRS. Mulas dirasakan teratur
setiap 15 menit, dengan durasi sekitar 10 detik. Keluhan keluar lendir dan darah
dari jalan lahir disangkal. Pasien tidak ada trauma atau riwayat jatuh sebelumnya.
Tidak ada riwayat koitus pada hari sebelumnya. BAB dan BAK dalam batas
normal. Keluhan demam disangkal. Keluhan keputihan berbau, gatal atau
kehijauan disangkal.

 Riwayat Penyakit Dahulu


- Hipertensi (-)
- Diabetes mellitus (-)
- Penyakit jantung (-)
- Penyakit asma (-)
- Hiperemesis Gravidarum (-)

3
- Alergi obat dan makanan (-)

 Riwayat Penyakit Keluarga


- Hipertensi (-)
- Diabetes Mellitus (-)
- Penyakit Asma (-)
- Penyakit jantung (-)

 Riwayat Perkawinan
Menikah satu kali, lamanya 10 tahun

 Riwayat Penggunaan Kontrasepsi


Pasien menggunakan kontrasepsi KB suntik sejak tahun 2014 -2018

 Riwayat Menstruasi
Menarche usia 12 tahun, siklus haid teratur, siklus 28 hari, lamanya 5 hari dengan
jumlah normal

 Riwayat Kehamilan Sekarang


HPHT : 11 November 2019
Taksiran persalinan : 09 Agustus 2020
ANC : 8x di Puskesmas Kecamatan Jagakarsa dan RSUD Jagakarsa

 Riwayat Kehamilan
No. Tahun Usia Persalinan JK Berat lahir ASI
kehamilan

1. 2013 39 minggu Spontan pervaginam L 2800g Eksklusif

2. Hamil ini 39 minggu

4
III. PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 11 Agustus 2020
STATUS GENERALIS
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
 Berat badan : 67 kg
 Tinggi badan : 157cm
 Tanda vital
o Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg
o Nadi : 88 x/menit (Regular, isi cukup, kuat angkat)
o Suhu : 36,7 oC (axilla)
o Pernapasan : 16 x/menit (Regular, kedalaman cukup, eupnea)
o Saturasi O2 : 98%
Kepala
 Bentuk : normochepali
 Pertumbuhan Rambut : distribusi merata, warna hitam
 Deformitas : tidak terdapat deformitas
Mata
 Bentuk : normal, kedudukan bola mata simetris
 Konjungtiva : tidak anemis
 Sklera : tidak ikterik
 Pupil : bulat, isokor +/+, diameter 3 mm
Telinga
 Bentuk : normal
 Liang telinga : lapang
 Serumen : -/-
Hidung
 Bagian luar : normal, tidak terdapat deformitas
 Septum : terletak di tengah (tidak deviasi) dan simetris
 Mukosa hidung : tidak terdapat hiperemis, konka nasalis eutrofi
 Cavum nasi : perdarahan (-)
Mulut dan Tenggorok

5
 Bibir : normal, tidak pucat, tidak sianosis
 Gigi-Geligi : hygiene baik
 Mukosa mulut : normal, tidak hiperemis,
 Lidah : normoglosia, tidak tremor, halitosis(-)
 Tonsil : T1/T1 tenang, tidak hiperemis
 Faring : Tidak hiperemis, uvula di tengah
 Gusi : tidak ada perdarahan
Leher
 Bendungan vena : tidak terdapat bendungan vena (JVP N)
 Kelenjar tiroid : tidak membesar, mengikuti gerakan, simetris
 Trakea : di tengah (tidak deviasi)
Kelenjar Getah Bening
 Tidak teraba pembesaran KGB
Thorax
 Pulmo
o Inspeksi : tampak simteris, tidak terdapat retraksi otot bantu
pernafasan
o Palpasi : Gerak simetris pada kedua hemithorax, fremitus vocal
+/+
o Perkusi : sonor/sonor
o Auskultasi: suara nafas vesikuler +/+
rhonki -/-
wheezing -/-

 Jantung
o Inspeksi : tidak tampak pulsasi ictus cordis
o Palpasi : teraba pulsasi ictus cordis pada ICS V linea
midclavicularis sinistra, thrill (-)
o Perkusi : batas jantung kanan pada intercostal V parasternal
kanan, jantung kiri pada intercostal V midclavicula
kiri, pinggang jantung pada intercosta III
parasternal kiri

6
o Auskultasi : BJ I - II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
 Inspeksi : perut membuncit, striae gravidarum (+) linea nigra (+)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani (+)

Ekstremitas
● Atas : Akral hangat, CRT < 2”, edema -/-, normotonus
● Bawah : Akral hangat, CRT < 2”, edema -/-, normotonus
Tulang belakang : Lordosis (-), kifosis (-), skoliosis (-)
Kulit : Turgor kembali cepat, warna sawo matang, ikterik (-)
Status Neurologi :
 Tanda Rangsang Meningeal :
 Kaku kuduk (-), Brudzinski 1 (-), Brudzinski 2 (-), Kernig (-), Laseque
(-)
 Motorik :
 Kesan parese (-)
 Sensorik :
 Kesan Parese (-)
 Refleks fisiologis :
 Refleks bisep +/+, triseps +/+, patella +/+, achilles +/+
 Refleks patologis :
 Babinski (-), Oppenheim (-), Chaddock (-), Gordon (-), Schaffer (-)

Pemeriksaan Obstretic
ANC : 8x di PKC Jagakarsa dan RSUD Jagakarsa
HPHT : 11 November 2019
Tafsiran kelahiran : 09 Agustus 2020
TFU : 31cm
Tafsiran Berat Lahir : 2.945gram
DJJ : 134x/menit

7
His : 2x10” 25”
Leopold 1 : Teraba bulat dan lunak
Leopold 2 : Teraba lengkung kontinyu pada perut kanan ibu (pu-ka)
Leopold 3 : Teraba bagian terbawah janin bulat dan keras (kepala)
Leopold 4 : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP
VT : portio tebal dan kaku, arah kebelakang, tidak didapatkan
pembukaan, ketuban (-), kepala Hodge 1
Inspekulum : v/v dalam batas normal, test kertas lakmus (+)

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorium darah tanggal 11 Agustus 2020
PEMERIKSAAN HASIL NILAI SATUAN
RUJUKAN
Hemoglobin 12,9 12-16 g/dl
Leukosit 20.100 4.500-11.000 /ul
Eritrosit 4.52 4.6-6.2 Juta/ul
Hematokrit 37 40-48 %
Trombosit 290.000 150.000-400.000 /ul
Basofil 0 0-1 %
Eusinofil 0 1-4 %
Netrofil Batang 1 2-6 %
Neutrofil Segmen 84 50-70 %
Limfosit 13 20-35 %
Monosit 2 2-8 %
Anti-HIV
HIV 1 Non-reaktif Non-reaktif
HIV 2 Non-reaktif Non-reaktif
HbsAg Non-reaktif Non-reaktif
Urinalisa
Warna Kuning Muda Kuning muda
Kejernihan Agak Keruh Jernih
Berat jenis 1,000 1,005-1,030
pH 6,0 5,0-7,5
Protein Negative Negatif
Glukosa Negative Negatif
Keton Negative Negatif
Bilirubin Negative Negatif
Nitrit Negative Negatif
Leukosit esterase Negative Negatif
Urobilinogen <2,0 <2,0
Lekosit 1-3 3-5 /LPB
Eritrosit 0-2 0-1 /LPB

8
Epitel skuamosa +1 Positive
Epitel bulat Negative Negative
Kristal Negatif Negatif
Silinder Negatif Negatif
Jamur Negatif Negatif
Bakteri Negatif Negatif

USG di Poli Obsgyn RSUD Jagakarsa (10 Agustus 2020 / 1 hari SMRS)

Umur kehamilan : 39 minggu


Tafsiran berat janin : 3400gr-3500gr
Ketuban (+) Jenis kelamin : Perempuan

DIAGNOSA KERJA
 G2P1A0 hamil 39 minggu dengan ketuban pecah dini

RENCANA TERAPI
 Rencana Diagnosis
- Pemeriksaan USG untuk mengevaluasi jumlah ketuban
- Pemeriksaan dalam bila ada tanda – tanda persalinan
 Rencana Monitoring
- Observasi keluhan pasien
- Observasi tanda vital pasien
- Observasi tanda kemajuan persalinan
- Observasi DJJ

9
- Observasi tanda infeksi
 Rencana Terapi
- Lapor dr. C, Sp.OG
- Advis dr. C, Sp.OG :
- IVFD RL 30 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2gr
- Induksi persalinan misoprostol 4x25mg
- Rencana Edukasi
- Memberikan penjelasan pada pasien bahwa KPD dapat
meningkatkan resiko terjadinya infeksi intrapartum yang
dapat mengancam kesejahteraan janin. Minta pasien untuk
memberitahu petugas kesehatan apabila pasien merasakan
adanya keluhan demam, cairan ketuban keruh/hijau dan
berbau serta jantung yang berdebar-debar. Memberitahu
pasien bahwa ia harus diberikan antibiotik untuk mencegah
infeksi.
- Bila persalinan tidak maju maka dapat dilakukan SC →
informed consent dengan pasien dan keluarga pasien
terlebih dahulu.

Prognosis
Quo ad Vitam : dubia Bonam
Quo ad Functionam : dubia Bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad Bonam

FOLLOW UP
CATATAN KEMAJUAN

Tanggal/jam CATATAN KEMAJUAN


11 Agustus S : keluar air-air jernih encer dari kemaluan sejak 5 jam SMRS
2020 jam O : compos mentis, TD 127/73 mmHg, Nadi 70x/menit, Suhu
14.30 WIB 36,9oC, RR 20 x/menit
HPHT : 11 November 2019
Status obstetric : teraba perut membesar simetris, TFU 31 cm, puka,
presentasi terbawah janin kepala sudah masuk PAP
His : 2x10”25”
DJJ : 134 x/menit
VT : porsio teraba tebal kaku, arah belakang, pembukaan 0 cm,
ketuban -, kepala Hodge I
TBJ menurut USG : 3400 gram
CTG :

10
Frekuensi dasar: 130 x/menit
Variabilitas : 5-15
Akselrasi : 4 kali
Deselerasi : tidak ada
His : 2x10”25”
Kesan : Reaktif
A : G2P1A0 hamil 39 minggu dengan KPD 5 jam
Janin tunggal hidup presentasi kepala
P : Menghubungi Dr. C, Sp.OG dan diberikan
instruksi:
- IVFD RL 30 tpm
- Inj. Ceftriaxone 1x2gr
- Induksi dengan misoprostol 4x25mg
11 Agustus S : Pasien menolak untuk dilakukan induksi. Pasien sudah
2020 jam mengeluhkan mulas dan keluar lendir dan darah dari jalan lahir
16.15 WIB O : compos mentis, TD 110/80 mmHg, Nadi 87x/menit, RR
19x/menit, Suhu 36,6oC
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetri : mules (+), perdarahan (+), keluar air-air (+)
His : 3 x 10' 20"
DJJ : 136 x/menit
VT : portio tebal, pembukaan 5 cm, ketuban -, kepala Hodge I
A : G2P1A0 hamil 39 minggu dengan KPD + Kala I
Janin tunggal hidup presentasi kepala
P : Observasi keadaan umum, TTV, DJJ
Lapor dokter jaga
Tanda tangan informed refusal penolakan induksi persalinan
Persiapkan alat-alat persalinan

11 Agustus S : Pasien ingin meneran


2020 jam O : compos mentis, TD 120/80 mmHg, Nadi 90x/menit, RR
18.10 WIB 20x/menit, suhu 36,5 oC
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetri : mules (+), perdarahan (+), keluar air-air (+)
His : 4x 10' 10"
DJJ : 142x/menit
VT : portio tidak teraba, pembukaan 10cm, ketuban-, kepala di
Hodge III
A : G2P1A0 hamil 39 minggu dengan KPD + persalinan Kala II
Janin tunggal hidup presentasi kepala
P : Persalinan dipimpin oleh bidan
18.23 Bayi lahir spontan, jenis kelamin perempuan, APGAR
score 7/8, BBL 3340gram, PB 48cm

11
11 Agustus S : Pasien masih merasa mules
2020 jam O : compos mentis, TD 110/70 mmHg, Nadi 87x/menit, RR 20
18.25 WIB x/menit, suhu 36,4 oC
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetri : kontraksi uterus baik, TFU sepusat
A : P2A0 persalinan kala III
P: Melakukan manajemen aktif kala III
18.30 plasenta lahir lengkap spontan, ruptur perineum grade II,
perdarahan ± 150cc. Dilakukan penjahitan perineum
11 Agustus S : Pasien merasa senang atas kelahiran bayinya, ps tidak ada
2020 jam keluhan
19.30 WIB O : compos mentis, TD 110/80 mmHg, Nadi 80 x/menit, RR 20
x/menit, suhu 36,6 oC
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetri : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-)
A : P2A0 persalinan kala IV
P : observasi keadaan umum, TTV, kontraksi uterus dan perdarahan
Edukasi ASI eksklusif, personal hygiene
Lapor dr. C Sp. OG
Terapi oral : Cefadroxil 2x500mg
Asam mefenamat 3x500mg
Sulfas ferosus 2x1 tab
12 Agustus S : Pasien masih merasa nyeri luka jahitan minimal
2020 jam O : compos mentis, TD 110/70 mmHg, 80 x/menit, RR 20 x/menit,
06.00 WIB suhu 36,7 oC
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetri : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-)
A : P2A0 post partus spontan
P : observasi TTV, kontraksi uterus dan perdarahan
Terapi lain lanjut
12 Agustus S : Pasien mengatakan buang air kecil lancar, ASI dapat keluar,
2020 jam keluhan tidak ada
14.30 WIB O : compos mentis, TD 110/70 mmHg, 81 x/menit, RR 20 x/menit,
suhu 36,5 oC
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetri : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-)
A : P2A0 post partus spontan
P : Terapi lain lanjut
Vulva hygiene
Lapor dr. C Sp. OG :
Rencana BLPL malam
12 Agustus S : Pasien mengatakan tidak ada keluhan
2020 jam O : compos mentis, TD 110/70 mmHg, Nadi 82x/menit, RR 22
18.30 WIB x/menit, suhu 36,8 oC
Status generalis : dalam batas normal
Status obstetri : TFU 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,
perdarahan aktif (-), lochia (+) rubra
A : P2A0 post partus spontan
P : Pasien rencana pulang dengan obat pulang :
Cefadroxil 2x500mg PO
Asam mefenamat 3x 500mg PO
SF 2x1 tab PO
Kontrol ulang

12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban Pecah Dini (amniorrhexis-premature rupture of the membrane PROM) adalah
pecahnya selaput korioamniotik sebelum terjadi proses persalinan. Secara klinis diagnosa
KPD ditegakkan bila seorang ibu hamil mengalami pecah selaput ketuban dan dalam waktu
satu jam kemudian tidak terdapat tanda awal persalinan, dengan demikian untuk kepentingan
klinis waktu 1 jam tersebut merupakan waktu yang disediakan untuk melakukan pengamatan
adanya tanda-tanda awal persalinan. Bila terjadi pada kehamilan < 37 minggu maka peristiwa
tersebut disebut KPD Preterm (PPROM=preterm premature rupture of the membrane -
preterm amniorrhexis).
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai kebocoran spontan cairan dari kantung
amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu. Kejadian KPD dapat terjadi sebelum atau
sesudah masa kehamilan 40 minggu. Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi pada
kehamilan preterm atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-37 usia
kehamilan, sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan terjadi setelah
minggu ke-37 dari usia kehamilan.

Pengertian ketuban pecah dini (KPD) menurut WHO yaitu pecahnya membrane tanpa
ditandai inpartu.. Peneliti lain mendefinisikan KPD sebagai amnioreksis sebelum permulaan
persalinan pada setiap tahap kehamilan. Sedangkan Mochtar mengatakan bahwa KPD adalah
pecahnya ketuban sebelum in partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang dari 3 cm dan
pada multipara kurang dari 5 cm.

2.2 Epidemiologi
Pada tahun 2005, WHO memperkirakan 12,9 juta kelahiran (9,6%) di seluruh dunia
adalah prematur. Sekitar 11 juta (85%) dari kelahiran prematur tersebut terkonsentrasi di
Afrika dan Asia. Sekitar 45-50% penyebab dari kelahiran prematur adalah idiopatik, 30%
terkait dengan KPD dan 15-20% dikaitkan dengan indikasi medis.

13
Menurut Eastman, insidensi ketuban pecah dini ini berkisar 12% dari semua
kehamilan normal. Sekitar 70% kasus ketuban pecah dini terjadi pada kehamilan
di aterm, namun di pusat rujukan, lebih dari 50% kasus dapat terjadi pada
kehamilan preterm. Angka kejadian KPD di Indonesia sendiri masih cukup tinggi.
Data yang diperoleh dari RSUD Dr. H. Soewondo menyebutkan kejadian KPD
pada tahun 2011 sebanyak 445 sedangkan pada tahun 2012 meningkat sebanyak
542 penderita.

2.3 Etiologi
Etiologi terjadinya ketuban pecah dini masih belum jelas dan tidak dapat
ditentukan secara pasti. Beberapa laporan menyebutkan faktor-faktor yang
berhubungan erat dengan KPD, namun faktor-faktor mana yang lebih berperan
sulit diketahui. Kemungkinan yang menjadi faktor predesposisi menurut Manuaba
(2009) adalah :
1. Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban maupun ascenden
dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya
KPD. Penelitian menunjukkan infeksi sebagai penyebab utama ketuban pecah
dini.
2. Servik yang inkompetensia, kanalis sevikalis yang selalu terbuka oleh karena
kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan, kuretase).

Gambar 2.3 Inkompetensia servix pada awal persalinan dini

14
3. Tekanan intra uterin yang meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
misalnya tumor, hidramnion, gemelli.
4. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya disertai infeksi
5. Kelainan letak misalnya lintang, sehingga tidak ada bagian terendah yang
menutupi pintu atas panggul (PAP) yang dapat menghalangi tekanan terhadap
membran bagian bawah.
6. Keadaan sosial ekonomi yang berhubungan dengan rendahnya kualitas
perawatan antenatal, penyakit menular seksual misalnya disebabkan oleh
Chlamydia trachomatis dan Neisseria gonorrhoeae.
7. Faktor lain yaitu:
· Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu
· Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan antepartum
· Defisiensi gizi dari tembaga dan vitamin C

2.4 Patofisiologi
Amnion atau selaput ketuban merupakan membran internal yang
membungkus janin dan cairan ketuban. Selaput ini licin, tipis, dan transparan.
Selaput amnion melekat erat pada korion. Selaput ini menutupi permukaan fetal
pada plasenta sampai pada insertio tali pusat dan kemudian berlanjut sebagai
pembungkus tali pusat yang tegak lurus hingga umbilikus janin. Sedangkan
korion merupakan membran eksternal berwarna putih dan terbentuk dari vili – vili
sel telur yang berhubungan dengan desidua kapsularis. Selaput ini berlanjut
dengan tepi plasenta dan melekat pada lapisan uterus.
Dalam keadaan normal jumlah cairan amnion pada kehamilan cukup bulan
sekitar 1000 – 1500 cc, warna jernih agak keruh, steril, bau khas, agak manis,
terdiri dari 98% - 99% air, 1- 2 % garam anorganik dan bahan organik (protein
terutama albumin), serpihan rambut lanugo, verniks kaseosa, dan sel – sel epitel
dan sirkulasi sekitar 500cc/jam.
Fungsi cairan amnion:
1. Proteksi : Melindungi janin terhadap trauma dari luar

15
2. Mobilisasi : Memungkinkan ruang gerak bagi bayi
3. Hemostatis : Menjaga keseimbangan suhu, lingkungan asam basa (pH)
4. Mekanik : Menjaga keseimbangan tekanan dalam seluruh ruang
intrauteri
5. Pada persalinan, membersihkan atau melicinkan jalan lahir dengan cairan
steril sehingga melindungi bayi dari kemungkinan infeksi jalan lahir

Gambar 2.4.1. Gambar struktur selaput ketuban saat aterm

Infeksi dan inflamasi dapat menyebabkan ketuban pecah dini dengan


menginduksi kontraksi uterus dan atau kelemahan fokal kulit ketuban. Kekuatan
selaput ketuban ditentukan oleh keseimbangan sintesa dan degradasi matriks
ekstraseluler. Bila terjadi perubahan di dalam selaput ketuban, seperti penurunan
kandungan kolagen, perubahan sruktur kolagen dan peningkatan aktivitas
kolagenolitik maka KPD dapat terjadi. Degradasi kolagen yang terjadi
diperantarai oleh Matriks Metalloproteinase (MMP) dan dihambat oleh
Penghambat Matriks Metalloproteinase (TIMP) serta penghambat protease.
Keutuhan selaput ketuban terjadi karena kombinasi dari aktivitas MMP
yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih tinggi. Mikroorganisme
yang menginfeksi host dapat membentuk enzim protease disertai respon imflamasi

16
dari host sehingga mempengaruhi keseimbangan MMP dan TIMP yang
menyebabkan melemahnya ketegangan selaput ketuban dan pecahnya selaput
ketuban.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi
prostaglandin oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban
pecah dini preterm karena menyebabkan irritabilitas pada uterus dan terjadi
degradasi kolagen membran. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan
fosfolipase A2 yang melepaskan prekursor prostaglandin dari membran fosfolipid.
Respon imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin
oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh monosit. Sitokin
juga terlibat dalam induksi enzim Siklooksigenase II yang berfungsi mengubah
asam arakhidonat menjadi prostaglandin. Prostaglandin mengganggu sintesis
kolagen pada selaput ketuban dan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3.

Gambar 2.4.2. Patofisiologi KPD

2.5 Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.

17
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik (termasuk pemeriksaan spekulum)
KPD aterm didiagnosis secara klinis pada anamnesis pasien dan visualisasi
adanya cairan amnion pada pemeriksaan fisik. Dari anamnesis perlu diketahui
waktu dan kuantitas dari cairan yang keluar, usia gestasi dan taksiran persalinan,
riwayat KPD aterm sebelumnya, dan faktor risikonya. Pemeriksaan digital vagina
yang terlalu sering dan tanpa indikasi sebaiknya dihindari karena hal ini akan
meningkatkan risiko infeksi neonatus. Spekulum yang digunakan dilubrikasi
terlebih dahulu dengan lubrikan yang dilarutkan dengan cairan steril dan
sebaiknya tidak menyentuh serviks. Pemeriksaan spekulum steril digunakan untuk
menilai adanya servisitis, prolaps tali pusat, atau prolaps bagian terbawah janin
(pada presentasi bukan kepala); menilai dilatasi dan pendataran serviks,
mendapatkan sampel dan mendiagnosis KPD aterm secara visual.
Dilatasi serviks dan ada atau tidaknya prolaps tali pusat harus diperhatikan
dengan baik. Jika terdapat kecurigaan adanya sepsis, ambil dua swab dari serviks
(satu sediaan dikeringkan untuk diwarnai dengan pewarnaan gram, bahan lainnya
diletakkan di medium transport untuk dikultur.
Jika cairan amnion jelas terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan
lagi pemeriksaan lainnya untuk mengkonfirmasi diagnosis. Jika diagnosis tidak
dapat dikonfirmasi, lakukan tes pH dari forniks posterior vagina (pH cairan
amnion biasanya 7.1-7.3 sedangkan sekret vagina 4.5 – 6). Semua presentasi
bukan kepala yang datang dengan KPD aterm harus dilakukan pemeriksaan digital
vagina untuk menyingkirkan kemungkinaan adanya prolaps tali pusat.
b. Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk
menilai indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks
cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak
adanya pertumbuhan janin terhambat (PJT) maka kecurigaan akan ketuban pecah
sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak menyingkirkan
diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai taksiran berat janin, usia
gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital janin.
c. Pemeriksaan laboratorium

18
Pada beberapa kasus, diperlukan tes laboratorium untuk menyingkirkan
kemungkinan lain keluarnya cairan/ duh dari vagina/ perineum. Jika diagnosis
KPD aterm masih belum jelas setelah menjalani pemeriksaan fisik, tes nitrazin
dan tes fern, dapat dipertimbangkan. Pemeriksaan seperti insulin-like growth
factor binding protein 1(IGFBP-1) sebagai penanda dari persalinan preterm,
kebocoran cairan amnion, atau infeksi vagina terbukti memiliki sensitivitas yang
rendah. Penanda tersebut juga dapat dipengaruhi dengan konsumsi alkohol. Selain
itu, pemeriksaan lain seperti pemeriksaan darah ibu dan CRP pada cairan vagina
tidak memprediksi infeksi neonatus pada KPD preterm.

2.6 Penatalaksanaan
Ketuban pecah dini termasuk dalam kehamilan beresiko tinggi. Kesalahan
dalam mengelola KPD akan meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas ibu
maupun bayinya. Kasus KPD aterm, apabila tidak ditangani maka akan
meningkatkan insidensi chorioamnionitis.
Penatalaksanaan KPD tergantung pada usia kehamilan. Kalau usia
kehamilan tidak diketahui secara pasti, maka dilakukan pemeriksaan
ultrasonografi (USG) untuk mengetahui umur kehamilan dan letak janin. Risiko
KPD preterm adalah RDS dan sepsis. Oleh karena itu pada kehamilan kurang
bulan perlu evaluasi hati-hati untuk menentukan waktu yang optimal untuk
persalinan. Pada umur kehamilan 34 minggu atau lebih biasanya paru-paru sudah
matang, chorioamnionitis yang diikuti dengan sepsis pada janin merupakan sebab
utama meningkatnya morbiditas dan mortalitas janin.
Terdapat dua manajemen dalam penatalaksanaan KPD, yaitu manajemen
aktif dan ekspektatif. Manajemen ekspektatif adalah penanganan dengan
pendekatan tanpa intervensi, sementara manajemen aktif melibatkan klinisi untuk
lebih aktif mengintervensi persalinan. Berikut ini adalah tatalaksana yang
dilakukan pada KPD berdasarkan masing-masing kelompok usia kehamilan.
A. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan <24 minggu
Pada usia kehamilan kurang dari 24 minggu dengan KPD preterm
didapatkan bahwa morbiditas minor neonatus seperti hiperbilirubinemia dan
takipnea transien lebih besar apabila ibu melahirkan pada usia tersebut dibanding

19
pada kelompok usia lahir 36 minggu. Morbiditas mayor seperti sindroma distress
pernapasan dan perdarahan intraventrikular tidak secara signifikan berbeda. Pada
saat ini, penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan adalah
pilihan yang lebih baik.
B. Ketuban Pecah Dini usia kehamilan 34-38 minggu
Pada usia kehamilan lebih dari 34 minggu, mempertahankan kehamilan
akan meningkatkan resiko korioamnionitis dan sepsis. Tidak ada perbedaan
signifikan terhadap kejadian respiratory distress syndrome. Pada saat ini,
penelitian menunjukkan bahwa mempertahankan kehamilan lebih buruk
dibanding melakukan persalinan.
Antibiotik profilaksis disarankan pada kejadian KPD preterm. Dibuktikan
dengan 22 uji meliputi lebih dari 6000 wanita yang mengalami KPD preterm,
yang telah dilakukan meta-analisis. Terdapat penurunan signifikan dari
korioamnionitis, jumlah bayi yang lahir dalam 48 jam setelah KPD, jumlah bayi
yang lahir dalam 7 hari setelah KPD, infeksi neonatal, dan jumlah bayi dengan
USG otak yang abnormal setelah keluar dari RS. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa administrasi antibiotik mengurangi morbiditas maternal dan neonatal
dengan menunda kelahiran yang akan memberi cukup waktu untuk profilaksis
dengan kortikosteroid prenatal. Pemberian co-amoxiclav pada prenatal dapat
menyebabkan neonatal necrotizing enterocolitis sehingga antibiotik ini tidak
disarankan. Pemberian eritromisin atau penisilin adalah pilihan terbaik.Pemberian
antibiotik dapat dipertimbangkan digunakan bila KPD memanjang (> 24 jam):

Tabel 2.6.1. Antibiotik yang digunakan pada KPD >24 jam


Medikamentosa Dosis Rute Frekuensi
Benzilpenisilin 1.2 gram IV Setiap 4 jam

Klindamisin (jika sensitif penisilin) 600 mg IV Setiap 8 jam

Jika pasien datang dengan KPD >24 jam, pasien sebaiknya tetap dalam
perawatan sampai berada dalam fase aktif. Penggunaan antibiotik IV sesuai
dengan tabel di atas.
Manajemen aktif

20
Pada kehamilan ≥ 37 minggu, lebih dipilih induksi awal. Lamanya waktu
manajemen ekspektatif perlu didiskusikan dengan pasien dan keputusan dibuat
berdasarkan keadaan per individu. Induksi persalinan dengan prostaglandin
pervaginam berhubungan dengan peningkatan risiko korioamnionitis dan infeksi
neonatal bila dibandingkan dengan induksi oksitosin. Sehingga, oksitosin lebih
dipilih dibandingkan dengan prostaglandin pervaginam untuk induksi persalinan
pada kasus KPD. Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induksi.
Kemajuan pada pelayanan maternal dan manajemen PPROM pada batas
yang viable dapat mempengaruhi angka survival; meskipun demikian untuk
PPROM <24 minggu usia gestasi morbiditas fetal dan neonatal masih tinggi.
Konseling kepada pasien untuk mengevaluasi pilihan terminasi (induksi
persalinan) atau manajemen ekspektatif sebaiknya juga menjelaskan diskusi
mengenai keluaran maternal dan fetal dan jika usia gestasi 22-24 minggu juga
menambahkan diskusi dengan neonatologis. Beberapa studi yang berhubungan
dengan keluaran/ outcomes, diperumit dengan keterbatasan sampel atau faktor
lainnya. Beberapa hal yang direkomendasikan:
 Konseling pada pasien dengan usia gestasi 22-25 minggu
 Jika dipertimbangkan untuk induksi persalinan sebelum janin
viable, tatalaksana merujuk kepada Intermountain's Pregnancy
Termination Procedure
Pemberian kortikosteroid antenatal pada wanita dengan KPD preterm telah
dibuktikan manfaatnya dari 15 RCT yang meliputi 1400 wanita dengan KPD dan
telah disertakan dalam suatu metaanalisis. Kortikosteroid antenatal dapat
menurunkan risiko respiratory distress syndrome, perdarahan intraventrikkular
dan enterokolitis nekrotikan, dan mungkin dapat menurunkan kematian
neonatus.


Tabel 2.6.2. Medikamentosa yang digunakan pada KPD


Magnesium Magnesium Sulfat IV:
Untuk efek neurorproteksi pada PPROM Bolus 6 gram selama 40 menit dilanjutkan
<31 minggu bila persalinan diperkirakan infus 2 gram/jam untuk dosis pemeliharaan

21
dalam waktu 24 jam sampai persalinan atau sampai 12 jam terapi
Kortikosteroid Betamethasone:
Untuk menurunkan risiko sindrom 12 mg IM setiap 24 jam dikali 2 dosis
distress pernapasan Jika Betamethasone tidak tersedia, gunakan
deksamethason 6 mg IM setiap 12 jam
Antibiotik Ampicillin
Untuk memperlama masa laten 2 gram IV setiap 6 jam dan
Erythromycin
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam, dikali
4 dosis diikuti dengan
Amoxicillin
250 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari dan
Erythromycin
333 mg PO setiap 8 jam selama 5 hari, jika
alergi ringan dengan penisilin, dapat
digunakan:
Cefazolin
1 gram IV setiap 8 jam selama 48 jam dan
Erythromycin
250 mg IV setiap 6 jam selama 48 jam diikuti
dengan:
Cephalexin
500 mg PO setiap 6 jam selama 5 hari dan
Erythromycin
333 mg PO setiap 8 jam selama hari

Jika alergi berat penisilin, dapat diberikan


Vancomycin 1 gram IV setiap 12 jam selama
48 jam dan
Erythromycin 250 mg IV setiap 6 jam
selama 48 jam diikuti dengan
Clindamycin
300 PO setiap 8 jam selama 5 hari

2.7. Komplikasi
Komplikasi Maternal
Infeksi sering terjadi pada pasien dengan KPD. Bukti keseluruhan
korioamnionitis berkisar dari 4,2% hingga 10,5%. Diagnosis korioamnionitis
secara klinis ditandai dengan adanya demam 38 ° C dan minimal 2 dari kondisi
berikut : takikardia pada ibu, takikardia pada janin, nyeri tekan uterus, cairan
ketuban berbau busuk, atau darah ibu mengalami leukositosis. Rongga ketuban
umumnya steril. Invasi mikroba dari rongga ketuban mengacu pada hasil kultur
mikroorganime cairan ketuban yang positif, terlepas dari ada atau tidaknya tanda
atau gejala klinis infeksi. Pasien dengan KPD memiliki kejadian solusio plasenta

22
sekitar 6%. Solusio plasenta biasanya terjadi pada kondisi oligohidroamnion lama
dan berat.
Data sebuah analisis retrospektif yang didapatkan dari semua pasien
dengan KPD berkepanjangan menunjukkan risiko terjadinya solusio plasenta
selama kehamilan sebesar 4%. Alasan tingginya insiden solusio plasenta pada
pasien dengan KPD adalah penurunan progresif luas permukaan intrauterin yang
menyebabkan terlepasnya plasenta. Prolaps tali pusat yang dikaitkan dengan
keadaan malpresentasi serta terjadinya partus kering juga merupakan komplikasi
maternal yang dapat terjadi pada KPD.

Komplikasi Neonatal
Kematian neonatal setelah mengalami KPD aterm dikaitkan dengan infeksi
yang terjadi, sedangkan kematian pada KPD preterm banyak disebabkan oleh
sindrom gangguan pernapasan. Pada penelitian Patil, dkk (India,2014) KPD
berkepanjangan meningkatkan risiko infeksi pada neonatal sekitar 1,3% dan
sepsis sebesar 8,7%. Infeksi dapat bermanifestasi sebagai septikemia, meningitis,
pneumonia, sepsis dan konjungtivitis. Insiden keseluruhan dari kematian perinatal
dilaporkan dalam literatur berkisar dari 2,6 hingga 11%.
Ketika KPD dikelola secara konservatif, sebagian besar pasien mengalami
oligohidramnion derajat ringan hingga berat seiring dengan kebocoran cairan
ketuban yang terus menerus. Sedikitnya cairan ketuban akan membuat rahim
memberikan tekanan terus-menerus kepada janin sehingga tumbuh kembang janin
menjadi abnormal seperti terjadinya kelainan bentuk tulang.

2.8 Prognosis
Prognosis pada ketuban pecah dini sangat bervariatif tergantung pada :
- Usia kehamilan
- Adanya infeksi / sepsis
- Faktor risiko / penyebab
- Ketepatan Diagnosis awal dan penatalaksanaan
Prognosis dari KPD tergantung pada waktu terjadinya, lebih cepat
kehamilan, lebih sedikit bayi yang dapat bertahan.

23
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

 Pada pasien ini diagnosis G2P1A0 hamil 39 minggu dengan ketuban pecah
dini, yang ditegakkan berdasarkan atas :
- Anamnesa
o Keluarnya air-air dari jalan lahir 5 jam SMRS
o Air-air berbau khas, berwarna jernih
o Pasien mengalami mulas sejak 1 jam SMRS
o Pasien menyangkal adanya keluar lendir dan darah dari jalan lahir
o Keluhan demam disangkal
Anamnesis yang mengarah ke ketuban pecah dini yaitu pasien mengalami
keluarnya cairan dari jalan lahir sebelum munculnya mulas-mulas dan adanya
lendir dan darah dari jalan lahir. Ketuban pecah dini atau
spontaneus/early/premature rupture of membrans (PROM) merupakan pecahnya
selaput ketuban secara spontan pada saat belum menunjukkan tanda-tanda
persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan sebagai kontraksi uterus teratur
dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya efficement atau dilatasi
serviks) atau bila satu jam kemudian tidak timbul tanda-tanda awal persalinan atau
secara klinis bila ditemukan pembukaan kurang dari 3 cm pada primigravida dan
kurang dari 5 cm pada multigravida. Etiologi dari KPD antara lain imfeksi,
defisiensi Vitamin C, faktor selaput ketuban, faktor umur dan paritas, dan faktor
tingkat sosio dan ekonomi.

- Pemeriksaan fisik yang bermakna:


STATUS GENERALIS
 Keadaan umum : Tampak sakit ringan
 Kesadaran : Compos mentis (GCS 15)
 Berat badan : 67 kg
 Tinggi badan : 157cm
 Tanda vital
o Tekanan Darah : 110 / 70 mmHg

24
o Nadi : 88 x/menit (Regular, isi cukup, kuat angkat)
o Suhu : 36,7 oC (axilla)
o Pernapasan : 16 x/menit (Regular, kedalaman cukup, eupnea)
o Saturasi O2 : 98%
Abdomen
 Inspeksi : perut membuncit, striae gravidarum (+) linea nigra (+)
 Auskultasi : bising usus (+) normal
 Palpasi : supel, hepar dan lien tidak teraba, nyeri tekan (-)
 Perkusi : timpani (+)

Pemeriksaan Obstretic
ANC : 8x di PKC Jagakarsa dan RSUD Jagakarsa
HPHT : 11 November 2019
Tafsiran kelahiran : 09 Agustus 2020
TFU : 31cm
Tafsiran Berat Lahir : 2.945gram
DJJ : 134x/menit
His : 2x10” 25”
Leopold 1 : Teraba bulat dan lunak
Leopold 2 : Teraba lengkung kontinyu pada perut kanan ibu (pu-ka)
Leopold 3 : Teraba bagian terbawah janin bulat dan keras (kepala)
Leopold 4 : Bagian terbawah janin sudah masuk PAP
VT : portio tebal dan kaku, arah kebelakang, tidak didapatkan
pembukaan, ketuban (-), kepala Hodge 1
Inspekulum : v/v dalam batas normal, test kertas lakmus (+)

25
TEORI KASUS

Anamnesis  KPD  KPD


Secara klinis diagnosa KPD ditegakkan bila Pasien mengeluhkan
seorang ibu hamil mengalami pecah selaput keluar air-air jernih encer
ketuban dan dalam waktu satu jam kemudian dari kemaluan sejak 5 jam
tidak terdapat tanda awal persalinan. SMRS tanpa disertai
keluar lendir darah

Pemeriksaan  KPD  KPD


fisik KPD adalah pecahnya ketuban sebelum in Pada pemeriksaan dalam
partu, yaitu bila pembukaan pada primi kurang didapatkan: porsio tebal
dari 3 cm dan pada multipara kurang dari 5 cm. kaku, arah belakang,
pembukaan 0 cm, selaput
ketuban -, kepala di
Hodge 1.

Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat Pada pemeriksaan


ditelusuri metode skrining klasik, yaitu didapatkan:
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif - suhu 36,7OC
jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan - Nadi 88x/menit
denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, - Ketuban jernih dan
peningkatan leukosit dan cairan vaginal tidak berbau
berbau.

26
Pemeriksaan  KPD  KPD
penunjang Cairan amnion di konfirmasikan dengan Dilakukan tes Nitrazin
menggunakan nitrazine test. Kertas lakmus (Kertas lakmus) pada
akan berubah menjadi biru jika PH 6 – 6,5. pH pasien dan hasilnya kertas
cairan ketuban sekiar 7,1-7.3 Sekret vagina ibu lakmus berubah warna
memiliki PH 4 – 5, dengan kerta nitrazin ini dari merah menjadi biru.
tidak terjadi perubahan warna.

Indikasi terjadi infeksi pada ibu dapat Pada pasien ditemukan:


ditelusuri metode skrining klasik, yaitu - Leukosit 20.100 /uL
temperatur rektal ibu dimana dikatakan positif (normal : 4.500 -
jika temperatur rektal lebih 38°C, peningkatan 11.000 /uL)
denyut jantung ibu lebih dari 100x/menit, - DJJ 152 x / menit
peningkatan leukosit dan cairan vaginal Pada kasus tidak
berbau. ditemukan takikardi janin
dan ibu, ketuban berbau
dan demam. Sehingga
belum dapat didiagnosa
sebagai korioamnionitis.

Tatalaksana  KPD  KPD


Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan Pada kasus direncanakan
oksitoksin. Bila gagal seksio sesarea. Bila induksi dengan
tanda – tanda infeksi berikan antibiotik dosis misoprostol 4x25mcg,
tinggi dan terminasi persalinan. Bila skor namun pasien menolak.
pelvik < 5, lakukan pematangan serviks,
kemudian induksi. Jika tidak berhasil lakukan
seksio sesarea.

Pada pasien KPD usia kehamilan >37 minggu Diberikan antibiotik inj.
diberikan antibiotik untuk profilaksis Ceftriaxone 1 x 2 gr 5 jam
Streptokokus grup B jika diperlukan setelah KPD.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. Cuningham, Gary et al. Williams Obstetric 21st edition: Gestational Thropoblastic


Disease. Mc Graw Hill: New York. 76:454-460. 2003
2. Andriaansz G, Hanafiah TM. Diagnosis Kehamilan. In: Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, Wiknjosastro GH, suntingan. Ilmu Kebidanan Sarwono
Prawirohardjo (4th ed). Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2010; p.
213.
3. Manuaba I.B.G, Chandranita Manuaba I.A, Fajar Manuaba I.B.G.(eds) Pengantar
Kuliah Obstertri. Bab 6: Komplikasi Umum Pada Kehamilan. Ketuban Pecah Dini.
Cetakan Pertama. Jakarta. Penerbit EGC. 2007. Pp 456-60.
4. Manuaba.I.B.G. Ketuban Pecah Dini dalam Kapita Selekta Penatalaksanaan
Obstetri Ginekologi dan KB, EGC, Jakarta, 2001, hal : 221 – 225.
5. Nili F., Ansaari A.A.S. Neonatal Complications Of Premature Rupture Of
Membranes. Acta Medica Iranica. [Online] 2003. Vol 41. No.3. Diunduh dari
http://journals.tums.ac.ir/upload_files/pdf/59.pdf.
6. Saifuddin, Abdul B 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohardjo.
7. Saifudin, Abdul B. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal &
Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
8. Soewarto S. Ketuban Pecah Dini. Dalam Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Bagian
Ketiga: Patologi Kehamilan, Persalinan, Nifas dan Bayi Baru Lahir. Edisi
Keempat. Cetakan Kedua. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2009.
hal 677-82.
9. Departemen Obstetri & Ginekologi FK UNPAD. 2015. Panduan Praktik Klinis
Obstetri dan Ginekologi. FK UNPAD : Bandung.
10. Sumapraja S, Martaadisoebrata D. 2011. Penyakit Serta Kelainan Plasenta dan
Selaput Janin, dalam: Ilmu Kebidanan, Edisi ketiga, Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo: Jakarta

28

Anda mungkin juga menyukai